Anda di halaman 1dari 11

Sistem Penyaliran Tambang

          Penyaliran yang diuraikan berikut ini dititikberatkan pada metode atau teknik penanggulangan air pada
tambang terbuka. Penyaliran bisa bersifat pencegahan atau pengendalian air yang masuk ke lokasi penambangan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah kapan cuaca ekstrim terjadi, yaitu ketika air tanah dan air limpasan dapat
membahayakan kegiatan penambangan, oleh sebab itu kondisi cuaca pada tambang terbuka sangat besar efeknya
terhadap aktifitas penambangan. Apabila hal ini sudah diperhitungkan sebelumnya, maka kegiatan penambangan
akan terhindar dari kondisi yang membahayakan tersebut.
Pengertian Sistem Penyaliran Tambang
          Sistem penyaliran tambang adalah suatu metode yang dilakukan untuk mencegah masuknya aliran air ke
dalam lubang bukaan tambang atau mengeluarkan air tersebut.
Pengendalian Air Tambang
          Terdapat dua cara pengendalian air tambang yang sudah terlanjur masuk ke dalam  front penambangan yaitu
dengan sistem kolam terbuka (sump) atau membuat paritan dan adit. Sistem penyaliran dengan membuat kolam
terbuka dan paritan biasanya ideal diterapkan pada tambang open cast atau kuari, karena dapat memanfaatkan
gravitasi untuk mengalirkan air dari bagian lokasi yang lebih tinggi ke lokasi yang lebih rendah. Pompa yang
digunakan pada sistem ini lebih efektif dan hemat.

Metode Penyaliran Tambang


          Penanganan mengenai masalah air tambang dalam jumlah besar pada tambang terbuka dapat dibedakan
menjadi beberapa metode, yaitu:
Mengeluarkan Air Tambang (Mine Dewatering)
          Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke lokasi penambangan. Beberapa metode
penyaliran tambang (mine dewatering) adalah sebagai berikut :
1.    Membuat sump di dalam front tambang (Pit)
          Sistem ini diterapkan untuk membuang air tambang dari lokasi kerja. Air tambang dikumpulkan pada sumuran
(sump), kemudian dipompa keluar. Pemasangan jumlah pompa tergantung pada kedalaman penggalian, dengan
kapasitas pompa menyesuaikan debit air yang masuk ke dalam lokasi penambangan.  

2.    Membuat paritan
            Pembuatan parit sangat ideal diterapkan pada tambang terbuka open cast atau kuari. Parit dibuat berawal
dari sumber mata air atau air limpasan menuju kolam penampungan, langsung ke sungai  atau diarahkan ke selokan
(riool). Jumlah parit ini disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga bisa lebih dari satu. Apabila parit harus dibuat
melalui lalulintas tambang maka dapat dipasang gorong-gorong yang terbuat dari beton atau galvanis. Dimensi parit
diukur berdasarkan volume maksimum pada saat musim penghujan deras dengan memperhitungkan kemiringan
lereng. Bentuk standar melintang dari parit umumnya trapesium.
Penyaliran Tambang (Mine drainage)
          Penyaliran tambang adalah mencegah air masuk ke lokasi penambangan dengan cara membuat saluran
terbuka sehingga air limpasan yang akan masuk ke lubang bukaan dapat langsung dialirkan ke luar lokasi
penambangan. Upaya ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah yang berasal dari sumber air permukaan.
          Beberapa metode penyaliran tambang (mine drainage) adalah sebagai berikut:
a.    Metode Siemens
          Pada setiap jenjang dari kegiatan penambangan dipasang pipa ukuran 8 inch, di setiap pipa tersebut pada
bagian ujung bawah diberi lubang-lubang, pipa yang berlubang ini berhubungan dengan air tanah, sehingga di pipa
bagian bawah akan terkumpul air, yang selanjutnya dipompa ke atas secara seri dan selanjutnya dibuang.

b.    Metode Elektro Osmosis


          Bilamana lapisan tanah terdiri dari tanah lempung, maka pemompaan sangat sulit diterapkan karena adanya
efek kapilaritas yang disebabkan oleh sifat dari tanah lempung itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
diperlukan cara elektro osmosis. Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bila elemen-elemen ini
dialiri listrik, maka air pori yang terkandung dalam batuan akan mengalir menuju katoda (lubang sumur) yang
kemudian terkumpul dan dipompa keluar.
c.    Metode kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah
          Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar didalam tanah guna menampung aliran air dari
permukaan. Beberapa lubang sumur dibuat untuk menyalurkan air permukaan kedalam terowongan bawah tanah
tersebut. Cara ini cukup efektif karena air akan mengalir sendiri akibat pengaruh gravitasi sehingga tidak
memerlukan pompa.

Hal Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang


·        Permeabilitas

          Disamping parameter-parameter lain, permeabilitas merupakan salah satu yang perlu diperhitungkan. Secara
umum permeabilitas dapat diartikan sebagai kemapuan suatu fluida bergerak melalui rongga pori massa batuan.
·        Rencana Kemajuan Tambang

          Rencana kemajuan tambang nantinya akan mempengaruhi pola alir saluran yang akan dibuat, sehingga saluran
tersebut menjadi efektif dan tidak menghambat sistem kerja yang ada.

·        Curah Hujan

          Sumber utama air yang masuk ke lokasi penambangan adalah air hujan, sehingga besar kecilnya curah hujan
yang terjadi di sekitar lokasi penambangan akan mempengaruhi banyak sedikitnya air tambang yang harus
dikendalikan. Data curah hujan biasanya disajikan dalam data curah hujan harian, bulanan, dan tahunan yang dapat
berupa grafik atau tabel.
          Analisa curah hujan dilakukan dengan menggunakan Metode Gumbel yang dilakukan dengan mengambil data
curah hujan bulanan yang ada, kemudian ambil curah hujan maksimum setiap bulannya dari data tersebut, untuk
sampel dapat dibatasi jumlahnya sebanyak n data.

          Dengan menggunakan Distribusi Gumbel curah hujan rencana untuk periode ulang tertentu dapat ditentukan.
Periode ulang merupakan suatu kurun waktu dimana curah hujan rencana tersebut diperkirakan berlangsung sekali.
Penentuan curah hujan rencana untuk periode ulang tertentu berdasarkan Distribusi Gumbel. Untuk itu data curah
hujan harus diolah terlebih dahulu menggunakan kaidah statistik mengingat kumpulan data adalah kumpulan yang
tidak tergantung satu sama lain, maka untuk proses pengolahannya digunakan analisis regresi metode statistik.

Xr = X +(σxσn) . (Yr– Yn)                    ………………….......................           (3.1 )


Keterangan :
Xr = Hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm)
X = Curah hujan rata-rata
σx  = Standar deviasi curah hujan
σn  = Reduced standart deviation, nilai tergantung dari banyaknya data
Yr = Reduced variate, untuk periode hujan tertentu (table 3.2)

Tabel 3.1
Periode ulang hujan untuk sarana penyaliran

Keterangan Periode ulang hujan (tahun)


Daerah terbuka 0–5
Sarana tambang 2- 5
Lereng-lereng tambang dan penimbunan 5- 10
Sumuran utama 10 -25
Penyaliran keliling tambang 25
Pemindahan aliran sungai 100
          Untuk menentukan reduced variate digunakan rumus dibawah ini:

Yt = (-ln⁡(-ln(T-1))T                               ………………….......................           (3.2 )
Keterangan:
Yt = Reduced variate  (koreksi variasi)
T   = Periode ulang (tahun)

          Untuk menentukan koreksi rata-rata digunakan rumus:

Yn = ln(-ln⁡(n+1-m))n+1                           ………………….......................            (3.3 )
Rata-rata Yn, YN = ΣYnN

          Untuk menghitung koreksi simpangan (reduced standar deviation) ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Sn = Σ(Yn-YN)2(n-1)                                  ………………….......................             (3.4)
Keterangan:
Yn      = Koreksi rata-rata
YN      = Nilai rata-rata Yn
n        = Jumlah data

          Untuk menentukan curah hujan rencana digunakan rumus:

CHR = X + SSn(Yt-YN)                    ………………….......................             (3.5)
          Dari hasil perhitungan diperoleh suatu debit rencana dalam satuan mm/hari, yang kemudian debit ini bisa
dibagi dalam perencanaan penyaliran. Selain itu juga harus diperhatikan resiko hidrologi (PR) yang mungkin terjadi,
resiko hidrologi merupakan angka dimana kemungkinan hujan dengan debit yang sama besar angka tersebut,
misalnya 0,4 maka kemungkinan hujan dengan debit yang sama atau melampaui adalah sebesar 40%. Resiko
hidrologi dapat dicari dengan menggunakan rumus:
PR = 1-(1-1TR) TL                                              ………………….......................             (3.6) Keterangan:
PR = Resiko hidrologi
TR = Periode ulang
TL = Umur bangunan

          Besarnya intensitas  hujan yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu tertentu dihitung berdasarkan
persamaan Mononobe, yaitu :
I = R2424 (24t) 2/3                                       ………………….......................             (3.7)
Keterangan :
R24 = Curah hujan rencana perhari (24jam)
I    = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t    = Waktu konsentrasi (jam)

          Hubungan antara derajat curah hujan dan intensitas curah hujan dapat dilihat pada table 3.2

Tabel 3.2
Hubungan Derajat dan Intensitass Curah Hujan

Derajat hujan Intensitas curah hujan Kondisi


(mm/menit)
Hujan lemah 0.02 – 0.05 Tanah basah semua
Hujan normal 0.05 – 0.25 Bunyi hujan terdengar
Hujan deras 0.25 – 1.00 Air tergenang diseluruh
permukaan dan terdengar
>1.00 bunyi dari genangan
Hujan sangat deras Hujan seperti ditumpahkan,
saluran pengairan meluap

Perencanaan Saluran Terbuka

          Pada perencanaan saluran terbuka ada beberapa faktor lapangan yang perlu diperhatikan yaitu :
1.    Catchment area/water deviden
          Catchment area adalah suatu daerah tangkapan hujan yang dibatasi oleh wilayah tangkapan hujan yang
ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon  tertutup dengan pola yang
sesuai dengan topografi dan mengikuti kecenderungan arah gerak air. Dengan pembuatan catchment area maka
diperkirakan setiap debit hujan yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi terendah. Pembatasan  catchment
area dilakukan pada peta topografi, dan untuk merencanakan sistem penyalirannya dianjurkan menggunakan peta
rencana penambangan dan peta situasi tambang.

2.    Waktu konsentrasi
          Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan hujan untuk mengalir  dari titik terjauh ke tempat penyaliran.
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus dari “Kirpich”.

tc = HL                                            ………………….......................             (3.8)
Keterangan :
tc   =  Waktu terkumpulnya air (menit)
L   =  Jarak terjauh sampai titik penyaliran (meter)
H = Beda ketinggian dari titik terjauh sampai ke tempat  berkumpulnya air      (meter)

3.    Saluran Terbuka
          Bentuk penapang saluran yang paling sering digunakan dan umum adalah bentuk trapesium, sebab mudah
dalam pembuatannya, murah, efisien, mudah dalam perawatannya, dan stabilitas kemiringan lerengnya dapat
disesuaikan dengan keadaan daerahnya.
          Setelah diketahui luas penampang bisa ditentukan jari-jari hidrolis dengan Rumus Manning. Untuk bentuk
saluran yang akan dibuat ada beberapa macam bentuk dengan perhitungan geometrinya sebagai berikut :
Table 3.3
Dimensi Penampang basah
Tinggi Faktor
Lebar muka kemiringan
Penampang atas (B) air (y) (x) Luas (A) Keliling (D) Jari-jari hidrolis (R)

b y b.y b + 2h
  - (b. y)/ (b+2y)
 1:1 → x : h
 1:1,5→x=1,5
y
b + 2x y 1:2→x=2y  (b+x)y  b+2y (1+x2) (b+x)y/(b+2y(t+x2)1/2
 
 лD (1-
Ф/180)+
 2(d- (d-  (лD(1-Ф/180)+4(d-
0,5D)tg Ф=cos-1((d- 0,5D)2tg  Л.D(1- 0,5D)ztgФ)/4лD(1-
Ф  d 0,5D)/0.5D) Ф Ф/180) Ф/180)

Perhitungan geometri dari beberapa bentuk saluran terbuka


         
Tabel 3.4
Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan

Bahan Kemiringan dinding saluran


Batu/cadas Hampir tegak lurus
Tanah gambut/peat ¼:1
Tanah berlapis beton ½:1
Tanah bagi saluran yang lebar 1:1
Tanah bagi parit kecil 1,5 : 1
Tanah berpasir lepas 2:1
Lempung berpori 3:1

Tabel 3.5
Sifat-sifat hidrolik pada saluran terbuka

Kemiringan rata-rata dasar saluran Kecepatan rata-rata


(%) (m/det)
Kurang dari 1 0,4
1-2 0,6
2-4 0,9
4-6 1,2
6-10 1,5
10-15 2,4

4.    Air limpasan (run off)

          Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau
atau laut. Dalam neraca air digambarkan hubungan antara curah hujan (CH), evapotranspirasi (ET), air limpasan
(RO), infiltrasi (I), dan perubahan permukaan air tanah (dS), sebagai berikut :
CH = I + ET + RO ± dS                    ………………….......................             (3.9)

          Besarnya air limpasan tergantung dari banyak faktor, sehingga tidak semua air yang berasal dari curah hujan
akan menjadi sumber bagi sistem drainase. Dari banyak faktor, yang paling berpengaruh yaitu :

1.    Kondisi penggunaan lahan


2.    Kemiringan lahan
3.    Perbedaan ketinggian daerah

          Faktor-faktor ini digabung dan dinyatakan oleh suatu angka yang disebut koefisien air limpasan. Penentuan
besarnya debit air limpasan maksimum ditentukan dengan menggunakan Metode Rasional, antara lain sebagai
berikut :

Q = 0,278 × C × I × A                    ………………….......................             (3.10)
Keterangan:
Q = Debit air limpasan maksimum (m3/detik)
C = Koefisien limpasan (Tabel 3.7)
I  = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)

          Penggunaan Rumus Rasional mengasumsikan bahwa hujan merata di seluruh daerah tangkapan hujan, dengan
lama waktu hujan sama dengan waktu konsentrasi.      

Jenis Material

          Jenis material pada areal penambangan berpengaruh terhadap kondisi penyebaran air limpasan karena untuk
setiap jenis dan kondisi material yang berbeda memiliki koefisien materialnya masing-masing. Beberapa perkiraan
koefisien limpasan terlihat pada tabel 3.6:

Tabel 3.6
Beberapa harga koefisien kekasaran manning

Tipe dinding saluran n


Semen 0,010 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0,020
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,020 – 0,030
Gravel 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanami 0,025 – 0,040

Tabel 3.7
Koefisien material dan kecepatan izin aliran

No Material Nilai Kecepatan aliran (m/det)


n Air jernih Air keruh
1 Pasir halus koloida 0.020 0.457 0.672
2 Lanau kepasiran non koloida 0.020 0.534 0.762
3 Lanau non koloida 0.020 0.610 0.914
4 Lanau alluvial non koloiada 0.020 0.610 1.067
5 Lalau kaku 0.020 0.672 1.067
6 Debu vulkanis 0.020 0.672 1.067
7 Lempung kompak 0.025 1.143 1.525
8 Lanau alluvial, koloida 0.025 1.143 1.524
9 Kerikil halus 0.025 0.672 1.524
10 Pasir kasar non koloida 0.030 1.143 1.524
11 Pasir kasar koloida 0.025 1.129 1.829
12 Batuan D 20 mm 0.028 1.340 1.9
13 Batuan D 50 mm 0.028 1.980 2.4
14 Batuan D 100 mm 0.030 2.810 3.4
15 Batuan D 200 mm 0.030 3.960 4.5
16 Tanah berumput 0.030 - 2
17 Pasangan batau 0.017 - 5
18 Tembok diplester 0.010 - 5

Perencanaan Sump

          Sump merupakan kolam penampungan air yang dibuat untuk menampung air limpasan, yang dibuat
sementara sebelum air itu dipompakan serta dapat berfungsih sebagai pengendap lumpur. Tata letak  sump akan
dipengaruhi oleh sistem drainase tambang yang disesuaikan dengan geografis daerah tambang dan kestabilan lereng
tambang.

Perencanaan Sistem Pemompaan

1.    Tipe sistem pemompaan


          Sitem pemompaaan dikenal ada beberapa macam tipe sambungan pemompaan yaitu :
a.    Seri
Dua atau beberapa pompa dihubungkan secara seri maka nilai  head akan bertambah sebesar jumlah head masing-
masing sedangkan debit pemompaan tetap.
b.    Pararel
Pada rangkaian ini, kapasitas pemompaan bertambah sesuai dengan kemampuan debit masing-masing pompa
namunhead tetap. Kemudian untuk kebutuhan pompa ada dua hal yang perlu untuk diperhatikan

2.    Batas Kapasitas Pompa


          Batas atas kapasitas suatu pompa pada umumnya tergantung pada kondisi berikut ini :
a.    Berat dan ukuran terbesar yang dapat diangkut dari pabrik ke tempat pemasangan.
b.    Lokasi pemasangan pompa dan cara pengangkutannya.
c.    Jenis penggerak dan cara pengangkatannya.
d.    Pembatasan pada besarnya mesin perkakas yang dipakai untuk mengerjakan bagian-bagian pompa
e.    Pembatasan pada performansi pompa.

3.    Pertimbangan ekonomi
          Pertimbangan ini menyangkut masalah biaya, baik biaya investasi untuk pembangunan instalasi maupun biaya
operasi dan pemeliharaannya.
4.    Julang total pompa
          Julang total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan jumlah air seperti direncanakan, dapat
ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa. Julang total pompa dapat ditulis sebagai berikut :
         
Ht=hc+  hv+hf+  hI                ………………….......................             (3.11 )
Keterangan :
Ht         = Julang total pompa (m)
hc         = Julang statis total (m)
hv         = Velocity head (m)
hf                = Julang gesek (m)
hI          = Jumlah belokan (m)

a.    Julang statis (static head)


            Adalah kehilangan energi yang disebabkan oleh perbedaan tinggi antara tempat penampungan dengan
tempat pembuangan.

hc  = h2 – h1                                   ………………….......................             (3.12 )


Dimana :
h2 = Elevasi air keluar
h1 = Elevasi air masuk

b.    Julang kecepatan (velocity head)


            Julang kecepatan adalah kehilangan yang diakibatkan oleh kecepatan air yang melalui pompa.

hv  = (     v22  ×g  )                                    ………………….......................             (3.13)                       


Dimana :
v = Kecepatan air yang melalui pompa (m/detik)
g = Gaya gravitasi (m/detik)

c.    Julang kerugian gesek dalam pipa


            Untuk menghitung julang kerugian gesek didalam pipa dapat dipakai salah satu dari dua rumus berikut ini :
V = C . Rp. Sq                                                    ………………….......................              (3.14)
Atau
hf = λ. LD . v22g                                    ………………….......................              (3.15)
Keterangan :
v          =  Kecepatan rata-rata aliran didalam pipa (m/dtk)
C,p,q     =  Koefisien-koefisien
R          = Jari-jari hidrolik (m)
S          = Gradien hidrolik
hf                = Julang kerugian gesek dalam pipa (m)
λ          = Koefisien kerugian gesek
g          = Percepatan gravitas (ms-2)
L          = Panjang pipa (m)
D          = Diameter pipa (m)

            Selanjutnya untuk aliran turbulen julang kerugian gesek dapat dihitung dengan berbagai rumus empiris.
i. Rumus Darcy
              Dengan cara Darcy, maka koefisien kerugian gesek (λ) dinyatakan sebagai berikut:

        λ = 0,020 + 0,0005D              ………………….......................              (3.16)


            Rumus ini berlaku untuk pipa baru dari besi cor. Jika pipa telah dipakai selama bertahun-tahun, harga
koefisien kerugian gesek (λ) akan menjadi 1,5 sampai 2 kali harga barunya.
ii.    Rumus Hazen-Williams
            Rumus ini pada umumnya dipakai untuk menghitung kerugian  head  dalam pipa yang relatif sangat panjang.

V = 0,849CR0,63S0,54                           ………………….......................              (3.17)
Atau
Hf  = 10,666.Q1,85x  LC1,85  D4,85                      ………………….......................             (3.18)
Keterangan :
hf  = Julang kerugian (m)
v   = Kecepatan rata-rata didalam pipa (m/s)
C  = Koefisien (table 3.9 )
R  = Jari-jari hidrolik (m)
S  = Gradien hidrolik (S=hfL )Q  = Laju Aliran ( m3/s)
L   = Panjang pipa

Tabel 3.8
Kondisi pipa dan harga koefisien (Formula Hazen-William)
Jenis Pipa C
Pipa besi cor baru 130
Pipa besi cor tua 100
Pipa baja baru 120-130
Pipa baja tua 80-100
Pipa dengan lapisan semen 130-140
d.    Julang kerugian dalam jalur pipa
Pipa dengan lapisan terarang batu 140
            Dalam aliran melalui jalur pipa, kerugian
juga akan terjadi apabila ukuran pipa, bentuk penampang atau arah aliran berubah. Kerugian ditempat-tempat
transisi yang demikian ini dapat dinyatakan secara umum dengan rumus:
 hf  = n. f. v22g                        ………………….......................              (3.19)
Keterangan :
v   = kecepatan rata-rata di dalam pipa (m/s)
f     = Koefisien kerugian
g   = Percepatan gravitasi (9.8m/dtk 2)
hf  = Julang kerugian (m)

            Cara menentukan harga koefisien kerugian (f) untuk berbagai bentuk transisi pipa akan diperinci seperti
dibawah ini:

          Jika kecepatan aliran (v) setelah masuk pipa, maka harga koefisien kerugian dari rumus (3.17) untuk berbagai
bentuk ujung masuk pipa menurut Weisbach adalah sebagai berikut:
f = 0,5               ………………..…………………………………………………….  (i1)
f = 0,25              ……………..……………………………………………………….  (i2)
f = 0,06 (untuk r kecil) sampai       …………...……………………………….  (i3)
f = 0,005 (untuk r besar)        ……..…………………………………………….  (i4)
f = 0,56               …………...………………………………………………………… (i5)
f = 3,0 ( untuk sudut tajam) sampai
f  = 1,3 (untuk sudut 45)        …………………...……………………………….  (i6)
f = fi + 0,3 cos θ + 0,2 cos 2θ, dimana  fi adalah koefisien bentuk dari ujung masuk dan mengambil harga (i1) sampai
(i6) sesuai dengan bentuk yang dipakai.

          Bila ujung pipa isap yang berbentuk lonceng dan tercelup dibawah permukaan air maka harga f  berkisar antara
0,2 sampai 0,4. Terdapat dua macam belokan, yaitu belokan lengkung dan belokan patah. Untuk belokan lengkung
digunakan rumus:

f = [0,131 + 1,847 (D/2R)3,5] (θ90 )0,5           ……….........................            (3.20)


            Dari percobaan Weisbach dihasilkan rumus yang umum dipakai untuk belokan patah adalah:

f = 0,946 sin2.θ/2 + 2,047 sin4.θ/2            .………….........................         (3.21)


keterangan :

f    = Koefisien kerugian
R = Jari-jari lengkung belokan
θ  = Sudut belokan
e.    Daya poros dan efisiensi pompa
       e.i Daya air
Daya air adalah energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa    persatuan waktu. Daya air (Pw) dapat
dihitung dengan menggunakan Rumus:

              Pw = γ. Q . H                      ………….........................            (3.22)

Keterangan:
γ = Bobot isi air (kN/m3)
Q = Kapasitas (m3/detik)
H = Julang total (m)
Pw = Daya air (kW)

e.ii Daya poros


Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan pompa adalah sama dengan daya air ditambah kerugian daya di
dalam pompa. Daya poros (P) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
P = Pwηρ                          ………………….......................              (3.23)
Keterangan:
ηρ = Efesiensi pompa
P   = Daya poros

            Efesiensi pompa untuk pompa-pompa jenis khusus harus diperoleh dari pabrik pembuatnya.

Settling Pond
            Berfungsi sebagai tempat menampung air tambang sekaligus untuk mengendapkan partikel-partikel padatan
yang ikut bersama air dari lokasi penambangan, kolam pengendapan ini dibuat dari lokasi terendah dari suatu
daerah penambangan, sehingga air akan masuk ke settling pond secara alami dan selanjutnya dialirkan ke sungai
melalui saluran pembuangan.
            Dengan adanya settling pond, diharapkan air yang keluar dari daerah penambangan sudah bersih  dari
partikel padatan sehingga tidak menimbulkan kekeruhan pada sungai atau laut sebagai tempat pembuangan akhir.
Selain itu juga tidak menimbulkan pendangkalan sungai akibat dari partikel padatan yang terbawa bersama air.
          Bentuk settling pond biasanya hanya digambarkan secara sederhana, yaitu berupa kolam berbentuk empat
persegi panjang, tetapi sebenarnya dapat bermacam-macam bentuk disesuaikan dengan keperluan dan keadaan
lapangannya. Walaupun bentuknya dapat bermacam-macam, namun pada setiap settling pond akan selalu ada 4
zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan. Keempat zona tersebut adalah :

1. Zona masukan  (inlet)


          Merupakan tempat masuknya air lumpur kedalam settling pond dengan anggapan campuran padatan-cairan
yang masuk terdistribusi secara seragam.

2. Zona pengendapan  (settlement zone)


          Merupakan tempat partikel padatan akan mengendap. Batas panjang zona ini adalah panjang dari kolam
dikurangi panjang zona masukan dan keluaran.

3. Zona endapan lumpur (sediment)


          Merupakan tempat partikel padatan dalam cairan (lumpur) mengalami sedimentasi dan terkumpul di bagian
bawah kolam.

4. Zona keluaran  (outlet)


          Merupakan tempat keluaran buangan cairan yang jernih. Panjang zona ini kira-kira sama dengan kedalaman
kolam pengendapan, diukur dari ujung kolam pengendapan.
Ukuran Settling Pond
            Untuk menentukan dimensi settling pond dapat dihitung berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
1.    Diameter partikel padatan yang keluar dari kolam pengendapan tidak lebih dari 9 x 10 -6 m, karena akan
menyebabkan pendagkalan dan kekeruhan sungai.
2.    Kekentalan air
3.    Partikel dalam lumpur adalah material yang sejenis
4.    Kecepatan pengendapan material dianggap sama
5.    Perbandinga dan cairan padatan diketahui

            Luas settling pond dapat dihitung dengan menggunakan rumus:


A = QtotalV                           ….………………….......................              (3.24)
Keterangan:
A     = Luas settling pond  (m2)
Qtotal = Debit air yang masuk settling pond (m3/detik)
V     = Kecepatan pengendapan (m/dtk)
Perhitungan Prosentasi Pengendapan

            perhitungan prosentase pengendapan  ini bertujuan untuk mengetahui kolam pengendapan yang akan dibuat
dapat berfungsih untuk mengendapkan partikel padatan yang terkandung dalam air limpasan tambang. Untuk
perhitungan, diperlukan data-data antara lain (%) padatan dan persen (%) air yang terkandung dalam lumpur
            Waktu yang dibutuhkan partikel untuk mengendap dengan kecepan (V) sejauh (h) adalah:
tv = hV(detik)                                 ………………….......................              (3.25)
Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam pengendapan dengan kecepatan (Vh) adalah:
 Vh = QtotalA                                    ………………….......................              (3.26)
Th = PVh (detik)                                ………………….......................             (3.27)
            Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap dengan baik jika (tv) tidak lebih besar dari (th).
Persentase pengendapan = th(th+tv)  x 100%   …………….....................         (3.28)

Anda mungkin juga menyukai