Anda di halaman 1dari 3

Mata Kuliah : Manajemen dan Inovasi Pelayanan Publik

1. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prima atau belum primanya pelayanan
publik sebagai berikut:
 Faktor Organisasi  Apabila pemerintahan daerah telah memiliki pembagian
kerja yang sesuai kebutuhan, memiliki SOP yang jelas untuk tiap jenis layanan,
serta penerapan desentralisasi yang bertanggung jawab sehingga pengambilan
keputusan disetiap level/tingkatan maka akan lebih cepat dan fleksibel dalam
penyelengaraan layanan-layanan publik yang diberikan kepada masyarakat.
 Faktor Aparatur  Kemampuan aparatur (pelayan publik) sangat berperan
penting dalam menentukan tingkat kualitas pelayanan yang diberikan. Apabila
faktor organisasi telah terpenuhi, maka perlu pembekalan, pelatihan, kursus, dan
bimbingan serta pengarahan sehingga mampu memberikan pelayanan prima
dalam setiap layanan. Untuk memacu aparatur perlu dilakukan penilaian dan
evaluasi layanan secara berkala, evaluasi internal maupun ekseternal dari
masyarakat penerima layanan. Pemberian insentif/bonus/reward bagi aparatur
juga dapat memacu peningkatan kualitas layanan dan menjaga semangat aparatur
dalam memberikan layanan terbaik.
 Faktor penataan sistem pelayanan
Sistem pelayanan yang baik adalah sistem yang tertata dan jelas sehingga dapat
menekan pungli dan tindak KKN. Harus jelas syarat pelayanan, batas waktu, tarif
dan prosedur layanan yang transparan, sehingga akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat yang akan berlayanan. Sistem pelayanan satu pintu yang
memanfaatkan sistem informasi seperti e-government ini sangat mendukung
penyelenggaraan layanan menjadi lebih jelas, cepat, mudah, dan transparan.

Contoh: Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Padang, berdasarkan hasil sidak
Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat ke MPP (8/2/2019) belum memenuhi
standar minimal pelayanan sesuai UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik, seperti seperti
belum adanya informasi terkait biaya/tarif, jangka waktu penyelesaian, persyaratan dan
SOP, dan aparaturnya harus absen datang dan pulang pula ke kantor yang lamanya.1
2. Pemerintah sebenarnya sudah menerapkan prinsip-prinsip paradigma New Public
Service (NPS) melalui konsep dan implementasi Good Governance (GG). Konsep
1
Sumber : https://www.ombudsman.go.id/perwakilan/news/r/pwk--sidak-mal-pelayanan-publik-di-
padang-ombudsman-rapor-layanan-masih-merah
NPS diyakini akan membawa perubahan nyata kepada kondisi birokrasi
pemerintahan sebelumnya. Pelaksanaan konsep ini tidaklah mudah, karena
membutuhkan pengorbanan waktu dan tenaga aparatur, serta keberanian dan
kerelaan dari Presiden/Kepala Daerah untuk mendengar permintaan publik dan
melibatkan sektor privat dalam pengelolaan tata pemerintahan dan penyelenggaraan
layanan publik. Konsep NPS pada dasarnya memfokuskan pada masyarakat sebagai
warga negara (citizens), dimana masyarakat sebagai warga negara diberikan ruang
untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pelayanaan publik
sehingga sehingga masyarakat dan pemerintah berbagi tanggung jawab dan bekerja
bersama dalam mengimplementasikan program-program yang disepakati bersama.
Sehingga sukses atau gagalnya kebijakan/program bukanlah semata mata
merupakan tanggung jawab dari pejabat publik tetapi juga merupakan tanggung
jawab masyarakat sebagai warga negara.
Sebagai contoh penerapan NPS yakni pembentukan mal pelayanan publik
yang merupakan jawaban permintaan masyarakat terkait kemudahan perizinan,
kecepatan pelayanan yang nantinya akan meningkatkan pertumbuhan industri kecil,
menengah dan besar. Pemerintah sebagai penyelenggara layanan publik harus
memposisikan masyarakat sebagai yang diutamakan dalam pelayanan publik dan
harus tetap berusaha membangun institusi publik yang lebih baik serta lebih
responsif dalam melayani kebutuhan masyarakat.
Dengan dibentuknya MPP yang mengadopsi perkembangan teknologi
informasi minimal telah memaksa ASN mengikuti budaya kerja untuk melayani dan
dapat menjadi contoh bagi ASN di unit kerja lainnya dalam memenuhi segala
kebutuhan layanan masyarakat. MPP selain untuk penguatan aspek kelembagaan
dan pengaturan OTK, juga dapat menjawab kebutuhan masyarakat yang
berkembang saat ini yakni ingin mendapatkan pelayanan publik yang efektif,
efisien, tidak bertele-tele dan akuntabel.

3a. Pola Pelayanan Terpadu satu pintu dan termasuk pola pelayanan seperti apakah one
stop service tersebut?
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2017
tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha, pengertian Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari
tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu
pintu. PTSP menekankan bahwa penyelenggaraan layanan per-izinam dan non per-
izinan yang dalam proses pelaksanaannya mulai dari permohonan sampai duterbitkanya
dokumen dilakukan dalam satu tempat. Masyarakat yang akan berlayanan cukup datang
pada satu kantor atau mengisi form melalui aplikasi yang disediakan dengan
melengkapi seluruh persyaratan layanan. Tujuan PTSP tidak lain untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik dan memberikan akses yang lebih luas dan kemudahan
kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik. Walaupun masih ditemukan
berbagai masalah dan kendala dalam penerapan awal PTSP, tetapi lambat laun setiap
instansi akan menemukan langkah-langkah perbaikan dan pengembangan dan inovasi
untuk menjawab tantangan tersebut dan ditambah adanya komitmen pemerintah untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan skema PTSP melalui regulasi Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan PTSP.

3b. Budaya birokrasi pelayanan yang umumnya dianut oleh birokrasi Indonesia ?
Budaya birokrasi Indonesia sebagai bagian dari budaya politik merupakan
manifestasi sistem kepercayaan nilai-nilai yang dihayati, sikap, dan perilaku yang
terefleksikan ke dalam orientasi birokrasi terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Budaya birokrasi di Indonesia yang merupakan penggabungan nilai-nilai tradisional dan
modern tercermin secara nyata dalam perilaku aparat birokrasinya. Oleh karena itu,
birokrasi Indonesia lebih mencerminkan pencampuran antara karakteristik birokrasi
Weberian dengan karakteristik birokrasi yang berakar pada budaya lokal. Budaya
birokrasi seperti ini memberikan peluang pada munculnya sikap dan perilaku
paternalistic yang merugikan kepentingan masyarakat secara luas. 2
Prinsip-prinsip budaya kerja adaptive dengan selalu menerima perubahan
berdasarkan tuntutan perubahan baik karena perkembangan teknologi, sistem, sosial
politik, atau globalisasi kebudayaan, sehingga organisasi publik menjadi lebih “luwes”
adalah yang paling cocok diterapkan di Indonesia.

2
Sumber : https://www.academia.edu/39267664/

Anda mungkin juga menyukai