Anda di halaman 1dari 19

MATEMATIKA INDUSTRI I

APLIKASI INTEGRAL DALAM EKONOMI DAN KETEKNIKAN

Disusun oleh:

Nama : Faisal Hernawan

NIM : 125100301111064

No. Absen : 20

Kelas :P

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2012
I. Pengertian Integral
Integral merupakan kebalikan dari turunan (differensial) oleh karena itu
integral disebut juga anti differensial/antiderivative. Integral dibagi menjadi 2
jenis yaitu, integral tentu dan integral tak tentu.
a. Integral tentu adalah integral yang mempunyai batas atau nilai tertentu,
Misal f fungsi yang didefinisikan pada [a,b], f dikatakan terintegralkan

n b
lim ∑ f ( xi ) Δx i ∫ f ( x)dx
pada [a,b] jika |P|→0 i=1 ada, selanjutnya a

disebut Integral Tentu (Integral Riemann) f dari a ke b, dan didefinisikan

b n
∫ f ( x)dx lim ∑ f ( xi ) Δxi
a = |P|→0 i=1 .

Teorema Dasar Kalkulus memberikan kemudahan untuk menghitung


Integral Tentu, sebagai berikut :

Misal f kontinu pada [a,b] dan F sebarang anti turunan f, maka


b

∫ f ( x)dx
a = F(b) – F(a)

Selanjutnya ditulis F(b) – F(a) =


[ F ( x)]ba
b. Integral tak tentu adalah integral yang belum memiliki nilai pasti (dalam
bentuk variabel). integral tak tentu juga biasa dikatakan sebagai invers dari
turunan umumnya.
Fungsi F dikatakan anti turunan dari fungsi f pada selang I jika F’(x) =

f(x) untuk semua x di I. Notasi : F(x) = ∫ f(x) dx


Aplikasi hitung integral dalam bidang ekonomi diantaranya mencari fungsi
asal dari fungsi marginalnya (fungsi turunannya). Seperti mencari fungsi
penerimaan total dari fungsi penerimaan marginal, fungsi biaya total dari biaya
marginal. Mencari fungsi konsumsi dari fungsi konsumsimarginal, fungsi
tabungan dari fungsi tabungan marginal dan fungsi kapital dari fungsi
investasi. Penentuan fungsi asal dari fungsi marjinalnya yang dikemukakan di atas
merupakan aplikasi integral yang tak tentu dalam bidang ekonomi.

II. Aplikasi Integral Dalam Ekonomi

Integral tak tentu digunakan untuk mencari persamaan fungsi total dari suatu
variabel ekonomi apabila persamaan fungsi marginalnya diketahui. Karena fungsi
marginal pada dasarnya merupakan turunan dari fungsi total, maka dengan proses
sebaliknya yaitu integrasi dapat dicari fungsi asal dari fungsi turunan (fungsi
total).

Macam-macam penerapan integral tak tentu dalam ekonomi :

A.      Fungsi Biaya

Biaya total (TC) adalah integral biaya marginal (MC) :

F (Q) = ʃ f(Q) dQ

TC = ʃ MC dQ

Dan Biaya rata-rata (AC) :

AC = TC/Q

Contoh:

Diketahui suatu perusahaan fungsi biaya marginalnya MC = 12Q-9Q2, maka


carilah fungsi biaya total dan biaya rata-rata dimana  c ( konstanta ) sebesar 4 ?

TC       = ∫ MC dQ
= ∫ 12Q – 9Q2 dQ

= 6Q2 – 3Q3 + c

Jika c   = 4

TC       = 6Q2 – 3Q3 + 4

AC       = TC / Q

= 6Q – 3Q2 + 4/Q

Analisa : Dari perhitungan di atas maka dapat diketahui bahwa fungsi biaya total
adalah TC = 6Q2 – 3Q3 + 4 dan fungsi biya rata-rata adalah AC = TC / Q = 6Q –
3Q2 + 4/Q.

B.     Fungsi Penerimaan

Penerimaan total (TR) adalah integral dari penerimaan marginal (MR).

F(Q) = ∫ f(Q) dQ

TR = ∫ MR dQ
Contoh :

Diketahui MR suatu perusahaan adalah 15Q2 + 10Q – 5. Tentukan penerimaan


totalnya (TR), jika c = 0 ?

TR       = ∫ MR dQ

= ∫ 15Q2 + 10Q – 5 dQ

= 5Q3 + 5Q2 – 5Q + c

jika c    = 0

TR       = 5Q3 + 5Q2 – 5Q


C.     Fungsi Produksi

1. Produk Total : P = f(Q), dimana P = keluaran dan  Q = masukan


2. Produk Marginal : MP = P’ = dP / dQ = f’(Q)
3. Produk Total adalah integral dari produk marginal.

P = ʃ MP dQ ‘ ʃf’ dQ

Contoh :

Diketahui produk marginalnya 2Q2 + 4, maka produk totalnya jika c = 0 ?

P          = ∫ MP dQ

= ∫ 2Q2 + 4

= 2/3 Q3 + 4Q + c

jika c    = 0

P          = 2/3 Q3 + 4Q

Analisa : Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa fungsi total produksi
adalah P = 2/3 Q3 + 4Q.

D. Fungsi Utilitas
Utilitas total : U = f(Q)
Utilitas marjinal : MU = U1 = dU/dQ = f1 (Q)
Utilitas total tak lain adalah integral dari utilitas marjinal

U = ∫ MU dQ = f1 (Q) dQ

Penyelesaian dari masalah yang tersebut diatas:


Utilitas total: U = ∫ MU dQ
= ∫ (90 – 10Q) dQ
= 90Q – 5Q2
Seperti halnya produk total dan penerimaan total, disinipun konstanta k = 0, sebab
tak ada kepuasan atau utilitas yang diperoleh seseorang jika tak ada barang yang
dikonsumsi.

E.     Fungsi Konsumsi dan Fungsi Tabungan

Dalam ekonomi makro, konsumsi (C) dan tabungan (S) dinyatakan dalam
fungsional terhadap pendapatan nasional (Y).

Berdasarkan kaidah integrasi, konsumsi (C) adalah integral dari MPC dan
tabungan (S) adalah integral dari MPS.

C = ʃMPC dY = F(Y) + c

S = ʃMPS dY = G(Y) + c

1. k = a = Autonomous Consumption : konsumsi otonom menunjukkan


besarnya konsumsi nasional pada saat Pendapatan Nasional sebesar nol
2. k = a =  Autonomous Saving : Tabungan otonom menunjukkan besarnya
tabungan nasional pada saat Pendapatan Nasional sebesar nol (0).
3. MPC (Marginal Propensity to Consume) : Perbandingan antara besarnya
perubahan konsumsi (∆C) dengan perubahan Pendapatan Nasional (∆Y)
yang mengakibatkan adanya perubahan konsumsi tersebut.
4. MPS (Marginal Propensity to Saving) : Perbandingan antara besarnya
perubahan saving (∆S) dengan perubahan Pendapatan Nasional (∆Y) yang
mengakibatkan adanya perubahan konsumsi tersebut.

Keterangan :

MPC < 1, menunjukkan sebagian besar penggunaan


tambahan pendapatan digunakan  untuk menambah besarnya konsumsi,
sedangkan sisanya yaitu sejumlah  kecil merupakan tambahan tabungan.
MPC > ½, menunjukkan lebih dari 50 % pendapatan yang diperoleh digunakan
untuk  konsumsi.

MPC selalu positif, karena jika pendapatan naik, konsumsi akan naik.

