5 6080022121591865613
5 6080022121591865613
Disusun Oleh :
Nurul Hidayah Hamzah, S.Ked.
10542 0564 14
Pembimbing :
dr. Dian Wirdiyana, M.Kes, Sp.An
2019
LEMBAR PENGESAHAN
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan
hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
Manajemen Anestesi pada Pasien Sepsis Tugas ini ditulis sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi.
Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas Laporan Kasus ini,
namun berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-
teman sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada, dr. Dian Wirdiyana,
M.Kes, Sp.An, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan
tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama
proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari yang
diharapkan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima
kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga Laporan
Kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS........................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................
BAB V PENUTUP........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kata sepsis berasal dari bahasa Yunani yang berarti dekomposisi atau
infeksi ditandai dengan disfungsi organ yang mengancam nyawa dan merupakan
masalah kesehatan di dunia saat ini. Sepsis dimasukkan kedalam kategori penyakit
darurat karena ada gangguan dalam pemasukkan oksigen dan nutrisi ke jaringan
intensif (ICU). Di Amerika insidensi sepsis berkisar 66-132 per 100000 populasi.
sepsis di negara yang sudah berkembang menurun hingga 9%, namun tingkat
mortalitas pada negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, masih tinggi
yaitu 50-70% dan apabila berlanjut pada syok sepsis dan disfungsi organ multiple,
sama dengan sepsis pada keadaan klinis. Padahal apabila diartikan, SIRS dapat
4
timbul sebagai hasil dari non-infeksi, sedangkan sepsis digunakan untuk inflamasi
serangan jantung atau stroke karena ada gangguan dalam pemasukkan oksigen
Hal tersebut yang menjadikan sepsis sebagai penyebab tersering perawatan pasien
resusitasi cairan yang cukup merupakan kunci dalam menurunkan morbiditas dan
seluruh dunia setiap tahunnya dengan insiden diperkirakan sekitar 50-95 kasus
sebesar 3/1.000 populasi yang meningkat lebih dari 100 kali lipat berdasarkan
umur (0,2/1.000 pada anak-anak, sampai 26,2/1.000 pada kelompok umur > 85
tahun)4.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
A. PREOPERATIF/PREANESTESI
I. Identitas pasien
Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki laki
Usia :54 tahun
Berat Badan : 59 kg
Agama : Islam
Alamat : Sinjai Selatan
Diagnosis Pre Operatif : Ileus Obstruktif ec. Susp tumor colon sigmoid
II. Anamnesis
Keluhan utama : Tidak BAB disertai nyeri perut
a) Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan tidak BAB sejak 3
hari yang lalu, flatus (-), selain itu juga mengeluh nyeri perut yang
dirasakan sejak 2 hari yang lalu,nyeri perut hilang timbul, saat timbul
terasa sangat nyeri. Lokasi nyeri terasa pada seluruh perut.Mual (+),
muntah (+) frekuensi banyak, isi makanan, darah (-), perut terasa
menegang. Pasien kadang ditanya tidak menjawab dan bicara tidak
jelas. BAK biasa. Riwayat penyakit dahulu:
1) Riwayat asma (-)
2) Riwayat hipertensi (-)
3) Riwayat penyakit jantung (-)
4) Riwayat penyakit diabetes melitus (-)
5) Riwayat alergi makanan (-) dan obat (-)
b) Riwayat operasi (-)
6
III. Pemeriksaan fisik
GCS : E4V5M6
Vital Sign : Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 38,4 C
Pernafasan : 26 x/menit
a) B1 (Breath) :
Airway : bebas, gurgling/snoring/crowing: (-/-/-), potrusi mandibular
(-), buka mulut 5 cm, jarak mentohyoid 6 cm, jarak hyothyoid 6,5 cm,
leher pendek (-), gerak leher bebas, tonsil (T 1-T1), faring hiperemis (-),
frekuensi pernapasan: 26 kali/menit, suara pernapasan: vesikular
(+/+), suara pernapasan tambahanronchi(-/-),wheezing(-/-),skor
Mallampati : 2, massa (-), gigi ompong (-), gigi palsu (-).
b) B2 (Blood) :
Akral hangat pada ekstremitas atas (-/-) dan ekstremitas bawah
(-/-),tekanan darah: 100/70 mmHg, denyut nadi : 110 kali/menit,
reguler, kuat angkat, bunyi jantung S1/S2 murni regular.
c) B3 (Brain) :
Kesadaran: E4M6V3, Pupil: isokor Ø 2,5 mm/2,5mm,defisit neurologi
(-).
d) B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 2 kali sehari berwarna
kekuningan.
e) B5 (Bowel) :
Abdomen: tampak distensi, stria gravidarum (-), peristaltik (+) kesan
menurun, massa (-), jejas (-), nyeri tekan (+).
f) B6 Back & Bone :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-),
edema ekstremitas bawah (-/-).
IV. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal
7
Hematologi (17 Desember 2019)
Hemoglobin 14,4 13,2-17,3 g/dL
Leukosit 13.630 3.600-11.000 /L
Hematokrit 43,2 40-52%
Eritrosit 5,56 4,4-5,9 x106/
Trombosit 229 150-440 103/L
MCV 77,7 84-97µm3
MCH 25,9 28-34pg
HEMOSTASIS
PT 15,5 10,4-14,4 detik
APTT 32,6 26,4-37,6 detik
KIMIA
SGOT 76 0-37 U/L
SGPT 63 0-42 U/L
Ureum 2,69 3,5-5,0 g/dl
Kreatinin 133 10-50 mg/dl
Glukosa sewaktu 1,87 0,6-1,2 mg/dl
Albumin 2,2 3,5-5,0 g/dl
ELEKTROLIT
Na 152,2 136-145 mmol/L
K 3,76 3,5-5,1 mmol/L
Cl 113,6 98-106 mmol/L
V. Diagnosis
Ileus Obstruktif ec. Suspek Tumor Colon Sigmoid disertai sepsis
VI. Penatalaksaan
8
VII. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka:
Diagnosis Preoperatif : Ileus Obstruktif ec. Suspek Tumor Colon
Sigmoid disertai sepsis
Status Operatif : PS ASA III, skor Mallampati 2
Jenis Operasi : Laparotomy Eksplorasi + kolestomi
Jenis Anastesi : General Anestesi
B. PREINDUKSI
9
Persiapan pasien preoperatif :
IVFD RL : Dextrose 5% 1000:1000cc/24j
Persiapan dikamar operasi :
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah :
Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan.
Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya.
Alat-alat resusitasi (STATICS).
Obat-obat anastesia yang diperlukan.
Obat-obat resusitasi, misalnya ; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium
bikarbonat dan lain-lainnya.
Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG.
Alat-alat pantau yang lain sesuai dengan indikasi, misalnya; “Pulse
Oxymeter” dan “Capnograf”.
Kartu catatan medik anestesia
Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.
10
trakea mudah dimasukkan. Pada pasien ini tidak digunakan
introducel atau stilet.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anastesia.
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
C. INTRAOPERATIF
1. Diagnosis pra bedah
Ileus Obstruktif ec. Susp tumor colon sigmoid disertai sepsis
2. Diagnosis pasca bedah
Peritonitis ec. Perforasi Ileus
3. Penatalaksanaan anestesi
a. Jenis anestesi : General Anestesi
b. Lama anestesi : 16.00 – 16.20 (20 menit)
c. Lama operasi : 16.20– 17.00(40menit)
d. Anestesiologi : dr. Dian Wirdiyana, Sp.An, M.Kes
e. Ahli Bedah : dr. Samuel, Sp.B, KBD
f. Posisi : Supine
g. Infus : 1 line dengan connecta di tangan kiri
h. Teknik anastesi : General Endo Tracheal Anesthesia (GETA)
1) Mesin siap pakai
2) Cuci tangan
3) Memakai sarung tangan steril
4) Periksa balon pipa/ cuff ETT
5) Pasang macintosh blade yang sesuai
7) Beri oksigen 100% dengan masker/ ambu bag 4 liter/ menit
8) Masukkan obat-obat sedasi dan relaksan
9) Lakukan bagging sesuai irama pernafasan
10) Buka mulut dengan teknik cross finger dengan tangan kanan
11)Masukkan laringoskop dengan tangan kiri sampai terlihat
epiglotis, dorongblade sampai pangkal epiglotis
11
12)Berikan anestesi daerah laring dengan xylocain spray 10%
13)Masukkan ETT yang sebelumnya sudah diberi jelly dengan
tangan kanan
14)Sambungkan dengan bag/ sirkuit anestesi, berikan oksigen
dengan nafaskontrol 8-10 kali/ menit dengan tidal volume 8-10
ml/kgBB
15)Kunci cuff ETT dengan udara ± 4-8 cc, sampai kebocoran tidak
terdengar
16)Cek suara nafas/ auskultasi pada seluruh lapangan paru kiri
kanan
17) Pasang OPA/NPA sesuai ukuran
18) Lakukan fiksasi ETT dengan plester
19) Lakukan pengisapan lendir bila terdapat banyak lendir
20) Bereskan dan rapikan kembali peralatan
21) Lepaskan sarung tangan, cuci tangan2
i. Premedikasi :Midazolam 5 mg
Fentanyl 4 ml
j. Induksi : Propofol 10 mg/mL
k. Relaksan : Tramus 25 mg/2,5 ml
l. Emergency : Ephedrine HCl 50 mg/mL
Lidocain HCl 2 ml
m. Medikasi tambahan :Dexketoprofen 25 mg /8 j/IV
n. Maintanance : O2 8 lpm via simple mask
o. Respirasi : Pernapasan spontan
p. Posisi : Supinasi
q. Cairan durante operasi : RL500 ml
D. POST OPERATIF
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
organ yang disebabkan karena respon tubuh terhadap infeksi. Ini merupakan
definisi baru dari sepsis yang menekankan keutamaan respon host nonhomeostatis
terhadap infeksi, potensi mematikan jauh lebih besar dari proses infeksi yang
Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani “sepo” yang artinya membusuk dan
pertama kali dituliskan dalam suatu puisi yang dibuat oleh Homer (abad 18 SM).
“septicaemia” sebagai penyakit yang disebabkan oleh invasi mikroba ke dalam aliran
sepsis, toksemia dan bakteremia sering digunakan saling tumpang tindih. 2 Oleh
karena itu dibutuhkan suatu standar untuk istilah tersebut dan pada tahun 1991,
American College of Chest Physicians (ACCP) dan Society of Critical Care Medicine
Syndrome (SIRS), sepsis, dan sepsis berat. Sindrom ini merupakan suatu kelanjutan
dari inflamasi yang memburuk dimulai dari SIRS menjadi sepsis, sepsis berat dan
septik syok.5 Dan pada bulan Oktober tahun 1994 European Society of Intensive Care
14
Medicine mengeluarkan suatu konsensus yang dinamakan sepsis- related organ
seobjektif mungkin tingkat dari disfungsi organ. Hal penting dari aplikasi dari
yang mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap
tidak membantu lagi. Kriteria SIRS seperti perubahan dari kadar sel darah putih,
terhadap infeksi atau hal lainnya). Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya
respon disregulasi yang mengancam jiwa. Keadaan SIRS sendiri dapat ditemukan
B. ETIOLOGI
Penyebab bakteri umum sepsis adalah basil gram negatif (misalnya, E. coli,
Enterococcus dan Neisseria; Namun, ada sejumlah besar genera bakteri yang telah
diketahui menyebabkan sepsis. Spesies Candida adalah beberapa dari jamur yang
paling sering menyebabkan sepsis. Secara umum, seseorang dengan sepsis dapat
15
steril, masker, dan cakupan pakaian harus dipertimbangkan tergantung pada
Pneumonia
Appendisitis
Peritonitis
Infeksi pasca-bedah
Infeksi pada otak dan sistem saraf, seperti meningitis atau ensefalitis
C. PATOFISIOLOGI
Sepsis sekarang dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi awal dari
respon pro-inflamasi dan anti- inflamasi tubuh. Bersamaan dengan kondisi ini,
yang akan menyebabkan hipoksia jaringan sistemik atau syok. Presentasi pasien
anuria. Syok merupakan manifestasi awal dari keadaan patologis yang mendasari.
