Anda di halaman 1dari 82

DIPHTHERIA

what we should know

Raihan dr, SpA(K)


Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK-Unsyiah/RSUDZA
UKK Infeksi dan Penyakit Tropis
Banda Aceh 13 Januari 2018
Pokok Bahasan
Pendahuluan
Patogenesis
Klasifikasi kasus
Diagnosis & diagnosis banding
Pemeriksaan
Tatalaksana
Difteri
 Salah satu penyebab kematian terbesar di
dunia sebelum era imunisasi.
 The most reemerge disease  wabah
negara pecahan Rusia 1990.
 Sangat menular
 Penyebab Corynebacterium diphtheriae
 Memiliki eksotoksin
 Strain: mitis, intermedius, gravis, belfanti
Corynebacterium diphther
 Manusia sumber penularan, kecuali difteri
non-encapsulated, non-mot
kutaneus sumber binatang ternak gram-positive bacillus
 Penularan: droplet saat batuk, bersin
1. Bethell & Hien 2003, In: Oxford Textbook of Medicine (Ch 7
2. CDC Pink Book. 2008:55–70
Patogenesis Difteri
Mortimer E.A.and Wharton M., in Vaccines, 1999.
Atkinson W. et al., in Epidemiology and Prevention of Vaccine-preventable Diseases, 1996d.

SRH24/12/17
Perjalanan penyakit Difteri
Penularan difteria
Masa inkubasi (2–5 hari)
Gejala awal
● Demam tidak tinggi
● Lesu, kurang beraktifitas
Days to months

● Tampak pseudomembran selaput keabuan di farings

2–3 hari Toksin menyebar melalu


pembuluh darah dan lim
Gejala akut
● Selaput keabuan menebal tebal, membentuk membran menutupi farings
● Pembesaran kelenjar leher, lunak dalam perabaan
● Tanda peradangan, udem sekitar farings dan jaringan lunak (‘bull-neck’)
● Nadi cepat
Komplikasi
• Obtruksi larings
7 hari • Miokarditis
Selaput secara bertahap menghilang • Neuritis
Kematian 5%–1

14-21 hari 1. Wharton & Vitek 2004, In: Vaccines (Ch 13)
Penyembuhan 2. CDC Pink Book. 2008:59–70
Mengapa terjadi KLB Difteri
Risk factors of
transmission
People who are most susceptible
mmunocom to infection are those who are:
Overcrowding
promised
states
– not completely immunized
Karier – have low antitoxin antibody
levels
Incomplete – have been exposed to a
Poor health
mmunization carrier
– have been exposed to
Substandard patient/diseased individual
living
mpat jauh
conditions
u sibuk
kut efek samping CDC Atlanta: Diphtheria outbreak 201
enolak imunisasi WHO, 2009
Klasifikasi Difteri

Suspected diphtheria
Probable diphtheria
Confirmed diphtheria
Carrier diphtheria
Suspected diphtheria

Tanpa demam/subfebris
Gejala faringitis, tonsilitis, laringitis, trakeitis atau kombinasi
Pseudomembran putih keabu-abuan/ kehitaman pada salah
satu/kedua tonsil, berdarah bila terlepas/ manipulasi
94% kasus difteri mengenai tonsil dan farings
Probable diphtheria
Gejala suspected diphtheria
Ditambah salah satu dari:
Pernah kontak dengan kasus (< 2 minggu)
Status imunisasi tidak lengkap, termasuk belum booster
Stridor dan bullneck
Perdarahan submukosa atau petekie pada kulit
Gagal jantung toksik, gagal ginjal akut
Miokarditis dan/atau kelumpuhan motorik 1-6 minggu
setelah onset
Meninggal
Confirmed Diphtheria

Gejala probable diphtheria


Dikonfirmasi dengan
biakan atau PCR dengan hasil Corynebacterium
diphtheriae positif
Elek’s test untuk uji toksisitas
Carrier diphtheria

Seseorang yang mengandung kuman difteri di tenggorokann


Namun yang bersangkutan tidak sakit
Tetap menular ke sekitarnya
Perlu diberikan pengobatan untuk menghilangkan
Corynebactrium diphtheriae dari tenggorokannya
Masa penularan dari karier berlangsung hingga 6 bulan
DIFTERI HIDUNG

•Semula mirip common cold


•Sekret hidung berangsur jadi
serosanguinous  mukopurulen 
lecet pada nares & bibir atas
•Membran putih pada septum nasi
•Absorpsi toksin lambat; gejala
sistemik sedikit, diagnosis lambat
DIFTERI TONSIL - FARING
 Anoreksia, malaise, demam ringan, nyeri telan

 Membran melekat, putih-kelabu  1-2 hari menutup tonsil &


dinding faring  ke uvula & palatum molle/laring & trakhea

 Dapat terjadi limfadenitis servikalis & submandibularis, bila +


edema jaringan lunak leher  bullneck

 Kasus ringan: membran lepas 7-10 hari


Kasus sedang: sembuh berangsur; bisa miokardiopati/neuropat
Kasus berat: gagal nafas/sirkulasi, paralisis palatum molle,
meninggal
DIFTERI LARING
 Perluasan difteri faring :
 Bila primer gejala utama obstruksi saluran nafas atas.
 Bila perluasan disertai gejala toksemia
 Gejala infectious croup: nafas bunyi, stridor progresif, suara parau,
batuk kering. Bila berat: retraksi suprasternal, subcostal, supraclavicul
 Pelepasan membran  menutup jalan nafas  kematian
 Berat: membran meluas ke percabangan trakheo-bronkhial
DIFTERI KULIT DIFTERI TIDAK LAZIM
- tukak tepi jelas Difteri pada :
- membran pada dasar  Konjungtiva
 Telinga: otitis eksterna,
sekret purulen, berbau
 Vulvovagina
 Anal
DIAGNOSIS
 Aspek diagnosis tidak sestabil tatalaksana
 Keterbatasan : SDM, peralatan dan ketersediaan lab,
reagen, penguasaan metode, dana
 KLINIS !!
 Penentuan kuman: isolasi C.diphtheriae, dari swab
tenggorok dan hidung dengan media Loffler (dulu),
Amies dan Stewart (kini)  dilanjutkan tes toksigenisitas
in vivo (marmut) & in vitro (tes Elek)
 Deteksi adanya bacteriophage tox+
 PCR

Hasil Negatif Hasil Positif


DIAGNOSIS - KLINIS

Kenali gejala dan tanda baik lokal


maupun sistemik, terutama
pseudomembran nya

Kenali juga diagnosis banding


BERCAK YANG MUNGKIN DIFTERI

Putih abu-abu – kotor, kecoklatan


Jika dilepas dari dasarnya akan berdarah
Lokasi biasanya menyatu, terutama di
tonsil-faring
Ditunjang status imunisasi yang kurang baik
ADA BERCAK TAPI MUNGKIN BUKAN DIFTERI

Putih bersih
Lokasi tersebar, ukuran kecil-kecil
Dilepas tidak berdarah
Di tonsil, namun hanya terbatas 1 tonsil
Imunisasi ?
Tergantung daerah domisili ?
DIAGNOSIS BANDING

Kesamaan : bercak putih


Perbedaan :
Situasi dan kondisi bercak
Gejala dan tanda lain yang menyertai

Diagnosis banding dibuat menurut


lokasi difteri
DD DIFTERI HIDUNG

•Rhinorrhea (common cold, sinusitis, adenoiditis


•Benda asing
•Snuffles (lues congenita)

Benda asing:
snuffles
sekret hidung unilateral
DIAGNOSIS BANDING DIFTERI TONSIL FARING
TONSILITIS MEMBRANOSA
INFECTIOUS MONONUCLEUS
HERPES
APHTHOUS ULCER
FARINGITIS STREPTOKOKAL
GAS
ANGINA VINCENT
CANDIDIASIS
CANDIDIASIS
DIFTERI
Pemantauan pseudomembran

ri rawat pertama Hari rawat kedua Beslag rontok Hari rawat keempat Hari rawat keen

