Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia sebagai khalifah di bumi bertugas untuk memakmurkan bumi ini,


dengan cara mengolah dan menggunakan sumber daya alam yang telah diberikan
Allah kepada dan untuk manusia. Semua itu disiapkan Allah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, berarti bahwa manusia harus berusaha. Di
dalam Al-Qur’an perintah bekerja disebutkan secara beriringan dengan perintah
melaksanakan sholat. Misal dalam QS Al-Jumu’ah (62) : 10 :

Ketentuan dalam ayat ini dapat dipahami baha orang yang beriman itu
adalah orang yang setelah melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah (menjaga
hubungan vertikal, ia harus bekerja keras, dan tidak malas). Agar sukses dan tetap
dalam koridor yang diinginkan Allah dan Rasul nya, Allah mengingatkan agar
dalam bekerja manusia harus selalu banyak mengingat Allah, sehingga tetap
terjaga usaha yang dibenarkan Allah, dan tidak merugikan orang lain.

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian etos kerja ?
2. Hadits tentang etos kerja ?
3. Etika kerja dalam Islam ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian etos kerja
2. Mengetahui hadist tentang etos kerja
3. Mengetahui etika kerja dalam Islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etos Kerja

Etos berasal dari bahasa yunani yang berarti ciri, sifat atau kebiasaan, adat-
istiadat, atau juga kecenderungan moral, pandangan hidup yang dimiliki oleh
seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa.

Etos kerja dengan demikian adalah cara kerja yang memiliki tiga dasar, yaitu :

1. Keinginan untuk menjunjung mutu pekerjaan


2. Menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan
3. Kemampuan untuk memberikan layanan kepada masyarakat melalui karya
profesional.

Orang yang memiliki etos kerja, akan terlihat ketika bekerja ia mempunyai
keinginan untuk menjunjung mutu pekerjaan, bukan hanya sekedar bekerja
memenuhi tugas atau kewajiban. Ketika ia bekerja ia menjaga harga dirinya,
bukan bekerja dengan menjatuhkan harga dirinya seperti menjadi pengemis ketika
ia memiliki kemampuan fisik, dan potensi lain. Disamping itu, dengan profesi
yang ditekuni memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pembahasan tentang etos kerja ini penting untuk memberikan pemahaman


yang benar terhadap islam memandang kerja. Disamping itu, untuk memberikan
koreksian terhadap esensi kerja yang selama ini dipahami oleh sebagian umat
islam. Dalam QS. An-Nahl (16) : 14 Allah berfirman :

       


      
      

14. dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang
kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)
dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.

2
Begitu juga dengan QS. Al Mulk (67) : 15 dijelaskan baha Dia (Allah)
yang emnjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah disegala
penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya. Dan hanya kepada-Nya lah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan.

Pesan kedua ayat ini memberitahukan kepada manusia baha Allah telah
mengatur sedemikian rupa bumi dan laut agar mudah dikelola untuk bermacam
usaha. Keinginan utuk menjunjung mutu pekerjaan akan terlihat dalam cara
seseorang memandang pekerjaan. Esensi bekerja bagi setiap muslim harus
dimaknai sebagai salah satu perintah Allah seperti yang termaktub dalam firman
Allah dalam Surah Al-Jumu’ah diatas ; bukan hanya sebagai tugas untuk
memenuhi kebutuhan hidup.1

B. Hadist Tentang Etos Kerja


Islam sangat mendorong orang-orang mukmin untuk bekerja keras, karena
pada hakikatnya kehidupan dunia ini merupakan kesempatan yang tidak akan
pernah terulang untuk berbuat kebajikan atau sesuatu yang bermanfaat bagi orang
lain. Ini sekaligus untuk menguji orang-orang mukmin, siapakah diantara mereka
yang paling baik dan tekun dalam bekerja. Disisi lain, Rasulullah saw sangat
menekankan kepada seluruh umatnya, agar tidak menjadi orang yang pemalas dan
orang yang suka meminta-minta. Pekerjaan apapun, walau tampak hina dimata
banyak orang, jauh lebih baik dan mulia daripada harta yang ia peroleh dengan
meminta-minta. Dalam sebuah riwayat disebutkan;

ْ ‫وعن حكيْم بن حزام رضى هللا عنهما عن النّب ّي صلّى هللا عليْه وسلّم قال (الي??د العلي??ا خ??ير‬
ّ ‫من ي??د‬
،‫الس?فلى‬
‫يس?ت ْغن ي ْغن?ه هللا) متف?ق‬ ْ ‫ْفف يعفّ??ه هللا‬
ْ ‫ومن‬ ْ ‫يس?تع‬ ْ ‫عن ظه??ر غ?نى‬
ْ ‫ومن‬ ْ ‫الص?دقة‬ ْ ‫وا ْب??دأ‬
ّ ‫بمن تع??ول وخ ْي??ر‬
‫والفظ للبخارى‬, ‫عليه‬

Dari Hakim putra Hizam, ra., dari Rasulullah saw., beliau bersabda; “Tangan
yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah, dahulukanlah orang yang
menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-baiknya sedekah itu ialah lebihnya
kebutuhan sendiri. Dan barang siapa memelihara kehormatannya, maka

1
Enizar, Hadist Ekonomi, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 2-3

3
Allah akan memeliharanya. Dan barang siapa mencukupkan akan dirinya,
maka Allah akan beri kecukupan padanya.” (H.R Bukhari).

Hadis ini menjelaskan bahwa kita sebagai orang yang tangannya di atas
hendaklah lebih dahulu memulai atau mendahulukan pemberiannya kepada
keluarga setelah itu barulah kepada yang lain. Di samping itu didalam hadis itu
dijelaskan bahwa Allah akan mencukupi seseorang yang menuntut atau bertekad
menjadikan dirinya berkecukupan tidak mau meminta belas kasihan orang lain.
Ungkapan ini dapat dipahami bahwa sangatlah bijak dan dianjurkan bagi orang
kaya atau yang berkecukupan agar memberi kepada yang miskin dengan
pemberian yang dapat menjadi modal usahanya untuk dia dapat menjadi orang
yang mempunyai usaha sehingga pada saatnya nanti ia tidak lagi menjadi orang
yang meminta-minta (mengharap belas kasihan orang).

Perbuatan suka memberi atau enggan meminta-minta dalam memenuhi


kebutuhan hidup, sangatlah dipuji oleh agama. Hal ini jelas dikatakan Nabi SAW
dalam hadis di atas bahwa Nabi mencela orang yang suka meminta-minta
(mengemis) karena perbuatan tersebut merendahkan martabat kehormatan
manusia.

Demikiankah juga hadis ini memberi isyarat bahwa agama Islam


menyuruh umatnya bekerja untuk mendapatkan rezeki. Islam sangat menilai jelek
dan rendah martabat perilaku menjadi pengemis, untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Bekerja mencari kayu bakar kemudian dijual adalah lebih baik daripada
mengemis. Hal ini dinyatakan Nabi dalam salah satu sabdanya, hadis dari Abu
Hurairah r.a bahwa Rasulullah bersabda :

ِ ‫ْط ِه اَوْ يَ ْمنَ ُعهُ ( اَ ْخ َر َجهُ ْالبُخَ اِرىْ ِم ْن ِكتَا‬


‫ب‬ ِ ‫ب اَ َح ُد ُك ْم َج ْز َمةً عَل َى ظَه ِْر ِه خَ ْي ٌر ِم ْن اَ ْن يَسْأ َ َل اَ َح ٌد فَيُع‬
َ ُ‫اِل َ ْن يَط‬
ِ ْ‫ْالبُيُو‬
‫ع‬

“sesungguhnya bahwa seseorang di antara kamu yang bekerja mencari kayu


bakar, diikatkan di punggungnya kayu itu (guna memikulnya) adalah lebih

4
baik daripada dia meminta-minta yang kemungkinan diberi atau tidak
diberi.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab al-Buyu’).

Ketika Islam sangat menekankan kerja, lalu pekerjaan apakah yang paling
utama? Terhadap pertanyaan itu ada sebuah hadist yang menyatakan bahwa;
Pekerjaan yang paling utama menurut Nabi Muhammad SAW adalah usaha
seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang bersih.

‫اي الكسب أطيب؟ عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور‬:‫عن رفاعة بن رافع أن النبي صلى هللا عليه وسلم سأل‬

“Rifa’ah bin Rafi’I berkata bahwa Nabi SAW, ditanya, “Apa mata pencarian
yang paling baik?” Nabi menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya
dan tiap-tiap jual beli yang bersih.” (Diriwayatkan oleh Bazzar dan disahkan
oleh Hakim)

Islam senangtiasa mengajarkan kepada umatnya agar berusaha untuk


memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak dibenarkan seorang muslim berpangku
tangan saja atau berdoa mengharap rezeki datang dari langit tanpa mengiringinya
dengan usaha. Namun demikian, tidak dibenarkan pula terlalu mengandalkan
kemampuan diri sehingga melupakan pertolongan Allah SWT. dan tidak mau
berdoa kepada-Nya.

Dalam hadis ini Rasulullah SAW memerintahkan orang mu’min agar


rakus (menyukai, mengerjakan) pekerjaan yang bermanfaat. Oleh sebab itu
seseorang yang beriman haruslah bersikap tidak akan membiarkan waktu atau
kesempatan yang dimiliki yang ia dapat menggunakan kesempatan itu berlalu
tidak dimanfaatkan. Seorang mu’min yang baik dan bijak tentulah akan
menggunakan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya, mengisinya dengan
pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat, seperti berusaha mencari rezeki, harta
untuk keperluan dan kebahagiaan hidup, mencari posisi dan kedudukan yang
layak dalam percaturan kehidupan ini, atau menunutut ilmu yang bermanfaat
untuk bekal perjuangan hidup, atau menggunakan kesempatan yang ada untuk
beramal dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT.

5
Al-Khuli dalam kitabnya al-Adab an-Nabawi mengemukakan bahwa dari
berbagai cara untuk memperoleh harta yang diutarakan di atas maka cara yanng
lebih utama adalah usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri. Hal ini
dinyatakan Nabi SAW dalam hadis yang lain, dari Miqdam r.a yang diriwayatkan
oleh Bukhari, Abu Daud, Nasa’i dan perawi hadist lainnya, bahwa Nabi SAW
bersabda :

‫ َواَ َّن النَّبِى هللا دَا ُو َد َعلَ ْي ِه ال َّسالَم َكانَ يَأْ َك ُل ِم ْن َع َم ِل‬,‫َما اَ َك َل اَ َح ٌد طَ َعا َما قَطٌ خَ ْيرًا ِم ْن اَ ْن يَأْ ُك َل ِم ْن َع َم ٍل بِيَ ِد ِه‬
‫يَ ِد ِه‬

“Tidaklah seseorang makan sesuap makanan lebih baik daripada ia makan dari
hasil kerja tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud a.s adalah
makan dari hasil kerja tangannya sendiri.”

Seseorang berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara


bekerja keras menggunakan tangannya sendiri, memeras keringat dan energy dari
badannya kemudian memakan hasilnya, sudah tentu lebih baik dari makanan hasil
dari yang baersumber peninggalan warisan, pemberian atas kemurahan seseorang
atau sedekah yang diberikan kepadanya karena belas kasihan. Karena usaha
seseorang mencari nafkah dengan memeras tenaga, mencucurkan keringat itu
akan berfaedah sehingga kalau ia makan apa yang dimakannya menjadi terasa
enak, dan makanan itu dicerna dengan cepat dan mudah oleh pencernaan sehingga
berguna bagi kesehatan tubuh. Demikianlah dijelaskan Al-Khuli dalam
mensyarahkan hadis ini.

Jika setiap muslim bekerja dengan baik , maka ia sudah melakukan ibadah
kepadaNya setiap pekejaan baik yang dilakukan muslim karena Allah, berarti ia
sudah melakukan kegiatan jihad fi sabilillah. Firman Allah swt dalam surat al-
Jumuah;

‫فإذا قضيت الصلوة فانتشروا فى االرض وابتغوا من فضل هللا واذكروا هللا كثيرا لعلكم تفلحون‬

6
Apabila sudah ditunaikan shalat,maka hendaklah kamu bertebaran di muka
bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak banyaknya
supaya kamu beruntung (QS. al-Jumuah, 62 ).

Untuk menggapai keberuntungan hidup, tidaklah hanya cukup tenggelam


dalam masalah ibadah formal atau ritual saja. Tetepi hendaknya dimanifestasikan
dalam ibadah aktual. Tafsiran ayat “ bertebaran di muka bumi” memberikan efek
batin untuk menjadikan diri kita sebagai sosok manusia yang memiliki
achievement tinggi.

Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas


manusia, sehimgga bekerja yang didasarkan pada prinsip- prinsip iman tauhid
bukan hanya menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan
martabat dirirnya sebagai hamba Allah, yang mengelola seluruh alam sebagai
bentuk dari cara dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah.

C. Etika Kerja dalam Islam

Hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :

1. Adanya keterkaitan individu kepada Allah, kesadaran baha Allah melihat,


mengontrol dan akan menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak
diakhirat.
2. Berusaha dengan cara yang halal dan seluruh jenis pekerjaan. Firman
Allah SWT :

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezki yang baik-baik yang
kami berikan kepdamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-
Nya kamu menyembah”. (al-baqarah “ 172).

1. Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada


kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan
Allah.
2. Profesionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan
pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup

7
hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa
tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaanya. Tanpa
profesionalisme suatu pekerjaan akan mengalami suatu kerusakan dan
kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya produktivitas.2

2
https://pintania.wordpress.com/etos-kerja-dalam-islam/

8
BAB III

KESIMPULAN

Ethos kerja seorang muslim ialah semangat menapaki jalan lurus,


mengharapkan ridha Allah SWT.

Di dalam Al-Qur’an perintah bekerja disebutkan secara beriringan dengan


perintah melaksanakan sholat. Misal dalam QS Al-Jumu’ah (62) : 10 :

      


        

10. apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Etika kerja dalam Islam yang perlu diperhatikan adalah (1) Adanya
keterkaitan individu terhadap Allah sehingga menuntut individu untuk bersikap
cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras, memperoleh
keridhoan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. (2) Berusaha
dengan cara yang halal dalam seluruh pekerjaan. (3) tidak melakukan pekerjaan
yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba, dan
hal-hal lain yang diharamkan Allah. (5) Profesionalisme dalam pekerjaan.

9
10

Anda mungkin juga menyukai