16
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini
mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari aktivasi selular dan disrupsi
endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti tumor nekrosis faktor,
Protein C yang teraktivasi (APC), adalah modulator penting dari rantai koagulasi
terjadi dan sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan
kebocoran kapiler. Semua hal ini akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.
Gangguan endotelial ini memegang peranan dalam terjadinya disfungsi organ dan
Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu
sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi
cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam
D. GEJALA KLINIS
Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai
response syndrome (SIRS) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan
18
pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”,
dengan muka kemerahan dan hangat yang menyeluruh serta peningkatan curah
dengan anggota gerak yang biru atau putih dingin). Pada pasien dengan
manifestasi klinis ini dan gambaran pemeriksaan fisik yang konsisten dengan
infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan terapi dapat dimulai secara dini.
kurangnya beberapa gambaran yang lebih menonjol, yaitu pasien ini mungkin
ditentukan skala takikardia yang dialaminya (seperti pada pasien tua yang
mendapatkan beta blocker atau antagonis kalsium) atau pasien ini kemungkinan
menderita takikardia yang berkaitan dengan penyebab yang lain (seperti pada bayi
yang gelisah). Pada pasien dengan usia yang ekstrim, setiap keluhan sistemik
19
Pasien yang semula tidak memenuhi kriteria sepsis mungkin berlanjut
menjadi gambaran sepsis yang terlihat jelas sepenuhnya selama perjalanan tinggal
pertama disfungsi organ, karena perubahan status mental dapat dinilai tanpa
tanda klinis yang lain yang mungkin terlihat sebelum hasil pemeriksaan
pertimbangan klinis.
E. DIAGNOSIS
yang mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap
tidak membantu lagi. Kriteria SIRS seperti perubahan dari kadar sel darah putih,
20
temperatur, dan laju nadi menggambarkan adanya inflamasi (respon tubuh
mengancam jiwa. Keadaan SIRS sendiri dapat ditemukan pada pasien yang
dirawat inap tanpa ditemukan adanya infeksi. Disfungsi organ didiagnosis apabila
peningkatan skor SOFA≥ 2. Dan istilah sepsis berat sudah tidak digunakan
kembali. Implikasi dari definisi baru ini adalah pengenalan dari respon tubuh yang
berlebihan dalam patogenesis dari sepsis dan syok septik, peningkatan skor SOFA
21
Tabel. Skor SOFA (Sequential Organ Failure Assesment)
22
dilakukan secara cepat dan berulang.Penggunaan qSOFA diharapkan dapat
membantu klinisi dalam mengenali kondisi disfungsi organ dan dapat segera
Laboratorium
23
Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah
sepsis berat sudah tidak digunakan kembali. Implikasi dari definisi baru ini adalah
pengenalan dari respon tubuh yang berlebihan dalam patogenesis dari sepsis dan
syok septik, peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk identifikasi keadaan sepsis dan
dapat dilakukan secara cepat dan berulang. Penggunaan qSOFA diharapkan dapat
membantu klinisi dalam mengenali kondisi disfungsi organ dan dapat segera
memulai atau mengeskalasi terapi. Dan septik syok didefinisikan sebagai keadaan
sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan selular/ metabolik yang terjadi dapat
septik syok adalah adanya sepsis dengan hipotensi persisten yang membutuhkan
kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.
dapat dilakukan secara cepat dan berulang. Penggunaan qSOFA diharapkan dapat
membantu klinisi dalam mengenali kondisi disfungsi organ dan dapat segera
gawat darurat ataupun masuk ke bagian lain sebagai rujukan dari rumah sakit lain
pada tabel.
Pada pasien sepsis dan syok sepsis akan terjadi gangguan hemodinamik
sirkulasi akut yang dapat berujung pada kerusakan organ-organ vital, seperti
jantung, ginjal dan otak.Evaluasi terhadap perfusi jaringan dapat dilakukan secara
jaringan.
Pembentukan laktat terjadi pada hampir seluruh jairngan, yaitu otot lurik,
otak, sel darah merah dan ginjal. Pada kondisi normal, pembentukan laktat juga
terjadi dalam derajat ringan dengan proses pembersihannya yang juga seimbang
25
yaitu 320 mmol/L/hari. Sehingga kadar laktat darah pada kondisi normal
jaringan pada kasus syok. Pasien sepsis mengalami kondisi bakteremia yang
berarti mengalami infeksi dari sumber manapun yang mungkin, seperti seluruh
rongga tubuh pasien, adanya luka terbuka ataupun hal lainnya. Pengambilan
sampel kuman untuk dilakukan kultur agar dapat diketahui jenis Jika laktat awal
meningkat (> 2 mmol / L), itu harus diukur kembali dalam 2-4 jam untuk
memandu resusitasi untuk menormalkan laktat pada pasien dengan kadar laktat
paling lama 45 menit untuk mengambil seluruh sampel infeksius dari pasien yang
sampel tubuh pasien sepsis yang berdasarkan riwayat penyakit dan gejala yang
rutin yang baik idealnya terdiri atas dua set sampel kultur darah yang aerobik dan
26
berguna karena sterilisasi kultur dapat terjadi dalam hitungan menit hingga jam
Pemberian antibiotik
Terapi empiris spektrum luas dengan satu atau lebih antimikroba intravena
untuk mencakup semua kemungkinan patogen harus segera dimulai untuk pasien
dengan sepsis atau syok septik. Terapi antimikroba empiris harus dipersempit
pemberian antibiotik awal untuk dugaan infeksi dan penatalayanan antibiotik tetap
merupakan aspek penting dari manajemen sepsis berkualitas tinggi. Jika infeksi
infeksi dengan melihat profil kuman dan sediaan antibiotic Pemilihan antibiotik
empiris merupakan hal yang paling penting dalam manajemen efektif infeksi yang
berikut :
27
5. Umur dan penyakit komorbid pada pasien yang tergolong kronis dan gejala-
gejala kegagalan organ target yang muncul. Dalam pemilihan antibiotik definitif,
setelah hasil kultur kuman dan sensitifitas keluar maka harus diganti ke antibiotik
yang jauh lebih sensitif. Tetapi bila hasil kultur negative dan antibiotik empiris
28
Tabel . Antibiotik berdasarkan sumber infeksi (Sepsis Bundle: Antibiotic
Selection Clinical Pathway from the Nebraska Medical Centre)
29
Pemberian Cairan IV
sepsis atau syok septic. Mengingat keadaan darurat medis ini, resusitasi cairan
awal harus dimulai segera setelah mengenali pasien dengan sepsis dan / atau
hipotensi dan peningkatan laktat, dan selesai dalam 3 jam dari awal
Meskipun sedikit literatur dan data untuk mendukung volume ini, studi
intervensi baru-baru ini menggambarkan ini sebagai praktik biasa pada tahap awal
resusitasi, dan didukung bukti observasional. Tidak adanya manfaat yang jelas
rekomendasi yang kuat untuk penggunaan larutan kristaloid dalam resusitasi awal
pasien dengan sepsis dan septik. syok. Karena beberapa bukti menunjukkan
Pemberian Vasopressor
bagian penting dari resusitasi. Jika tekanan darah tidak pulih setelah cairan awal
resusitasi, maka vasopressor harus dimulai dalam jam pertama untuk mencapai
30
tekanan arteri rata-rata (MAP) dari ≥ 65 mm Hg.13 Rekomendasi penerapan
alternatif pada norepinefrin hanya pada pasien tertentu (misalnya pasien dengan
Jika diinisiasi, dosis harus dititrasi hingga titik akhir yang menggambarkan
perfusi, dan agen dikurangi atau dihentikan bila terjadi perburukan hipotensi atau
aritmia.
31
6. Kami menyarankan semua pasien yang membutuhkan vasopresor
memiliki kateter arteri yang sudah terpasang segera bila tersedia (weak
Pada SIRS dan sepsis, bila terjadi syok ini karena toksin atau mediator
kondisi cairan terkoreksi, dapat diberikan pressor untuk mencapai Mid Arterial
tercapai. Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bila ada
dengan sepsis berat dan syok septik, yang bertujuan memperbaiki penghantaran
32
Terapi Cairan
Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi
untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti
kebutuhan harian. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka
input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan
itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk
kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan
menurunkan angka mortalitas.1,2
Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan
kristaloid dan koloid atau kombinasi keduanya.Cairan kristaloid adalah
cairan yang mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai
campuran.Cairan ini bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap
cairan plasma. Sedangkan cairan koloid yaitu cairan yang berat
molekul nya tinggi.1,2,6
Cairan kristaloid
a. Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer.Oleh
karena itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan
intraseluler seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan
keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi yang
disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus.Cairan ini
tidak dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada
kegawatan.Contohnya dextrosa 5%.
b. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer
laktat dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk
meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah
cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya.Cairan ini cukup efektif
sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih
pendek dibanding dengan cairan koloid.
c. Cairan Hipertonik
33
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler
utama. Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik
cairan intraseluler ke dalam ekstra seluler. Peristiwa ini dikenal
dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik
mempunyai efek inotropik positif antara lain mevasodilatasi pembuluh
darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar
karena dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan
mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%.1,2,6
34
laktat di dalam hati. Laju metabolisme asetat 250 – 400 mEq/jam,
sedangkan laktat 100 mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi
bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk
membentuk asetil ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase
dan mengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa
mengganti pemakaian Ringer Laktat.
c. Glukosa 5%, 10% dan 20%
Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.9
Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan
Glukosa 10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal
ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria .
d. NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154
mEq/L Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan
dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang
disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik.
Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan
kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan
natrium seperti asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan
luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya
dikombinasikan dengan cairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa
5 %.
Cairan Koloid
Jenis-jenis cairan koloid adalah:
a. Albumin
Terdiri dari 2 jenis yaitu:
1. Albumin endogen.
Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan
dihasilkan di hati dengan berat molekul antara 66.000 sampai dengan
69.000, terdiri dari 584 asam amino.Albumin merupakan protein
serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma.
35
Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan onkotik
plasmanya 1/3nya.
2. Albumin eksogen.
Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin
eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin
eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma
manusia yang dimurnikan.
Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam
fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan
meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang
diberikan.Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik
plasma.Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke
intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial
mencukupi.Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat
menyebabkan depresi fungsi miokardium, reaksi alegi terutama pada
jenis yang dibuat dari fraksi protein yang dimurnikan.Hal ini karena
faktor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping itu
harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid.8 Larutan ini
digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.