Pada umumnya setelah pengobatan 48 jam pasien tidak lagi menula


walaupun pseudomembran belum menghilang
Koleksi Gambar Divisi IPT, Bag/SMF IKA FK-Unsyiah/R
DD DIFTERI LARING

• Infectious croup yang lain


• Spasmodic croup
• Angioneurotic edema pada laring
• Benda asing
PEMERIKSAAN TAMBAHAN

Biakan kuman adalah yang terpenting


(positivity rate 8-10%)
Termasuk tes toksigenisitas nya
PCR bisa dilakukan – dengan keterbatasan
Belum ada tes antigen – antibodi
Laboratorium lain tidak spesifik/tidak
mempunyai nilai dignostik
Radiologi hanya atas indikasi
Patologi anatomi tidak dilakukan
PEMERIKSAAN TAMBAHAN UNTUK KOMPLIKAS
Miokarditis : • Neuritis :
Elektrokardiogram – CT Scan – MRI
berkala
– EMG
Troponin
– Tes spesifik lain
CK-MB
Ekokardiografi • Nefritis :
– Urine lengkap
– BUN
– Kreatinin serum
– GFR
PEMERIKSAAN GRAM

Hanya untuk membantu, bukan


diagnosis definitif
Membedakan gram positif dan nega
C. diphtheriae = gram positif
Bentuk seperti huruf china
Diphtheroid = bentukan seperti C.
diphtheriae  banyak di tenggorok
KOMPLIKASI DIFTERI
 Obstruksi jalan nafas
 Diawali dengan nafas berbunyi dan sesak nafas
 Sianosis akibat hipoksia
 Kadang perlu dilakukan trakheostomi

 Miokarditis
 Diawali dengan takikardi
 Perubahan denyut jantung: aritmia, iregular
 Heart block (A-V block), heart failure

 Kelumpuhan syaraf (peripheral neuritis)


 Kelumpuhan otot larings: suara sengau, mudah tersedak
 Kelemahan anggota badan, diafragma
Nowsen L. Diphtheria. www.patient.info.201
Masalah klinis dalam perjalanan difteri
• Kelainan denyut
jantung • Penyembuhan
• Mudah tersedak • Istirahat
• Suara sengau
• Kelainan denyut Mgg IV
jantung
• Monitor EKG Mgg III
• Lengkapi
emam Mgg II • Miokarditis imunisasi
afas berbunyi • Neuritis (kelumpuhan syaraf
embesaran kel perifer)
her • Obtruksi jalan nafas
Mgg I
• Miokarditis
Angka kematian
• anak <5 tahun: 5%-10%
• Obtruksi jalan nafas • dewasa > 40 tahun : 20%
• Kematian karena hipoksia
(sufokasi)
SRH24/12/17
TATALAKSANA MEDIS
PENYAKIT DIFTERI PADA ANAK

Kecurigaan difteri berawal dari bercak putih


Jika ada kecurigaan difteri 
bedakan 2 situasi :
Curiga lebih ke arah bukan difteri
Curiga lebih ke arah difteri
CURIGA LEBIH KE ARAH BUKAN DIFTERI

 Misalnya pada : - Pseudomembran hanya di 1 tonsil


- Pseudomembran putih bersih
 Berikan Eritromisin 50 mg/kgBB/hari, bagi 3-4 dosis, 2 x 24 jam
Alternatif antibiotika : Azitromisin, Penisilin oral
 Pasien diminta datang kembali untuk dievaluasi setelah 2x24 jam
 Bila saat evaluasi pseudomembran membaik/hilang  bukan difte
 Jika saat evaluasi tetap atau memburuk  perlakukan sbg difteri
CURIGA LEBIH KE ARAH DIFTERI

Perlakukan sebagai difteri


Masuk rumah sakit
TATALAKSANA MEDIS

 Tatalaksana tidak boleh menunggu hasil kultur


 Penatalaksanaan bisa hanya berdasarkan kecurigaan
klinis karena pertimbangan waktu dan besarnya resiko
 Sekalipun hasil kultur negatif tatalaksana tetap
dilaksanakan asalkan kondisi klinis memang ke arah
difteri
 Terdiri dari: Isolasi, ADS, antibiotika, suportif dan
simtomatis, follow-up / tindak lanjut, penanganan kontak
1. ISOLASI

