Akhir
Akhir
LAPORAN AKHIR
SKEMA PENELITIAN TERAPAN
i
ABSTRAK
Menurut WHO (2013), TB Paru sebagai urutan kedua penyebab kematian dan telah
menginfeksi 9,4 juta orang dan membunuh 1,7 juta orang di dunia setiap tahun. Indonesia
menempati peringkat kedua tertinggi dengan jumlah insiden TB tertinggi di dunia, 391 per
100.000 penduduk (WHO, 2017). International Diabetes Federation (2012) melaporkan
penderita DM berisiko 2,5 kali untuk berkembang menjadi TB Paru disbanding yang tidak
DM. Tujuan penelitian adalah menganalisa pengaruh sosiodemografi (umur, jenis kelamin,
pendidikan, status perkawinan, status ekonomi), dan kondisi penderita DM (pengetahuan,
lama menderita DM, kontak terhadap TB, IMT) terhadap terjadinya TB Paru. Penelitian
dilaksanakan di Puskesmas Glugur Darat, Puskesmas Sering dan Puskesmas PB Selayang di
Kota Medan dengan disain kasus-kontrol. Populasi kasus adalah semua penderita DM
dengan TB Paru yang tercatat di Puskesmas Glugur Darat, Sering dan PB Selayang di Kota
Medan. Kontrol adalah semua penderita DM tanpa TB Paru. Sampel diambil secara
consecutive sampling masing-masing 54 kasus dan kontrol, data dianalisa dengan uji chi-
square dan OR. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh riwayat kontak dan IMT
penderita DM terhadap kejadian TB Paru. Disarankan Penderita DM yang memiliki anggota
keluarga TB BTA (+) sebaiknya menggunakan masker setiap hari untuk mencegah
terjadinya penularan TB, olahraga teratur dalam menjaga berat badan ideal untuk
mengurangi Kadar Gula Darah yang tinggi.
ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa terselesaikannya
laporan laporan akhir dengan Judul “Analisa Faktor Risiko Tuberkulosis Paru Pada
Penderita Diabetes Mellitus”. Tim peneliti berterima kasih kepada semua pihak yang sudah
berkenan bekerja sama dalam penyusunan laporan ini. Banyak bantuan yang telah diberikan
mulai dari tahap awal penelitian, administrasi di lapangan, hingga laporan ini terselesaikan.
Secara khusus tim peneliti berterima kasih kepada Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan dana penelitian melalui TALENTA dengan skema penelitian Terapan Nomor:
4167/UN5.1.R/PPM/2019 tanggal 01 April 2019.
Selain itu, tim peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Badan Penelitian dan
Pengembangan Kota Medan dan Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin
untuk terlaksananya penelitian ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak
Puskesmas Kota Medan yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini, khususnya
bagian penanggulangan TB Paru. Terima kasih juga kepada mahasiswa FKM USU yang
telah membantu terlaksananya penelitian ini dalam pengumpulan, entri dan analisa data.
Tim peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyajian
laporan ini. Oleh karena itu dengan kerendahan hati kami menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan laporan ini.
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Menurut Siddiqui, dkk (2014), terdapat pengaruh umur (p<0,001), pendidikan
(p<0,003), status perkawinan (p<0,001) dan penurunan berat badan (p<0,003) terhadap
resiko terjadinya TB Paru dan TB Ekstra Paru.
Berdasarkan data Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan,
diketahui jumlah penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru rawat inap pada tahun
2017 sebanyak 124 orang. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi risiko
terjadinya TB Paru pada penderita DM. Sampai saat ini belum ada penelitian yang
menjelaskan risiko terjadinya TB Paru pada penderita DM di puskesmas.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Tuberkulosis
Penderita TB paru BTA (+) dapat menularkan kepada orang disekitarnya terutama
kontak erat dengan penderita. Pada waktu batuk atau bersin penderita menyebarkan kuman
ke udara dalam bentuk droplet nuklei. Partikel yang mengandung kuman bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa waktu (Hassan dkk, 2007). Faktor yang memengaruhi
terjadinya infeksi TB Paru menurut Alsagaff, 2005 antara lain ; Harus ada sumber infeksi,
banyaknya jumlah basil sebagai penyebab infeksi dan lamanya terpajan, virulensi dari basil
TB, daya tahan tubuhyang memungkinkan basil TB berkembang biak. Keadaan ini sangat
berhubungan erat dengan faktor genetika, lingkungan, nutrisi serta pekerjaan.
3
penderita DM, seperti penebalan epitel alveolar dan lamina basalis kapiler paru yang
merupakan akibat sekunder dari komplikasi mikroangiopati(Wijaya, 2015). Media yang baik
bagi Mycobacterium tuberculosis untuk tumbuh, hidup, dan berkembang biak adalah karena
kondisi tingginya kadar gula darah pada penderita DM. Penurunan jumlah T-helper1 (Th1)
sitokin yang terjadi pada penderita DM berperan sangat penting dalam mengontrol dan
menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis. Hal ini menyebabkan penderita DM
rentan terserang Mycobacterium tuberculosis (Endrasari, 2011).
International Diabetes Federation (2012) menyatakan penderita DM berisiko lebih
tinggi 2,5 kali berkembang menjadi Tuberkulosis dibanding yang tidak DM. WHO (2016)
menyatakan, DM memperburuk perjalanan klinis TB Paru, dan TB Paru dapat memperburuk
kontrol glikemik. Selain itu, penderita dengan DM dan TB memerlukan masa pengobatan
yang lebih lama untuk respons terhadap terapi anti-TB. Penderita dengan DM dan TB aktif
juga lebih cenderung terjadinya TB-MDR (Foong, 2010).
Salah satu upaya pencegahan primer untuk memutuskan rantai penularan TB dapat
dilakukan dengan mengontrol secara baik kadar gula darah dan menjaga imunitas tubuh pada
penderita DM sehingga penderita DM tidak terserang TB Paru. Agar masyarakat dapat
menerima intervensi tersebut, maka pendidikan dan promosi kesehatan perlu dilakukan
(Kemenkes RI, 2014).
1. Usia
Penyakit TB Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif, yaitu
15-50 tahun. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi demografi, menyebabkan usia
harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut, lebih dari 55 tahun sistem
imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit,
termasuk penyakit TB Paru. Prevalensi TB paru pada DM cenderung meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Nasution melaporkan 37,2% pasien DM dengan TB paru di
RSUP H. Adam Malik Medan termasuk dalam kelompok usia 51 – 60 tahun.
2. Jenis Kelamin
Nasution melaporkan bahwa sebagian besar (63,8%) dari penderita DM dengan TB
Paru adalah laki-laki. Penderita DM laki-laki mempunyai risiko 2 kali lebih tinggi
menjadi TB Paru dibandingkan dengan pasien DM wanita (Fauziah dkk, 2016).
3. Pendidikan
4
4. Status Perkawinan
Menurut Siddiqui, dkk (2014), ada pengaruh status perkawinan terhadap
terjadinya TB Paru pada penderita DM. Dari 50 orang penderita TB dengan DM sebanyak
45(90%)telah menikah dan selebihnya belum menikah dan cerai (p<0,001).
5. Status Ekonomi
Karakteristik status ekonomi tersebut berkaitan dengan ketersedian finansial untuk
memperoleh pengobatan. DM merupakan penyakit kronis yang pengobatannya sangat
mahal dan memerlukan pengobatan seumur hidup serta perawatan diri untuk mencapai
kualitas hidup yang tinggi (Ross, dkk., 2010).
6. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif adalah domain yang sangat penting dalam terbentuknya
tindakan seseorang. Seseorang mengadopsi perilaku,ia harus tahu terlebih dahulu apa arti
atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya (Notoadmojo, 2003).
7. Lama Menderita DM
Berdasarkan Survei di Philadelpia (USA) mengungkapkan, TB Paru terdapat pada
17% pasien yang telah terkena DM lebih dari 10 tahun dibandingkan dengan 5% pasien
yang terkena DM kurang dari 10 tahun. Menurut penelitian Wijayanto di RSUP
Persahabatan didapati hasil ada hubungan bermakna antara lama menderita DM dengan
kejadian TB Paru pada penderita DM dengan nilai p<0,05 dan nilai OR sebesar 23,136
(95% CI: 4,654-11).
9. IMT
Status gizi merupakan keadaan atau tingkat kesehatan seseorang pada waktu tertentu
akibat pangan pada waktu sebelumnya. Kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam
tubuh akan berpengaruh pada daya tahan tubuh. Apabila keadaan gizi menjadi buruk,
maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit sehingga dapat meningkatkan
risiko TB Paru (Soedjadji, 2005).
5
2.6 Alur Penelitian
Road MapPenelitian:
6
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3. 1 Tujuan Khusus
Penelitian ini memberikan data dasar resiko terjadinya TB Paru pada penderita
DM berdasarkan sosiodemografi, pengetahuan, lama menderita DM, kontak dengan
penderita TB dan IMT. Penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk
upayastrategi menurunkan resiko TB Paru pada penderita DM di puskesmas.
