Anda di halaman 1dari 3

Nama : Marsella Rachmawati

NIM : 182111276
Kelas : HES 4H
Mata Kuliah : Hukum Perikatan Islam di Indonesia

Permasalahan Pembiayaan Nasabah Yang Meninggal Dunia Pada BPR Syariah Bandar
Lampung

Di Indonesia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang menopang


ekonomi negara. Perbankan sebagai penggerak ekonomi negara memiliki peran yang sangat
penting dalam mendukung pelaksanaan pembangunan negara. Peran utama dalam perbankan
yaitu dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan dapat kembali
menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup yang efektif dan sejahtera. Salah satu produk yang ditawarkan oleh
perbankan syariah yaitu akad pembiayaan atau murabahah. Murabahah merupakan akad jual beli
atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli
kemudian pemjual kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang diharapkan
sesuai jumlah tertentu. Adapun dalam pembiayaan jual beli barang banyak resiko yang
kemungkinan dapat terjadi oleh bank maupun nasabah, salah satunya adalah pihak pembeli atau
nasabah meninggal dunia.
Dalam menangani resiko nasabah meninggal dunia, dalam perundang-undangan dan
peraturan terkait masalah tersebut tentang pembiayaan diatur dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000, bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna
melangsungkan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki
fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan
harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga lebih sebagai laba.
Pembiayaan juga ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008
tentang perbankan syariah, Pasal 19 Nomor 1 huruf D, berbunyi “Kegiatan usaha Bank Umum
Syariah meliputi: menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah”. Resiko pembiayaan
seringkali terjadi yaitu resiko gagal bayar. Resiko ini mengacu pada potensi kerugian bank yang
dihadapi bank ketika pembiayaan yang diberikannya macet. Debitur mengalami kondisi tidak
mampu memenuhi kewajiban mengembalikan pembiayaan yang diberikan oleh bank. Dalam hal
ini debitur meninggal dunia merupakan permasalahan di luar batas kemampuan manusia
menyebabkan akad murabahah tidak tercapai, maka akad tersebut tetap berlaku, namun tidak
dapat terlaksana karena nasabah meninggal dunia. Dalam penanganannya tidak terdapat dalam
hukum Indoneisa secara mengikat, tetapi kedua belah pihak memiliki kuasa dalam
menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga pihak bank dan nasabah dapat membuat kesepakatan
yang baru mengenai resiko ini.
Kasus mengenai debitur meninggal dunia terjadi di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) Bandar Lampung. Nasabah yang bernama Haryoko Syaefuddin mengajukan pembiayaan
kepada BPRS Bandar Lampung dengan menyertakan agunan. Kemudian diketahui bahwa
ternyata Bapak Haryoko Syaefuddin mendapatkan pembiayaan sebesar Rp 40.000.000 dengan
margin yang ditentukan sesuai kesepakatan. Setelah berjalannya waktu ternyata nasabah ini
meninggal dunia dengan menyisakan hutang atau angsuran sebesar Rp 18.900.000. Kemudian
penanganan yang dilakukan oleh BPRS Bandar Lampung adalah dengan membebaskan anggota
keluarganya/ahli warisnya dari hutang, dengan cara mengajukan klaim asuransi. Pada kasus
pembiayaan ini telah terdaftar di Asuransi Al-Amin pada saat akad pembiayaan. Setelah diteliti
ternyata debitur tidak dapat membayar angsuran karena meninggal dunia. BPRS Bandar
Lampung dalam menangani kasus seperti ini, cara penanganan yang dilakukan adalah dengan
membebaskan sisa angsuran anggota pembiayaan yang meninggal dunia dan menggantinya
dengan cara mengajukan klaim kepada pihak asuransi. Dalam hal ini BPRS Bandar Lampung
sudah melakukan penanganan sesuai SOP, tetapi masih ada kasus bahwa terjadi gagal klaim
yang mengakibatkan asuransi tidak dapat dilunasi oleh perusahaan asuransi, sehingga menjadi
tanggungan ahli waris yang menangung sisa hutang tersebut.
Pelaksanaan penanganan pembiayaan apabila nasabah meninggal dunia mempunyai
kewajiban atau hutang yang harus dilunasi dengan cara-cara seperti ini. Jika hutang yang
ditinggalkan nasabah hanya sedikit maka tidak akan menjadi beban berat, tetapi jika hutangnya
banyak maka akan membebani ahli waris. Oleh sebab itu BPRS Bandar Lampung memerlukan
adanya perlindungan bagi nasabah apabila terjadi resiko yang mengakibatkan ketidakmampuan
nasabah dalam membayar. Karena adanya resiko seperti itu maka bank menyertakan asuransi
pada setiap pinjaman atau kredit yang mereka perlukan. Dengan adanya asurasni ahli waris bisa
terbebas dari tunggakan utang jika debitur meninggal dunia. Namun, jika debitur tidak
melakukan asurasni pada pinjaman atau kredit maka utang tersebut diwariskan kepada ahli
warisnya untuk melunasi.
Jadi, menurut pendapat saya suatu akad perjanjian dapat terjadi apabila ada akad atau
kesepakatan antara kedua belah pihak. Dalam masalah diatas terjadi akad perjanjian murabahah,
yaitu antara bank syariah dengan kreditur. Di dalamnya terdapat perikatan atau perjanjian antara
pihak bank yang membiayai dan kreditur yang mendapatkan pembiayaan atas suatu barang. Lalu
dalam masalah diatas terjadi suatu kecelakaan yang menjadi resiko yaitu kreditur meninggal
dunia. Kreditur yang meninggal tidak dapat menyelesaikan perikatannya untuk mencapai tujuan.
Di dalam hukum Islam putusnya suatu perjanjian dikarenakan salah satu pihak meninggal dunia.
Tetapi dalam hal ini apabila pernjanjian tersebut langsung terputus maka akan ada pihak yang
mendapatkan kerugian. Maka dari itu akad tersebut tetap belaku tetapi tidak dapat terlaksana.
Sehingga dalam masalah ini terdapat dua cara penyelesaian agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Yaitu BPRS menyediakan asuransi terhadap pembiayaan atau barang yang diberikan kepada
kreditur, sehingga jika terjadi suatu resiko tidak akan memberatkan. Cara lain yaitu ketika
pembiayaan atau barang tersebut tidak di asuransikan maka akan diwariskan kepada ahli waris.
Maka perikatan didalamnya diturunkan kepada ahli waris untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut.
Menurut saya studi kasus yang terjadi pada BPRS bandar Lampung dalam
penanganannya sudah benar. Pihak BPRS telah memberikan keringanan terlebih dahulu untuk
mengklaim asurasni apabila barang di asuransikan. Lalunya setelah itu baru dapat diwariskan ke
ahli warisnya. Dalam hal ini BPRS Bandar Lampung juga telah menerapkan penyelesaian sesuai
dengan prinsip Islam yaitu keadilan. Maka suatu perikatan atau perjanjian pasti memiliki
tanggung jawab. Apabila tujuan dari perikatan tidak tercapai maka resiko tersebut harus
ditanggung bersama. Adapun dengan adanya suatu perikatan dapat memberikan kemudahan bagi
siapapun.

Anda mungkin juga menyukai