Strict isolation/isolasi ketat sampai masa akut


terlampaui (14 hari)
Sesuai kaidah penularan via droplet
Ruang tersendiri (ideal) atau kohorting
Prosedur khusus bagi personil yang
berhubungan dengan penderita
Melekat di sel epitel
2. ADS dan ANTIBIOTIKA

Kematian
✖ Antibiotik
• Eliminasi bakteri
• Mencegah penularan
• Mencegah komplikasi • Miokarditis
• Neuritis
• Gagal ginjal

Komplikasi
Anti difteri serum
(ADS)
Mengeluarkan
exotoxin
SRH24/12/17

• Mengikat toksin yang beredar
Masuk dalam
sirkulasi
07/01/2018
• Mencegah komplikasi
2. ADS
 Sediakan adrenalin 1:1000 dalam semprit

 Lakukan uji kulit 0,1 ml ADS dalam NaCl 0,9% 1:1.000 secara intrakutan. Positif jika,
 dalam 20 menit terjadi indurasi >10 mm  ADS dengan cara Besredka

 Jika negatif: beri ADS + dalam 200 ml larutan NaCl 0,9% atau glukosa 5% dlm 1-2 jam

 Monitor efek samping obat


 anafilaksis sekitar (0,6%) terjadi dalam beberapa menit
 demam (4%) setelah 20 menit -1 jam
 serum sickness (8,8%) 7-10 hari kemudian.
DOSIS ADS
Tipe difteri Dosis ADS (IU) Cara
pemberian
Difteri kulit 20.000 intravena
Difteri hidung 20.000 intravena
Difteri tonsil 40.000 intravena
Difteri farings 40.000 intravena
Difteri larings 40.000 intravena
Difteri nasofarings 60.000 intravena
Kombinasi lokasi tanpa melibatkan nasal 80.000 intravena
Difteri + penyulit dan/atau bullneck 80.000-100.000 intravena
Terlambat berobat >72 jam, lokasi dimana saja 80.000-100.000 intravena

Ref. CDC ptotocol 03/26/2014, revised from Krugman 1992 (dengan modifikasi)
2. ADS

dulu: 1 vial = 20 000 unit = Rp. 750 000


kini : 1 vial = 10 000 unit = Rp. 1.500.000
mendatang 1 vial = 5 000 unit
2. ADS : REAKSI ANAFILAKSIS PENANGANAN

Terjadi terutama dalam 2 jam  Stop ADS


pertama:  Adrenalin 0,1% 0,2 ml sc, dapat
1. Keringat berlebihan diulang 15 menit kemudian
2. Flushing sampai 3-4 kali

3. Berdebar-debar  Antihistamin : difenhidramin HCl

4. Urtikaria  Kortikosteroid : hidrokortison iv

5. Sesak nafas  Oksigen

6. Angioneurotik oedem  Jika spasme bronkus: aminofilin

7. Penurunan tensi sampai syok  Infus / cairan intra vena

8. Penurunan kesadaran
2. ADS : SERUM SICKNESS

Terjadi setelah hari kelima PENANGANAN


pemberian ADS:
1. Panas
 Pemberian antihistamin seperti
2. Nyeri sendi difenhidramin im atau antihistam
3. Pembengkakan sendi po

4. Gatal  Pemberian kortikosteroid oral :


prednison 1-2 mg/kgBB/hari,
5. Urtikaria dibagi 3x
6. Limfadenopati
3. ANTIBIOTIKA
Eradikasi C. diphtheriae tidak mengubah
perjalanan kliniknya
Pilihan obat :
Penisilin prokain : 25.000 - 50.000 U/kgBB/hari
(max 1,5 juta U/hari), i.m, selama10-14 hari
Eritromisin 50 mg/kgBB/hari po, dibagi 3-4x
selama10-14 hari
Linkomisin 10-20 mg/kgBB/hari ; iv/im/po,
3x/hari, 10 hari
DIFTERI LARING