Contoh :

Dimana C = ∫ MPC dY = ½ dY + c, bila pendapatan = 0 dan konsumsi


autonomsnya adalah 50, maka fungsi konsumsi, tabungan dan Pendapatan
Nasionalnya adalah…

Jawab :

C         = ∫ MPC dY

= ∫½ dY

= ½Y + 50

S          = Y – ( ½ Y + 50 )

= Y – 50 – ½Y

S          = ½ Y – 50

Atau

S          = Y – C

S          = ∫ MPS dY

= ∫ ½ dY

= ½Y – 50

Y          = C + S

Y          = ( ½ Y + 50 ) + ( ½ Y – 50 )
Analisa : Dari perhitungan di atas dapat kita ketahui bahwa fungsi konsumsi
adalah C = ½Y + 50, fungsi tabungan adalah S = ½ Y – 50, dan fungsi pendapatan
nasionalnya adalah Y = ( ½ Y + 50 ) + ( ½ Y – 50 ).

III. Aplikasi Integral Dalam Keteknikan


Penerapan integral dalam keteknikan diantaranya yakni teknik sipil, dalam
menentukan luas daerah, volume benda putar dan pusat massa.

A. Luas Daerah Bidang Rata

Terdapat dua cara menghitung luas daerah bidang rata ini, yaitu dengan
mempartisi daerah secara vertikal atau secara horisontal. Jika mempartisi secara
vertikal, bentuk integralnya dalam dx dan mempartisi secara horisontal bentuk
integralnya dy. Sebuah daerah yang dibatasi oleh kurva pertama di bagian atas
dan kurva kedua di bagian bawah akan lebih mudah jika diselesaiakan dengan
cara mempartisi secara vertikal. Demikian juga untuk daerah yang dibatasi oleh
kurva pertama di sebelah kanan dan kurva kedua di sebelah kiri lebih mudah
diselesaikan dengan cara mempartisi secara horisontal.

xi y = f(x)

f(xi)-g(xi) y = g(x)

a b
x

xi

Gambar.1 Penghitungan Luas dengan Partisi Vertikal

Pada gambar Gambar.1 diperlihatkan sebuah daerah yang dibatasi oleh kurva f(x)
di bagian atas dan kurva g(x) di bagian bawah, sedangkan sebelah kiri dibatasi
oleh garis x = a dan sebelah kanan dibatasi oleh garis x = b. Karena kurva yang
membatasinya di bagian atas dan bawah, digunakan cara yang pertama, yaitu
mempartisi secara vertikal.

Daerah yang berwarna gelap adalah partisi ke-i. Misalnya daerah yang dibatasi
oleh kurva f(x), kurva g(x), garis x = a, dan garis x = b disebut L. Maka, luas
partisi ke-i adalah ∆ Li sehingga

n n
L=∑ ∆ Li=∑ ( f ( x i )−g( x i )) ∆ x i
i =1 i=1

Jika n → ∞, ∆ x i →0 . Jadi,

n b
L= lim ∑ ( f ( x i )−g( xi )) ∆ x i=∫ ( f ( x )−g (x)) dx
∆ x i →0 i=1 a

Contoh 1. Tentukan luas daerah bidang rata yang dibatasi oleh kurva dengan
persamaan y=x 3−3 x 2−x +3, sumbu x, garis x = -1, dan garis x = 2!

y x=2

xi

y = x 3−3 x 2−x+ 3

-1 3 x

-y

xi

Gambar.2 Penggunaan Partisi Vertikal

Berdasarkan gambar Gambar.2, penghitungan luas daerah digunakan cara pertama


yaitu mempartisi secara vertikal. Penghitungannya dibagi dua bagian berdasarkan
perbedaan rumus luas partisi, yaitu bagian pertama luas daerah pada nilai x antara
−1 ≤ x ≤1 dan bagian kedua luas daerah pada 1 ≤ x ≤2 . Bagian pertama, luas
partisinya adalah yx dan bagian kedua, luas partisinya adalah - yx. Jadi, luas
seluruh daerah di atas adalah

1 2
23
L=∫ ( x3 −3 x2 −x+3 ) dx+∫ −( x3 −3 x 2−x +3 ) dx =
−1 1 4

Contoh 2. Tentukan luas daerah bidang rata yang dibatasi oleh kurva dengan
persamaan y=x 4 dan y=2 x−x 2 !

Sketsa daerah ini pada bidang xy, sebagai berikut

y2 = x 4

xi

y1 – y2

y1 = 2 x−x 2

Gambar.3 Contoh Penggunaan Partisi Vertikal

Titik potong kedua kurva di titik (0, 0) dan titik (1, 1). Jadi, batas integralnya
adalah 0 dan 1. Berdasarkan gambar G.3 penghitungan luas daerah digunakan
cara pertama yaitu mempartisi secara vertikal, dengan 1uas partisi (y1 – y2) x
sehingga luas seluruh daerah di atas adalah

1
7
L=∫ ( 2 x−x 2−x 4 ) dx =
0 15

Contoh 3. Tentukan luas daerah bidang rata yang dibatasi oleh kurva dengan
persamaan y 2=4 x dan 4 x−3 y=4 !

y
4 x−3 y=4

x1 – x2 y 2=4 x

yi

Gambar.4 Contoh Penggunaan Partisi Horisontal

Titik potong kedua kurva di titik (1/4, -1) dan titik (4, 4). Pada gambar G.4,
penghitungan luas daerah digunakan cara kedua yaitu mempartisi secara
horisontal sehingga batas integralnya adalah -1 dan 4. Luas partisinya adalah (x1
– x2) y sehingga luas seluruh daerah di atas adalah

4 4
3 y +4 y 2 125
L=∫ ( x1 −x2 ) dy =∫
−1 −1
( 4

4 )
dy=
24

B. Volume Benda Putar

Terdapat tiga bagian bahasan dalam integral ini, yaitu metode cakram, metode
cincin, dan metode kulit tabung. Seperti ketika menghitung luas daerah,
menghitung volume juga menggunakan pendekatan partisi. Untuk bagian pertama
dan kedua digunakan pendekatan rumus volume tabung atau cakram sebagai
berikut.

n
V ≈ ∑ A (x́ i) ∆ x i , x i−1 ≤ x́ i ≤ x i
i=1

A( x́ i ) adalah luas penampang benda pada partisi ke-i dan ∆ x i adalah lebar partisi
ke-i. Jika sebelah kiri dibatasi oleh garis x = a dan sebelah kanan dibatasi oleh
garis x = b dan n → ∞ , diperoleh

n b
V = lim ∑ A ( x́ i) ∆ x i=∫ A(x )dx
∆ x i →0 i =1 a
Rumus di atas diperoleh jika mempartisi secara vertikal. Namun jika mempartisi
secara horisontal maka bentuk integralnya dalam dy.

a. Metode Cakram

Contoh 1.

Tentukan volume benda putar yang dibentuk oleh daerah R yang dibatasi oleh
kurva y= √ x , sumbu x, dan garis x = 4 jika R diputar mengelilingi sumbu x !

Sketsa daerah R pada bidang xy, sebagai berikut

xi y= √ x

0 x 4 x

Gambar.5 Daerah R

Daerah R diputar mengelilingi sumbu x, diperoleh benda putar

x y= √ x

0 4 x
x

Gambar.5 Daerah R diputar mengelilingi sumbu x

Gambar G.5 menunjukan daerah dengan sebuah jalur pemotongan (partisi). Jika
daerah ini diputar mengelilingi sumbu x, daerah ini membentuk sebuah benda
putar (gambar G.6) dan jalur ini membentuk sebuah cakram yang volumenya
didekati (diaproksimasi) oleh volume tabung dengan tinggi tabung ∆ x dan jari-

jari alas tabung √ x . Jadi, volume tabung ini adalah ∆ V ≈ π ( √ x )2 ∆ x . Jika volume
tabung-tabung ini dijumlahkan dan diintegralkan, diperoleh volume benda putar

4 4
x2
V =π ∫ x dx=π
0
[ ]
2 0
=8 π ≈ 25,13.

Contoh 2.

Tentukan volume benda putar yang dibentuk oleh daerah D yang dibatasi oleh
kurva y=x 3, sumbu y, dan garis y = 3 diputar mengelilingi sumbu y !

y y = x3

√3 y
y

0 x

y

x
Gambar.6 Daerah D diputar mengelilingi sumbu y

Dalam kasus ini, lebih mudah y digunakan sebagai variabel pengintegralan atau
mempartisi benda secara horisontal. Volume partisi adalah volume tabung dengan
tinggi ∆ y dan jari-jari alas tabung √3 y . Jadi, volume tabung ini adalah
3 2
∆V ≈ π(√ y) ∆ y

maka volume benda putar yang dibentuk oleh daerah D adalah

3 2 5 3 3

0
3 3
5 0
[ ]
9 9
V =π ∫ y dy=π y 3 =π √ ≈ 11,76.
5

b. Metode Cincin

Metode ini digunakan jika partisi volumenya berupa cakram yang di tengahnya
terdapat lubang atau berupa cincin.

Contoh 3.

Tentukan volume benda putar yang dibentuk oleh daerah A yang dibatasi oleh
kurva y=x 2, dan y 2=8 x diputar mengelilingi sumbu x!

y y = x2

4 y= √8 x

√8 x

x x2

0 x
Gambar.7 Daerah A

Gambar.8 Daerah A diputar mengelilingi sumbu x

Seperti sebelumnya, dalam proses penghitungan volume benda putar ini


digunakan metode potong menjadi jalur-jalur, kemudian diaproksimasi dan
diintegralkan. Volume cincin dengan tebal x, jari-jari luar √ 8 x dan jari-jari
dalam x 2 adalah

2 2
∆ V ≈ π [ ( √ 8 x ) − ( x2 ) ] ∆ x

maka volume benda putar yang dibentuk oleh daerah A dengan sumbu putar
sumbu x adalah

2 2
8 x2 x5 48 π
0
4
V =π ∫ ( 8 x−x ) dx =π
2 [

5 0
=
5 ]
≈ 30,16

c. Metode Kulit Tabung

Untuk beberapa kondisi, metode ini lebih mudah digunakan dari pada metode
cakram atau metode cincin. Sebuah kulit tabung adalah sebuah benda yang
dibatasi oleh dua tabung lingkaran tegak yang sumbu simetrinya berimpit. Jika
jari-jari tabung dalam adalah r1 dan jari-jari tabung dalam adalah r2 , sedangkan
tinggi tabung h maka volume tabung adalah

V =π ( r 22−r 21 ) h

¿ π ( r 2+ r 1 )( r 2−r 1 ) h
¿2π ( r 2+r )h ( r −r )
2
2 1

Jadi, V = 2 . (rata-rata jari-jari).(tinggi).(tebal) = 2 rh r.

Contoh 4. Tentukan volume benda putar yang dibentuk oleh daerah B yang
dibatasi oleh kurva

1
y= , sumbu x, garis x = 1, dan garis x = 4 diputar mengelilingi sumbu y!
√x

y= f(x)

x

x x

Gambar. 9 Daerah B

Tebal kulit tabung yang dihasilkan setelah daerah B diputar adalah x, jari-jarinya
x, sedangkan tingginya y. Karena y = f(x), diperoleh volume kulit tabung yaitu

∆ V ≈ 2 πxf ( x) ∆ x

Jadi, volume benda putar yang dibentuk oleh daerah B dengan sumbu putar
sumbu y adalah jumlah semua kulit-kulit tabung yang terbentuk dari x = 1 hingga
x = 4.

4 4 1 3 4
V =2 π ∫ x
1
1
√x 1
2
dx =2 π ∫ x 2 dx=2 π x 2 =
3 1
28 π
3 [ ]
≈ 29,32.

C. Pusat Massa (Centroid)

Pusat massa pada sebuah garis lurus adalah titik tengah garis lurus tersebut,
sedangkan pada bidang rata beraturan seperti segitiga, persegi, maupun jajaran
genjang adalah titik tengah bidang (untuk persegi dan jajaran genjang merupakan
titik perpotongan diagonal-diagonalnya). Secara khusus untuk lingkaran, pusat
massanya adalah titik pusat lingkaran.

Penentuan pusat massa seperti di atas adalah dengan asumsi garis atau bidang ini
memiliki massa yang homogen. Jadi, massa tidak menentukan atau memengaruhi
posisi pusat massa. Dengan kata lain, garis atau bidang yang memiliki massa
yang homogen, pusat massanya berimpit dengan pusat geometrinya (centroid-
nya).

Pembahasan pusat massa ini dikhususkan untuk bidang yang memiliki massa yang
homogen. Karena bidang-bidang yang beraturan tidak membutuhkan integral
untuk menentukan pusat massanya, pembahasan hanya untuk bidang yang tidak
beraturan.

Lamina homogen adalah lempeng tipis yang rata dengan kepadatan massa, ,
konstan. Jadi, lamina homogen merupakan bidang rata yang memiliki massa yang
homogen. Perhatikan ilustrasi dari sebuah lamina pada gambar berikut ini!

y y = f(x)

xi

y = g(x)

½( f(xi) + g(xi))
x
a b

xi

Gambar.10 Penentuan Pusat Massa dengan Partisi Vertikal

Titik hitam di tengah-tengah partisi adalah pusat massa dari partisi. Pusat massa
partisi ke-i adalah (xi , ½( f(xi) + g(xi))). Pusat massa lamina adalah jumlah semua
momen dari partisi dibagi massa lamina. Misalnya m adalah massa sebuah
partisi maka m adalah massa lamina. Karena ∆ m=δ ( f ( x )−g (x) ) ∆ x, diperoleh

b
m=δ ∫ ( f ( x )−g(x ) ) dx
a

Misalnya Mx dan My berturut-turut adalah momen sebuah partisi terhadap
sumbu x dan momen sebuah partisi terhadap sumbu y maka

∆ M y =xδ ( f ( x )−g(x ) ) ∆ x

dan

1 δ
∆ M x = ( f ( x )+ g (x) ) δ ( f ( x )−g(x) ) ∆ x = ( f 2 ( x ) −g 2 ( x) ) ∆ x .
2 2

Maka Mx dan My adalah momen lamina terhadap sumbu x dan momen lamina
terhadap sumbu y, yaitu

b b
δ
My=δ ∫ x ( f ( x ) −g( x) ) dx dan Mx= ∫ ( f 2 ( x )−g2 (x )) dx
a 2 a

Jadi, pusat massa lamina adalah ( x́ , ý ) dengan

My Mx
x́= dan ý=
m m

Karena  konstan, dapat diabaikan dalam penghitungan.

Contoh: Tentukan pusat massa dari daerah yang dibatasi oleh kurva y=x 3 dan
y= √ x !
Sketsa daerah ini pada bidang xy, sebagai berikut

y2 = x 3

xi y1 = √ x

y=
x

Gambar.11 Contoh Penentuan Pusat Massa dengan Partisi Vertikal

1 1 3
Dari gambar G.13 diperoleh y= ( y1 + y 2 ) = ( √ x + x ). Jadi,
2 2

∫ x ( √ x−x 3 ) dx
0 12
x́= 1
=
25
∫ ( √ x−x 3 ) dx
0

dan

∫ 12 ( √ x + x 3 ) ( √ x −x3 ) dx
0 3
x́= 1
=
7
∫ ( √ x−x3 ) dx
0

DAFTAR PUSTAKA

Dumairy.1995. Matematika Terapan Untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta :


BPFE

Retsa.2006. Aplikasi Integral dalam Teknik Sipil. Jakarta : Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai