Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KAJIAN DAN ANALISIS KONSEP KESEHATAN MASYARAKAT


TERKAIT KASUS COVID-19 DI ACEH

DOSEN PENGAMPU : NURAIJAH SIREGAR, Am.Kes.

MATA KULIAH : KESEHATAN MASYARAKAT

DI SUSUN OLEH:

NO NAMA NIM
1 ULFA WINDA 181180039

YAYASAN PERGURUAN BARUNA HUSADA

AKADEMI KEBIDANAN BARUNA HUSADA

SIBUHUAN

T.A 20120/2021

0
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, “Kajian Dan Analisis Konsep Kesehatan Masyarakat Terkait Kasus Covid-
19 Di Aceh” dapat diselesaikan. Seperti kita ketahui pada awal tahun 2020, infeksi 2019-
nCoV menjadi masalah kesehatan dunia. Kasus ini diawali dengan informasi dari World
Health Organization (WHO) pada tanggal 31 Desember 2019 yang menyebutkan adanya
kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang tidak jelas di Kota Wuhan, Provinsi Hubei,
China. Kasus ini terus bertambah parah hingga akhirnya diketahui bahwa penyebab kluster
pneumonia ini adalah novel coronavirus. Kasus ini terus berkembang hingga adanya laporan
kematian dan terjadi importasi di luar China. Sebagai bagian dari upaya kesiapsiagaan dalam
menghadapi hal tersebut maka penting bagi Kementerian Dalam Negeri untuk menyusun
pedoman umum kesiapsiagaan pemerintah daerah dalam menghadapi 2019-nCoV.

Pedoman umum ini disusun dengan mengadopsi Panduan Menghadapi Penyakit


Virus Corona 2019 Model RRC yang dikeluarkan oleh People’s Medical Publishing House
serta disarikan dari berbagai sumber referensi lainnya. Semoga pedoman umum ini dapat
bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi para pemerintah daerah dan seluruh pemangku
kepentingan di daerah. Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
pedoman ini, kami sampaikan terimakasih. kami berharap pedoman ini dapat dimanfaatkan
dengan baik serta menjadi acuan dalam kegiatan kesiapsiagaan.

Jambi, Juni2020
Ulfa Winda

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….. 1


DAFTAR ISI…………………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………….. 3
A. Latar Belakang ……………………………………..……………………………….. 3
B. Tujuan …………………………………..……………………………………………. 4
C. Manfaat……………………………………………………………………………….. 4
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………… 5
A. Eksisting Pola Penanganan Covid-19………………………………………… 5
B. Social Separation………………………………………………………………… 5
1. Pengertian Social Separation……………………………………………... 5
2. Kelaziman Social Separation……………………………………………... 5
3. Tujuan Social Separation………………………………………………….. 6
4. Teknis Penerapan Social Separation (SS) ……………………………… 6
5. Syarat yang Dibutuhkan Social Separation……………………………. 7
6. Sekedar Alternatif alat Rapid Test PCR ………………………………. 7
C. Hasil Kajian Penerapan Social/Physical Distancing Antisipasi COVID-19
di Aceh……………………………………………………………………………… 7
1. Metode………………………………………………………………………… 7
2. Hasil…………………………………………………………………………… 8
BAB III PENUTUP …………………….…………………………………………………… 14
A. Kesimpulan …………………………………………………………………………. 14
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….. 15

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perilaku masyarakat sangat ditentukan oleh latar belakang sosial, budaya dan religi.
Dengan melihat latar belakang masyarakat Indonesia yang penuh dengan kegiatan sosial,
budaya, keagamaan, ditambah dengan kepentingan ekonomi bagi masyarakat menengah ke
bawah, maka pola penanganan Covid-19 yang berupa PSBB, WFH, Social distancing akan
mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya.
Terlebih tak lama lagi akan datang bulan puasa dan lebaran, sehingga kegiatan
keagamaan Islam dan gelombang mudik tentu tidak akan mudah dibendung. Oleh sebab itu,
secara sosiologis dan antropologis, pola penanganan wabah yang dilakukan selama ini tidak
akan bisa membuahkan hasil yang optimal.
Satuan Tugas (Satgas) untuk penanggulangan COVID-19, melakukan serangkaian
kegiatan dalam rangka mencegah penularan virus Corona/ COVID-19 di masyarakat Aceh
secara luas. Serangkaian kegiatan telah dilaksanakan sejak 16 Maret 2020. Salah satunya
adalah mendorong pengambil kebijakan untuk memperketat penerapan Social Distancing/
Physical Distancing di tengah masyarakat Acehuntuk mengetahui tingkat pengetahuan warga
Aceh tentang virus Corona/ COVID-19 dan kepatuhan warga Aceh terhadap Social
Distancing tersebut serta melihat distribusi informasi yang beredar di masyarakat terkait virus
ini.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menggelar kajian
melalui teleconference membahas penanganan wabah COVID-19 dan dampak ekonominya.
Sebagai pembicara masing-masing Eko Listiyanto Wadirut Indef, M Rizal Taufikurahman
Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan INDEF, Andry Satrio peneliti INDEF dan Abra
El Talattov peneliti INDEF.
Pandemi virus COVID-19 atau yang umum disebut virus Korona di masyarakat kian
hari semakin menjangkiti perekonomian Indonesia. Dampak ekonomi akibat virus ini semula
hanya menggerus sisi eksternal perekonomianIndonesia melalui kenaikan sejumlah
komoditas impor dari China.
Namun, seiring penyebaran virus yang sangat cepat. [Sampai dengan 23 Maret 2020,
sebanyak 579 orang di Indonesia positif Korona, sembuh 30 orang, dan 49 meninggal dunia
(Pusat Informasi COVID-19, 2020)], stabilitas perekonomian pun terkena dampak.
Nilai tukar rupiah terus melemah tajam, sementara pasar bursa pun meradang seiring
laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkoreksi dalam. Pertumbuhan ekonomi
pun diperkirakan akanmelambat drastis, terkikis oleh penjalaran dampak virus ke berbagai
sektor di perekonomian.
Pandemi memang akan menurunkan pertumbuhan ekonomi, namun tanpa upaya sigap
dari pemangku kebijakan untuk selamatkan nyawa penduduk Indonesia, maka optimisme
perekonomian tidak akan pernah datang. Optimisme dan sentimen positif ekonomi baru akan
terjadi jika pandemi COVID-19 dapat diatasi, setidaknya menunjukkan tanda-tanda
terkendali dan akhirnya dapat diselesaikan.
Jadi, kemampuan Pemerintah dan para pemangku kepentingan ekonomi untuk secara
bersama-sama mengalokasikan sumber daya secara optimal menangani masalah kesehatan ini

3
akan sangat menentukan jalannya roda perekonomian ke depan. Tanpa ini sepertinya puluhan
jurus stimulus perekonomian pun tidak akan mempan menggeliatkan perekonomian.

B. Tujuan
1. Memaparkan tentang Eksisting Pola Penanganan Covid-19
2. Mengetahui Pengertian Social Separation
3. Mengetauhi Hasil Kajian Penerapan Social/Physical Distancing Antisipasi COVID-19
di Aceh

C. Manfaat
1. Memahami tentang Eksisting Pola Penanganan Covid-19
2. Memahami Pengertian Social Separation
3. Memahami Hasil Kajian Penerapan Social/Physical Distancing Antisipasi COVID-19
di Aceh

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Eksisting Pola Penanganan Covid-19