Didapatkan stridor inspiratoir

Deksametason 0,5 mg/kgBB iv bolus  disusul


0,5 mg/kgBB/hari bagi 3 kali, 8 jam setelah
loading dose, dilakukan sebanyak minimal 6
kali

Jika didapatkan: stridor inspiratoir, sesak, gelisah,


dan atau sianosis  TRAKEOSTOMI
4. SUPORTIF DAN SIMTOMATIS

Bed rest absolut


Perbaikan  Jika panas membaik dan anak mau
makan/minum
Jika miokarditis bed rest absolut sampai 4-6 minggu
Makanan dan cairan disesuaikan
Oksigen
Antipiretik
5. FOLLOW-UP
 Lakukan evaluasi : kondisi klinis, lab, komplikasi, berikan
imunisasi

 Kondisi klinis: keadaan umum, demam, pseudomembran,


hidung buntu, nafsu makan dan minum, keluhan lain.

 Laboratorium:
Hari I dan VI perawatan: darah dan urine lengkap
Hari V sakit: EKG
Awal minggu II sakit: RFT
Lab lain/Ro thoraks sesuai kebutuhan
Swab hidung tenggorok : Hari 1-2-3 rawat, hari 7-8-9 rawat
5. FOLLOW-UP

 Komplikasi:
Komplikasi lokal  obstruksi saluran nafas, bullneck
Komplikasi sistemik : miokarditis, nefritis, neuritis

 Miokarditis: penyebab kematian terbesar


 Early onset : akhir minggu I- II sakit (monitor klinik dan EKG)
 Late onset : minggu III-VI
 Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, diturunkan bertahap

 Nefritis
 Early onset : minggu I sakit (monitor klinik dan urine lengkap)

 Neuritis
 Late onset : minggu III - VI (monitor klinis)
DAY OF HOSPITALIZATION
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

ADS

AB ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^

K/N K/N K/N K/N K/N K/N

DL EKG DL EKG
UL UL

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
DAY OF ILLNESS 56
KOMPLIKASI
• Kerusakan sel akibat tidak mampu membuat protein (sampai di-peptida saja)

PARALISA
PARALISA PARALISA SARAF
SARAF
MIOKARDITIS SARAF LOKAL PERIFER
PERIFER

gg 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

PARALISA
BLOK
SARAF
ACUTE KRANIALIS
KIDNEY
INJURY
5. FOLLOW-UP : IMUNISASI

Dilakukan 2-6 minggu setelah pemberian


ADS (saat follow-up)
Melengkapi imunisasi difteri sebelumnya
6. PENANGANAN KONTAK
 Seluruh kontak (dalam 7 hari terakhir) ditelusuri, terutama kontak terdekat: keluarga
teman sekolah, teman bermain, teman kerja, petugas kesehatan di lapangan/RS

 Pemeriksaan klinik dan hapusan hidung dan tenggorok

 Jika klinis (-) tapi kultur hapusan (+) : eritromisin po sedikitnya 5 hari, lalu kultur ulang

 Jika klinis (+)  diagnosis difteri  MRS dan terapi sebagai difteri

 Pilihan antibiotika untik kontak/karier


Eritromisin, selama 7 hari : Anak 40 mg/kg BB/hari dibagi 4 dosis
Dewasa: 1 g/hari dibagi dalam 4 dosis

Azitromisin, single dose, selama 7 hari: Anak 10-12 mg/kgBB, maksimal 500 mg
Dewasa 500 mg
6. PENANGANAN KONTAK
Status kekebalan kontak :
Imunisasi dasar < 3 kali  imunisasi dasar 3 kali
Imunisasi dasar tidak diketahui  imunisasi dasar 3 ka
Imunisasi dasar 3 kali, belum di booster  booster
Imunisasi dasar 3 kali dan booster sesuai usia  tidak
perlu imunisasi
Circulating C diphth amongst
community ?
KLB DIPHTERI DI KOTA BLITAR 2009
SRIATI ( + ) SRIATI ( + )
AVAN ( 6 th ) ( Tetangga ) ( Tetangga )
RIDWAN ( + ) SRISTIN ( +
PITOYO ( + ) DAFA ( + ) ( Tetangga ) ( Tetangga
A (-) ( Tetangga ) ( Tetangga )
+)
mah) (bermain)
SRIANAH ( + ) ARI ( + ) SRIATI ( + ) KOLIF, MISNI ( + ) KOTHIFAH ( +
BONDAN (+) ( Sekerja ) ( Tetangga )
(guru) ( Tetangga ) ( Tetangga ) ( Tetangga )

