Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi resiko
terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.

Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya pemberantasan


penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya kesehatan
masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap
upaya kesehatan lainnya.

Sistem Surveilans Epidemiologi mempunyai peran yang sangat penting sebagai intelijen 
penyakit dan mempunyai tujuan menyediakan data dan informasi epidemiologi untuk manajeme
n kesehatan, mendukung pengambilan keputusan dan penyusunan perencanaan,monitoring dan
evaluasi, serta sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD-KLB). Dalam konteks
desentralisasi, daerah dituntut untuk dapat mandiri dan mampu melaksanakan
surveilansepidemiologi secara profesional.

Dasar hukum terbaru berkaitan dengan kegiatan surveilans epidemiologi yaitu, UU


No.36/2009 tentang Kesehatan pada Bab 10 tentang penyakit menular dan tidak menular Pasal
154ayat 1 yang berbunyi “ pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis
dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang
singkat,serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber
penularan”. Pasal 156 ayat 1 yang berbunyi “dalam melaksanakan upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakitmenular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat
(1), Pemerintah dapat menyatakan wilayahdalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar
biasa (KLB)”. Pasal 156 ayat 2 berbunyi “penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan,
atau kejadian luar biasa (KLB) sebagaimana dimaksud pada 
ayat (1) harus dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang diakui keakuratannya”.

Dasar hukum yang sudah ada antara lain, UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit
Menular, Permenkes No. 949/Menkes/SK/VII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan SKD-
KLB,Kepmenkes No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi, dan Kepmenkes No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Sistem
Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu.
Pada tahun 1987 telah dikembangkan Sistem Surveilans Terpadu (SST) berbasis data,
Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP), dan Sistem Pelaporan Rumah Sakit
(SPRS), yang telah mengalami beberapa kali perubahan dan perbaikan. Disamping keberadaan
SST telah juga dikembangkan beberapa sistem Surveilans khusus penyakit Tuberkulosa,
penyakit malaria, penyakit demam berdarah, penyakit campak, penyakit saluran pernapasan dan
lain sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana system surveilans di Indonesia ?
2. Bagaimana system surveilans dari input, proses, dan output ?
3. Siapa saja pihak yang terlibat dalam surveilans beserta fungsinya ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui bagaimana system surveilans di Indonesia
2. Untuk mengetahui bagaimana system dari surveilans dari input, proses dan output
3. Untuk mengetahui siapa saja pihak yang terlibat dalam surveilans beserta fungsinya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
WHO mendefiniskan surveilans adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan,
mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk
selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan
evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat.

sistem surveilansdiperlikan untuk mendapatkan gambaran beban penyakit suatu


komunitas, termasuk jumlah kasus, insidensi, prevalensi, case-fatalityrate, rate mortalitas dan
morbiditas, biaya pengobatan, pencegahan, potensi epidemik dan informasi mengenai timbulnya
penyakit baru.

System surveilans dari input meliputi

1. SDM (Man), yaitu sumber daya manusia untuk tenaga fungsional epidemiologi di unit
surveilans berdasarkan SK Menkes No. 1116 tahun 2003.
2. Sarana-prasarana (material-machine), yaitu sarana dan prasarana pendukung kegiatan
surveilans meliputi komputer, software, SIG-PPM (SistemInformasiGeografis-
PemberantasanPenyakitMenular), ATK (AlatTulis Kantor) seperti pena, kertas, dan tinta,
buku pedomanataupetunjuk teknis pelaksanaan surveilans epidemiologi, formulir
pengumpulan data surveilans,
3. Dana (Money), yaitu sumber dana dalam pelaksanaan kegiatan surveilans meliputi dana
program APBD Kabupaten/Kota, APBD provinsi, APBN, Block Grant dan dana bantuan
yang berasal dari LSM/Swasta nasional dan daerah, swadaya masyarakat, dan bantuan
Luar Negeri.
4. Metode (Methods), yaitu dalam surveilans terdapat 2 metode, yaitu metode surveilans
aktif dan surveilans pasif.

System surveilans dari Proses meliputi Pengumpulan dan pengolahan data, Analisi Data,
Interpretasi Data, Diseminasi Data,

System surveilans dari Output, yaitu Output yang dihasilkan dari setiap kegiatan
surveilans tidak sama, tergantung dari kegiatan surveilans masing-masing penyakitnya. Namun
demikian, secara umum output yang dihasilkan dari kegiatan surveilans epidemiologi penyakit
berupa buletin surveilans (Ditjen P2PL, 2003). Menurut pedoman penyelenggaraan sistem
surveilans epidemiologi kesehatan, komponen sistem yang harus ada dalam menyusun kegiatan
surveilans epidemiologi yaitu tujuan yang jelas dan dapat diukur, unit kegiatan surveilans yang
terdiri dari kelompok kerja surveilans dengan dukungan tenaga profesional, konsep surveilans
epidemiologi, dukungan advokasi, mekanisme kerja surveilans, jejaring surveilans epidemiologi,
dan indikator capaian kerja.

Pihak yang terlibat dan fungsinya :


1. Masyarakat/Informan desa & Kelurahan/kecamatan melaporkan seluruh kematian WUS
dan bayi baru lahir kepada petugas surveillans puskesmas dan bidan desa dengan
menggunakan form sederhana yang telah dibagikan oleh puskesmas.
2. Petugas surveilans puskesmas bersama bidan desa dan petugas surveilans kabupaten
kemudian melakukan pelacakan kematian baik berupa identifikasi dan investigasi pada
keluarga pasien maupun ke RS pemerintah ataupun RS swasta tempat terjadinya
kematian ibu, bayi dan balita.
3. Dinas Kesehatan kabupaten/kota setiap bulan melalui koordinator surveilansnya
melaporkan kepada surveilans propinsi dengan menggunakan form laporan W2.
DAFTAR PUSTAKA

Susanto, Nugroho. Modul Surveilans Universitas Respati Yogyakarta


dalamhttps://nugrohosusantoborneo.files.wordpress.com/2017/04/modul-surveilans.pdf
[Online] (diakses pada 7 November 2019 pukul 16.00 WIB)

Indah, DwiTirta. Evaluasi Input SistemSurveilansHipertensi di Wilayah KerjaDinasKesehatan


Kota MagelangBerdasarkanPedomanSistemSurveilansPenyakitTidakMenular. Skripsi.
Universitas Negeri Semarang dalamhttps://lib.unnes.ac.id/20395/1/6411410102-S.pdf
[Online] (diakses pada 7 November 2019 pukul 15.00 WIB)

Ditjen P2PL Depkes RI, 2003, Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP), Depkes RI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai