Rancangan Usulan Penelitian (Koreksi)
Rancangan Usulan Penelitian (Koreksi)
Oleh :
NERVI RITA (1607123501) LULU NOORJANNAH (1607123489)
Penulis
DAFTAR ISI
i
Kata Pengantar......................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iii
DAFTAR TABEL................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ..............................................................................
2
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................
5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................
5
1.5 Sistematika Penulisan ...........................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa ...............................................................................................
7
2.2 Tandan Kosong Sawit .........................................................................
16
2.3 Bioetanol .............................................................................................
21
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Jadwal Penelitian ..............................................................................
25
3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan .....................................................
25
3.2.1 Bahan yang Digunakan ...........................................................
25
3.2.2 Alat yang Digunakan ..............................................................
25
3.3 Variabel Penelitian ............................................................................
25
3.3.1 Variabel Tetap .........................................................................
25
3.3.2 Variabel Berubah ....................................................................
26
ii
3.4 Rancangan Percobaan .......................................................................
26
3.5 Prosedur Penelitian ...........................................................................
26
3.5.1 Pretretment Bahan Baku .........................................................
26
3.5.2 Pembuatan Larutan Pemasak ..................................................
26
3.5.3 Pretretment Bahan Baku .........................................................
26
3.5.4 Pembuatan Larutan Pemasak ..................................................
26
3.5.5 Delignifikasi Serat Tandan Kosong Sawit ..............................
26
3.5.6 Hidrolisis Serat Tandan Kosong Sawit ....................................
26 3.5.7 Fermentasi ............................................................................... 26 3.5.8
Pemisahan ............................................................................... 26
3.5.9 Analisis Hasil ..........................................................................
26 DAFTAR
PUSTAKA ........................................................................................... 28
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iii
2.5 Struktur selulosa ........................................................................................
21
2.6 Tahapan proses produksi bioetanol generasi kedua dari biomasa ............ 23
2.7 Tahapan proses produksi bioetanol generasi ketiga .................................. 24
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia di masa mendatang merupakan salah satu negara yang akan
menghadapi krisis energi. Hal ini disebabkan oleh eksploitasi energi fosil
Indonesia tidak diikuti dengan eksplorasi energi baru yang signifikan. Peningkatan
penggunaan energi di masa mendatang juga ikut memperbesar ancaman terjadinya
krisis energi. Untuk mengatasi hal ini, Indonesia membutuhkan alternatif energi
baru dan terbarukan, untuk membantu memenuhi kebutuhan energi manusia.
Guru besar Institut Teknologi Bandung, Priyono Soetikno (2018), dalam
orasinya yang berjudul "Mendorong Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di
Indonesia" pada Sabtu di Aula Barat ITB, menyatakan, energi alternatif dibagi
menjadi dua kategori. Yang pertama adalah energi pengganti bahan bakar minyak
bumi seperti, biomassa, biodiesel, etanol dan lain-lain. Yang kedua adalah, energi
terbarukan berupa energi angin, fotovoltaik matahari, panas matahari dan
gasifikasi. Prof. Priyono juga menjelaskan tentang bioenergi dan biofuels, yang
memanfaatkan kelapa sawit sebagai campuran diesel atau bahan bakar lainnya,
sebagai jawaban atas perkembangan energi baru dan terbarukan (Permana, 2019).
Alternatif yang banyak menarik perhatian adalah bioetanol generasi kedua
dari biomassa berlignoselulosa. Selain karena tidak bersaing dengan sumber
makanan, bioetanol generasi kedua dari biomassa berlignoselulosa juga dapat
membantu mengurangi emisi gas rumah kaca, karena sifatnya yang rendah karbon
(Cardona et al., 2018). Biomassa berlignoselulosa dapat diperoleh dari berbagai
limbah pabrik dan pertanian. Salah satu biomassa berlignoselulosa yang melimpah
dan murah adalah tandan kosong sawit. Tandan kosong sawit mengandung 82.4%
holoselulosa dan 17.6% lignin. Dengan mempertimbangkan kandungan
karbohidratnya yang tinggi, tandan kosong sawit dapat menjadi sumber yang
murah untuk bioetanol dan turunan lignoselulosa lainnya (Ishola et al., 2014).
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas sawit terbesar di
dunia. Berdasarkan data dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (DPM PTSP) Riau, luas perkebunan sawit di Riau sudah mencapai 2,424,545
hektar per 2018, atau sekitar 20% dari total perkebunan nasional. Produk utama
dari industri sawit adalah Crude Palm Oil (CPO). Produksi satu ton CPO dapat
menghasilkan sekitar 1.2-1.4 ton tandan kosong sawit. Menurut data yang
diberikan oleh BUMN, Riau mampu memberikan kontribusi CPO sebesar 3.85 juta
2
ton per tahun 2015, berdasarkan luas perkebunan yang dimiliki oleh Riau.
Berdasarkan formula Badger (2002) yang dikutip oleh Sudiyani (2015), satu ton
bahan yang mengandung 45% selulosa, mampu menghasilkan 151 liter bioetanol.
Selain selulosa, xilosa yang merupakan komponen utama dalam hemiselulosa
tandan kosong sawit juga berpotensi untuk dikonversi menjadi etanol, baik melalui
fermentasi terpisah maupun bersamaan dengan fermentasi glukosa. Sehingga,
potensi bioetanol yang dapat dihasilkan dari tandan kosong sawit di Riau adalah
sekitar 813.89 juta liter per tahun atau 2.23 juta liter per hari (Sudiyani, 2015).
Secara umum, proses produksi bioetanol dari tandan kosong sawit dapat
dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pretreatment lignoselulosa,
hidrolisis/sakarifikasi selulosa menjadi gula sederhana, fermentasi gula menjadi
bioetanol dan pemisahan produk. Struktur kompleks tandan kosong sawit,
memberikan pengaruh cukup penting dalam pemilihan proses pretreatment dan
delignifikasi bahan (Adela et al., 2014). Beberapa teknik pretreatment yang dapat
digunakan untuk memecah biomassa berlignoselulosa menjadi gula sederhana
adalah, dilute acid, fiber explosion dengan amonia, steam explosion, hidrolisis dan
organosolv. Proses pretreatment biomassa berlignoselulosa menjadi langkah yang
paling penting dalam memproduksi bioetanol, total biaya keseluruhan proses
produksi juga bergantung pada proses ini. Asam encer dan/atau asam
berkonsentrasi tinggi dapat digunakan untuk proses hidrolisis selulosa dan
hemiselulosa dalam biomassa berlignoselulosa menjadi gula, dengan perbandingan
terhadap tandan kosong sawit yang digunakan adalah 1:10 (Shet et al., 2018).
proses organosolv dan hidrolisis asam terhadap tandan kosong sawit sebagai bahan
baku bioetanol. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi pelarut
untuk proses organosolv, konsentrasi asam sulfat pada proses hidrolisis, suhu dan
waktu proses. Hasil proses organosolv yang paling optimal, didapat pada
konsentrasi pelarut 55% (v/v) pada suhu reaksi 120 oC dan waktu 60 menit,
dilanjutkan ke proses hidrolisis asam sulfat. Variasi konsentrasi asam sulfat yang
digunakan adalah 0.5% (v/v), 1% (v/v) dan 2% (v/v), dengan variasi suhu reaksi,
60, 70, 80, 90 dan 100oC, dan variasi waktu reaksi, 15, 30, 45, 60 dan 75 menit.
Total gula yang didapat sebagai hasil hidrolisis yang paling optimum didapat pada
konsentrasi asam sulfat 0.5% (v/v) pada suhu reaksi 100oC dan waktu 45 menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi asam sulfat dan
waktu reaksi akan menurunkan total gula yang didapat.
Ni'mah, et al. (2015), melakukan penelitian tentang pengaruh variasi suhu
reaksi terhadap pembuatan bioetanol dari limbah serat kelapa sawit melalui proses
pretreatment, hidrolisis asam dan fermentasi menggunakan ragi tapai
(Saccharomyces Cerevisiae). Proses pretreatment dilakukan dengan menggunakan
pelarut asam dengan proses pemanasan pada suhu 100oC selama satu jam. Padatan
hasil pretreatment kemudian dilarutkan dalam larutan asam sulfat 2% (v/v) selama
120 menit untuk proses hidrolisis, dengan variasi suhu reaksi 115, 120 dan 125oC.
Kadar gula total yang didapat setelah proses hidrolisis, pada variasi suhu reaksi
115, 120 dan 125oC secara berturut-turut, adalah 5.89 ; 7.03 ; dan 6.84%. Masing-
masing sampel kemudian dilanjutkan ke proses fermentasi dengan menambahkan
ragi tapai dan NPK sebanyak 0.23 dan 0.06% total gula, dengan waktu fermentasi
3 hari. Kadar etanol yang didapat untuk ketiga sampel adalah 2.226 ; 2.523 ; dan
2.392%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimal untuk proses
hidrolisis limbah serat kelapa sawit menggunakan asam sulfat 2% (v/v) adalah
pada suhu 120oC.
Pratiwi, et al. (2013), melakukan penelitian tentang pengaruh volume asam
yang digunakan pada proses hidrolisis dan waktu fermentasi pada pembuatan
bioetanol dari tandan kosong sawit. Proses pembuatan bioetanol dilakukan melalui
tiga tahap yaitu pretreatment, hidrolisis dan fermentasi. Proses pretreatment
dilakukan dengan merendam tandan kosong sawit dalam NaOH 5% pada suhu
120oC. Hasil pretreatment kemudian dihidrolisis menggunakan larutan asam sulfat
2%, dengan variasi volume, 20, 40, 60, dan 80 ml, dan difermentasi dengan variasi
4
Dalam bab ini dibahas tentang langkah yang dilakukan dalam penelitian
pembuatan bioetanol dari tandan kosong sawit dengan hidrolisis mengunakan asam
sulfat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
Biomassa merupakan bahan-bahan organik yang dapat diperoleh dari
tumbuhan. Biomassa yang berasal dari tumbuhan hijau diperoleh melalui proses
fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari (Parinduri, 2016). Tumbuh-tumbuhan
akan menyerap CO2 dari udara, air dan cahaya matahari lalu melalui proses
fotosintesis akan diproduksi karbohidrat yang menjadi cikal bakal biomassa
(McKendry, 2002). Biomassa saat ini tengah mendapat banyak perhatian kerena
memiliki potensi yang besar sebagai salah satu sumber energi dimasa yang akan
datang. Maka dari itu banyak upaya-upaya pengembangan maupun modernisasi
sistem bioenergi dilakukan baik itu di negara-negara industri maupun di
negaranegara berkembang (Berndes et al, 2003).
Biomassa merupakan salah satu sumber daya terbarukan, baik yang diperoleh
melalui proses alam, maupun yang diperoleh sebagai produk dari aktifitas manusia
atau yang disebut limbah biomassa. Biomassa dapat dikonversi menjadi tiga
produk utama yaitu energi listrik atau panas, bahan bakar transportasi dan bahan
bakar kimia. Produk bahan bakar yang dihasilkan juga memiliki fasa yang berbeda
beda, ada yang berfasa gas dan ada yang cair. Potensi energi biomassa yang berasal
dari hutan dan residu pertanian diseluruh dunia, diperkirakan sekitar 30 EJ/tahun,
dengan jumlah kebutuhan energi seluruh dunia mencapai lebih dari 400 EJ/tahun.
Saat ini, biomassa telah berkontribusi sebagai salah satu sumber energi dunia
sebesar 10-14% dari pasokan energi dunia (McKendry, 2002).
Pada dasarnya biomassa dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu
biomassa kayu, biomassa bukan kayu dan bahan-bahan sekunder. Namun, menurut
Biomass Energi Europe biomassa terbagi menjadi empat kategori yaitu, biomassa
hutan dan limbah hutan, tanaman energi, limbah pertanian dan limbah organik.
Menurut Biomass Energi Europe terdapat lima jenis potensi sumber energi
biomassa yaitu teoritis, teknis, ekonomis, implementasi dan implemetasi
berkelanjutan (sustainable implementation). Berikut ini pada Gambar 2.1
ditunjukkan ilustrasi dari empat potensi pertama dan dijelaskan sebagai berikut.
Potensi Teoritis adalah jumlah maksimum keseluruhan biomassa darat yang secara
7
8
teoritis tersedia untuk produksi bioenergi dengan batasan biofisika dasar. Potensi
teoritis biasanya dinyatakan dalam Joule energi primer, yaitu energi yang
terkandung dalam bahan mentah biomassa, yang belum diproses. Energi primer
diubah menjadi energi sekunder, seperti listrik, bahan bakar cair, dan bahan bakar
gas. Dalam kasus biomassa dari tanaman dan hutan, potensi teoritis
menggambarkan produktivitas maksimum di bawah pengelolaan optimal teoritis
dengan mempertimbangkan batasan-batasan seperti kondisi tanah, suhu, radiasi
matahari, dan curah hujan. Potensi Teknis adalah bagian dari potensi teoritis yang
tersedia di bawah kondisi tekno-struktural dengan teknologi yang tersedia saat
(misalnya teknik panen,infrastruktur dan aksesibilitas, dan teknik pengolahan).
Potensi teknis juga mempertimbangkan kondisi spasial terkait penggunaan lahan
(misal untuk produksi pangan, pakan, dan serat) termasuk aspek ekologis (yaitu
cadangan alami) dan kandala akibat kemungkinan penggunaan non-teknis. Potensi
teknis biasanya dinyatakan dalan Joule energi primer, tapi terkadang juga
dinyatakan dalam satuan sekunder untuk energi. Potensi Ekonomis adalah bagian
dari potensi teknis yang memenuhi kriteria keuntungan ekonomis dalam kondisi
tertentu. Potensi ekonomi pada umumnya mengacu kepada energi bio sekunder
walaupun kadang-kadang energi bio primer juga dipertimbangkan. Hasil akhir dari
penilaian potensi ekonomis adalah dalam bentuk Supply Curve (Rp./ton).
Kemudian yang terakhir adalah potensi implementasi. Potensi Implementasi adalah
bagian dari potensi ekonomis yang dapat diterapkan pada periode waktu tertentu
dan pada kondisi sosio-politik yang nyata, mencakup hambatan (dan kebijakan
insentif) ekonomi, institutional dan sosial. Potensi implementasi fokus pada
kelayakan atau dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial dari kebijakan bioenergi.
Pada Gambar 2.1 akan ditampilkan jenis-jenis potensi biomassa (Biomass Energi
Europe, 2010).
9
Tabel 2.3 Luas Area Perkebunan Sawit di Indonesia pada Tahun 2018
No. Provinsi Perkebunan Besar Negara Perkebunan Besar Swasta Perkebunan Rakyat Total
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
1. Aceh 35.140 127.735 287.935 450.810
2. Sumatera Utara 306.135 553.993 616.226 1.476.354
3. Sumatera Barat 8.393 151.014 239.377 398.784
4. Riau 70.003 717.454 1.536.374 2.323.831
5. Jambi 20.014 166.518 586.311 772.843
6. Sumatera Selatan 31.737 468.229 573.874 1.073.840
7. Bengkulu 829 102.604 237.316 340.749
8. Lampung 11.939 65.940 148.017 225.896
9. Bangka Belitung - 154.835 73.617 228.452
10. Kepulauan Riau - 6.594 3.866 10.460
11. DKI Jakarta - - - -
12. Jawa Barat 11.853 3.519 1.211 16.583
13. Jawa Tengah - - - -
14. DI Yogyakarta - - - -
15. Jawa Timur - - - -
16. Banten 9.604 2.511 8.145 20.260
17. Bali - - - -
18. Nusa Tenggara Barat - - - -
19. Nusa Tenggara Barat - - - -
20. Kalimantan Barat 31.256 1.274.844 422.101 1.728.201
21. Kalimantan Tengah - 1.156.900 185.243 1.342.143
22. Kalimantan Selatan 7.385 375.300 148.229 530.914
23. Kalimantan Timur 17.987 579.454 355.984 953.425
15
unit guaiacyl (G) yang terdiri dari prekusor trans-koniferil alkohol, unit syringyl
(S) terdiri dari prokusor trans-sinapil alkohol dan p-hidroksipenil (H) terdiri dari
transp-koumaril alkohol (Palonen 2004).
Lignin adalah zat organik yang terdiri atas sistem aromatik dengan penyusun
molekul utamanya ialah unit-unit fenil propana. Lignin merupakan senyawa yang
keras karena lignin tersusun atas jaringan polimer 3 dimensi fenolik atau
fenilpropanoid bercabang banyak yang berfungsi sebagai perekat serat selulosa
dan hemiselulosa sehingga dinding sel tanaman mengeras sangat kuat. Adanya
lignin sebagai pelindung holoselulosa tidak diinginkan dalam produksi bioetanol.
Hal ini dikarenakan struktur lignin seperti pada Gambar 2.3 sangat kompleks dan
tidak berpola sama sehingga holoselulosa sulit ditembus oleh enzim maupun
mikroorganisme. Oleh karena itu, biomassa lignoselulosa harus diberi perlakuan
awal untuk menghilangkan komponen lignin yang melindungi serat holoselulosa
(Hermiati et al., 2010).
Struktur lignin mengalami perubahan dibawah kondisi suhu yang tinggi dan
asam. Pada reaksi dengan temperatur tinggi mengakibatkan lignin terpecah
menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa (Hermiati et al., 2010).
Pada suasana asam, lignin cenderung melakukan kondensasi, yakni fraksi lignin
yang sudah terlepas dari selulosa dan larut pada larutan pemasak. Dimana
peristiwa ini cenderung menyebabkan bobot molekul lignin bertambah, dan lignin
yang terkondensasi akan mengendap. Disamping terjadinya reaksi kondensasi
19
lignin yang mengendap, proses pemasakan yang berlangsung pada suasana asam
dapat pula menurunkan derajat kerusakan sehingga mengurangi degradasi selulosa
dan hemiselulosa. Suhu, tekanan dan konsentrasi larutan pemasak selama proses
merupakan faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi pelarutan lignin, selulosa
dan hemiselulosa. Selulosa tidak akan rusak saat proses pelarutan lignin jika
konsentrasi larutan pemasak yang digunakan rendah dan suhu yang digunakan
sesuai. Berikut ini struktur lignin ditunjukkan oleh Gambar 2.3.
tersebut dapat difermentasi dan menghasilkan etanol. Hal itulah yang menjadi
alasan bahwa bahan berlignoselulosa terutama yang mengandung selulosa cukup
tinggi berpotensi menjadi bahan baku bioetanol. Berikut ini struktur selulosa
ditunjukkan oleh Gambar 2.5.