BASRIANAH ( + ) PENDI ( + )
( Tetangga ) ( Serumah )
)
SURTINI (+) DINKES
(sekolah)
mah)
IKA ( + )
HARI (+) SUPARMI ( + ) ( Tetangga )
(Serumah) ( Tetangga )
-) VALESIA (+) SUTARMI ( + )
(+) ( Serumah )
ngga) (Sekolah) ( Serumah )

(-) (-) NANIK, HEIDY, MISRIPAH ( + )


umah) (Sekolah) ( Tetangga )  Kab. Blitar
DEL PENULARAN (CERRIER) DI KANTOR DINKES KOTA BLITAR

IRMA (+)
EDY (+) ( Anak Staf Bag.Umum )
( Umum)
HERU S (+)
SUPRYOGI (+) ( Driver )
tini (+) ( kasi PL)
kolah)
LULUK (+)
( kepegawaian)

FAJAR (+) SRI (+)


AN (+) DILA (+)
( Staf PSD) ( Kasi keuangan)
gas SE) ( Anak Kasi Keuangan )
INDRI (+) AGUS (+)
( bendahara) ( Staf Keuangan)

EMY (+) RISMIAN (+)


( KTU) ( Anak KTU)

ZULAIKA (+) SISWATI (+) HERU (+)


( staf farmasi) ( Kasi Alkes) ( Suami Kasi Alkes)

PE DIHENTIKAN …
Apa yang harus dilakukan RS
apabila menerima pasien difteri?
Persiapan perangkat RS, terkait:
• Membuat Tim: Direktur Yanmed – termasuk HUMAS
• Lakukan pelatihan di RS (table top exercise) bersama
instansi terkait
– Sistem informasi (rujukan)
• Penerimaan dan pelayanan di IGD dan rawat jalan
• Persiapan ruang isolasi difteri (droplet) dan kapasitasnya:
ring perawatan
• Edukasi SDM tdd.: screener/satpam, triase, nakes (peraw
dokter-dokter residen), tenaga penunjang, termasuk CS
• Kesiapan obat-obatan: ADS, antibiotik (farmasi)
• Kesiapan laboratorium
• Kesiapan radiologi, OK
• Peralatan: trakeostomi
• Pencegahan penularan: edukasi, APD, linen, pembuangan
limbah, imunisasi
Pasien datang ke IGD/Poliklinik
(kiriman dari Institusi Kesehatan/datang sendiri)

Screener/triase
rujukan Didiagnosis saat datang

Tanda & gejala infeksi respiratori akut atas

Membran (-) Membran (+) Membran+OSNA/bullneck/kontak erat

Lakukan swab untuk kultur

Tidak berdarah berdarah

AB (eritromisin) TATATALAKSANA DIFTERI: ADS+AB


+ observasi

pulang
uara Serak
enggorok terasa sakit
Nyeri saat menelan
Demam
esulitan bernapas
embengkakan di leher
ernah kontak dengan
enderita difteri (< 2 minggu)
Segera pakaikan masker surgikal pada pasien.
Petugas kesehatan mengunakan APD lengkap berupa:
Masker bedah, gaun, sarung tangan, tutup kepala dan google.

