BAB IV
PEMBAHASAN
makanan dengan tekstur yang basah dan makanan yang berbau amis.
Menurut analisis penulis, keluhan pada Ny. W tersebut sesuai dengan
teori yang telah ada karena beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan
mual muntah yang berlangsung singkat atau lama. Mual muntah terjadi
akibat dari efek samping obat kemoterapi sehingga terjadi peningkatan asam
lambung. Mual dan muntah juga dapat dipicu oleh selera, bau, pikiran dan
kecemasan terkait kemoterapi.
Kondisi yang dialami pasien tersebut dapat mengakibatkan terganggunya
asupan nutrisi, sehingga berpotensi untuk menimbulkan penurunan status
nutrisi, cairan dan elektrolit, kelemahan, perasaan tidak berdaya, tidak
mampu melakukan aktifitas rutin, penurunan produktifitas yang selanjutnya
menambah kecemasan dan dapat mengakibatkan depresi pada pasien
(Maryani, 2009). Oleh karena itu, dituntut kompetensi ners dalam pemberian
asuhan keperawatan termasuk pengkajian yang komprehensif untuk
mengatasi masalah pada pasien.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian, ada tiga diagnosa keperawatan yang
dirumuskan pada kasus ini yang meliputi: ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan,
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agens farmaseutikal,
hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme. Diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada pasien adalah hasil pengkajian secara
head to toe dan menggunakan pengkajian Morrow Assesment of Nausea and
Vomiting (MANE). Diagnosa primer yang ditemukan pada kasus ini adalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan individu yang
mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolik
(Wilkinson, 2005).
Pada Ny. W ditegakkan diagnosis ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan, data yang
didapat dari Ny. W, data subjektif pasien mengatakan perubahan sensasi rasa,
59
sering mual dan muntah, kurang nafsu makan, makan yang dihabiskan hanya
seperempat dari diit yang di berikan. Data objektif pasien tampak lemas,
makan yang diberikan tidak dihabiskan.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada Ny. W
terjadi akibat kanker itu sendiri dan atau melalui kemoterapi. Menurut Ariani
(2015) obat-obat kemoterapi dapat menyebabkan efek samping yang
berlawanan dan toksisitas bervariasi dalam keparahannya bergantung pada
respons individual pasien terhadap obat. Mual dan muntah sering kali timbul
sebagai efek samping yang paling merepotkan. Mual dan muntah dapat
terjadi secara akut, terantisipasi, lambat atau terus menerus sedangkan nutrisi
yang adekuat harus terpenuhi agar dapat mempertahankan kekuatan dan
kebutuhan tubuh.
Menurut penelitian Ambarwati & Wardani (2015) mengatakan porsi
makan yang biasa di komsumsi mengalami penurunan setelah menjalani
kemoterapi dan bahkan tidak mau makan sama sekali selama pemberian
kemoterapi serta frekuensi makanan yang menjadi tidak teratur.
Menurut analisa penulis diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan sesuai dengan
teori yang telah ada. Kurangnya nafsu makan terkait kanker dapat terjadi
karena sinayal rasa lapar berasal dari hipotalamus berkurang dan sinyal
kenyang dihasilkan oleh melacortins diperkuat. Kurangnya nafsu makan juga
dapat memperburuk saat pasien menerima kemoterapi yang berhubungan
dengan mual atau perubahan rasa. Untuk mengatasi mual muntah dapat
dengan memberikan makanan yang disukainya, memberikan makanan yang
tidak memicu terjadinya mual muntah seperti makanan yang segar contonya
buah-buahan (apel, jeruk, pisang, pepaya, pir ), minum air putih dan tidak
menyengat. Adanya asuhan keperawatan dengan intervensi utama aplikasi
terapi relaksasi otot progresif yang dilakukan secara berkesinambungan maka
masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh akibat mual dan muntah akan
teratasi.
Diagnosa yang ditegakkan pada Ny. W adalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan agens farmaseutikal, didapat data subjektif pasien
60
darah merah menurun, yang paling sering adalah penurunan sel darah putih
(leukosit), tapi ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan
peningkatkan leukosit.
Menurut analisa penulis tegaknya diagnosa hipertermi berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme sesuai dengan teori karna efek
samping dari obat kemoterapi tersebut bisa menyebabkan penurunan atau
peningkatan leukosit hal ini menyebakan daya tahan tubuh menurun sehingga
sangat mudah untuk terkena infeksi. Bila terjadi infeksi maka terjadi
peningkatan suhu tubuh.
Berdasarkan diagnosa diatas, ada 5 diagnosa keperawatan yang tidak
muncul pada Ny. W yaitu ansietas berhubungan dengan status kesehatan
menurun. Berdasarkan analisa penulis, ansietas adalah perasaan tidak
nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons otonom (sumber
sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) perasaan takut
yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk tidak menghadapi ancaman. Namun hal ini
tidak dialami oleh pasien. Diagnosa berikutnya yang tidak ditemui pada Ny.
W adalah resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi. Berdasarkan
analisa penulis, resiko infeksi merupakan rentan mengalami invasi dan
multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan.
Diagnosa berikutnya yang tidak ditemui pada Ny. W disfungsi seksual
berhubungan dengan gangguan struktur tubuh. Berdasarkan analisa penulis,
disfungsi seksual merupakan suatu kondisi ketika individu mengalami suatu
perubahan fungsi seksual selama fase respons seksual berupa hasrat,
terangsang, dan atau orgasme, yang dipandang tidak memuaskan, tidak
bermakna, atau tidak adekuat. Tetapi ini tidak terjadi pada pasien. Diagnosa
berikutnya yang tidak ditemui pada Ny. W yaitu gangguan citra tubuh
berhubungan dengan program pengobatan. Berdasarkan analisa penulis,
akibat dari kemoterapi salah satunya adalah alopesia yaitu kerontokan
rambut. Kerontokan rambut ini bersifat sementara yang terjadi antara hari ke
10 dan 21 setelah kemoterapi. Efek tersebut kemungkinan dapat
62
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan pada partisipan I didasarkan pada
tujuan rencana maaslah keperawatan yang muncul yaitu ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan
makanan, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agens farmaseutikal,
hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Berdasarkan pada kasus Ny. W tindakan yang dilakukan selama dua hari
sesuai dengan rencana yang telah peneliti susun. Pada diagnosis
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makanan rencana tujuannya untuk memenuhi status nutrisi.
Rencananya adalah manajemen nutrisi, tindakan yang dilakukan mengkaji
apakah ada alergi makanan, monitor intake nutrisi: tujuannya untuk
mengetahui tingkat/status nutrisi pasien agar status nutrisi pasien terpenuhi,
mengkaji kemampuan pasien dalam asupan nutrisi, monitor adanya
penurunan berat badan dengan tujuan untuk mengetahui asupan nutrisi pasien
sudah terpaenuhi atau belum, menganjurkan pasien meningkatkan makanan
yang mengandung protein dan vitamin C, identifikasi perubahan nafsu
makan, monitor untuk mual dan muntah, memberikan informasi mengenai
kebutuhan nutrisi pasien dan ajarkan teknik relaksasi otot progresif
(Wilkinson, 2005).
Pemberian terapi relaksasi otot progresif terbukti bermanfaat untuk
mengurangi masalah mual dan muntah. Terapi relaksasi otot progresif atau
progressif muscle relaxation merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan
relaksasi pada otot melalui dua langkah. Langkah pertama dengan
memberikan tegangan pada suatu kelompok otot, dan kedua dengan
63
D. Implementasi Keperawatan
Peneliti melakukan semua implementasi berdasarkan tindakan yang telah
direncanakan. Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan yang terjadi pada Ny. W
telah dilakukan tindakan a) mengkaji apakah ada alergi makanan, b) monitor
intake nutrisi, c) monitor adanya penurunan berat badan, d) menganjurkan
pasien meningkatkan makanan yang mengandung protein dan vitamin C, e)
mengidentifikasi perubahan nafsu makan, f) monitor untuk mual dan muntah,
g)mengaji mual dan muntak menggunakan pengkajian Morrow Assesment of
Nausea and Vomiting (MANE), h) mengajarkan pasien dan keluarga terapi
relaksasi otot progresif selama 10 – 15 menit dalam waktu 2 kali sehari untuk
mengurangi masalah nutrisi mual dan muntah, dan i) memberikan informasi
kepada pasien tentang kebutuhan nutrisi pasien.
Pada kasus Ny. W, melakukan tindakan memberikan informasi kepada
pasien tentang kebutuhan nutrisi pasien dan menganjurkan pasien untuk
meningkatkan asupan protein dan vitamin C karna banyak anti-oksidan, tidak
mengkomsumsi makanan berkaleng atau kemasan karena pada makanan
berkaleng mengandung zat-zat kimia dan sebelum mengkomsumsi sayur-
sayuran dan buahbuahan dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan
kandungan pestisida pada sayur dan buah tersebut, hal ini tersebut dapat
memicu pertumbuhan dari sel-sel kanker.
Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat
mengatasi masalah kanker serviks. Penelitian mendapatkan hubungan yang
terbalik antara komsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning (banyak
mengadung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan Vitamin E) dengan
kejadian neoplasia intra epithel juga kanker serviks. Artinya semakin banyak
mengkomsumsi makan sayuran berwarna hijau tua dan kuning, maka akan
65
tingkatkan sirkulasi udara, jaga intake dan output pasien, tingkatkan intake
cairan dan nutrisi adekuat, monitor hasil laboratorium.
Salah satu tindakan untuk masalah hipertermi adalah memberikan obat
antipiretik yaitu Ny. W diberikan paracetamol 2 x 500 mg per oral.
Paracetamol tidak diberikan pada orang yang alergi terhadap obat anti-
inflamasi non-streroid (AINS), memderita hepatitis, gangguan hati dan atau
ginjal dan alkoholisme. Pemberian paracetamol juga tidak boleh diberikan
berulang kali pada kepada penderita anemia, gangguan jantung, paru dan
ginjal. Memberikan banyak minum air hangat pada pasien hipetermi dapat
menurunkan demam dan membuat pendrita merasa nyaman namun tidak
menghambat proses melawan penyakit di dalam tubuh.
Berdasarkan analisis peneliti, perawatan demam dapat dilakukan dengan
memonitor suhu sekali 2 jam ini berguna untuk mementau apakah demam
turun atau tidak setelah pemberian antipiretik seperti paracetamol.
E. Evaluasi Keperawatan
Dari tindakan keperawatan yang dilakukan secara berangsur-angsur
maka hasil evaluasi yang didapatkan pada hari pertama menggunakan
Morrow Assesment of Nausea and Vomiting (MANE) didapatkan hasil yakni
respon subjektif klien mengatakan masih mengalami mual dan respon
objektif pasien tampak lemah, TTV : TD 110/70 mmHg, Nadi 78 x/menit,
RR 20 x/menit, Suhu 37,6 oC. Mukosa mulut kering, pasien masih malas
untuk makan. Hasil pengkajian mual : dirasakan 7 kali dengan durasi 2-3
menit dan intensitas 7. Muntah sebanyak 5 kali dan jumlah 1-2 gelas (200cc),
pasien dan keluarga berpartisipasi melakukan gerakan relaksasi otot yang
diajarkan. Sedangkan pada pertemuan terakhir respon subjektif pasien
mengatakan mual sudah berkurang, sudah tidak mengalami muntah, pasien
mengatakan mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan telah melakukan
relaksasi otot progesif sebanyak 2 kali per hari. Respon pasien dan keluarga
mampu menjelaskan kembali penjelasan yang disampaikan oleh perawat.
Respon objektif pasien TTV : TD 120/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, Suhu 36,5
o
C, RR 20 x/menit. Hasil pengkajian mual dialami 1 kali dengan durasi 1
67