LP Kejang Demam
LP Kejang Demam
Di susun oleh:
MUKHLISIN
20194030074
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
perkembangan
9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2015)
3. Faktor genetika
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
b. Kejang lama > 15 menit
c. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
E. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
Pengobatan perawatan
Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera
Dan diit
F. Pemeriksaan penunjang
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan
pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
c. Elektrolit : K, Na
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
G. Penatalaksanaan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan
Dapat digunakan :
H. Pengkajian
1. Identitas
- Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, tanggal mrs, tanggal
pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. rekam medik)
- Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
umur)
2. Aktivitas atau Istirahat
3. Sirkulasi
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
4. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan dalam
berhubungan
5. Eliminasi
1. Inkontinensia epirodik
3. Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan aktivitas
kejang
6. Neurosensori
1. Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma kepala,
8. Pernafasan
1. Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi
mulus
9. Keamanan
1. Riwayat terjatuh
2. Adanya alergi
1. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
b. Integritas Ego
c. Eleminasi
2) Hyperplasia ginginal
2) Kejang umum
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan, pupil
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau mental
dan anesia
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit tdak ada
f. Kenyamanan
g. Keamanan
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
dengan proses 2x24 jam diharapkan 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
ada pusing.
2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
kriteria hasil:
a. TD sistole dan
diastole dalam batas
normal 80-100/60
mmHg
b. RR normal 20-30
x/menit
x/menit
derajat celcius
e. GCS 456
3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman
menemani pasien
kebisingan
penderita selama maksud dan tujuan 2. Informasikan juga tentang bahaya yang
penanganan
kejang dengan
b. Keluarga
tanggap dan
dapat
melaksanakan
peawatan
kejang.
c. Keluarga
mengerti
penyebab tanda
Arif, Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta
Amid dan Hardhi, 2015. Diagnosis keperawatan,, Jakarta
Carolin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC, Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made Kariasa, editor; Monica
Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.
Hidayat, Azis Alimul. (2010). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba
medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2010). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG
Hidayat, Azis Alimul. (2010). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba
medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2010). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.
Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.