Penempatan Pasien

Droplet infection precaution Tidak punya


(ruang isolasi)

Gunakan satu ruang untuk difteri


Dedikasikan ruang untuk pasien difteri (terutama
ntu tertutup rapat (minimalkan keluar-masuk) daerah yang ditetapkan KLB oleh Pemda setempat)
TIDAK AC SENTRAL Rujuk bila tidak memungkinkan. Pisahkan pasien
u ada udara mengalir, namun jangan sampai ke Tidak boleh di ruang dengan sirkulasi sentral.
luar ruang Perhatikan APD nakes dan pasien
MENINGGAL

Di R. Jenazah,
Pengelolaan sesuai Ketentuan Umum
tentang Penanganan Jenazah Infeksius di
Bag. Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal (IKFM)

Berita Acara
Diberikan oleh Bag. IKFM ke keluarga

Jangan lupa (untuk seluruh pasien):


lengkapi form KDRS/W1
Hubungi Dinkes setempat
PETUGAS MEDIS YANG KONTAK DENGAN PASIEN DIFTERI

• TIDAK PERLU MINUM ERITROMISIN BILA:


– Sudah melakukan kebersihan tangan dan APD yang sesuai
– Mendapatkan imunisasi Td
• MINUM ERITROMISIN BILA:
– Saat pemeriksaan atau resusitasi atau tindakan yang menimbulkan
aerosolisasi tidak menggunakan APD
KONTAK ERAT SUSPEK DIFTERI:
 Dilakukan swab
 observasi
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SELAMA PERAWATA
akes yg memeriksa/merawat harus sdh imunisasi lengkap.
empatkan penderita di ruang isolasi (single/kohorting), tidak perlu
uangan tekanan negatif.
rinsip Kewaspadaan Standar: APD kewaspadaan isolasi berupa penular
roplet sbb:
- Saat memeriksa tenggorok: masker bedah, pelindung mata, topi
- Bila dlm kontak erat dgn pasien (jarak < 1 m): masker bedah,
sarung tangan, gaun, pelindung mata (google, face shield)
- Saat mengambil spesimen: masker bedah, pelindung mata, topi,
baju pelindung, sarung tangan.
- Bila melakukan tindakan yg menimbulkan aerosolisasi (intubasi,
bronkoskopi, dll): dianjurkan memakai masker N95
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SELAMA PERAWATA

Pembersihan permukaan lingkungan dgn desinfektan (clorine dll)


Terapkan etika batuk pada nakes maupun masyarakat.
Bila terdapat tanda dan gejala infeksi respiratori atas, gunakan
masker, termasuk di tempat umum.
Pasien yg didampingi keluarga, penunggu harus memakai APD
(masker bedah dan gaun), melakukan kebersihan tangan.
ction Control Tool Kit on Emerging/Reemerging Infectious Disease Outbre
Kebersihan tangan sebelum dan sesudah
penggunaan masker
Difteri
ksi sangat menular: CONTACT + DROPLET
uangan tersendiri dan tertutup, ada anteroom
au ruang untuk menggunakan APD (tidak PRECAUTION
rlu bertekanan negatif)
oleh 1 ruangan berisi pasien-pasien difteri
ohort)
enunggu pasien anak tidak boleh berganti-
nti
PD sesuai pencegahan kontak + droplet
pakai setiap masuk ruangan pasien:
gaun
masker bedah
tutup kepala
sarung tangan tidak steril
The survival of some pathogens in the environment

kin conjunctiva nose pharynx mouth Lower GI Anterior vagina


urethra

++ + ++ + + + + +
PROGNOSIS
• Virulensi organisme
• Lokasi infeksi, difteri faring umumnya berat dan toksik
• Usia <5 tahun
• Status imunisasi belum/tidak lengkap
• Kecepatan pemberian antitoksin
• Obstruksi laring atau terdapat bull-neck
• Kematian (CDC 2017, CDC Atlanta 2016):
– dengan pengobatan: 1 dari 10 pasien (10%)
– tanpa pengobatan: 1 dari 2 pasien (50%)
– 5-10% anak usia < 5 tahun
– 20% pada dewasa (> 40 tahun)
Kapan Pasien Bisa Pulang
• 10 hari perawatan
• Pasien tanpa komplikasi, klinis baik
• Dapat pulang tanpa menunggu hasil kultur
– Tetap menggunakan masker sampai keluar hasil kultur negatif
– Pantau oleh Dinkes
• Melengkapi imunisasi 3 kali
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai