Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kapal Pukat adalah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan. Adapun jenis dan ukurannya
bermacam-macam. Demikian juga alat tangkapnya .
Jaring angkat adalah jaring yang diturunkan di laut dan diangkat secara vertikal ke atas pada saat
gerombolan ikan ada di atas jaring tersebut. Jaring angkat ditempatkan di beberapa jenis bagan di laut
atau dioperasikan dari perahu kecil maupun langsung oleh para nelayan dekat pantai. Berdasarkan
bentuk dan cara pengoperasian ada beberapa macam jaring angkat maupun jaring dorong, misalnya
bagan tancap (stationary), bagan rakit, bagan perahu, kelong Betawi, serok, jaring rajungan dan
kepiting, Bondong dan banrong. Pecak dan Anco, jaring dorong, sodo biasa, sodo perahu, sodo sangir,
siru, siu, songko dan seser.
Dogol, cantrang, dapang, potol, payang alit bentuk alat penangkap tersebut mirip payang tetapi ukuran
lebih kecil. Dilihat dari fungsi dan hasil tangkapannya ia menyerupai cicncin pukat (trawl), yaitu
untuk menangkap ikan demersal dan udang.
Jaring Penggiring adalah jaring yang dioperasikan sedemikian rupa, yaitu dengan melakukan
penggiringan atau menghalau ikan-ikan agar masuk jaring atau menggerakkan jaring itu sendiri dari
tempat yang agak dalam ke tempat yang lebih dangkal untuk kemudian dilakukan penangkapan ikan.
Jaring penggiring atau drive-innet dapat terdiri dari jaring sayap dan jaring kantong, dapat juga
berbentuk segi tiga atau segi empat lengkap dengan jaringan kantong. Jenis-jenis drive in-net yang
terkenal di Indonesia adalah :muroami, soma malalugis, jaring kalase, jaring klotok, jaring saden,
pukat rarape, ambai, pukat rosa, dan talido.
Alat pancing terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali dan mata kail. Jumlah mata yang terdapat
pada tiap perangkat pancing bisa tunggal maupun ganda, bahkan banyak sekalli (beberapa ratus mata
kail) tergantung dari jenis pancingnya. Selain dua komponen utama tali dan mata pancing, alat
pancing dapat dilengkapi dengan komponen lainnya, misalnya tangkai (pole), pemberat, pelampung
dan kili-kili (swivel). Pada umumnya mata pancing diberikan umpan baik dalam bentuk mati maupun
hidup atau umpan tiruan. Banyak mavam alat pancing digunakan oleh para nelayan, mulai dari bentuk
yang sederhana sampai dalam bentuk ukuran skala besar yang digunakan untuk perikanan industri.
Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kelautan, berencana mengijinkan penggunaan pukat harimau
(trawl) di seluruh perairan Indonesia. Ini adalah kabar buruk bagi dunia kelautan dan lingkungan
hidup.
Pukat harimau adalah metode menangkap ikan dengan cara membabi buta. Biasanya menggunakan
beberapa perahu/kapal dengan jaring yang sangat lebar, panjang dan dalam. Sehingga area tangkapan
ikan pun lebih luas, lebih banyak ikan yang ditangkap dalam waktu singkat. Tentu ini secara ekonomi
adalah efisien dan efektif.
Namun efek dari jaring pukat harimau itu, banyak juga ikan kecil-kecil maupun ikan yang tidak bisa
dikonsumsi ikut tertangkap. Ikan-ikan yang tidak berguna ini biasanya mati begitu saja dan dibuang
kembali ke laut. Di sinilah efek negatif jaring pukat harimau, sangat kuat untuk merusak lingkungan.
Dan sebenarnya dalam jangka panjang akan merugikan kepentingan ekonomi bangsa juga. Karena
penggunaan pukat harimau ini, maka banyak ikan-ikan kecil yang ikut mati terjaring. Akibatnya pada
kurun waktu tertentu, ikan-ikan tersebut akan habis karena tidak sempat regenerasi dengan alami.
Sebagian pengguna pukat harimau ini adalah nelayan asing. Buat mereka tidak masalah, karena bila di
perairan Indonesia sudah kosong ikan, dapat pindah ke perairan lain. Tinggal nelayan kita yang gigit
jari.
Di beberapa negara penggunaan pukat harimau atau trawl ini sudah dilarang. Indonesia sebenarnya
juga sudah melarang penggunaan pukat harimau sejak tahun 1980 , lewat Keppres 39/1980. Meskipun
sudah ada larangan, tapi kenyataan di lapangan, masih ada saja kapal nelayan modern yang mencuri-
curi menggunakan pukat harimau ini.
Nah, menurut rekomendasi dari Bappenas, daripada dilarang-larang tetapi kenyataannya masih ada
nelayan yang menggunakan pukat harimau, maka sebaiknya diperbolehkan saja. Bappenas meneliti
ada 6 daerah nelayan yang masih menggunakan pukat harimau, meski dilarang, yaitu Nunukan, Tegal,
Padang, Bagan Siapi-api, Pekalongan, dan Cilacap.
Rekomendasi Bappenas inilah yang menjadi dasar Departemen Kelautan untuk mengijinkan
penggunaan pukat harimau. Sekarang sedang diupayakan untuk mencabut atau merevisi Keppres
39/1980 di atas.
Ada alasan lain dari Departemen Kelautan yang hendak membuka ijin penggunaan pukat harimau ini.
Aku kutipkan dari harian Kontan, 10 April 2008 :
Izin operasi pukat harimau di daerah perbatasan sekaligus untuk menjaga wilayah perbatasan, "Bila
mengandalkan petugas perairan, tidak bisa setiap hari mondar mandir di wilayah tersebut,"kata
Soen'an Hadi Poernomo, Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi Departemen Kelautan dan
Perikanan.
Rasanya ini kebijakan yang aneh. Ketidakmampuan aparat keamanan menjaga wilayah perbatasan di
laut, kok kemudian dibebankan pada nelayan? Kompensasinya boleh tangkap ikan sesukamu. Lalu
karena selama ini sering terjadi pelanggaran pukat harimau, maka rekomendasi Bappenas kok malah
minta Keppresnya direvisi? Bukankah semestinya minta penambahan aparat untuk menjaga
perbatasan maupun menangkap nelayan yang menggunakan pukat harimau?
Para menteri pembantu Presiden SBY akhir-akhir ini memang sering aneh logika berpikirnya. Ada
penelitian dari IPB soal susu formula tercemar, Menkesnya malah meradang di televisi, menuduh
penelitinya tidak benar. Ada film Fitna dari negeri Belanda yang menghina agama, malah situs-situs
yang menayangkan diblokir oleh Menteri Komunikasi dan Informasi. Sekarang soal kelautan, karena
peraturan sering dilanggar nelayan maka akan dibebaskan penggunaan pukat harimau oleh Menteri
Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi.
Padahal, fungsi terumbu karang amat besar bagi kelangsungan hidup ikan dan beragam biota laut
lainnya, mulai dari tempat mencari makan hingga berkembang biak. Oleh karena itu, rusaknya
terumbu karang berarti juga menurunnya populasi ikan. Itu berarti pula berkurangnya pasokan ikan
sebagai bahan pangan manusia. Manfaat lain dari terumbu karang adalah sebagai pelindung pantai
dari abrasi.
MELIHAT peran terumbu karang yang begitu besar, pertanyaan yang muncul adalah mungkinkah
dilakukan rekayasa untuk memulihkan kondisi karang yang telah amburadul itu?
Upaya untuk mengatasi masalah dengan mengembangkan teknologi terumbu karang buatan dan
teknologi transplantasi karang.
Yang disebut terumbu karang buatan adalah struktur bangunan yang ditenggelamkan di dasar laut
agar dapat berfungsi seperti terumbu karang alami sebagai tempat berlindung ikan. Dalam jangka
waktu tertentu, struktur yang dibuat dengan berbagai bahan seperti struktur beton berbentuk kubah
dan piramida, selanjutnya membantu tumbuhnya terumbu karang alami di lokasi tersebut. Dengan
demikian, fungsinya sebagai tempat ikan mencari makan, serta tempat memijah dan berkembang biak
berbagai biota laut, dapat terwujud.
Selain itu dasar laut harus dipilih yang tidak berlumpur. Setelah terpasang di lokasi yang memenuhi
syarat, di permukaan ditempatkan sebuah pelampung yang dihubungkan dengan tali dan diikatkan
pada karang buatan itu. Pelampung itu akan menjadi tanda atau peringatan bagi pengguna perairan,
misalnya nelayan, bahwa di lokasi dimaksud terdapat karang buatan.
