Anda di halaman 1dari 9

J.

Agrivigor 11(2): 275-283, Mei – Agustus 2012; ISSN 1412-2286

INISIASI KALUS EMBRIOGENIK PADA KULTUR


JANTUNG PISANG ‘CURUP’ DENGAN PEMBERIAN
SUKROSA, BAP DAN 2,4-D
Initiation of embryogenic callus formation of Banana ‘Curup’ male bud
culture supplemented with sucrose, BAP, and 2,4-D
Marlin, Yulian, dan Hermansyah
E-mail: marlin_iin@yahoo.com
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu, Telp 0736-28765

ABSTRAK
Usaha konservasi dan pengembangan pisang ‘Curup’ sangat penting dilakukan karena
populasinya yang semakin berkurang akibat adanya serangan penyakit busuk batang.
Keberhasilan menginisiasi pembentukan kalus embriogenik merupakan langkah awal untuk
menghasilkan planlet dengan multiplikasi yang tinggi. Penelitian bertujuan untuk men-
stimulasi pembentukan kalus embriogenik dari pisang ‘Curup’ melalui kultur jantung
pisang. Untuk mendapatkan kultur jantung pisang’Curup’ aseptik dilakukan dengan me-
modifikasi proses sterilisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pemberian
konsentrasi sukrosa (60-90 g.L-1) mengakibatkan semakin lama eksplan membentuk kalus.
Pembentukan kalus tercepat (3 mst) diperoleh pada media dengan sukrosa 30 g.L-1 dengan
media tanpa sitokinin (BAP) dan auksin (2,4-D) maupun pada semua komposisi pemberian
sitokinin (BAP) dan auksin (2,4-D). Pertumbuhan kalus terbesar (diameter = 2.5 cm) ter-
bentuk dari eksplan yang dikulturkan pada media dengan 30 g.L-1 sukrosa dan 2 ppm BAP :
2-4 ppm 2,4-D. Kalus yang terbentuk berwarna kuning kehijauan dengan struktur yang
remah.
Kata Kunci : jantung pisang, kalus embriogenik, 2,4-D, BAP, sukrosa

ABSTRACT
The effort to produce diseases-free seedlings of banana ‘Curup’ through an in vitro work is
mainly purpose to conserve and to develop its cultivation. Inducing embryogenic callus
formation is an important trigger for plantlet multiplication. The experiment was purpose to
stimulated embryogenic callus formation of banana ‘Curup’ derived from male bud in vitro
propagation. The experiment was conducted to attain aseptically male bud culture by
modifying sterilization technique. The results showed that day of callus formation was
longer when the explant was cultured in medium with higher concentration of sucrose (60-
90 g.L-1). Callus formation grew fastest (3 days of culturing) in the medium with or without
auxin and cytokinin, and supplemented with 30 g L-1 sucrose. Callus diameter formed
bigger (2.5 cm) in medium with 2 ppm of BAP : 2-4 ppm of 2,4-D with 30 g.L-1 sucrose.
Callus clump was green yellowish in color with friable stucture.

Keywords : male bud, embryogenic callus, 2,4-D, BAP, sucrose

PENDAHULUAN dikembangkan di Propinsi Bengkulu.


Pisang (Musa sp.) Curup merupa- Jenis pisang ini memiliki bentuk yang
kan jenis pisang lokal yang banyak mirip dengan pisang ambon umumnya,

275
Inisiasi kalus embriogenik pada kultur jantung pisang dengan sukrosa, BAP dan 2,4-D

namun pisang ini memiliki rasa yang Selain itu, bagian yang po-tensial
manis dan kandungan air yang lebih dikembangkan sebagai bahan tanam
rendah. Saat ini pengembangan pisang adalah jantung pisang (male bud).
Curup sangat sulit dilakukan, karena Jantung pisang merupakan bagian
keterbatasan penyediaan bibit sehat. generatif yang di dalamnya terdapat
Umumnya pisang Curup terinfeksi oleh bunga pisang yang tidak berkembang
cendawan Fusarium oxysporum yang menjadi buah. Dengan struktur yang
mengakibatkan tanaman mati sebelum terlindungi, dapat mengurangi tingkat
berbuah. kontaminasi.
Tanaman pisang diperbanyak Melalui kultur in vitro, jantung
dengan cara vegetatif dengan meng- pisang dapat diinisiasi menjadi kalus.
gunakan anakan (sucker), atau bonggol Kalus adalah sekelompok massa sel
(corm). Setiap indukan pisang dapat yang berkembang dengan sangat cepat,
menghasilkan 5-10 anakan sehat dalam tetapi belum terorganisir atau belum
tiap tahun (Levoire, 2000). Salah satu terdiferensiasi (George dan Sherrington,
upaya yang dapat dilakukan untuk 1984). Pembentukan kalus sangat meng-
mengatasi kendala dalam penyediaan untungkan karena dapat dikultur secara
bibit pisang sehat dapat dilakukan terus menerus. Kalus dapat diinisiasi
dengan teknik kultur jaringan (in vitro). dari semua bagian tumbuhan, walaupun
Hasil penelitian Marlin et al.. (2004) me- kecepatan pembelahan sel dari masing-
nunjukkan peningkatan produksi benih masing bagian tumbuhan tersebut
jahe bebas Pseudomonas solanacearum. berbeda.
Pada penelitian tersebut diketahui 98% Penelitian ini bertujuan untuk
hasil uji mikroskopis terhadap cairan menstimulasi pembentukan kalus
rimpang jahe hasil kultur bebas dari P. embriogenik dari kultur jantung pisang
solanacearum.Selain itu, penyediaan bibit ‘Curup’ dengan memodifikasi kon-
dengan teknik kultur jaringan dapat sentrasi sukrosa, BAP dan 2,4-D secara
menghasilkan tanaman yang seragam, in vitro.
baik dari bentuk maupun umur tanam-
BAHAN DAN METODE
an, juga dapat dihasilkan bibit yang
Penelitian dilakukan dengan
bebas patogen (George dan Sherrington,
menggunakan bahan tanam dari jantung
1984).
pisang Curup. Eksplan berasal dari jan-
Bermacam bagian dari tanaman
tung pisang segar dan masih ter-bung-
dapat digunakan sebagai bahan tanam
kus dalam pelepahnya. Jantung pisang
(eksplan).Pemilihan jenis eksplan sangat
segera dicuci dengan menggunakan de-
menentukan pertumbuhan planlet men-
tergen dan dibilas dengan mengguna-
jadi haploid atau diploid (Akin-Idowu
kan air yang mengalir. Selanjutnya, di
et al., 2009). Umumnya jaringan meris-
dalam Laminar airflow cabinet, pelepah
tematis merupakan bagian yang penting
dibuang hingga 5 lembar, ke-mudian di-
dijadikan sebagai bahan tanam. Pada
semprotkan dengan alcohol 96% dan
perbanyakan mikro tanaman pisang,
dibakar pada bunsen burner. Segera se-
bahan tanam dapat berasal dari meris-
telah api padam, selanjutnya pelepah
tem/mata tunas (Al-Amin, et al., 2009;
dibuka kembali, eksplan di-ambil secara
Marlin, 2010; Bhosale, et al., 2011).
hati-hati dengan melepas-kan pelepah-

276
Marlin, Yulian, dan Hermansyah

nya satu demi satu. Bakal buah pisang pertama adalah pemberian sukrosa yang
bagian basal dipotong se-tinggi 0.8 cm terdiri dari 3 taraf, yaitu 3 g.L-1 sukrosa
dan ditanamkan pada botol kultur se- (S1), 6 g.L-1 sukrosa (S2), dan 9 g.L-1
cara aseptik. sukrosa (S3). Faktor kedua adalah kom-
Media yang digunakan adalah posisi pemberian sitokinin (BAP) dan
media dasar Murashige dan Skoog auksin (2,4-D) yang terdiri dari 4 taraf
(1962) yang terdiri dari komponen hara perlakuan, yaitu tanpa pemberian sito-
makro, hara mikro, myoinositol dan kinin dan auksin (M0), 2 ppm BAP : 2
asam amino. Masing-masing kom- ppm 2,4-D (M1), 4 ppm BAP : 2 ppm 2,4-
ponen media di larutkan dan diencerkan D (M2) dan 2 ppm BAP : 4 ppm 2,4-D
sesuai dengan kepekatan hara yang (M3). Setiap perlakuan dilakukan
dibutuhkan.Mediaditambahkan sukrosa dengan 3 ulangan dengan 9 tanaman
dan auksin 2,4-D sesuai dengan per- dalam setiap ulangan. Tanaman selan-
lakuan yang diberikan. Selanjutnya jutnya dipelihara dalam ruang kultur
media ditetapkan pada pH 5.7 sebelum dengan suhu 20 oC dan 16 jam pe-
proses sterilisasi dengan autoclave. nyinaran.
Media dipadatkan dengan penambahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
agar powder 7 g.L-1. Media dipanaskan
Hasil pengamatan menunjukkan
pada hotplate and magnetic stirrer,
persentase hidup jaringan eksplan yang
samapi mendidih. Selanjutnya media
tinggi. Beberapa teknik sterilisasi dila-
dituangkan pada botol kultur, masing-
kukan untuk mendapatkan inokulasi
masing 20 ml setiap botol dan ditutup
yang steril untuk dikulturkan kembali
langsung dengan menggunakan plastik.
sesuai dengan perlakuan. Penggunaan
Sterilisasi media dilakukan dengan
fungisida dan bakterisida yang sistemik
menggunakan autoclave pada suhu
ditujukan untuk menghilangkan kon-
121oC, tekanan 15 psi selama 20 menit.
taminasi dalam jaringan eksplan.
Perlakuan yang diberikan me-
rupakan kombinasi antara dua faktor
perlakuan yang disusun dengan ran-
cangan acak lengkap (RAL). Faktor

Tabel 1. Formulasi sterilisasi eksplan jantung pisang Curup (2 minggu kultur)


Persentase Persentase
Jenis Sterilan Konsentrasi
Hidup Kontaminasi
Fungisida 2 g.L -1 87.5 12.5
Bakterisida 2 g.L -1

Sodium hipochlorit 200 ml.L-1 98.0 2.0


Fungisida 2 g.L -1

Bakterisida 2 g.L-1
Sodium hipochlorit 200 ml.L-1 100 0
Alkohol 70 %
Sodium hipochlorit 200 ml.L-1 95.0 5.0
Alkohol 70 %
Antiseptic 5 ml.L-1

277
Inisiasi kalus embriogenik pada kultur jantung pisang dengan sukrosa, BAP dan 2,4-D

Selain itu penggunaan antibiotik meristem pisang terjadi pada tahap awal
Streptomycin juga dilakukan dalam pe- kultur (Al-Amin et al., 2009). Pencok-
laksanaan sterilisasi internal tersebut. latan ini terjadi karena adanya sintesis
Hasil pengamatan terhadap persentase senyawa fenolik. Vickery and Vickery
hidup eksplan disajikan pada Tabel 1 (1980) menyatakan bahwa sintesis
berikut. Bakal buah merupakan bagian senyawa fenolik dipacu oleh cekaman
yang sangat terlindungi di dalam jan- atau gangguan pada sel tanaman.
tung pisang. Hal ini memungkinkan Inisiasi pembentukan kalus tanaman
kontak dengan udara luar sangat kecil, dapat dilakukan dari semua bagian
sehingga dapat mengeliminir adanya tanaman. Tetapi setiap bagian tersebut
kontaminasi. Hal ini sangat berbeda memiliki kecepatan pertumbuhan dan
dengan hasil penelitian sebelumnya respon yang berbeda. Selain itu, peng-
yang menggunakan bahan tanam yang gunaan ZPT dalam konsentrasi yang
berasal dari bagian meristem mata tunas tepat juga sangat menentukan proses
pisang Curup. Persen hidup eksplan pembentukan dan perkembangan kalus
yang terjadi selama periode inisiasi ber- in vitro.
variasi antara 1,8 sampai dengan 82,7 George dan Sherrington (1984)
persen, selama 23 kali proses penanam- menjelaskan bahwa untuk pembentukan
an (Marlin, 2007). kalus diperlukan auksin dan sitokinin
Namun demikian, walaupun per- dalam jumlah yang relatif tinggi. Pem-
sentase hidup eksplan sangat tinggi berian auksin dalam bentuk 2,4-D dan
(100%) ternyata tidak diikuti dengan NAA sangat diperlukan untuk mem-
pertumbuhan eksplan yang maksimal. bentuk kaluas pada tanaman cabe (Aniel
Pertumbuhan eksplan selama periode Kumar et al., 2010). Persentase pertum-
kultur memerlukan waktu yang relative buhan eksplan selama periode kultur
lebih lama dalam membentuk kalus. disajikan dalam Gambar 1 berikut.
Pada beberapa bagian eksplan menun-
jukkan gejala pencoklatan (browning).
Gejala pencoklatan pada kultur

Gambar 1. Persentase pertumbuhan eksplan jantung pisang Curup.

278
Marlin, Yulian, dan Hermansyah

ZPT yang sering digunakan untuk suatu jaringan tanaman dapat meng-
menstimulasi pembentukan kalus dari induksi perubahan proses metabolisme
golongan auksin adalah 2,4-D. Umum- terutama terhadap adanya patogen yang
nya auksin meningkatkan pemanjangan berhubungan dengan sintesa protein
sel, pembelahan sel, dan pembentukan (Thanh dan Thrinh, 1990).
akar adventif, dalam medium kultur Hasil pengamatan terhadap per-
auksin dibutuhkan untuk meningkatkan tumbuhan eksplan pada beberapa
embryogenesis somatic pada kultur media perlakuan menunjukkan saat ter-
suspense sel. Konsentrasi auksin yang bentuknya kalus yang berbeda-beda.
tinggi akan merangsang pembentukan Pertumbuhan kalus tercepat (3 mst)
kalus dan menekan morfogenesis terjadi pada media dengan pemberian
(George dan Sherrington, 1984). sukrosa 30 g.L-1 dengan media tanpa
Kalus merupakan sumber bahan sitokinin (BAP) dan auksin (2,4-D)
tanam yang sangat penting dalam maupun pada semua komposisi pem-
meregenerasi tanaman yang baru. berian sitokinin (BAP) dan auksin (2,4-
Penggunaan kalus akan sangat meng- D). Disamping itu, pertumbuhan kalus
untungkan karena pembentukan kalus tercepat juga terjadi pada media dengan
dapat diinisiasi dari jaringan manapun pemberian 60 g.L-1 dan 90 g.L-1 sukrosa
dari tanaman. Pembengkakan eksplan dengan media tanpa pemberian sito-
yang terjadi adalah sebagai respon dari kinin (BAP) dan auksin (2,4-D). Se-
tanaman yang mengakibatkan sebagian dangkan pada media dengan penam-
besar karbohidrat dan protein yang ada bahan 2 ppm BAP dan 2 ppm 2,4-D
akan terakumulasi pada jaringan yang pembentukan kalus terjadi setelah 4
luka tersebut. Adanya pelukaan pada minggu kultur (Gambar 2).

Gambar 2. Pengaruh pemberian sukrosa dan komposisi pemberian sitokinin (BAP) dan
auksin (2,4-D) terhadap saat terbentuk kalus.

279
Inisiasi kalus embriogenik pada kultur jantung pisang dengan sukrosa, BAP dan 2,4-D

Kecepatan pertumbuhan jaringan gantung dengan perlakuan yang di-


eksplan pisang dalam membentuk kalus berikan. Diameter kalus terbesar (2.5
dipengaruhi oleh adanya suplai sukrosa cm) terbentuk dari eksplan yang dikul-
dalam media tanam. Pada saat inisiasi turkan pada media dengan penambahan
awal pembentukan kalus, auksin dan 30 g L-1 sukrosa dan 2 ppm BAP : 2-4
sitokinin yang diberikan ke dalam ppm 2,4-D (Gambar 3). Hasil penelitian
media tidak memberikan pengaruh ter- Aniel Kumar et al. (2010) menunjukkan
hadap kecepatan pembntukan kalus. bahwa media dengan pemberian 1 mg.
Hal ini terjadi karena suplai auksin dan L-1 2,4-D dan 2 mg L-1 BAP merupakan
sitokinin endogen yang ada di dalam media terbaik dalam pembentukan
jaringan eksplan masih cukup untuk kalus cabe.
menstimulasi pembentukan kalus. Pemberian sukrosa yang dikom-
Namun demikian, hasil penelitian binasi dengan pemberian BAP dan 2,4-D
Marlin et al. (2007) pada kultur dalam konsentrasi yang relatif tinggi
meristem pisang curup menunjukkan dapat menghambat pertumbuhan kalus
saat terbentuk kalus tercepat diperoleh dari kultur jantung pisang Curup. Pada
pada media dengan pemberian 1 ppm media tersebut, tekanan osmotik media
2,4-D dan 0,1 ppm kinetin, yaitu 9 hari menjadi sangat tinggi akibat tingginya
setelah kultur. Hal ini menunjukkan kepekatan media akibat penambahan
pula bahwa sumber eksplan yang ber- sukrosa dan ZPT.
beda memberikan respon yang tidak Dengan adanya tekanan osmotik
sama terhadap pemberian ZPT secara media yang lebih tinggi dibandingkan
eksogen. Hasil pengamatan terhadap dengan tekanan osmotik yang ada
pertumbuhan kalus menunjukkan pula dalam jaringan eksplan menyebabkan
bahwa pertumbuhan kalus yang ter- penyerapan hara oleh tanaman menjadi
bentuk dari masing-masing eksplan terhambat.
memiliki diameter yang berbeda ter-

Gambar 3. Pengaruh pemberian sukrosa dan komposisi pemberian BAP dan 2,4-D
terhadap diameter kalus (4 mst).

280
Marlin, Yulian, dan Hermansyah

Hasil yang sama didapatkan oleh akibat dari tingginya kandungan se-
Aniel Kumar et al. (2010), bahwa pem- nyawa fenolik yang terbentuk serta
bentukan kalus menjadi menurun pada menutupi permukaan kalus. Nisa dan
media dengan pemberian 2,4-D dan Rodinah (2005) juga mendapatkan be-
NAA dalam konsentrasi yang lebih berapa eksplan yang mati akibat
tinggi dari 1 mg.L-1. Namun adanya pe- pencoklatan (browning). Pencoklatan
nambahan 2,4-D ke dalam media kultur salah satunya disebabkan oleh sintesis
sangat diperlukan untuk menghasilkan metabolit sekunder (senyawa fenolik).
kalus embriogenik (George dan Adanya sintesis senyawa fenolik yang
Sherrington, 1984). menutupi permukaan kalus ini dapat
Hasil pengamatan terhadap per- menghambat pertumbuhan kalus. Bah-
tumbuhan kalus dalam 8 minggu kultur, kan, pada kultur yang lebih lanjut dapat
menunjukkan warna kalus kuning ke- menyebabkan kematian eksplan. Selain
hijauan. Terbentuknya kalus disebabkan itu, pada permukaan kalus juga cen-
adanya rangsang luka (Fowler, 1983). derung keras dan terdapat jaringan
Rangsang tersebut menyebabkan ke- yang menebal. Di samping itu, per-
setimbangan pada dinding sel berubah tumbuhan kalus yang terjadi memang
arah, sebagian protoplas mengalir ke belum mencapai tingkat yang maksimal.
luar sehingga mulai terbentuk kalus. Hal disebabkan karena pada saat peng-
Pada beberapa perlakuan dominasi amatan akhir, eksplan baru berumur 8
warna kecoklatan menutupi permukaan minggu kultur.
kalus. Hal ini dapat terjadi sebagai

A B C

Gambar 4. Pembentukan kalus pisang ambon curup dengan pemberian sukrosa, 2,4-D
dan BAP secara in vitro (8 minggu kultur)
A) Kalus kehijauan, B) kalus kuning kehijauan, C) Kalus didominasi
browning akibat senyawa fenolik

281
Inisiasi kalus embriogenik pada kultur jantung pisang dengan sukrosa, BAP dan 2,4-D

(Capsicum annum L.). International


KESIMPULAN
J. of Current Res. 3: 42-45.
Hasil penelitian menunjukkan per-
Bhosale, U.P., S.V. Dubhashi, N.S. Mali,
sentase hidup eksplan jantung pisang
and H.P. Rathod. 2011. In vitro
Curup mencapai 100 % (tanpa kon-
shoot multiplication in different
taminasi). Peningkatan pemberian kon-
species of banana. Asian J. of
sentrasi sukrosa (60-90 g L-1) meng-
Plant Science and Research. 1(3):
akibatkan semakin lama eksplan mem-
23-27.
bentuk kalus.
Fowler, M.W., 1983. Commercial
Pembentukan kalus tercepat (3 mst)
application and economic aspects
diperoleh pada media dengan sukrosa
of mass plant cell culture, dari
30 g.L-1 dengan media tanpa sitokinin
Mantell, S.H., Smith, H. (ed.).
(BAP) dan auksin (2,4-D) maupun pada
Plant Biotechnoligy. Cambridge
semua komposisi pemberian sitokinin
University Press, London, 3-38.
(BAP) dan auksin (2,4-D).Pertumbuhan
George, E.F. and P.D. Sherrington, 1984.
kalus terbesar (diameter = 2.5 cm) ter-
Plant Propagatin by Tissue
bentuk dari eksplan yang dikulturkan
Culture. Handbook and Di-
pada media dengan penambahan 30 g.L-
rectionary of Commersial Labora-
1 sukrosa dan 2 ppm BAP : 2-4 ppm 2,4-
tories. Exegetic Ltd. England.
D, dengan struktur kalus yang remah.
Levoire, P. 2000. Banana in vitro
UCAPAN TERIMA KASIH regeneration: Virus eradication.
Ucapan terima kasih disampaikan Laboratory of Pathology, Uni-
kepada Dr. Ir. Yulian, M.Sc, dan Ir. versity of Gembloux, Belgium. P:
Hermansyah, M.P. atas kerjasama dalam 22.
Tim Penelitian dengan sumber dana Marlin. 1998. High Multiplication of
dari Proyek Penelitian Fundamental Plant Regeneration of Garlic
DP2M DIKTI Tahun 2011. (Allium sativum L.) in vitro. Akta
Agrosia II(2): 57-60.
DAFTAR PUSTAKA Marlin, 2010. Regenerasi In Vitro Planlet
Akin-Idowu, P.E., D.O. Ibitoye, and Pisang Ambon Curup Bebas
O.T. Ademoyegun. 2009. Tissue Penyakit Layu Fusarium Prosiding
culture as a plant production pada Seminar Nasional dan Rapat
tehnique for horticultural crops. Tahunan Dekan Bidang Pertanian
African J. of Biotech. 8(16) : 3782- BKS-Barat
3788. Marlin, H. Bustamam, dan M. Taufik.
Al-Amin, M.D., M.R. Karim, M.R. Amin, 2004. Peningkatan Produksi Bibit
S. Rahman, and A.N.M. Mamun. jahe Bebas Penyakit Layu Bakteri
2009. In vitro micropropagation of dengan Pembentukan Rimpang
banana (Musa spp.). Bangladesh J. Mikro. Laporan Penelitian Hibah
Agril. R. 34(4): 645-659. Bersaing XI. Lembaga Penelitian
Aniel Kumar, O., S. Subba Tata, and T. Universitas Bengkulu.
Rupavati. 2010. In vitro induction Marlin, Mukhtasar, dan Hartal. 2007.
of callusogenesis in chilli peppers Upaya penyediaan bibit pisang
Ambon ‘Curup’ Unggulan Pro-

282
Marlin, Yulian, dan Hermansyah

vinsi Bengkulu dengan pem- Tran Thanh Van, K and T. H. Trinh.


bentukan planlet in vitro. Laporan 1990. Organic Differentiation. In
Penelitian pada Lembaga Peneliti- S.S. Bhojwani (ed.). Plant Tissue
an Universitas Bengkulu. Culture: Applications and
Nisa, C., dan Rodinah. 2005. Kultur Limitations. Elsevier Science Publ.
jaringan beberapa kultivar buah Netherlands.
pisang (Musa paradisiaca l.) dengan Vickery, M.L., B. Vickery. 1981.
pemberian campuran NAA dan Secondary plant metabolism, The
Kinetin. Bioscientiae 2(2) 23-36. Macmillan Press, London, 255-288.
Warreing, P.F. and I.D.J. Phillips. 1981.
Growth and differentiation in
Plants. Pergamon Press 3rd Ed.

283

Anda mungkin juga menyukai