Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator yang penting untuk menentukan
status kesehatan ibu di suatu wilayah, khususnya berkaitan dengan resiko kematian ibu
hamil dan bersalin. Pada saat ini Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di
Indonesia masih sangat tinggi. Menurut Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) Tahun 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia masih tetap tinggi. AKI mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB
mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup.
Penyebab Angka Kematian Ibu sangat kompleks namun penyebab langsung
seperti perdarahan, infeksi dan komplikasi aborsi, harus segera ditangani oleh tenaga
kesehatan. Sebenarnya sebagian besar kematian ibu bisa dicegah jika para ibu ini
memperoleh pertolongan dari tenaga kesehatan yang kompeten yang didukung fasilitas
kesehatan. Penyebab utama kematian ibu melahirkan seperti yang disebutkan diatas
sebenarnya bisa dicegah, apabila seorang ibu hamil tidak mengalami 3 terlambat dan 4
terlalu.
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia. Asfiksia
perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka
panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui
sebelum kelahiran (mis; pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan
memperbaiki sirkulasi/oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk
mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan
kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang
bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat
dihindari apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara
benar. Untuk dapat memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan
benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menanganan
kondisi kegawatdaruratan.

1|Konsep Dasar Kegawatdaruratan


1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kegawatdaruratan ?
2. Apa saja tanda dan gejala kegawatdaruratan ?
3. Apa saja penyebab kegawatdaruratan ?

1.3 Tujuan
1. Mengerti dan memahami pengertian kegawatdaruratan.
2. Mengerti dan memahami tanda dan gejala kegawatdaruratan.
3. Mengerti dan memahami penyebab kegawatdaruratan.

1.4 Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan tentang konsep dasar asuhan kegawatdaruratan khususnya pada
kegawatdaruratan maternal dan neonatal serta bisa memahami dari kasus-kasus
kegawatdaruratan yang sering ditemui.

2|Konsep Dasar Kegawatdaruratan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kegawatdaruratan


A. Pengertian Kegawatdaruratan
Gawat adalah kondisi pasien dengan ancaman jiwa atau ancaman kematian.
Sedangkat darurat adalah kondisi penderita yang memerlukan pertolongan segera.
Gawat darurat adalah keadaan yang menimpa seseorang dengan tiba-tiba dapat
membahayakan jiwa, memerlukan tindakan medis segera dan tepat. Penderita gawat
darurat adalah penderitaan yang memerlukan pertolongan segera karena berada dalam
keadaan yang mengancam nyawa. Pertolongan yang diberikan dilakukan secara cepat,
tepat dan cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Ukuran keberhasilan
dari pertolongan ini adalah waktu tanggap (respon time) dari penolong.
Pengertian lain dari penderita gawat darurat adalah penderita yang bila tidak
ditolong segera akan meninggal atau menjadi cacat, sehingga diperlukan tindakan
diagnosis dan penanggulangan segera. Karena waktu yang terbatas tersebut, tindakan
pertolongan harus dilakukan secara sistematis dengan menempatkan prioritas pada
fungsi vital sesuai dengan urutan ABC, yaitu :
A (Airway) : membersihkan jalan nafas dan menjamin jalan nafas bebas hambatan
B (Breathing) : menjamin ventilasi lancar, dan
C (Circulation): melakukan pemantauan peredaran darah.
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan
segera guna menyelamatkan jiwa/nyawa (Campbell S, Lee C, 2010).
a. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya. Biasanya dilambangkan dengan label merah.
Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
b. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat. Biasanya dilambangkan dengan label biru. Misalnya pasien dengan Ca
stadium akhir.

3|Konsep Dasar Kegawatdaruratan


c. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam
nyawa dan anggota badannya. Biasanya dilambangkan dengan label kuning.
Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
d. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya
dilambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
e. Pasien Meninggal
Label hitam (Pasien sudah meninggal) merupakan prioritas terakhir.

Kegawatan atau kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan atau


kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas.
Kegawatdaruratan dapat terjadi baik pada penanganan obstetric maupun neonatal.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan meliputi pengenalan segera kondisi gawat darurat,
stabilisasi keadaan penderita, pemberian oksigen, infuse, terapi cairan, transfuse
darah, dan pemberian medikamentosa (antibiotika, sedatif, anestesi, dan serum anti
tetanus). Kegawatdaruratan dapat terjadi tiba-tiba, dapat disertai kejang, atau dapat
timbul sebagai akibat dari suatu komplikasi yang tidak ditangani atau dipantau dengan
semestinya.
Pertolongan pertama gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik dirumah,
lingkungan masyarakat, puskesmas, dan atau rumah sakit. Penatalaksanaan kegawat
daruratan kebidanan tidak dibatasi oleh bantuan medis tetapi juga non medis. Pada
pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien dapat bertahan
hidup untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut. Adapun keberhasilan
penanganan gawat darurat ditentukan oleh tersedianya sumber daya yang terstandar.
Pelayanan kebidanan dibedakan menjadi 3 jenis pelayanan, yaitu:
1. Layanan primer, sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
2. Layanan sekunder, sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara
bersamaan sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3. Layanan rujukan, rujukan ke system pelayanan yang lebih tinggi, atau sebaliknya.

Peran dan fungsi bidan dalam kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal


diorientasikan pada kemampuan memberikan asuhan meliputi upaya pencegahan
(preventif), promosi terhadap pelaksanaan asuhan kebidanan normal, deteksi

4|Konsep Dasar Kegawatdaruratan


komplikasi pada ibu dan anak serta akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai
serta kemampuan dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan.
Standar kompetensi bidan berdasarkan KEPMENKES RI
no.369/MENKES/III/2007 menyatakan bahwa bidan memberikan asuhan yang
bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin
persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk
mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir. Kompetensi
pengetahuan dasar yang perlu dimiliki seorang bidan meliputi:
1. Indikasi tindakan kegawatdaruratan kebidanan (distosia bahu, asfiksia, retensio
plasenta, pendarahan, atonia uteri dan mengatasi renjatan).
2. Indikasi tindakan operatif pada persalinan ( gawat janin, CPD) .
3. Indikator komplikasi persalinan: perdarahan, partus macet, malpresentasi,
eklampsi, gawat janin, infeksi KPD tanpa infeksi, distosia karena inersia uteri
primer, postterm, preterm serta tali pusat menumbung.
Adapun kompetensi keterampilan dasar yang perlu dimiliki seorang bidan
meliputi:
1. Mengidentifikasi secara dini persalinan abnormal dan kegawatdaruratan dengan
intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu.
2. Melakukan pengeluaran plasenta secara manual
3. Mengelola perdarahan postpartum.
4. Memindahkan ibu untuk tindakan tambahan atau kegawatdaruratan dengan tepat
waktu sesuai indikasi.

Keterampilan tambahan :
1. Menolong kelahiran presentasi muka dengan penempatan dan gerakan tangan yang
tepat.
2. Memberikan suntikan anastesi lokal jika diperlukan
3. Melakukan ekstraksi forsep rendah dan vakum jika diperlukan sesuai kewenangan
4. Mengidentifikasi dan mengelola malpresentasi, distosia bahu, gawat janin dan
IUFD dengan tepat
5. Mengidentifikasi dan mengelola tali pusat menumbung
6. Mengidentifikasi dan menjahit robekan serviks.

5|Konsep Dasar Kegawatdaruratan


B. Pengkajian Awal Terhadap Kasus Kegawatdaruratan Kebidanan
Bidan/perawat kebidanan tetap tenang, jangan panik, jangan membiarkan ibu
sendirian tanpa penjaga/penunggu. Bila tidak ada petugas lain, berteriak untuk minta
bantuan. Jika ibu tidak sadar, lakukan pengkajian jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
dengan cepat. Jika dicurigai adanya syok, mulai segera tindakan. Baringkan ibu miring
kekiri dengan bagian kaki ditinggikan, longgarkan pakaian yang ketat seperti BH/Bra.
Ajak bicara ibu/klien dan bantu ibu/klien untuk tetap tenang. Lakukan pemeriksaan
dengan cepat yang meliputi tanda-tanda vital, warna kulit dan perdarahan yang keluar.

C. Pengkajian Awal Kasus Kegawatdaruratan Kebidanan Secara Cepat


1. Jalan nafas dan pernafasan
Perhatikan adanya sianosis, gawat nafas, lakukan pemeriksaan pada kulit:
adakah pucat, suara paru: ada wheezing, sirkulasi tanda-tanda syok, kaji kulit
(dingin), nadi (cepat >100 kali per menit dan lemah), tekanan darah (rendah, sistolik
<90 mmHg).
2. Perdarahan pervaginam
Bila ada perdarahan pervaginam, tanyakan : apakah ibu sedang hamil, usia
kehamilan, riwayat persalinan sebelumnya dan sekarang, bagaimana proses kelahiran
plasenta, kaji kondisi vulva (jumlah darah yang keluar, plasenta tertahan), uterus
(adakah atonia uteri), kondisi kandung kemih (apakah penuh).
3. Klien tidak sadar atau kejang
Tanyakan pada keluarga, apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan. Periksa:
tekanan darah (tinggi, diastolik >90 mmHg), temperatur (lebih dari 38,0°c).
4. Demam yang berbahaya
Tanyakan apakah ibu lemah, lethargi, sering nyeri saat berkemih. Periksa:
temperatur (lebih dari 39°c), tingkat kesadaran, kaku kuduk, paru-paru (pernafasan
dangkal), abdomen (tegang), vulva (keluar cairan purulen), payudara bengkak.
5. Nyeri abdomen
Tanyakan apakah ibu sedang hamil dan usia kehamilannya. Periksa : tekanan
darah (rendah, sistolik kurang dari 90 mmHg), nadi (cepat, lebih dari 110 kali
permenit), temperatur (lebih dari 38,0°c), uterus (status kehamilan).
6. Perhatikan tanda-tanda berikut ini :
Keluaran darah, adanya kontraksi, pucet, lemah, pusing, sakit kepala,
pandangan kabur, pecah ketuban, demam, gawat nafas.

6|Konsep Dasar Kegawatdaruratan


7. Tindakan yang harus dilakukan
 Melatih semua staf untuk dapat bereaksi dengan cepat terhadap ibu yang datang
dengan kegawatdaruratan kebidanan.
 Melakukan simulasi klinik untuk kesiapan staf
 Memastikan bahwa akses tidak terhambat dan fungsi peralatan bekerja dengan
baik
 Memiliki norma-norma dan protokol kerja
 Mengidentifikasi dengan jelas terhadap klien (ibu) yang berada diruang tunggu.

2.2 Tanda Dan Gejala Kegawatdaruratan


Tanda dan gejala kegawatdaruratan yaitu:
1. Sianosis sentral
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi
akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berkaitan dengan O2).
2. Apnea
Menurut American Academy of Sleep Medicine, penentuan periode apnea
dikategorikan berdasarkan hasil indeks rata-rata jumlah henti nafas dalam 1 jam atau
Apnea Hypopnea Indeks (AHI). Klasifikasi periode dengan kriteria sebagai berikut :
a.       Ringan, apabila 5-15 kali/jam.
b.      Sedang, apabila 15-30 kali/jam.
c.       Berat, apabila >30 kali/jam.
3. Kejang
 Kejang umum dengan gejala:
 Gerakan wajah dan ekstremitas yang teratur dan berulang
 Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tungkai, baik sinkron maupun tidak
sinkron
 Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak sadar atau tetap bangun tetapi
responsif/apatis)
 Apnea (napas spontan berhenti lebih 20 detik).
 Kejang subtle dengan gejala :
 Gerakan mata berkedip berputar dan juling yang berulang.
 Gerakan mulut dan lidah berulang.
 Gerakan tungkai tidak terkendali, gerakan seperti mengayuh sepeda.

7|Konsep Dasar Kegawatdaruratan


 Apnea.
 Bayi bisa masih tetap sadar.
4. Spasme dengan gejala :
 Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak beberapa detik sampai beberapa menit
 Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya
 Bayi tetap sadar, sering menangis kesakitan
 Trismus (rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu seperti mulut
ikan)
 Opistotonus
5. Perdarahan
Setiap perdarahan pada neonatus harus segera dirujuk, perdarahan dapat
disebabkan kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah
atau menurun.
6. Sangat kuning.
7. Berat badan < 1500 gram

2.3 Penyebab Kegawatdaruratan


A. Kegawatdaruratan Maternal
1. Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)
pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup diluar kandungan. Abortus spontan adalah abortus
yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar atau buatan untuk mengakhiri
kehamilan tersebut. Terminologi untuk kasus ini adalah pengguguran, aborsi atau
abortus provokatus (Sarwono, 2010).

Penanganan :
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan menurut
jenis abortus yang dialami, antara lain :
a) Abortus komplit :
Tidak memerlukan penanganan khusus, apabila pasien menderita anemia
ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang
mengadung banyak protein, vitamin dan mineral. Apabila tidak terdapat tanda-
tanda infeksi tidak perlu diberikan antibiotik.

8|Konsep Dasar Kegawatdaruratan


b) Abortus inkomplit :
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan
dilanjutkan tranfusi darah.Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu
pasien dianjurkan rawat inap.
c) Abortus insipiens :
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12
minggu yang disertai dengan perdarahan.
d) Abortus imminens :
Istirahat tirah baring secara total merupakan unsur penting dalam pengobatan
karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran
darah ke rahim.
e) Missed abortion :
Dilakukan kuretase di rumah sakit, dan harus hati-hati karena terkadang
plasenta melekat erat pada rahim.

Terapi:
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan
Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma
pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang
mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan
dengan sangat hati-hati karena dapat terjadi kehilangan darah banyak. Pada syok
berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus
dengan demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin,
sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.
Tabel 2.3
Diagnosis Dan Penatalaksanaan Perdarahan Pada Kehamilan Muda
Perdarahan Serviks Uterus Gejala/tanda Diagnosis Tindakan
Bercak Tertutup Sesuai Kram perut Abortus Observasi
hingga dengan usia bawah imminens perdarahan,
sedang gestasi Uterus lunak istirahat,
hindarkan
coitus
Sedikit 1. Limbung atau Kehamilan Laparotomi
membesar pingsan ektopik
dan normal 2. Nyeri perut terganggu

9|Konsep Dasar Kegawatdaruratan


bawah
3. Nyeri goyang
Porsio
4. Massa adneksa
5. Cairan bebas
Intra abdomen
Sedang Tertutup/ Lebih kecil Sedikit/tanpa Abortus Tidak perlu
hingga Terbuka dari usia nyeri perut komplit terapi spesifik
banyak gestasi bawah, riwayat kecuali
ekspulsi hasil perdarahan
konsepsi berlanjut atau
terjadi infeksi
Terbuka Sesuai usia Kram atau nyeri Abortus Evakuasi
kehamilan perut bawah, insipiens
belum terjadi
ekspulsi hasil
konsepsi
Kram atau nyeri Abortus Evakuasi
perut bawah, inkomplit
ekspulsi sebagian
hasil konsepsi
Terbuka Lunak dan Mual/muntah, Abortus Evakuasi,
lebih besar kram perut mola tatalaksana
dari usia bawah, sindroma mola
gestasi mirip pre
eklampsi, tak ada
janin keluar
jaringan
seperti anggur
2. Mola Hidatidosa (Kista Vesikular)
Mola hidatidosa (hamil anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di
dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan
abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola
hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta.
Secara histologis, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan

10 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat
sedikit pembuluh darah.

Penatalaksanaan:
a) Perbaiki keadaan umum.
b) Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan
kuret.
c) Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
d) 7–10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
e) Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.

Pengawasan Lanjutan:
a) Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
b) Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada
Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6
bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
c) Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
 Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
 Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
 Laboratorium : Reaksi biologis dan immunologis : 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi
titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
 Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)


Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana setelah fertilisasi, implantasi
terjadi di luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi
di tuba uterina. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur apabila

11 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
massa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya :
tuba) dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.

Terapi
Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh
dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama) dan
segera merujuk ke rumah sakit secepatnya.

4. Perdarahan
a. Plasenta Previa
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum/pembukaan jalan lahir.

Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
1) Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin,
memberi oksigen, memasang infus, memberi 9 ekspander plasma atau
serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah
diawetkan dalam jumlah mencukupi.
2) Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan
setelah pengobatan syok dimulai.
3) Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa
totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak
rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm),
pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan
tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi
vakum;jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
4) Tindakan setelah melahirkan adalah cegah syok (syok hemoragik), pantau
urin dengan kateter menetap,pantau sistem koagulasi (koagulopati). Pada
bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.

Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat
praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan
infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus

12 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara
perlahan. (Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)
b. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan
plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan
sebelum anak lahir (Cunningham, Obstetri Williams: 2004).

Penanganan
1) Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya
kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi
tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit
dengan observasi ketat.
2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio
plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio
plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat
dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan 10 sectio caesaria. Sectio
caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan
ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila
janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding
uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa
5% untuk mempercepat persalinan.

c. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)


Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam
setelah bayi lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak
lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.

Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).

13 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2) Drip oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drip oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.

Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon
(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan
tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara
manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,
lakukan palpasi sekunder.

d. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh
dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet),
atau dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi
peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).

14 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan
umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah,
kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan
selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
1) Histerektomi baik total maupun sub total
2) Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3) Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang
cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya adalah:
1) Keadaan umum penderita
2) Jenis ruptur incompleta atau complete
3) Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan
sudah banyak nekrosis
4) Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah Rahim
5) Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6) Umur dan jumlah anak hidup
7) Kemampuan dan ketrampilan penolong

e. Preeklampsia Berat
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
1) Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diastolis > 110 mmhg
2) Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
3) Gangguan selebral atau visual
4) Edema pulmonum
5) Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
6) Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
7) Trobosisfeni
8) Pertumbuhan janin terhambat
9) Peningkahtan serum creatinin

15 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
Preeklampsia Berat dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
Pengelolaan kejang:
1) Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir,
masker oksigen, oksigen)
3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4) Aspirasi mulut dan tenggorokan
5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi
risiko aspirasi
6) Berikan O2 4-6 liter/menit

B. Kegawatdaruratan Neonatal
1. Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia
28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim
menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua
system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur
anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang
serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri.
Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama.
Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi
adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah
diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan
anestesi terhadap neonatus.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan megawatdaruratan pada neonatus


a. Faktor kehamilan: Kehamilan kurang bulan, kehamilan dengan penyakit DM,
Kehamilan dengn gawat janin, kehamilan dengan penyakit kronis ibu, kehamilan
dengan pertumbuhan janin terhambat, infertilitas.
b. Faktor pada partus: Partus dengan infeksi intrapartum dan partus dengan
penggunaan obat sedative.

16 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
c. Faktor pada bayi: Skor apgar yang rendah, BBLR, bayi kurang bulan, berat lahir
lebih dari 4000gr, cacat bawaancdan frekuensi pernafasan dengan 2x observasi
lebih dari 60/menit.

3. Kondisi-kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan neonatus


a. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 36,5°C atau kedua kaki
dan tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia
diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 25°C.
Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang
berakhir dengan kematian. Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi
oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi
glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat
hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
b. Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan
termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap
lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup
tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan
segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Tanda dan gejala :
Panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran
pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir
bengkak.
Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah,
sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau
pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat
juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan
tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan
kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas.
Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya,
terjadi ketidaksadaran dan koma.

17 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
c. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah
glukosa dalam plasma darah berlebihan. Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes
melitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar
insulin yang rendah atau resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah atau
resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi
glukosa menjadi glikogen, pada akhirnya membuat sulit atau tidak mungkin
untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi
(sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat
badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau
gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia,
pingsan, koma.
d. Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru
lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau
minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-
kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai
opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat,
sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.
e. Sindrom gawat nafas neonatus (asfiksia)
Sindrom gawat nafas neonatus (asfiksia) merupakan kumpulan gejala
yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari
60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah
epigastrium, interkostal pada saat inspirasi. Resusitasi merupakan sebuah upaya
menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui
sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang
adekuat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang
dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan
dan sistem kardiovaskuler. Kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 –6 menit). Tindakan
resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997).
18 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kegawatan atau kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan atau
kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas.
Kegawatdaruratan dapat terjadi baik pada penanganan maternal maupun neonatal.
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa,
kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir
kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri,
perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/plasenta
inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru
lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali
perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul
sewaktu. Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia. Asfiksia
perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka
panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui
sebelum kelahiran (misal, pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan
memperbaiki sirkulasi / oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk
mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.

3.2 Saran
Mengingat tingginya AKI dan AKB di Indonesia, maka kegawatdaruratan
maternal dan neonatal haruslah ditangani dengan cepat dan tepat. Penanganan yang tepat
dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di Indonesia. Maka, dengan mempelajari dan
memahami kegawatdaruratan maternal dan neonatal, diharapkan bidan dapat
memberikan penanganan yang maksimal dan sesuai standar demi kesehatan ibu dan anak

19 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Abdul Bari dkk. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Maryunani, Anik dan Yulianingsi. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan.


Jakarta: CV.Trans Info Medika

Lisnawati, Lilis. 2013. Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal. Jakarta : TIM

Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Trans
Info Media.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP

Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan IV Patologi Kebidanan. Jakarta: Pustaka


Utama

20 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan

Anda mungkin juga menyukai