7
BAB 4
METODE PENELITIAN
Puskesmas Sering, Glugur Darat, PB Selayang, Sunggal, Medan Deli dan Simpang
Limun di Kota Medan yang telah ditetapkan sebagai puskesmas percontohan
penanggulangan DM tahun 2019.
4.3.1 Populasi
Populasi adalah semua penderita DM dewasa (≥18 tahun) yang tercatat di Puskesmas
Sering, Glugur Darat dan PB Selayang. Populasi kasus adalah semua penderita DM dengan
TB Paru, sedangkan populasi kontrol adalah semua penderita DM tanpa TB Paru.
4.3.2 Sampel
Sampel kasus adalah penderita DM dengan TB Paru yang sedang mengikuti
program pengobatan TB/yang sudah sembuh di Puskesmas Sering, Glugur Darat dan PB
Selayang.
Kriteria inklusi kasus :
1. Penderita DM dengan TB Paru yang tidak mengalami komplikasi penyakit berat lainnya.
8
1. Penderita DM tanpa TB Paru yang tidak mampu untuk diwawancarai.
Besar sampel pada penelitian menggunakan rumus case control study (Lemeshow, et
al, 1997) sebagai berikut. Berdasarkan penelitian sebelumnya diperoleh pengaruh peubah
pada penderita DM terhadap kejadian TB Paru : tingkat pendidikanOR=203,83;sosial
ekonomi OR=3,19;lama penyakit DM 24,34; penyakit penyerta OR=11,14; kontak langsung
dengan penderita TB Paru OR=478,31. Untuk perhitungan sampel diambil OR terkecil yaitu
3,19.
n = {Z1-∝/2√[2P2(1-P2)]+ Z1-β√P1(1-P1)+P2(1-P2)] }2
(P1-P2) 2
n = besar sampel minimum
𝑍1−2∝ = Tingkat kemaknaan pada CI 90% (10% =1,46)
𝑍1−𝛽 = Tingkat kemaknaan pada CI 90% (10% =1,28 )
P1 = Proporsi paparan pada kelompok kasus
P2 = Proporsi paparan pada kelompok kontrol
P1-P2 = taksiran selisih proporsi
Maka dibutuhkan 44 sampel sebagai kasus dan 44 sampel sebagai kontrol. Sampel
pada penelitian ini ditambah 10 sebagai sampel dan 10 sebagai kontrol. Sehingga sampel
dari penelitian ini yaitu 54 sebagai kasus dan 54 sebagai kontrol.
Dilakukan dengan cara consecutive sampling yaitu diambil dari penderita yang
datang berobat ke Puskesmas Padang Bulan, Sering dan Teladan sampai terpenuhi jumlah
sampel yang ditetapkan.
9
4.4 Rancangan Penelitian
Keterangan:
Penderita DM dengan TB Paru : Kasus
Penderita DM tanpa TB Paru : Kontrol
1. Penderita DM dengan TB Paru adalah penderita pada saat kunjungan 1 bulan terakhir
yang tercatat di status penderita mempunyai kadar gula sewaktu ≥ 200 mg/dldarah yang
disertai dengan TB Paru yang ditetapkan oleh Puskesmas Padang Bulan, Sering dan
Teladan.
2. Penderita DM tanpa TB Paru adalah penderita pada saat kunjungan 1 bulan terakhir
yang tercatat di status penderita mempunyai kadar gula sewaktu ≥ 200 mg/dl darah
tanpa TB Paru yang ditetapkan oleh Puskesmas Padang Bulan, Sering dan Teladan.
3. Usia adalah usia responden yang dihitung sampai dengan dilakukannya penelitian
melalui wawancara langsung (sesuai ulang tahun terakhir). Usia dikategorikan menjadi
dua, yaitu:
1. ≤ 60 tahun
2. > 60 tahun
4. Jenis kelamin adalah ciri biologis tertentu yang dimiliki penderita DM dengan TB
Paru dan tanpa TB Paru yang yang membedakan penderita satu dengan yang lainnya
yang tercatat dalam laporan puskesmas. Jenis kelamin dikategorikan menjadi dua,
yaitu :
1. Laki-laki
2. Perempuan
5. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah dicapai oleh
penderita DM dengan TB Paru dan tanpa TB Paru. Pendidikan dikategorikan atas:
1. Rendah (Tidak sekolah/tidak tamat Sekolah Dasar (SD) sampai tamat SMP)
2. Tinggi (SMA sampai Akademi/Perguruan tinggi).
6. Pengetahuan adalah pengetahuan responden tentang DM dengan TB Paru berdasarkan
jawaban yang berasal dari kuesioner. Pengetahuan diukur menggunakan skala
pengukuran sistem skoring dan pembobotan. Pertanyaan yang akan dijawab oleh
responden dengan memberikan skor jawaban. Kemudian pengetahuan dikategorikan
menjadi :
10
1. Pengetahuan tinggi jika skor ≥ median
2. Pengetahuan rendah jika skor < median
7. Lama menderita adalah lamanya waktu penderita mengalami penyakit DM dengan
TB Paru dan tanpa TB Paru. Lama menderita dikategorikan atas :
1. Baru : ≤3 tahun
3. Lama : > 3 tahun
8. Kontak dengan penderita adalah adanya hubungan penderita DM dengan penderita TB
Paru. Kontak dengan penderita dikategorikan atas (Febrian, 2015):
1. Riwayat kontak positif
2. Riwayat kontak negatif
9. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah rasio berat badan (kg) dengan tinggi badan (m2).
IMT dikategorikan atas:
1. Kurus : <18
2. Normal : 18-25
3. Gemuk : > 25
Dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji coba dan
dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Meminta persetujuan dari komite etik kesehatan.
Selanjutnya dilaksanakan pengumpulan data pengumpul data adalah mahasiswa FKM USU
yang telah dilatih sebelumnya. Data yang dikumpulkan adalah data :
1. Sosio demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) dan kondisi penderita
DM dan DM TB di Puskesmas Kota Medan
2. Pengetahuan penderita DM dan DM TB di Puskesmas Kota Medan
3. Lama menderita DM penderita DMdan DM TB di Puskesmas Kota Medan
4. Riwayat kontak dengan penderita TB Paru
5. IMT penderita DM dan DM TB di Puskesmas Kota Medan
11
Bagan Alir Penelitian
12
BAB 5
HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui proporsi responden yang berumur ≤60
tahun cenderung tinggi pada kelompok kasus sebanyak 70,4% dan kelompok kontrol
sebanyak 55,6%, sedangkan responden yang berumur >60 tahun pada kelompok kasus
sebanyak 29,6% dan kelompok kontrol sebanyak 44,46%. Berdasarkan hasil analisis uji
statistik didapatkan nilai p= 0,163 yang berarti tidak ada pengaruh umur terhadap kejadian
TB Paru pada penderita DM. Hal ini sejalan dengan penelitan Lusiani (2017) yang meneliti
faktor risiko manisfestasi TB paru pada penderita DM tipe 2 di Surabaya tahun 2017
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh bermakna umur terhadap kejadian TB Paru pada
pasien DM (p=1,000). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penularan TB Paru dapat
berisiko pada kelompok umur ≤60 tahun maupun >60 tahun pada penderita DM. Hal ini
sesuai dengan sifat TB paru yang dapat menularkan secara langsung dari pasien TB BTA(+)
dengan menyebarkan kuman TB ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).
Berdasarkan data Kemenkes (2018) didapatkan bahwa penderita TB paru terjadi pada semua
kelompok umur mulai dari bayi hingga umur lansia.[13]
Tabel 2. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap kejadian TB Paru pada penderita DM
Status Responden
Jenis OR(95% CI) p
Kelamin Kasus Kontrol
f % f %
Laki-laki 28 51,9 19 35,2 1,984
0,120
(0,916-4,296)
Perempuan 26 48,1 35 64,8
Total 54 100 54 100
Berdasarkan tabel diatas dapat ketahui bahwa proporsi responden berdasarkan jenis
kelamin laki-laki cenderung tinggi pada kelompok kasus sebesar 51,9% dan pada kelompok
kontrol sebesar 35,2% sedangkan responden perempuan cenderung rendah pada kelompok
kasus sebesar 48,1% dan tinggi pada kelompok kontrol sebesar 64,8%. Berdasarkan hasil
analisis uji statistik didapatkan nilai p= 0,120 yang berarti tidak ada pengaruh jenis kelamin
terhadap kejadian TB Paru pada penderita DM. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
13
Nasr dkk (2016) di Mesir menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
jenis kelamin terhadap kejadian TB paru pada penderita DM (p=0,86).[14] Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang
siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin dan memiliki kesempatan yang sama terhadap
infeksi TB paru.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa proporsi responden tidak bekerja
pada kelompok kasus sebesar 53,7% dan pada kelompok kontrol sebesar 68,5%, sedangkan
responden yang bekerja pada kelompok kasus sebesar 46,3% dan pada kelompok kontrol
sebesar 31,5%. Berdasarkan hasil uji analisis statistik didapatkan nilai p=0,167 yang berarti
tidak ada pengaruh pekerjaan terhadap kejadian TB Paru pada penderita DM. Hal ini berbeda
dengan penelitian Hapsari (2017) yang menyatakan bahwa ada hubungan pekerjaan dengan
kejadian TB paru pada penderita DM tipe 2 (p=0,022) dan penderita DM yang tidak bekerja
memiliki risiko 3,297 menderita TB Paru dibandingkan dengan penderita diabetes melitus
tipe 2 yang bekerja.[15] Pekerjaan menjadi ukuran tingkat sosio ekonomi serta masalah
kesehatan seseorang, karena pekerjaan merupakan sumber penghasilan yang mempengaruhi
14
sosioekonomi dan status gizi seseorang. Pemenuhan gizi yang tidak baik memungkinan
kondisi tubuh seseorang akan rentan terkena penyakit dan menurunkan status imunitas
tubuh. Pada kondisi lingkungan yang buruk seseorang dengan status gizi buruk akan rentan
tertular oleh penyakit infeksi, terutama penyakit tuberkulosis paru. Sedangkan pada
penelitian ini pekerjaan tidak berpengaruh terhadap terjadinya TB pada penderita DM
kemungkinan karena respondennya adalah yang berobat ke puskesmas yang menggunakan
BPJS sehingga berada pada kelompok sosioekonomi dan status gizi yang relatif homogen
baik pada kasus maupun pada kontrol.
Berdasarkan tabel diatas dapat ketahui bahwa proporsi responden yang baru
menderita pada kelompok kasus sebesar 37% dan pada kelompok kontrol sebesar 29,6%,
sedangkan responden yang lama menderita pada kelompok kasus sebesar 63% dan pada
kelompok kontrol sebesar 70,4%. Berdasakan hasil analisis uji statistik didapatkan nilai
p=0,540 yang berarti tidak ada pengaruh lama menderita DM terhadap kejadian TB Paru.
Hasil penelitian Lusiani (2019) yang meneliti faktor risiko TB Paru pada penderita DM tipe
2 dengan mengelompokkan lama menderita DM 1-10 tahun dan >10 tahun menyatakan
15
bahwa tidak ada hubungan lama menderita DM dengan kejadian TB paru pada penderita
DM.[17] Meskipun pada penelitian ini tidak ada pengaruh lama menderita DM terhadap
kejadian TB namun pada tabel diatas dapat dilihat proporsi lama menderita >3 tahun lebih
banyak pada kasus (63%). Hal ini menunjukkan bahwa lama menderita DM dapat
memperburuk daya tahan tubuh penderita DM sehingga dapat menimbulkan hiperglikemi
kronis akibat defisiensi insulin baik relative maupun absolute. Daya tahan tubuh yang
lemah pada penderita DM ditambah dengan tidak dilakukannya pengontrolan kadar gula
yang baik maka peluang pernyakit lain menyerang pada penderita DM cenderung lebih
besar.
Berdasarkan tabel diatas dapat ketahui bahwa proporsi responden yang memiliki
riwayat kontak dengan penderita Tb paru cenderung tinggi pada kelompok kasus sebesar
25,9% dan pada kelompok kontrol 7,4%, sedangkan pada penderita yang tidak ada riwayat
kontak dengan penderita pada kelompok kasus sebesar 74,1% dan pada kelompok kontrol
sebesar 92,6%. Berdasakan hasil analisi uji statistik didapatkan nilai p=0,02 yang berarti ada
pengaruh riwayat kontak penderita DM terhadap kejadian TB Paru. Didapatkan nilai
OR=4,375 (CI : 1,336-14,330) yang berarti penderita DM yang memiliki riwayat kontak
memiliki risiko 4,3 kali lebih besar menderita TB Paru dibandingkan dengan penderita DM
yang tidak memiliki riwayat kontak. Hal ini sejalan dengan penelitian Hermiaty dkk
(2015)yang meneliti faktor risiko terjadinya TB pada penderita DM Tipe 2 menyatakan
bahwa ada pengaruh yang signifikan riwayat kontak TB Paru terhadap kejadian TB Paru
pada pasien DM Tipe 2 (p=0,000). [18]
Tabel 8. Pengaruh IMT Penderita DM terhadap Kejadian TB Paru
Status Responden
OR(95% CI) p
IMT Kasus Kontrol
f % f %
3,5
Kurus/Normal 42 77,8 27 50 0,005
(1,520-8,062)
Gemuk 12 22,2 27 50
Total 54 100 54 100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa proporsi responden yang memiliki
IMT kurus/normal pada kelompok kasus sebesar 77,8% dan kontrol 50%, sedangkan
responden yang memiliki IMT gemuk pada kelompok kasus sebesar 22,2% dan pada
kelompok kontrol sebesar 50%. Berdasakan hasil analisi uji statistik didapatkan nilai
p=0,005 yang berarti ada pengaruh indeks massa tubuh penderita DM terhadap kejadian Tb
paru dan didapatkan nilai OR=3,5 (1,520-8,062) yang berarti penderita DM yang
16
kurus/normal memilki risiko 3,5 terkena TB dibandingkan dengan penderita yang indeks
massa tubuhnya gemuk. Berdasarkan penelitian yang ditemukan dilapangan, penderita kasus
(DM TB) menyatakan bahwa mereka memiliki berat badan gemuk sebelum menderita TB
Paru. Namun setelah menderita TB Paru berat badan mereka menurun secara drastis yang
menjadikan mereka memiliki indeks massa tubuh yang kurus/normal.
a. Luaran Wajib
Judul Luaran Status Target Capaian Keterangan (url dan
(accepted, published, nama jurnal, penerbit,
Jenis Luaran
terdaftar atau granted, url paten, keterangan
atau status lainnya) sejenis lainnya)
Publikasi The Risk of 1 Indian Journal of
artikel di Pulmonary TB Public Health
jurnal Infection among Research &
internasional Diabetes Mellitus Development
Patient in Medan
Health Center
2019
Luaran Tambahan
Judul Luaran Status Target Keterangan (url dan
Capaian (accepted, nama jurnal,
Jenis Luaran published, terdaftar penerbit, url paten,
atau granted, atau keterangan sejenis
status lainnya) lainnya)
Pemakalah Analysis Of 1 ICOOSOP
dalam Sociodemography
konferensi And Knowledge Of
Internasional Diabetics Mellitus
On The Risk Of
Pulmonary
Tuberculosis
Incidence
17
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Tidak ada pengaruh sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) .
penderita DM terhadap kejadian TB Paru.
2. Tidak ada pengaruh pengetahuan penderita DM terhadap kejadian TB Paru.
3. Ada pengaruh riwayat kontak penderita DM terhadap kejadian TB Paru.
4. Ada pengaruh IMTpenderita DM terhadap kejadian TB Paru.
6.2 Saran
1. Penderita DM yang memiliki anggota keluarga TB BTA (+) sebaiknya menggunakan
masker setiap hari untuk mencegah terjadinya penularan TB.
2. Penderita DM diharuskan olahraga teratur dalam menjaga berat badan ideal untuk
mengurangi Kadar Gula Darah yang tinggi.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
185-194
16. Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 2008. EkonominKesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
17. Lusiani .(2019). Faktor Risiko Terjadinya Manifestasi TB Paru Pada Penderita DM
Tipe 2 Dengan Tes Mantoux Positif. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Edisi Khusus
2019l; http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM
18. Hermiaty dkk .(2015). Analisis Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Tb Paru Pada Pasien
Dm Tipe 2 Di Rs Ibnu Sina Makassar.Vol 5 No 2 (2017). https://e-
journal.unair.ac.id/JBE/article/view/4503/3896
20
LAMPIRAN
Indonesia ranks second highest with the highest number of TB incidents in the world, 391 per 100,000 inhabitants (WHO,
2017). International Diabetes Federation (2012) reported that DM sufferers risk 2.5 times to develop into
pulmonary TB than those who do not DM. Research objectives analyze sociodemography influences and
knowledge of Pulmonary TB. The study was case control. Location of the research in 6 Puskesmas Medan
city (Sering, GlugurDarat, PB Selayang, Sunggal, Medan Deli and SimpangLimun). Case samples are DM
sufferers with Pulmonary TB and control samples are the DM sufferers who are following the TB treatment
program in the health center, respectively 54 for case samples and control. Data was analyzed by chi-square
test. The results showed no influence between age (p = 0.163), gender (p = 0.120), education (p = 0,234),
occupation (p = 0,167), knowledge (p = 0,846) of pulmonary TB incidence in DM sufferers.
Acknowledgement
Thanks to the Talent Research Institute of North Sumatera University who has given the research fund with the contract
number: 4167/UN 5.1. R/PPM/2019 dated 01 April 2019.
21
Background than those without DM, which is 2.5
According to WHO (2013), TB times.
disease is the second leading cause of Based on data from the Central
death that has infected 9.4 million people General Hospital (RSUP) of H. Adam
and killed 1.7 million people worldwide Malik Medan, it is known that the number
each year. Indonesia ranks second highest of people with type 2 diabetes with
with the highest number of TB incident complications of pulmonary TB
cases in the world, at 391 per 100,000 hospitalization in 2017 was 124 people.
population (WHO, 2017). There were So far there has been no research
22,627 TB sufferers in North Sumatra that explains the risk of pulmonary TB in
Province in 2013. patients with DM in puskesmas. For that
Based on Rachmawati N (2015) in we need to know the factors that influence
the polyclinic of internal medicine Prof. the risk of pulmonary TB in people with
Dr. SoerojoMagelang, the average fasting DM.