……………………… (1.1)
22
Dengan M = misalnya K, Na, Li, Ag, NH, H, Ca, Ba, dan lain sebagainya.
Pada struktur kimia dari zeolit, ikatan antara Al-Si-O merupakan ikatan yang
membentuk struktur kristal sedangkan logam alkali adalah kation yang mudah
tertukar. Semua atom Al yang terdapat pada zeolit akan membentuk struktur
tetrahedral sehingga atom Al akan bermuatan negatif karena berkoordinasi dengan
4 buah atom oksigen dan selalu dinetralkan oleh kation alkali atau alkali tanah
untuk mencapai senyawa yang stabil. Zeolit dengan ukuran 4-8 mesh biasa
digunakan untuk penyerapan gas, sementara ukuran zeolit sebesar 8-12 mesh biasa
digunakan untuk menyerap cairan. (Laurentius, 2013).
2.3.1 Klasifikasi Zeolit
Berdasarkan asalnya zeolit dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1. Zeolit Alam
Sesuai namanya zeolit alam merupakan zeolit yang diperoleh langsung dari
alam. Karena diambil secara terus menerus, maka jumlahnya di alam sudah
berkurang. Umumnya zeolit alam ini banyak digunakan untuk pupuk, penjernihan
air, dan dilakukan aktivasi untuk dapat digunakan sebagai katalis atau adsorben.
Berikut ini karakteristik zeolit alam akan ditunjukkan oleh Tabel 2.5 berikut ini :
Tabel 2.5 Karakteristik Zeolit Alam
Parameter Keterangan
Warna Light green – green to gray
Bau Tidak ada
Bentuk kristal Hexagonal, tetrahedral,octagonal, konkridal dan
ganelimit
Melting point 1368⁰C
Stability temperature 800⁰C-1000⁰C
Specific gravity 2,37
Porous volume 28-34%
Porous diameter 2,9-7
Moisture content Maximum 12%
Operating pH range 6-8
(Sumber : Widhiyanuriyawan, 2013)
2. Zeolit Sintesis
Mineral zeolit yang disintesis memiliki sifat fisis yang jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan zeolit alam walaupun bentuknya tidak dapat sama persis
dengan zeolit alam.
23
5. Adsorben
Zeolit memang banyak digunakan sebagai adsorben karena zeolit memiliki
struktur yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul
yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu,
kristal zeolit yang telah terhidrasi merupakan adsorben yang selektif dan
mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi.
Menurut Laurentius (2013), zeolit yang akan digunakan sebagai adsorben
harus melalui tahap aktivasi terlebih dahulu secara kimia dan fisika. Proses
aktivasi secara kimia dilakukan menggunakan asam sulfat dan aktivasi fisika
dilakukan dengan kalsinasi. Setelah zeolit diaktivasi dengan menggunakan asam
sulfat kemudian zeolit dikalsinasi pada suhu sekitar 200⁰C-700⁰C selama 3 jam.
Setelah zeolit alam dikalsinasi, barulah zeolit siap digunakan sebagai adsorban
pada proses purifikasi bioetanol. Perbandingan yang digunakan oleh Laurentius
antara zeolit dan bioetanol adalah sebesar 1 : 10 dengan waktu adsorpsi selama 3
jam. Konsentrasi awal bioetanol sebelum dilakukan proses adsorpsi adalah sebesar
95% dan setelah dilakukan adsorpsi konsentrasi bioetanol menjadi 99,5% dan
sudah dapat diklasifikasikan ke dalam FGE (Fuel Grade Ethanol).
melekat pada adsorben, akibatnya terjadi ikatan kimiawi, yang biasanya terjadi
adalah ikatan kovalen (Alberty, 1983).
6.5 Bioetanol
Sumber karbon dalam gula yang diperoleh dari biomasa untuk dikonversi
menjadi bioetanol banyak mengalami perkembangan, mulai dari sumber bioetanol
generasi satu yaitu dari sumber gula-gula sederhana yang langsung bisa
29
difermentasi menjadi bioetanol seperi tepung ubi kayu, nira batang dari sorgum
manis, molase (tetes tebu), nira aren, nira kelapa atau dari tanaman palma lain
ataupun bahan yang bergula atau berpati lainnya seperti sagu (Prastowo et al.,
2014), pati-patian seperti umbi kimpul juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku produksi bioetanol (Sukaryo et al., 2013), kemudian generasi II dari
lignoselulosa, seperti jerami, sekam, tandan kosong kelapa sawit, bagas tebu,
kayu-kayuan, rumput (Prastowo et al., 2014) dan tongkol jagung dengan
kandungan selulosa yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber
pembuatan bioetanol serta generasi III yang mengacu kepada pembuatan biofuel
dari hasil panen budidaya algae (Prastowo, et al., 2014).
Sumber bioetanol dari generasi I dan III masih banyak menimbulkan
pertentangan khususnya yang berkaitan dengan sumber bahan pangan akan saling
bersaing, misal dari sumber pati, tepung, dan alga sebagai sumber protein sel
tunggal (PST), dibandingkan dengan sumber bioetanol dari generasi II yang
tergolong limbah lignoselulosa. Menurut Anindyawati (2009), limbah industri dan
pertanian dapat digunakan sebagai bahan produksi bioetanol seperti limbah pabrik
gula, tandan kelapa sawit, kayu dan batang pisang (gedebog). Limbah tersebut
terdapat kandungan lignoselulosa yang berlimpah dan belum digunakan maksimal
serta dapat menjadi pertimbangan karena tidak bersaing dengan pangan.
Komponen bahan lignoselulosa sangat kompleks, maka penanganan untuk
produksi bioetanol harus melalui beberapa tahapan.
Keberadaan selulosa banyak sekali di bumi termasuk di Indonesia. Selulosa
ini masih terikat kuat dengan polimer lain yaitu hemiselulosa dan lignin, ketiga
polimer ini yang membentuk struktur dari biomasa.Pembuatan bioetanol dari
generasi II ini harus melalui beberapa tahap yang penting karena substrat yang
akan difermentasi adalah gula-gula sederhana untuk bisa dikonversi menjadi
bioetanol. Sedangkan untuk mendapatkan gula-gula sederhana dari biomasa
berlignoselulosa ini harus melalui beberapa proses agar didapatkan selulosa dari
dalam lignin dan hemiselulosa.
Berdasarkan bahan bakunya, ada tiga generasi biomassa bioetanol yaitu
bioetanol generasi pertama, kedua, dan ketiga. Bioetanol generasi pertama adalah
bioetanol yang diproduksi dari bahan baku yang mengandung pati seperti ubi
30
kayu, ubi jalar, nira tebu, jagung, gula beet, sorgum, kentang, gandum dan
sebagainya. Proses pengolahannya dengan bahan berpati digiling lalu dihidrolisis
menggunakan asam atau enzim α-amilase untuk mengubah pati menjadi dextrin
(proses liquifikasi) kemudian dextrin diubah lagi oleh gluko-amylase menjadi
monomer glukosa (proses sakarifikasi) yang dapat difermentasi menjadi etanol.
Namun, bioetanol generasi tersebut masih banyak dimanfaatkan sebagai bahan
pangan dan pakan dibandingkan untuk energi terbarukan sehingga dikembangkan
bahan berbasis non pangan (generasi kedua) untuk produksi bioetanol.
Bioetanol generasi kedua adalah bioetanol yang diproduksi dari limbah
biomassa yang mengandung lignoselulosa. Bahan berlignoselulosa adalah bahan
yang mengandung selulosa dan hemiselulosa (holoselulosa) tinggi yang terdapat
dalam limbah padat agroindustri seperti bagas tebu, jerami padi, batang sawit,
tongkol dan batang jagung, kulit cokelat, dan tandan kosong kelapa sawit (tandan
kosong sawit). Proses pembuatan bioetanol berbasis lignoselulosa terdiri dari tiga
tahapan utama, yaitu perlakuan awal untuk menghilangkan lignin, hidrolisis dan
fermentasi. Produksi dari generasi kedua ini juga memiliki kendala yaitu tingginya
kandungan lignin, memerlukan teknologi mahal dan tidak ekonomis dalam
produksi skala besar (Brennan et al., 2010). Oleh karena itu, beberapa tahun ini
dikembangkan biomassa (generasi ketiga) yang tidak bertentangan dengan
produksi pangan, pakan ternak dan produknya lainnya yang berasal dari tanaman
(Christi, 2007). Berikut ini Tahapan proses produksi bioetanol generasi kedua dari
biomasa lignoselulosa ditunjukkan oleh Gambar 2.6.
31
30
6. Volume inokulum : 10% v/v
31
Delignifikasi TKS
(TKS : Ekstrak Abu)
1. Prehidrolisa
(1:10). 100 0C, 60 menit
2. Cooking
(1:5) 100 0C, 30 menit
Serbuk TKS
Serbuk TKS
Inokulasi Saccharoyces
Hidrolisis
Cerevisiae
Serbuk TKS : H2SO4 0,5%;
(30 0C, 230 rpm, 24 jam)
1,5%; 2,5% dan 3,5%
1:10
(100 0C, 60 menit)
Larutan Gula
Awal
Fermentasi oleh:Saccharomyces
Cerevisiae
Waktu: 24, 48, 72, 96, dan 120 jam
Konsentrasi S: 6 g/l
(30 0C, 250 rpm)
Bioetanol
Gula Sisa
dengan air panas untuk menghilangkan lindi hitam dan dikeringkan hingga
beratnya konstan.
3.5.7 Fermentasi
Pada penelitian ini, proses fermentasi yang dilakukan adalah fermentasi cair.
Larutan gula yang diperoleh sebagai hasil proses hidrolisis, kemudian di
fermentasi dengan bantuan mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae dengan
volume fermentasi sebanyak 2 liter. Larutan gula yang telah disiapkan kemudian
dimasukkan ke dalam fermenor sesuai variasi yang telah dipilih. Lalu
ditambahkan nutrisi (1 g/l KH2PO4, 0,05 g/l MgSO4. 7H2O, dan 2 g/l (NH4)2SO4 ),
kemudian ditutup rapat untuk kemudian disterilisasi menggunakan autoclave pada
suhu 121⁰C selama 15 menit. Setelah dilakukan sterilisasi, kemudian dilakukan
proses fermentasi. Kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 250 rpm dan
suhu operasi dijaga tetap 30⁰C. Pengambilan sampel dilakukan sesuai variasi
waktu yang ditetapkan yaitu setiap 24 jam, 48 jam 72 jam 96 jam dan 120 jam.
Setelah waktu proses tercapai, sampel dianalisis kadar gula sisa dan kadar
bioetanol yang dihasilkan. Rangkaian alat fermentasi ditunjukkan oleh Gambar
3.2 berikut ini.
3.5.8 Pemisahan
Hasil dari proses fermentasi yang telah diperoleh kemudian diambil
sebanyak 120 ml untuk dianalisis kadar gula sisa menggunakan spektrofotometri
UV-VIS dan 100 ml campuran bioetanol yang berada dalam substrat hasil
fermentasi dipisahkan dari mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae, nutrisi dan
gula sisa dengan cara menguapkan campuran bioetanol dan air pada suhu 77-80⁰C
dengan menggunakan rotary evaporator, kemudian bioetanol yang terdapat
didalam campuran dan air dianalisis menggunakan alkoholmeter. Rangkaian alat
vacuum rotary evaporator ditunjukkan pada Gambar 3.3 berikut ini.
……………………................ (1)
Keterangan :
M : Molaritas
Mr : Massa molekul relative (g/mol)
ρ : Berat jenis (g/cm3)
Dengan menggunakan persamaan (1), maka diperoleh konsentrasi awal
NaOH adalah sebagai berikut :
Setelah, dihitung diperoleh volume awal NaOH adalah 9,48452 ml. Setelah
diperoleh volume awal, maka harus dihitung kebutuhan padatan NaOH.
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
………………………………
(3)
Keterangan :
M : Molaritas
n : mol
V : Volume larutan (liter)
Sehingga diperoleh jumlah mol :
……………………...……
(4) Maka, diperoleh kebutuhan padatan NaOH :
Setelah, dihitung diperoleh volume awal NaOH adalah 0,95 ml. Setelah
diperoleh volume awal, maka harus dihitung kebutuhan padatan NaOH.
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a
Untuk pengenceran H2SO4 hingga diperoleh 0,467 M digunakan labu ukur
500 ml. Maka, untuk memperoleh jumlah kebutuhan H2SO4 pekat adalah
sebagai berikut :
35
Pada penelitian ini, proses fermentasi yang dilakukan adalah fermentasi cair.
Larutan gula yang diperoleh sebagai hasil proses hidrolisis, kemudian di
fermentasi dengan bantuan mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae. Berikut
ini diagram alir proses pembuatan inokulum ditunjukkan oleh Gambar C.1 :
Tabel D.3 Data Pengukuran Volume Filtrat dan Kadar Gula yang Diperoleh
No. Variasi Konsentrasi Volume Filtrat (ml) Kadar Gula
H2SO4
1. 0,5%
2. 1,5%
3. 2,5%
4. 3,5%
4. Fermentasi
Pada penelitian ini, proses fermentasi yang dilakukan adalah fermentasi cair.
Larutan gula yang diperoleh sebagai hasil proses hidrolisis, kemudian di
fermentasi dengan bantuan mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae dengan
volume fermentasi sebanyak 2 liter. Berikut ini tabel hasil kadar gula sisa yang
diperoleh dari tahap fermentasi ditunjukkan oleh Tabel D.4 :
33
Tabel D.4 Data Pengukuran Kadar Gula Sisa
Variasi Kadar Gula Sisa Tiap Waktu Pengambilan Sampel
Konsentrasi 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam
H2SO4
0,5%
1,5%
2,5%
3,5%
DAFTAR PUSTAKA
Adela, N.B., Nasrin, A.B., Loh, S.K., dan Choo, Y.M., 2014, "Bioetanol
Production by Fermentation of Oil Palm Empty Fruit Bunches Pretreated
with Combined Chemicals", Journal of Applied Enviromental and
Biological Science, TextRoad Publication, 4(10): 234-242.
Alberty, R.A. dan Daniel, F., 1983, “Kimia Fisika”, Erlangga, Jakarta.
Anindyawati, T., 2009, “Prospek Enzim dan Limbah Lignoselulosa untuk
Produksi Bioetanol”. BS, Vol. 44, No. 1, Juni 2009 : 49- 56.
Anwar, K., 2008, “Optimasi Suhu dan Konsentrasi Sodium Bisulfit (NaHSO3)
pada Proses Pembuatan Sodium Lignosulfonat Berbasis Tandan Kosong
Kelapa
Sawit (TKKS)”, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Badan Pusat Statistik, 2018, “Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2018”, Jakarta.
Berndes Goran, Monique Hoogwijk dan Richard van den Broek, 2002, “The
Contribution of Biomass in the Future Global Energi Supply”, Deptartment
of Science, Technology and Society, Utrecht University, The Netherland.
Biomass Energi Europe. 2010. Methods & Data Sources for Biomass
Resource Assessments for Energi. BEE: Freiburg-Germany.
Brennan, L., dan P. Owende, 2010, “Biofuels From Microalgae-A Review of
Technologies For Production, Processing, And Extractions Of Biofuels And
Co-Products”, Renewable and Sustainable Energi Reviews. 14:557577.
Cardona, E., Llano, B., Penuela, M., Pena, J., dan Rios, L.A., 2018, "Liquid-
hotwater Pretreatment of Palm-oil Residues for Ethanol Production: An
Economic Approach to the Selection of the Processing Conditions", Energi,
Elsevier Ltd., 160 : (441-451).
Chaudhary, L., P. Pradhan., N. Soni., P. Singh., dan A. Tiwari, 2014, “Algae as A
Feedstock For Bioetanol Production: New Entrance In Biofuel World”, Int.
Journal Chemistry Technology Res. 6, 1381–1389.
Christi, Y, 2007, “Biodiesel From Microalgae”, Biotechnology Advances.
Crestini, C., M. Crucianelli., M. Orlandi., R. Saladino, 2010, “Oxidative
Strategies
In Lignin Chemistry: A New Environmental Friendly Approach For The
34
35
indonesia-mempunyai-potensi-energi-baru-dan-terbarukan-yang-melimpah,
diakses pada Jum'at, 21 Februari 2020.
Prastowo, B dan N. Richana, 2014, “Biofuel generasi-1, generasi-2”, Jakarta,
IAARD Press.
Pratiwi, R.A., Amelia, R., dan Moeksin, R., 2013, "Pengaruh Volume Asam
(Proses Hidrolisis) dan Waktu Fermentasi pada Pembuatan Bioetanol dari
Tandan Kosong Kelapa Sawit", Jurnal Teknik Kimia No. 1 (19), Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
Sartini, Fitriani, R., dan Rosliana, 2018, "Pengaruh Kadar Asam Sulfat pada
Hidrolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS) dan Waktu Fermentasi
terhadap Kadar Bioetanol yang Dihasilkan", Jurnal Biologi Lingkungan,
Industri, Kesehatan No. 2 (4), Fakultas Biologi Universitas Medan Area.
Satria Dennis, A. Rohanah dan S. B. Daulay, 2017, “Pembuatan Pupuk Kompos
Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Berbagai Jenis
Dekomposer Dan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Aktivator”,
Jurnal Rekayasa Pangan dan pertanian. USU.
Shet, V.B., Nisa Sanil, Manasa Vhat, Manasa Naik, dan Leah Natasha
Mascarenhas, 2018, "Acid Hydrolysis Optimization of Cocoa Pod Shell
using Response Surface Methodology Approach toward Ethanol
Production", Agriculture and Natural Resources, 52: 581-587.
Simamora, S. dan Salundik, 2006, “Meningkatkan Kualiatas Kompos”,
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sudiyani, Y., 2015, "Info Maksi: Potensi Tinggi Bioetanol Generasi Kedua",
https://www.infosawit.com/news/1759/info-maksi---potensi-tinggi--
bioetanol-generasi-kedua, diakses pada Jum'at, 21 Februari 2020.
Sukaryo, BJ dan Hargono. (2013.)Pembuatan bioetanol dari pati umbi kimpul
(Xanthasoma Sagittifolium). Momentum. Vol. 9, No. 2, Oktober 2013, Hal.
41-
45.
Susilo Bambang, Sumardi Hadi Sumarlan dan Dela Feminda Nurirenia, 2017,
“Pemurnian Bioetanol Menggunakan Proses Distilasi dan Adsorpsi dengan
Penambahan Asam Sulfat (H2SO4) pada Aktifasi Zeolit Alam sebagai
38