Pola penangan Covid-19 yang selama ini diterapkan oleh pemerintah masih
mencerminkan kegamangan. Baik itu dalam bentuk PSBB, WFH, Social Distancing, dan
sebagainya. Kegamangan ini berakibat bahwa pola-pola penangan Covid-19 itu tidak
terlaksanan dengan optimal. Misalnya, masih ada jalan yang macet, kerumunan masih banyak
dijumpai, dan gerakan mudik dari zona merah yang akan sulit bisa dicegah. Sementara itu
sektor-sektor ekonomi besar sudah mulai lumpuh sehingga banyak memberlakukan PHK
terhadap karyawan. Akibatnya performance ekonomi secara nasional makin memburuk.
Sementara keberhasilan pencegahan dan penanggulangan wabah ini dari sisi kesehatan juga
belum bisa diukur jelas. Bahkan angka keterpaparan dan kamatian terus meningkat. Tentu
saja, situasi ini sangat mengkhawatirkan. Di satu sisi sudah banyak anggaran dikeluarkan
oleh pemerintah dan masyarakat, tetapi di sisi lain kita belum bisa menyelesaikan masalah
utama dengan baik, yaitu semakin meluasnya wabah dan meningkatnya kehancuran ekonomi
kita.
Dengan konsep WFH, Lockdown, Social Distancing, PSBB dan sejenisnya ini, kita
mengasumsikan, bahwa di dalam rumah kita aman, sementara di luar rumah kita tidak aman.
Lalu kita mengurung diri dalam rumah, tidak bekerja di luar. Padahal sektor ekonomi
produktif kita sekitar 90% justru di luar rumah.
Cara pandang ini menyebabkan, ekonomi kita semakin terpuruk. Orang justru kehilangan
penghasilan di saat susah karena terancam kesehatannya. Negara dan pemerintah daerah juga
kehilangan pendapatannya, sehingga akan kesulitan bahkan hanya untuk menggaji para
pegawainya. Oleh sebab itulah perlu reorientasi cara pandang dalam melihat fenomena wabah
corona ini. Seharusnya, ruang public di mana sektor ekonomi produktif ini berada harus
disehatkan. Dan para pemegang otoritas harus dapat meyakinkan bahwa orang-orang yang ke
luar rumah sebagai sesama faktor produktif dijamin sama-sama sehat dan aman untuk bisa
bekerja menghasilkan pendapatan.
Bukanlah terbalik, kita justru memandang lingkungan di luar rumah sebagai ancaman
kesehatan yang membahayakan, sedangkan di rumah aman. Seharusnya ruang public atau
lingkungan luar rumah harus dijamin aman, sedangkan rumah dan rumah sakit merupakan
tempat untuk mengisolasi dan menyembuhkan orang yang terpapar Covid-19. Dengan
demikian, roda ekonomi akan tetap berputar, orang yang sakit bisa dirawat dengan baik.

B. Social Separation
1. Pengertian Social Separation
Social separation atau pemisahan sosial yang dimaksud di sini adalah merupakan metode
dalam penanggulangan wabah penyakit dengan memisahkan orang yang sakit dengan orang
yang sehat.

2. Kelaziman Social Separation


Metode ini sudah lumrah dilakukan di dunia peternakan yang sedang menghadapi wabah
dengan memisahkan ternak yang sehat dan yang sakit atau lazim disebut metode karantina.

5
Bahkan metode ini secara historis dokumenter pernah diterapkan oleh Nabi Muhammad
SAW dengan memerintahkan:
"Janganlah (unta) yang sakit itu didekatkan dengan (unta) yang sehat."

Terkait dengan penyakit yang diderita manusia, Nabi juga pernah bersabda:
"Janganlah orang yang berpenyakit berdekatan dengan orang yang sehat."

3. Tujuan Social Separation


Metode separasi sosial ini bertujuan agar tidak terjadi penyebaran virus dari orang yang
terpapar Covid-19 kepada orang yang sehat. ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan PDP
(Pasien Dalam Pengawasan) serta Pasien Positif
Corona diisolasi di rumah dan rumah sakit, sedangkan lingkungan luar rumah (ruang
public) merupakan ruang orang-orang yang sehat dan produktif untuk menggerakkan roda
ekonomi guna membiayai orang-orang yang terkena wabah Covid-19.

4. Teknis Penerapan Social Separation (SS)


Penanganan Covid-19 dengan pola Social Separation yang memisahkan kelompok
masyarakat berdasarkan status kesehatannya (memisahkan yang sehat dan yang sakit) ini
harus menjadi sebuah gerakan sosial yang total. Pola SS ini secara garis besar terdiri dari tiga
langkah. Yakni, Tahap Tracking dan Tahap Testing serta Tahap Healing. Sementara itu,
petugas utama adalah birokrasi dari level RT, aparat keamanan, dan tenaga medis mulai dari
level Puskesmas.
a. Tahap Tracking
Tracking atau pelacakan terhadap penyebaran virus Corona, basisnya dilakukan
terhadap semua penduduk di tingkat RT. Tujuan tracking untuk mendeteksi dan
menemukan ODP yaitu orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita Covid-
19 atau orang-orang yang pernah bepergian ke negara atau wilayah pandemic dan orang-
orang yang memiliki gejala Covid-19.
b. Tahap Testing
Testing dilakukan dengan metode dan peralatan yang cepat dan akurat serta bisa
untuk deteksi sedini mungkin, yaitu menggunakan swab test (hasil bisa diketahui 8 jam)
yang dilakukan terhadap: ODP dan orang yang memiliki gejala Covid-19 (PDP). Setelah
dites, penduduk yang positif Covid-19 harus diisolasi. Orang positif Covid-19 dengan
gejala ringan cukup diisolasi di rumah, sedangkan yang memiliki gejala sedang diisolasi
di Rumah Sakit Darurat.
Sedangkan yang memiliki gejala berat diisolasi di Rumah Sakit Rujukan. Sementara
itu penduduk yang sehat dan produktif justru didorong untuk bekerja dan beraktivitas di
luar rumah. Tentu saja hal ini tidak menutup kemungkinan pekerjaan dilakukan di dalam
rumah. Penduduk sehat yang keluar rumah bisa diberi keterangan oleh petugas medis.
c. Tahap Caring and Healing
Tahap ini merupakan tahap perawatan dan penyembuhan yang dilakukan bagi
orang-orang yang menderita COVID-19 baik di rumah, Rumah Sakit Darurat, maupun
Rumah Sakit Rujukan. Perawatan dan penyembuhan di rumah dilakukan oleh anggota
keluarga yang sehat dan/atau tidak bekerja sedangkan di rumah sakit dilakukan

6
tenaga medis. Baik perawatan dan penyembuhan di rumah maupun di rumah sakit harus
menggunakan protocol dan peralatan kesehatan yang standar dan/ atau aman dari
kemungkinan penyebaran virus.

5. Syarat yang Dibutuhkan Social Separation


Syarat pendukung agar Pola SS ini bisa berhasil dengan baik maka syarat dan sarana
pendukung antara lain:
a. Swab test dengan metode Rapid Test PCR dengan peralatan yang mampu deteksi dini,
cepat dan akurat.
b. Peralatan APD yang aman bagi person yang merawat dan mengobati pasien, baik di
rumah maupun di rumah sakit
c. Untuk kehati-hatian: protocol kesehatan tetap dilaksanakan, yaitu penggunaan
masker, physical distancing, cuci tangan, penggunaan hand snitizer, penggunaan
disinfektan yang tepat.
d. Edukasi yang benar terhadap semua masyarakat.
e. Pengawasan yang ketat dari apparat yang diberi wewenang.

6. Sekedar Alternatif alat Rapid Test PCR


Ada salah satu alat yang canggih yaitu produksi Bioneer atau yang perusahaan
sejenisnya. Dimana yang menjadi penting adalah: bisa deteksi dini (sehari terpapar bisa
terdeteksi, sedangkan rapid test dengan serologi hanya bisa mengetahui setelah seminggu
terpapar Covid-19), cepat (8 jam), dan akurat.

C. Hasil Kajian Penerapan Social/Physical Distancing Antisipasi COVID-19 di Aceh


1. Metode
Survey ini dilakukan oleh Tim Peneliti dari Tsunami and Disaster Mitigation
Research Center (TDMRC) Unsyiah yang dipimpin oleh Prof. Dr. Khairul Munadi dengan
anggota Dr. Syamsidik, dan Rina Suryani Oktari, M.Si. Kajian ini dilakukan dengan metode
sampling insidental (nonprobability sampling) menggunakan media online. Survey
dilaksanakan secara online selama 24 jam dari 22-23 Maret 2020 dengan menggunakan
Google Form. Survey ini berhasil menghimpun data dari 4.628 orang responden yang
berdomisili di Provinsi Aceh. Peneliti perlu memberikan catatan bahwa sebaran responden
tidak proporsional dengan jumlah penduduk setiap kabupaten/ kota di Provinsi Aceh. Namun
secara umum dapat menggambarkan tingkat kepatuhan warga Aceh terhadap penerapan
Social Distancing/Physical Distancing tersebut. Analisis juga dilakukan menggunakan
Teknik Pemetaan Kata (word mapping) untuk merangkum saran dan pendapat tertulis yang
diberikan oleh para responden di akhir lembar kuesioner.

7
2. Hasil
Berikut adalah profil responden dalam survey yang dihimpun dari 23 kabupaten/ kota
yang ada di Provinsi Aceh.

Gambar 1. Distribusi responden menurut jenis kelamin dan menurut pekerjaan.

Gambar 2. Distribusi responden menurut pekerjaan.


Secara umum, distribusi responden berdasarkan jenis kelamin lebih didominasi oleh
perempuan dengan selisih sekitar 13%. Ini dapat dilihat pada Gambar 1. Mayoritas responden
memiliki pekerjaan sebagai Pegawai Negeri/Pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
(lihat Gambar 2. Selain itu, jenis pekerjaan yang cukup dominan adalah pelajar/mahasiswa.
Tingkat pendidikan responden mayoritas adalah lulusan S1 dan selanjutnya adalah lulusan
SMA/MA. Gambar 3 memperlihatkan distribusi responden menurut pendidikan terakhir.

8
Hampir 1/3 responden merupakan warga Kota Banda Aceh. Jumlah responden yang
cukup besar juga tercatat dari Kabupaten Aceh Besar (sekitar 18.8%). Gambar 4
memperlihatkan distribusi domisili responden pendidikan

Gambar 3. Distribusi Responden menurut Pendidikan.

bar_asalrespondent

Gambar 4. Distribusi Responden menurut Asal Kabupaten Kota di Provinsi Aceh.

9
rentan

Gambar 5. Persentase responden yang memiliki anggota keluarga yang lebih rentan secara
fisik terhadap Virus Corona.

Hampir 60% responden memiliki anggota keluarga yang rentan terhadap ancaman
virus Corona/ COVID-19 ini. Anggota keluarga yang rentan yang dimaksud adalah Warga
Senior (usia lebih dari 65 tahun), bayi di bawah umur 5 tahun, ibu hamil, atau anggota
keluarga dengan riwayat penyakit asma, darah tinggi, jantung, dan diabetes. Gambar 4
memperlihatkan persentase jumlah responden yang memiliki anggota keluarga yang secara
fisik rentan terhadap bahaya virus Corona. Kenyataan ini memperlihatkan tingkat kerentanan
keluarga para responden di Aceh terhadap virus dikaitkan dengan kondisi fisik dan kesehatan.

Namun, fakta bahwa hampir 100% responden menerima informasi tentang virus
merupakan salah satu hal positif. Meskipun demikian, hanya 2/3 saja yang menyatakan
bahwa informasi tersebut sudah memadai (lihat Gambar 6).

Gambar 6. Informasi COVID-19 yang diterima responden (kiri) dan Kecukupan/kejelasan


informasi yang diterima oleh responden (kanan).

10
sumber_informasi_respond

Gambar 7. Sumber memperoleh informasi terkait COVID-19 yang diterima oleh responden.
Gambar 7 memperlihatkan sumber-sumber informasi terkait COVID-19 yang
diterima oleh responden selama ini. Gambar ini menunjukkan bahwa peran media sosial dan
televisi signifikan dalam menyampaikan pesan-pesan ke masyarakat. Peran yang juga tidak
kalah pentingnya adalah media cetak (koran). Di tengah gempuran dunia digital, ternyata
cukup banyak warga Aceh yang masih menggunakan media cetak sebagai sumber
informasinya. Hal lain yang juga tidak kalah penting adalah peran tokoh agama dalam
penyampaian pesan-pesan terkait virus. Sekitar 20% responden menyatakan juga menerima
informasi terkait COVID-19 dari para tokoh agama.
a. Responden dengan Aktivitas di luar Rumah
Mayoritas responden masih melakukan aktivitas di luar rumah selama seminggu
terakhir sebelum pelaksanaan survey ini ditutup (antara tanggal 16-23 Maret 2020). Gambar
8 memperlihatkan frekuensi kegiatan harian para responden di luar rumah dalam kurun waktu
tersebut. Hampir 30% para responden menyatakan melakukan aktivitas di luar rumah sekitar
4 kali dalam sehari. Frekuensi ini cukup mengkhawatirkan mengingat semakin sering seorang
individu beraktivitas di luar rumah maka akan semakin meningkatkan risiko keterpaparan
individu tersebut terhadap virus Corona. Secara umum, terdapat 94.3% responden yang
menyatakan masih melakukan aktivitas di luar rumah selama satu minggu terakhir. Gambar 9
memperlihatkan durasi rata-rata para responden jika melakukana aktivitas di luar rumah.
Sekitar sepertiga para responden (34.1%) menyatakan berada di luar rumah lebih dari 3 jam
setiap kali beraktivitas di luar rumah.

b. Responden dengan Aktifitas di Kantor


Mayoritas responden menyatakan beraktivitas di kantor selama seminggu ini jika
keluar rumah. Selanjutnya, sekitar 39% juga menyatakan pergi ke pasar. Yang menarik

11
adalah terdapat sekitar 1/5 dari responden yang menyatakan sering menghabiskan waktunya
di warung kopi selama seminggu terakhir. Ini tentu bertentangan dengan prinsip physical
distancing/social distancing yang dihimbau oleh pemerintah untuk memutus rantai penularan
COVID-19. Ada sekitar 8.47% yang menyatakan sering menghadiri resepsi pernikahan dalam
seminggu terakhir. Ini perlu menjadi catatan para pihak terkait penyelenggaraan kegiatan-
kegiatan yang menghimpun masa seperti resepsi pernikahan. Kedepannya, diharapkan
kegiatan-kegiatan serupa dapat dilakukan penundaan. Masjid juga menjadi tempat yang
signifikan dikunjungi oleh para responden. Ini perlu menjadi catatan agar dilakukan
penyesuaian dan perbaikan sarana di Masjid agar dapat membantu memutus rantai penularan
virus.

c. Responden dengan Kendaraan Pribadi


Mayoritas responden menggunakan kendaraan pribadi berupa mobil atau sepeda motor
sebagai moda transportasinya. Gambar 11 memperlihatkan jenis transportasi/kendaraan para
responden. Penggunaan kendaraan publik seperti bus umum tidak disarankan dalam masa-
masa krisis ini.
Responden secara umum memiliki persepsi ragu-ragu terhadap kesiapan Pemerintah
Aceh dalam menghadapi ancaman COVID-19 (lihat Gambar 12). Terdapat 2.455 responden
(53%) yang menyatakan mereka ragu-ragu. Sekitar 19% menyatakan sebenarnya Pemerintah
Aceh tidak siap menghadapi ancaman ini. Namun, cukup menarik jika disimak bahwa sekitar
28% responden berpersepsi bahwa Pemerintah Aceh siap dalam menghadapi virus Corona/
COVID-19 ini.

Berdasarkan analisis awal, beberapa responden mengaku informasi yang diperoleh


terkait virus Corona ini masih tidak memadai. Hal ini dikarenakan belum adanya sosialisasi
tentang virus Corona/COVID-19 secara mendetail. Masyarakat hanya menerima informasi
sepotong-sepotong yang belum dapat dipastikan kebenarannya. Bahkan beberapa responden
mengaku bingung dengan banyaknya informasi yang bersifat hoax/tidak valid/tidak akurat,
sehingga meresahkan masyarakat. Informasi yang ada juga belum terdistribusi secara merata
di tiap-tiap lapisan/kalangan masyarakat.
Secara umum, hasil survey menunjukkan bahwa masyarakat masih membutuhkan
informasi resmi dari pemerintah setempat. Beberapa informasi yang dibutuhkan termasuk
diantaranya: bagaimana penularan dapat terjadi, mengapa perlu isolasi, berapa lama virus
dapat bertahan hidup pada orang yang positif COVID-19, apakah masker efektif dapat

12
mencegah virus Corona, bagaimana membedakan flu biasa dengan COVID-19, bagaimana
mencegahnya dan apa yang harus dilakukan ketika gejala muncul hingga transparansi
mengenai jumlah dan penyebaran Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dengan
Pemantauan (PDP) dan positif COVID-19 secara real. Beberapa responden mengaku telah
memperoleh informasi tersebut dari media sosial, namun kebingungan apakah berita tersebut
fakta atau hoax. Sebaran kata-kata yang digunakan responden dalam menjawab pertanyaan
terkait harapan terhadap pemerintah Aceh dapat dilihat pada Gambar 13.
Berbagai masukan diberikan oleh masyarakat agar pemerintah Aceh dapat lebih serius
dan tegas dalam menangani bahaya virus Corona ini, termasuk melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap orang yang masuk dan keluar dari Provinsi Aceh. Beberapa responden
juga menyarankan agar diberlakukan kebijakan lockdown di seluruh wilayah Aceh, serta
melibatkan TNI dan polisi untuk merazia seluruh tempat. Sebagian besar responden juga
menyarankan penyiapan Alat Pelindung Diri (APD) yang lengkap untuk para petugas medis,
serta pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menangani
COVID-19.

13
BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil tersebut, maka tim peneliti menyimpulkan sebagai berikut:


a. Berdasarkan 4.628 data responden di Provinsi Aceh, terdapat porsi yang cukup signifikan
responden yang memiliki anggota keluarga yang rentan menjadi terinfeksi COVID-19
(sekitar 57%) seperti memiliki ibu hamil, Balita, warga senior (usia di atas 65 tahun), dan
penderita penyakit kronis (seperti diabetes dan jantung) di rumah mereka. Ini
memperlihatkan tingkat kerentanan warga dari aspek struktur anggota keluarga.
b. Per tanggal 24 Maret 2020 saat survey ini diakhiri, sebagian besar responden masih
melakukan aktivitas di luar rumah (sekitar 94%) dengan sekitar 35% nya masih
beraktivitas keluar rumah 4 kali atau lebih dalam satu hari. Bahkan sekitar 34%
menghabiskan waktu di luar rumah selama 3 jam atau lebih. Ini perlu menjadi perhatian
sebab semakin tinggi frekuensi aktivitas di luar rumah dan semakin lama berada di luar
rumah (tempat keramaian), maka seorang akan semakin rentan terkena infeksi virus
COVID-19.
c. Cukup banyak responden yang menghabiskan waktu di tempat yang berpotensi
menggagalkan prinsip social/physical distancing seperti warung kopi dan resepsi
pernikahan. Kedua tempat tersebut menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh sekitar
29% responden. Kedua tempat ini direkomendasikan agar dipantau/diawasi lebih ketat
mengingat kesuksesan cara menghambat penularan virus COVID sangat bergantung dari
social/physical distancing yang ketat jika pilihan lockdown tidak dilaksanakan.

Secara kualitatif, para responden mengharapkan agar pemerintah:


a. Mempertegas mekanisme menjaga jarak (social/physical distancing) ini dan memperkuat
kapasitas medik di Kabupaten Kota di seluruh Aceh.
b. Memastikan ketersediaan masker dan hand sanitizer untuk individu yang sekarang
semakin langka ditemukan.
c. Meningkatkan kesiapan para Tenaga Kesehatan melalui penyediaan Alat Pelindung Diri
(APD) yang lengkap dan sesuai standar.

14
DAFTAR PUSTAKA

Barak, Y. (2006). The immune system and happiness. Autoimmunity Reviews. 5 (8): 523-527.
https://doi.org/10.1016/j.autrev.2006.02.010

Calhoun, L. G., Tedeschi, R. G., Cann, A., & Hanks, E. A. (2010). Positive outcomes following bereavement:
Paths to posttraumatic growth. Psychologica Belgica. (50), 125-143. doi:
http://dx.org/10.5334/pb-50-1-2-125

Good, Marie. (2011). Exploring The Development and Psychosocial Correlates of Spirituality/ Religiosity Across
Adolescence (Doctoral dissertation). Retrieved from
https://dr.library.brocku.ca/bitstream/handle/10464/4074/Brock_Good_Marie_2011.pdf?sequence=1

Koesmawardhani, N. W. (2020, Maret 17). Pemerintah Tetapkan Masa Darurat Bencana Corona hingga 29 Mei
2020. Detiknews.
Diunduh dari https://news.detik.com/berita/d4942327/pemerintah-tetapkan-masa-darurat-bencana-
coronahingga-29-mei-2020

Malik, D. (2020, Maret 14). Anies Tutup Lokasi Wisata di Jakarta, Wisatawan Pindah ke Puncak Bogor.
Vivanews. Diunduh dari
https://www.vivanews.com/berita/nasional/40497-anies-tutup-lokasi-wisata-dijakarta-wisatawan-pindah-ke-
puncak-bogor?medium=autonext

Mascaro, N., & Rosen, D. H. (2006). The Role of Existential Meaning as a Buffer Against Stress. Journal of
Humanistic Psychology, 46(2), 168–190.
https://doi.org/10.1177/0022167805283779

15

Anda mungkin juga menyukai