3. HES (Hidroxy Ethyl Starch)
Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen.Cairan ini
mengandung partikel dengan berat molekul beragam dan merupakan
campuran yang sangat heterogen.Tersedia dalam bentuk larutan 6%
dalam garam fisiologis. Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan
osmolaritasnya 310 mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi
aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa.8Pada penelitian klinis
dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander yang cukup
efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam.Pengikatan
cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena
tekanan onkotiknya yang lebih tinggi.Komplikasi yang dijumpai
36
adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah.Hal ini terjadi
bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.
4. Dextran
Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran
dan berat molekul.Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes
yang dikembang biakkan di media sucrose.Berat molekul bervariasi
dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.Ada 2 jenis dextran yaitu
dextran 40 dan 70.dextran 70 mempunyai berat molekul 70.000
(25.000-125.000). Sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalam
garam fisiologis.Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan
dextran 40.Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume
ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran
40.Dextran 40 mempunyai berat molekul 40.000 tersedia dalam
konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%.Molekul
kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik
ringan.Sebagian kecil dapat menembus membran kapiler dan masuk ke
ruang intersisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke
intravaskuler.
Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan
kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan
transpor oksigen.Cairan ini digunakan pada penyakit sindroma nefrotik
dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal akut,
reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.
5. Gelatin
Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama
pada orang dewasa dan pada bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan
yaitu:
- Modified Fluid Gelatin (MFG)
- Urea Bridged Gelatin (UBG)
37
Kedua cairan ini punya berat molekul 35.000.Kedua jenis gelatin
ini punya efek volume expander yang baik pada
kegawatan.Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi anafilaksis.
Pemilihan cairan sebaiknya berdasarkan atas status hidrasi pasien,
konsentrasi elektrolit dan kelainan metabolik yang ada.Terapi awal
pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter
larutan isotonis Ringer Laktat.2,6
Terapi cairan merupakan terapi yang paling penting untuk syok
hipovolemik dan distributif. Pemberian cairan secara IV akan
memperbaiki volume darah yang bersirkulasi, menurunkan viskositas
darah, dan meningkatkan alirah darah vena sehingga memperbaiki
curah jantung. Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi
berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah.Cairan kristaloid cukup baik
untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara
lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi
alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada
pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga
pemakaian berlebih perlu dicegah.2,6
Pada syok obstruktif manajemen bertujuan untuk menghilangkan
sumbatan. Pemberian cairan kristaloid isotonik dilakukan untuk
mempertahankan volume intravaskular, namun terapi definitifnya
adalah pembedahan untuk mengatasi obstruksi yang terjadi.1,2
Pada syok kardiogenik, terapi cairan yang terlalu cepat akan
berakibat fatal karena akan meningkatkan beban kerja jantung yang
selanjutnya akan membahayakan sirkulasi. Pada syok distributif,
volume darah yang bersirkulasi tidak adekuat disebabkan oleh
vasodilatasi perifer sehingga terapi cairan tetap diperlukan. Apabila
hipotensi tetap terjadi walaupun telah dilakukan terapi cairan yang
cukup maka dibutuhkan pemberian vasopressor.1,2
Terapi resusitasi cairan dinyatakan berhasil dengan menilai
perbaikan outcome hemodinamik klinis seperti:1,2
38
1. MAP (mean arterial pressure) ≥65 mmHg
2. CVP (central venous pressure) 8-12 mmHg
3. Urine Output ≥ 0,5 mL/kgBB/jam
4. Central venous (vena cava superior) atau mixed venous oxygen
saturation ≥ 70%
G. PROGNOSIS
10% - 40% pada perforasi kolon8. Faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitias
yang tinggi adalah etiologi penyebab peritonitis dan durasi penyakitnya, adanya
kegagalan organ sebelum penanganan, usia pasien, dan keadaan umum pasien.
Tingkat mortalitas di bawah 10% ditemukan pada pasien dengan perforasi ulkus
atau appendisitis, pasien usia muda, kontaminasi bakteri yang minim, dan
yang tinggi.
H. KOMPLIKASI
perfusi jaringan yang mengalami hipoksia sehingga terjadi nekrosis dan gangguan
39
fungsi ginjal dimana pembuluh darah memiliki andil yang cukup besar dalam
patogenesis ini.
disebabkan oleh faktor komplemen yang berperan penting seperti yang sudah
3. ARDS
ginjal.vaskular dan sel endotel ginjal sehingga memicu terjadinya proses inflamasi
5. Syok septik
dilakukan terapi cairan yang adekuat ka rena maldistribusi aliran darah karena
40
adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif
jaringan.Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai
41
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan tidak BAB sejak 3 hari yang
lalu, flatus (-), selain itu juga mengeluh nyeri perut yang dirasakan sejak 2 hari
yang lalu,nyeri perut hilang timbul, saat timbul terasa sangat nyeri. Lokasi nyeri
terasa pada seluruh perut.Mual (+), muntah (+) frekuensi banyak, isi makanan,
darah (-), perut terasa menegang. Pasien kadang ditanya tidak menjawab dan
bicara tidak jelas. BAK biasa. Vital Sign, Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 110
kesan menurun. Diagnosis pra bedah pasien adalah Ileus Obstruktif ec. Susp
tumor colon sigmoid disertai sepsis, lalu dilakukan tindakan operasi yaitu
yang mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap
infeksi. Ditinjau dari segi definisi, pasien ini didiagnosis sepsis dengan adanya
focus infeksi yang jelas , yaitu bersumber dari ileus obstrukstif yang dialami oleh
organ yang mengancam jiwa dan tubuh tidak mampu lagi meregulasi infeksi.
42
Penyebab bakteri umum sepsis adalah basil gram negatif (misalnya, E. coli,
Enterococcus dan Neisseria; Namun, ada sejumlah besar genera bakteri yang telah
diketahui menyebabkan sepsis. Spesies Candida adalah beberapa dari jamur yang
paling sering menyebabkan sepsis. Secara umum, seseorang dengan sepsis dapat
Pneumonia
Appendisitis
Peritonitis
Infeksi pasca-bedah
sesuai dengan kepustakaan, salah satu etiologi sepsis yang dialami oleh pasien
dengan anggota gerak yang biru atau putih dingin). Pada pasien dengan
manifestasi klinis ini dan gambaran pemeriksaan fisik yang konsisten dengan
infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan terapi dapat dimulai secara dini.
menjadi gambaran sepsis yang terlihat jelas sepenuhnya selama perjalanan tinggal
pertama disfungsi organ, karena perubahan status mental dapat dinilai tanpa
tanda klinis yang lain yang mungkin terlihat sebelum hasil pemeriksaan
pertimbangan klinis.
yang dialami pada pasien ini hipotensi, takikardi, hipertermi, takipnea disertai
penurunan jumlah urin, karena dari hasil anamnesis diperoleh pasien BAK hanya
2x sehari.
44
Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya respon disregulasi yang mengancam
jiwa. Keadaan SIRS sendiri dapat ditemukan pada pasien yang dirawat inap tanpa
SOFA≥ 2. Dan istilah sepsis berat sudah tidak digunakan kembali. Implikasi dari
definisi baru ini adalah pengenalan dari respon tubuh yang berlebihan dalam
patogenesis dari sepsis dan syok septik, peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk
45
Sesuai dengan kepustakaan tersebut, pada pasien ini diberikan
antibiotic berupa Inj. Meropenem 1gr/8jam/iv dan Inj. Metronidazole
500mg/8 jam/i serta cairan intravena berupa RL : Dextrose 5%
1000:1000cc /24jam. Dan selanjutnya di rawat di ICU.
46
BAB V
PENUTUP
47
DAFTAR PUSTAKA
2. Fink La. International Sepsis Definition Conference. Crit Care Med. 2003.
management of severe sepsis and septic syok. Intensive Care Med. 2012.
4. PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit
al. The third international concensus definitions for sepsis and septic shock
48