blood sugar level 75.3% is bad and Research purposes
postprandial sugar level 90.5% is also bad. To analyze the influence of
All patients did not regularly check sociodemography and knowledge of
people with DM on the occurrence of
HbA1c levels.
pulmonary TB Research Objectives
Patients with Diabetes Mellitus Research methods
(DM) are more at risk of suffering from This study is a longitudinal
pulmonary TB than without DM. observational study with case-control
Hyperglycemia in people with DM causes design. Cases were DM patients with
impaired neutrophil and monocyte pulmonary TB while controls were DM
function which affects chemotactic patients without pulmonary TB. The
population of all adult DM sufferers (≥18
function, phagocytosis and decreased
years old) registered at the
bacterial killing power. According to PuskesmasSering, GlugurDarat, PB
Santos BR (2013), decreased Selayang, Sunggal, Medan Deli and
immunologic response in a person SimpangLimun. The case population was
facilitates the development of infectious all DM patients with pulmonary TB, while
diseases including Mycobacterium the control population was all DM patients
tuberculosis. without pulmonary TB. Case samples are
DM patients with pulmonary TB who are
Based on Magee's research (2011)
currently attending a TB treatment
shows that in countries with a high DM program / who have recovered and are
prevalence, it is also followed by a high registered at the PuskesmasSering,
TB prevalence. This has an impact on the GlugurDarat, PBSelayang. Sunggal,
increasing health burden. The Medan Deli and SimpangLimun. The
International Diabetes Federation (2012) control sample was DM sufferers who
reports that people with DM are at a were taking medication and were recorded
at the health center. The sample size in
higher risk for developing pulmonary TB this study with 90% CI, power 1-β = 80%,
22
case control ratio 1: 1, OR = 3.19, performed a chi-square test to assess the
obtained 108 samples, 54 each for case degree of significance (p) and OR to
and control samples. Data collection determine the effect of independent
techniques conducted interviews using a variables on the dependent variable.
questionnaire that has been tested and
tested for validity and reliability testing Results and Discussion
and visited each patient's house according Based on the results of the study,
to the address recorded at the health the risk factors for pulmonary tuberculosis
center. The analysis was carried out using in diabetics as follows:
univariate analysis by presenting
frequency distribution data of proportions
from cases and controls. Bivariate analysis
23
risk in the age group ≤60 years or> 60 in Tambaksari District, Surabaya, which
years in people with DM. This is in stated that there was no effect of education
accordance with the nature of pulmonary on the incidence of pulmonary TB in
TB which can be transmitted directly from patients with DM (p = 0.608). [15] This is
smear TB patients (+) by spreading TB different from the results of
germs into the air in the form of sputum Juwatiningsih's research (2013), which
droplets (droplet nuclei). Based on data states that the variable that influences the
from the Ministry of Health (2018), it is risk of pulmonary TB infection in patients
found that pulmonary TB sufferers occur with DM is the level of education (OR =
in all age groups ranging from infants to 203,836) with a p value <0.05. It can be
the elderly. concluded that education is not a risk
By sex, know that the proportion factor for pulmonary TB in patients with
of respondents based on male sex is higher DM.
in the case group by 51.9% and in the Based on work, it can be seen that
control group by 35.2% while female the proportion of respondents not working
respondents tend to be low in the case in the case group was 53.7% and in the
group by 48.1% and high in the control control group was 68.5%, while the
group by 64.8%. Based on the results of respondents who worked in the case group
the statistical test analysis, the value of were 46.3% and in the control group by
p=0.120 means that there is no influence 31.5%. Based on the results of the
of sex on the incidence of pulmonary TB statistical analysis test, the value of
in patients with DM. The results of this p=0.167 means that there is no effect of
study are in line with the study of Nasr et work on the incidence of pulmonary TB in
al (2016) in Egypt stating that there was patients with DM. This is different from
no significant effect of sex on the the study of Hapsari (2017) which states
incidence of pulmonary TB in DM that there is a work effect on the incidence
patients (p=0.86). The results of this study of pulmonary TB in patients with type 2
indicate that pulmonary TB is an DM (p = 0.022) and DM patients who do
infectious disease that can attack anyone not work have a risk of 3,297 suffering
without knowing the sex and have the from pulmonary TB compared with
same opportunity in people with DM. patients with type 2 diabetes mellitus who
work . Work is a measure of
Based on education it can be seen socioeconomic level and a person's health
that the proportion of respondents with problems, because work is a source of
higher education is higher in the case income that affects a person's
group by 68.5% and in the control group socioeconomic and nutritional status.
by 55.6%, while respondents with low Fulfillment of nutrition that is not good
education in the case group by 31.5% and allows the condition of a person's body
in the control group by 44.4%. Based on will be vulnerable to disease and reduce
the results of the statistical analysis test p the body's immune status. In poor
value = 0.234 which means there is no environmental conditions, a person with
influence between education on the poor nutritional status will be vulnerable
incidence of pulmonary TB in patients to contracting infectious diseases,
with DM. This is in line with the research especially pulmonary tuberculosis.
of Hapsari (2017) who conducted a study Whereas in this study the work had no
24
effect on the occurrence of TB in patients were in the socioeconomic group and
with DM, possibly because the relatively homogeneous nutritional status
respondents were those seeking treatment both in cases and controls..
at the puskesmas using BPJS so that they
From the table above shows that no occupational effect on the incidence of
the proportion of respondents with low pulmonary TB in DM patients (p=0.167),
knowledge in the case group is 40.7% and there was no effect of knowledge on the
in the control group is 44.4%, while incidence of pulmonary TB in patients
respondents who are knowledgeable in the with DM (p = 0.84)
case group are 59.3% and in the control
group are 55.6%. Based on the results of References
the statistical test analysis p value = 0.846
which means there is no influence Hapsari (2017). Hubungan Sosioekonomi
between knowledge of the incidence of Dan Gizi Dengan Risiko
pulmonary TB in patients with DM. This Tuberkulosis Pada Penderita Dm
shows that between high and low Tipe 2.Jurnal Berkala Epidemiologi,
knowledge have the same chance of TB Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm.
occurrence. In this study respondents who 185-194
suffer from DM are patients who seek International Diabetes Federation .(2012).
treatment at the Health Center where they Diabetes and Tuberculosis.Diabetes
get the same information from puskesmas Atlas.Sixth edition.Diakses 25
staff about the knowledge and risk of TB Januari, 2019, from
that can arise due to suffering from DM. https://www.idf.org/e-
library/epidemiology-
research/diabetes-atlas.html
Conclusion
Juwatiningsih, Eka. (2013). Faktor Yang
The results showedthat there was no Mempengaruhi Terjadinya
effect of age on the incidence of Tuberkulosis Paru Pada Pasien
pulmonary TB in DM patients (p = Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit
0.163s), there was no effect of gender on Paru Surabaya. Skripsi Thesis,
the incidence of pulmonary TB in DM Universitas Airlangga. Surabaya
patients (p = 0.120), there was no effect of Kemenkes (2018).InfodatinTuberkulosis.
education on the incidence of pulmonary Jakarta, 2018
TB in DM patients (p = 0.234), there was
25
Lusiani .(2019). Faktor Risiko Terjadinya WHO.(2017). Global Tuberculosis
Manifestasi TB Paru Pada Report. Genewa: 2017
Penderita DM Tipe 2 Dengan Tes https://www.who.int/tb/publications/globa
Mantoux Positif. Jurnal Keperawatan l_report/gtbr2017_main_text.pdf
Muhammadiyah Edisi Khusus 2019l;
http://journal.umsurabaya.ac.id
/index.php/JKM
Magee M, et all. (2011). Factors
Associated With Drug-Resistant
Tuberculosis (DRTB) Among
Patients With Tuberculosis (TB) And
Diabetes Mellitus (DM) In Peru.
American Journal of Epidemiology
2011 Jun 1; 173: S182–S182.
Nasr dkk (2016).Study of risk factors for
pulmonary tuberculosis among
diabetes mellitus patients. Egyptian
Journal of Chest Diseases and
Tuberculosis (2016) 65, 817–823
Rachmawati, Nina. (2015). Gambaran
Kontrol dan Kadar Gula
DarahPada Pasien Diabetes Melitus
di Poloklinik Penyakit Dalam RSJ
Prof. Dr. Soerojo Magelang.
SKRIPSI : FK UNDIP. Semarang
Santos C. B.R, LocatelliR ,Horta B.L et al.
(2013) Socio-Demographic and
Clinical Differences in Subjects
with Tuberculosis with and without
Diabetes Mellitus in Brazil — A
Multivariate Analysis. Doi:
0.13711journaLpone.0062604
Tithalia, Ria. (2018). Karakteristik
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2
Dengan Komplikasi Tuberkulosis
Paru Rawat Inap Di Rsup H. Adam
Malik Medan Tahun 2017. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara. Medan
WHO. (2013). Global Tuberculosis
Report. France: 2013.
https://apps.who.int/iris/bitstream/h
andle/10665/91355/9789241564656
_eng.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
26
Lampiran 2. Sertifikat ICOSOP