Benda hasil rekayasa para ahli itu selanjutnya akan dihinggapi oleh binatang-binatang karang, yang
seiring perjalanan waktu akan mengalami proses pengerasan atau pengapuran. Semakin lama berada
di kedalaman air dan mengalami proses seperti itu, benda tersebut akan makin kuat, dan diharapkan
bisa menjadi tempat bagi ikan-ikan di laut untuk bertelur serta tumbuh dan berkembang.
Dengan fungsi seperti itu, karang buatan mirip dengan rumpon, yang di pantai Jakarta dibikin dengan
menenggelamkan bus-bus atau becak-becak bekas. Hanya bedanya, terumbu karang buatan memiliki
fungsi-fungsi lain yang lebih kompleks.
Pembangunan terumbu karang buatan di sepanjang pantura bisa merupakan proyek miliaran atau
bahkan triliunan rupiah. Pembuatannya mungkin pekerjaan mudah. Tapi proses penenggelaman dan
penempatannya di laut memerlukan keterlibatan para ahli di bidangnya. Transplantasi atau
pencangkokan karang dilakukan dengan memotong karang hidup, lalu ditanam di tempat lain yang
mengalami kerusakan. Transplantasi karang diharapkan dapat mempercepat regenerasi terumbu
karang yang telah rusak dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang baru yang
sebelumnya tidak ada. Selain itu, kegunaannya juga untuk menambah karang dewasa ke dalam
populasi sehingga produksi larva di ekosistem terumbu karang yang rusak dapat ditingkatkan. Di
Indonesia, saat ini transplantasi karang masih dalam tahap pengkajian, baik dilihat dari aspek ekologi
maupun aspek ekonominya.Beberapa negara memang telah mengembangkan lebih lanjut teknologi
cangkok karang itu, antara lain Australia. Tujuannya, selain untuk rehabilitasi, juga melakukan budi
daya untuk memenuhi kebutuhan pasar akan karang hias. Jenis yang banyak dibudidayakan, antara
lain, karang piring (Heliofungia aktinoformis), karang sarang burung (Seriatopora hystrixs), dan
karang melati.
RUMPON
Kondisi terumbu karang di perairan laut di berbagai lokasi di nusantara dilaporkan sudah mengalami
kerusakan akibat pencarian ikan yang ilegal dan melanggar hokum
seperti bom ikan dan penggunaan pukat. Dimana cara pencarian ikan ini sangat merusak terumbu
karang yang notabene habitat ikan di dasar laut. Jenis ikan konsumsi yang memiliki habitat di karang
yakni ikan kakap dan kerapu menjadi berkurang jumlahnya secara signifikan. Pembuatan rumpon
sebagai rumah tinggal buatan dapat dijadikan salah satu usaha untuk mengembalikan kelestarian
hayati di dasar laut.Rumpon dalam bahasa kelautan adalah karang buatan yang dibuat oleh manusia
dengan tujuan sebagai tempat tinggal ikan. Rumpon merupakan rumah buatan bagi ikan di dasar laut
yang dibuat secara sengaja dengan menaruh berbagai jenis barang di dasar laut secara
kontinyu.Pembuatan rumpon ikan sebenarnya adalah salah satu cara untuk mengumpulkan ikan,
dengan membentuk kondisi dasar laut menjadi mirip dengan kondisi karang – karang alami, rumpon
membuat ikan merasa seperti mendapatkan rumah baru. Meski untuk mengetahui keberhasilanya
dibutuhkan waktu yang tidak sedikit sekitar 3- 6 bulan namun usaha pembuatan rumpon ini
merupakan solusi terbaik meningkatkan hasil perikanan di laut. Kalau anda ingat beberapa tahun yang
lalu pemerintah DKI Jakarta mencemplungkan becak yang dirazia ke laut utara Jakarta, tujuan salah
satunya adalah untuk membuat terumbu karang di dasar laut sebagai rumah tinggal ikan.Rumpon ikan
diberbagai lokasi dibuat dengan memasukkan barang – barang seperti ban, dahan dan ranting dengan
pohonnya sekaligus kedalam laut. Barang – barang tersebut dimasukkan dengan diberikan pemberat
berupa beton, batu – batuan dan lain – lain sehingga posisi dari rumpon tidak bergerak karena arus
laut. Barang – barang yang dimasukkan kedalam laut dapat terus ditambah secara kontinyu untuk
menambah massa rumpon.Pembuatan rumpon selain untuk diambil hasil ikannya untuk keperluan
sendiri, dapat juga disewakan kepada para pemancing laut yang memang mencari kesenangan mencari
ikan di lokasi yang banyak ikannya. Para pemancing yang memang membutuhkan hot spot
memancing yang bagus dapat menyewa pemilik rumpon ini sebagai alternatif memancing yang cukup
gampang, ikan yang dapat dicari adalah jenis ikan kerapu, ikan kakap merah, talang – talang dan lain
– lain. Meski bukan ikan monster namun lumayan sebagai pemuas dahaga mancing
3. Algin (Alginat)
Algin ini didapatkan dari rumput laut jenis algae coklat. Algin ini merupakan polimer dari asam
uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier panjang. Bentuk algin di pasaran banyak dijumpai
dalam bentuk tepung natrium, kalium atau amonium alginat yang larut dalam air.
Kegunaan algin dalam industri ialah sebagai bahan pengental, pengatur keseimbangan, pengemulsi,
dan pembentuk lapisan tipis yang tahan terhadap minyak. Algin dalam industri banyak digunakan
dalam industri makanan untuk pembuatan es krim, serbat, susu es, roti, kue, permen, mentega, saus,
pengalengan daging, selai, sirup, dan puding. Dalam industri farmasi banyak dimanfaatkan untuk
tablet, salep, kapsul, plester, dan filter. Industri kosmetik untuk cream, lotion, sampo, cat rambut,.
Dan dalam industri lain seperti tekstil, kertas, fotografi, insektisida, pestisida, dan bahan pengawet
kayu.
D. Fungsi TON dalam Ekologi Rumput Laut
Rumput laut pertama kali ditemukan hidup secara alami bukan hasil budidaya. Mereka tersebar di
perairan sesuai dengan lingkungan yang dibutuhkannya. Rumput laut memerlukan tempat menempel
untuk menunjang kehidupannya. Di alam tempat menempel ini bisa berupa karang mati, cangkang
moluska, dan bisa juga berupa pasir dan lumpur.
Selain itu rumput laut sangat membutuhkan sinar matahari untuk melangsungkan proses fotosintesa.
Banyaknya sinar matahari ini sangat dipengaruhi oleh kecerahan air laut. Supaya kebutuhan sinar
matahari tersedia dalam jumlah yang optimal maka harus diatur kedalaman dalam
membudidayakannya. Kedalaman idealnya adalah berada 30 - 50 cm dari permukaan air.
Proses fotosintesa rumput laut tidak hanya dipengaruhi oleh sinar matahari saja, tetapi juga
membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang cukup baik makro maupun mikro. Unsur hara ini banyak
didapatkan dari lingkungan air yang diserap langsung oleh seluruh bagian tanaman. Untuk mensuplai
unsur hara ini biasanya dilakukan pemupukan selama budidaya. Untuk membantu menyediakan unsur
hara dalam jumlah yang optimal dan supaya cepat diserap oleh rumput laut ini, maka harus disediakan
unsur hara yang sudah dalam keadaan siap pakai (ionik). Unsur hara ini banyak dikandung dalam
TON (Tambak Organik Nusantara).
TON (Tambak Organik Nusantara), mengandung segala bahan-bahan yang dibutuhkan dalam
pertumbuhan rumput laut. Baik menyediakan unsur hara mikro lengkap, juga menyediakan unsur
makro. Selain itu TON juga akan meningkatkan kualitas rumput laut, karena akan menurunkan tingkat
pencemaran logam berat yang juga akan terserap oleh rumput laut. Jika logam berat ini tidak ada yang
mengikat, maka akan ikut terserap dalam proses absorbsi unsur hara dari rumput laut, sehingga sangat
berbahaya bagi konsumen. Dengan adanya TON, logam berat ini akan terikat dalam bentuk senyawa
dan akan mengendap atau sulit terserap oleh proses absorbsi.
Pertumbuhan rumput laut juga dipengaruhi oleh jumlah oksigen terlarut (DO), salinitas (kadar garam)
dan temperatur. Kandungan Oksigen selain dipengaruhi oleh gerakan air juga dipengaruhi oleh
ketersediaan unsur hara. Sehingga TON juga sangat penting untuk menunjang ketersediaan oksigen di
perairan. Temperatur ideal bagi pertumbuhan rumput laut adalah berkisar 200 - 280 C
Dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah yang optimal dan kondisi lingkungan yang seimbang
karena pengaruh TON, maka kualitas dan kuantitas bahan - bahan yang dikandung oleh rumput laut
juga akan meningkat.
Selain itu, pemakaian TON untuk budidaya rumput laut juga akan membantu mengikat senyawa -
senyawa dan unsur - unsur berbahaya dalam perairan. Senyawa - senyawa dan unsur-unsur ini jika
teradsorbsi dalam sistem metabolisme rumput laut, akan mengganggu pertumbuhan rumput laut dan
juga akan menurunkan kualitas hasilnya. Selain itu jika rumput laut ini akan digunakan untuk bahan
makanan, akan sangat berbahaya bagi yang menkonsumsinya. Kandungan senyawa karbon aktif dari
TON akan sangat membantu untuk mereduksi senyawa-senyawa dan unsur - unsur berbahaya
tersebut.
E. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pemakaian TON (Tambak Organik Nusantara)
Dalam menjalankan budidaya rumput laut, pertama yang harus diperhatikan adalah pemilihan lokasi
budidaya. Sebaiknya lokasi budidaya diusahakan di perairan yang tidak mengalami fluktuasi salinitas
(kadar garam) yang besar dan bebas dari pencemaran industri maupun rumah tangga. Selain itu
pemilihan lokasi juga harus mempertimbangkan aspek ekonomis dan tenaga kerja.Budidaya rumput
laut dapat dilakukan di areal pantai lepas maupun di tambak. Dalam pembahasan sekarang ini kita
akan menekankan pada budidaya di tambak. Hal ini mengingat peran TON yang tidak efektif jika
diperairan lepas (pantai). Untuk budidaya perairan lepas dibedakan dalam beberapa metode, yaitu :
1. Metode Lepas Dasar
Dimana cara ini dikerjakan dengan mengikatkan bibit rumput laut pada tali - tali yang dipatok secara
berjajar - jajar di daerah perairan laut dengan kedalaman antara 30 - 60 cm. Rumput laut ditanam di
dasar perairan.
2. Metode Rakit
Cara ini dikerjakan di perairan yang kedalamannya lebih dari 60 cm. Dikerjakan dengan mengikat
bibit rumput di tali - tali yang diikatkan di patok - patok dalam posisi seperti melayang di tengah -
tengah kedalaman perairan.
3. Metode Tali Gantung
Jika dua metode di atas posisi bibit - bibit rumput laut dalam posisi horizontal (mendatar), maka
metode tali gantung ini dilakukan dengan mengikatkan bibit - bibit rumput laut dalam posisi vertikal
(tegak lurus) pada tali - tali yang disusun berjajar.
Pemakaian TON dengan 3 cara di atas hanya dapat dilakukan dengan sistem perendaman bibit.
Karena jika TON diaplikasikan di perairan akan tidak efektif dan akan banyak yang hilang oleh arus
laut. Metode perendaman bibit dilakukan dengan cara :
Larutkan TON dalam air laut yang ditempatkan dalam wadah .
Untuk 1 liter air laut diberikan seperempat sendok makan (5 - 10 gr) TON dan tambahkan 1 - 2 cc
HORMONIK.
Rendam selama 4 - 5 jam, dan bibit siap ditanam.
Pemakaian TON akan sangat efektif jika diaplikasikan dalam budidaya rumput laut di tambak. Cara
budidaya di tambak ini dapat dilakukan dengan metode tebar. Caranya adalah sebagai berikut :
Kotoran dalam bentuk debu air (lumpur terlarut/ suspended solid) sering melekat pada tanaman,
apalagi pada perairan yang tenang seperti tambak. Pada saat itu, maka tanaman harus digoyang -
goyangkan di dalam air agar tanaman selalu bersih dari kotoran yang melekat. Kotoran ini akan
mengganggu metabolisme rumput laut. Beberapa tumbuhan laut seperti Ulva, Hypea, Chaetomorpha,
dan Enteromorpha sering membelit tanaman. Tumbuhan - tumbuhan tersebut harus segera
disingkirkan dan dipisahkan dari rumput laut agar tidak menurunkan kualitas hasil. Caranya dengan
mengumpulkannya di darat. Bulu babi, ikan dan penyu merupakan hewan herbivora yang harus
dicegah agar tidak memangsa rumput laut. Untuk menghindari itu biasanya dipasang jaring
disekeliling daerah budidaya. Untuk budidaya di tambak di lakukan dengan memasang jaring di
saluran pemasukan dan pengeluaran.
G. Pemanenan
Pada tahap pemanenan ini harus diperhatikan cara dan waktu yang tepat agar diperoleh hasil yang
sesuai dengan permintaan pasar secara kualitas dan kuantitas.
Tanaman dapat dipanen setelah umur 6 - 8 minggu setelah tanam. Cara memanen adalah dengan
mengangkat seluruh tanaman rumput laut ke darat. Rumput laut yang dibudidayakan di tambak
dipanen dengan cara rumpun tanaman diangkat dan disisakan sedikit untuk dikembangbiakkan lebih
lanjut. Atau bisa juga dilakukan dengan cara petik dengan memisahkan cabang - cabang dari tanaman
induknya, tetapi cara ini akan berakibat didapatkannya sedikit keraginan dan pertumbuhan tanaman
induk untuk budidaya selanjutnya akan menurun.
Jika rumput laut dipanen pada usia sekitar satu bulan, biasanya akan diperoleh perbandingan berat
basah dan berat kering 8 : 1, dan jika dipanen pada usia dua bulan biasanya akan didapat
perbandingan 6 : 1. Untuk jenis gracilaria biasanya diperoleh hasil panen sekitar 1500 - 2000 kg
rumput laut kering per- hektarnya. Diharapkan dengan penggunaan TON (Tambak Organik
Nusantara) akan meningkat sekitar 30 - 100 %.
Luas hutan bakau (mangrove) di Indonesia saat ini hanya sekitar 3,2 juta hektar berdasarkan informasi
dari Badan Geospacial dan merupakan 22 persen dari ekosistem sejenis di dunia. Sudah seharusnya
pelestarian hutan mangrove terus diupayakan oleh masyarakat maupun pemerintah untuk tetap
menjaga kekayaan dan keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya untuk menghindari
kerusakan yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan alam. Namun sangat disayangkan dalam
pengelolaan hutan mangrove di Indonesia masih saja terjadi tumpang tindih antara instansi terkait.
Dari informasi yang dilansir oleh AntaraNews, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara)
menyatakan, tumpang tindih dalam hal kewenangan menghambat upaya perlindungan mangrove atau
hutan bakau yang merupakan bagian penting dalam ekosistem di daerah pesisir Indonesia."Selama ini
terjadi tumpang tindih pengelolaan hutan mangrove antar-instansi pemerintah, antara lain
Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Lingkungan
Hidup," kata Sekjen Kiara Abdul Halim, dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa,.
Menurut Abdul Halim, tumpang tindih tersebut yaitu mangrove atau hutan bakau yang dinilai
termasuk bagian dari perspektif kehutanan maka diklaim merupakan kewenangan dari Kementerian
Kehutanan.
Kebijakan pemerintah selama ini juga lebih berbasis pada pengolahan lahan darat, bukan lahan
pesisir. Hutan mangrove selama ini banyak berubah fungsi menjadi lahan tambak, perkebunan sawit
dalam skala besar, area pemukiman dan penebangan liar. Padahal hutan bakau di Indonesia berperan
penting dalam melaksanakan upaya pengurangan emisi karbon. Kerusakan 1 Ha hutan mangrove
dampaknya lebih besar dari kerusakan hutan konvensional kalau dibandingkan setara dengan 3-5 Ha
hutan tropis.(Referensi) Selain itu hutan bakau juga merupakan sumber daya yang penting dalam
menjaga kelangsungan ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai ruang berkembang biaknya sumber
daya ikan, sabuk hijau ketika terjadi bencana, pencegah laju abrasi pantai hingga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar kayu.
Terjadinya tumpang tindih kebijakan berkaitan dengan hutan bakau (mangrove), baik Kementerian
Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Lingkungan Hidup, diharapkan
jangan sampai berlarut-larut di negeri ini. Kebijakan ditingkat kementerian merupakan hal yang
strategis bahkan bisa menjadi acuan bagi siapapun untuk menjalankan kebijakan. Hutan mangrove
bukan saja memiliki kekayaan hayati tapi juga menjadi menarik bagi pengembangan lahan tambak
atau perkebunan, kalau tidak diatur secara jelas dan tegas kebijakan yang berkaitan dengan hutan
bakau ini mungkin persentase hutan bakau (mangrove) di Indonesia akan semakin berkurang akibat
cepatnya ekspansi perkebunan atau tambak masyarakat.
Untuk mencegah agar persoalan di atas tidak berkembang, diperlukan koordinasi dari seluruh elemen
bangsa melalui pendekatan lintas sektor yang lebih koordinatif dengan melibatkan unsur birokrasi,
akademisi, LSM, dunia usaha dan masyarakat luas.