Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

ADHF (Acute Decompensated Heart Failure) e.c RHD (Rheumtic Heart Disease)
in Pregnancy with AF Rapid

Disusun oleh :

dr. Fince Claudia Boekorsjom

Supervisor Pembimbing :

dr. Herlina Yulidia,Sp.JP

BAGIAN ILMU JANTUNG & PEMBULUH DARAH

RSUD SELE BE SOLU SORONG

PAPUA BARAT

2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS INTERNSIP
RSUD SELE BE SOLU
KOTA SORONG

Telah disetujui pada : , Agustus 2020


Nama : dr. Fince Claudia Boekorsjom
Supervisor pembimbing : dr. Herlina Yulidia, Sp.JP

Supervisor Pembimbing,

dr. Herlina Yulidia, Sp.JP

2
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung merupakan penyebab kesakitan dan kematian tertinggi selama

kehamilan dan persalinan. Kehamilan dengan penyakit jantung akan memperberat

penyakit jantung yang dideritanya, dan penyakit jantung dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Di negara yang sedang

berkembang, kejadian penyakit jantung yang sering ditemui adalah penyakit jantung

rematik dan memberikan permasalahan pada ibu hamil. Timbulnya penyakit jantung

rematik diawali dengan terjadinya demam rematik. Pada demam rematik, reaksi yang

terjadi adalah berupa autoimun yang dipicu oleh terpajannya pejamu yang secara

genetis rentan terhadap suatu antigen pada Streptokokus β Hemolitikus Grup A dan

akan terjadi kerusakan patologis jaringan akibat reaksi inflamasi yang menahun berupa

proses eksudasi, proliferasi, dan pembentukan jaringan parut pada otot-otot jantung dan

katup jantung sehingga akan terjadi malfungsi jantung dan akhirnya akan menyebabkan

timbulnya insufisiensi katup.

Pada wanita hamil akan terjadi perubahan hemodinamik karena peningkatan volume

darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester pertama dan mencapai puncaknya

pada usia kehamilan 32-34 minggu dan menetap sampai aterm. Sebagian besar

peningkatan volume darah ini menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim, mammae,

ginjal, otot polos dan sistem vaskuler. Perubahan hemodinamik yang mencolok akibat

kehamilan dapat berdampak besar pada penyakit jantung yang sudah ada. Wanita yang

mengidap penyakit jantung mungkin tidak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan

ini dan terjadi disfungsi ventrikel yang mengarah ke gagal jantung kardiogenik.

3
Kelainan katup jantung adalah salah satu penyakit jantung yang sering ditemukan

pada saat kehamilan. Gangguan ini dapat meningkatkan kejadian gagal jantung,

morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin yang dikandung. Jenis-jenis kelainan ini

meliputi mitral stenosis yang disebabkan penyakit jantung rematik, mitral dan aorta

regurgitasi, kelainan katup tricuspid serta katup jantung prostetik.

Kelainan pada valvular yang tersering adalah regurgitasi katup mitral (65-70%

kasus). Perubahan struktur katup diikuti dengan pemendekan dan penebalan korda

tendinea menyebabkan terjadinya insufesiensi katup mitral. Peningkatan volume yang

masuk dan proses inflamasi ventrikel kiri akan menyebabkan atrium kiri berdilatasi

akibat regurgitasi darah. Peningkatan tekanan atrium kiri ini akan menyebabkan

kongesti paru diikuti dengan gagal jantung kiri. Apabila kelainan pada mitral berat dan

berlangsung lama, gangguan jantung kanan juga dapat terjadi.

Regurgitasi mitral dapat ditoleransi dalam jangka waktu lama tanpa keluhan pada

jantung, baik pada saat istirahat maupun beraktivitas. Sesak nafas dan lekas lelah

merupakan keluhan awal secara berangsur-angsur menjadi ortopnea, dispnea nokturnal

paroksismal, dan edema perifer. Gejala-gejala berat tersebut dapat dipicu oleh fibrilasi

atrial karena peningkatan derajat regurgitasi, atau ruptur korda.

Pada pemerikasaan fisik, fasies mitral lebih jarang terjadi dibandingkan dengan

stenosis mitral. Pada palpasi, apeks biasanya terdorong ke lateral/kiri sesuai dengan

pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks pertanda terdapatnya MR berat.

Pada auskultasi terdengar bising pansistolik yang bersifat meniup (blowing) di

apeks, menjalar ke aksila dan area infraskapular kiri. Bunyi jantung pertama biasanya

bergabung dengan murmur. Terdengar bunyi jantung ketiga akibat pengisisan cepat ke

4
ventrikel kiri pada awal diastolik dan diikuti diastolic flow murmur karena volume

atrium kiri yang besar mengalir ke ventrikel kiri.

Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan C-reactive protein dan

laju endap darah, pemeriksaan elektrokardiografi untuk menilai adanya kardiomegali

dan kongesti pulmonal sebagai tanda adanya gagal jantung kronik, dan pemeriksaan

ekokardiografi untuk menilai derajat insufisiensi/stenosis katup.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah lahir premature, intrauterine growth

retardation, respiratory distress syndrome, hemoragik intraventrikel dan kematian.

Pada beberapa kasus kehamilan dengan kelainan katup jantung, penggunaan antibiotika

diperlukan untuk menghindari terjadinya (profilaksis) endokarditis.

Penatalaksanaan pasien dengan rheumatic heart disease secara garis besar bertujuan

untuk mengeradikasi bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A, menekan inflamasi

dari respon autoimun, dan memberikan terapi suportif untuk gagal jantung kongestif.

Penisilin G Benzathine IM, penisilin V pottasium oral, dan amoxicilin oral adalah obat

pilihan untuk terapi Streptococcus beta hemolyticus grup A. Diet pasien rheumatic

heart disease harus bernutrisi dan tanpa restriksi kecuali pada pasien gagal jantung.

Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat kegagalan jantung dapat

terjadi pada saat nifas, walaupun pada saat kehamilan atau persalinan tidak terjadi

kegagalan jantung. Komplikasi-komplikasi nifas seperti perdarahan post partum,

anemia, infeksi dan tromboemboli akan lebih berbahaya pada pasien-pasien dengan

penyakit jantung.

BAB II

5
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. LOS


Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/Umur : 03-02-1984/36 tahun
Alamat : Jl. Danau WAM RT04 / RW04
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Masuk Rawat Inap : 19 Juli 2020 - 2020
No. RM : 147398

2. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri dada dan jantung berdebar-debar

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien wanita hamil 12-16 minggu rujukan dari RS. Mutiara dengan keluhan
nyeri dada dan terasa berdebar-debar hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Pasien
merasakan sesak napas yang memberat setelah naik tangga dari lantai 1 hingga
lantai 3, pusing (+) dada terasa pedis dan nyeri pada sendi-sendi lalu pasien berobat
ke dokter spesialis jantung 2x dan dikatakan terdapat infeksi jantung sehingga
pasien rutin mengkonsumsi obat. 3 hari sebelum MRS pasien mulai merasa sesak
napas yang memberat bahkan saat istirahat, jantung terasa berdebar – debar, lebih
nyaman tidur menggunakan 2 bantal dan beberapa waktu terakhir pasien mengeluh
lebih mudah lelah. Batuk (-), demam (-), mual (+), muntah (+) 1x. Buang air kecil
dan buang air besar tidak ada kelainan. Pasien kontrol kehamilan secara rutin di
PKM.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.


Riwayat penyakit jantung (+) hipertensi, asam urat, kolesterol, diabetes disangkal.

6
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6

Tanda Vital

 TD : 130/80 mmHg
 Nadi : 127 x/menit, iregular
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36 0C
 SpO2 : 98 %
Head to toe
 Kepala
Ekspresi : normal
Simetris muka : kanan = kiri
Deformitas : (-)
Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut
 Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Konjungtiva : anemis (-)/(-)
Sklera : Ikteriks (-)/(-)
 Telinga
Tophi : (-)
Pendengaran : dalam batas normal
 Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut
Bibir : sianosis (-), mukosa basah
Gusi : perdarahan (-)

7
 Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
Pembuluh darah : venaectasis (-)
JVP : Menonjol (+) 7cm
Tumor : (-)
 Thorax
Inspeksi:
Bentuk : simetris kiri=kanan
Pembuluh darah : venaectasis (-)
Buah dada : simetris
Sela iga : semetris kiri=kanan
Lain-lain : (-)
Paru-paru
Palpasi:
Fremitus raba : normal
Nyeri tekan : (-)
Perkusi:
Paru : sonor pada seluruh lapang paru
Batas paru depan kanan : ICS VI dextra
Batas paru belakang kanan : vertebra thoracalis IX dextra posterior
Batas paru belakang kiri : vertebra thoracalis X sinistra posterior
Auskultasi:
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rhonki +/+ basal , Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung terdapat pembesaran
Auskultasi : bunyi jantung I/II iregular, murmur diastolic (+)

 Abdomen

8
Inspeksi : Graviditas (+) perut membesar, striae gravida (+),
pusat mendatar
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-)
Hati : tidak dilakukan
Limpa : tidak dilakukan
Ginjal : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : denyut jantung bayi yang normal
 Ekstremitas : akral hangat, edema pretibial -/-

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
19 Juli 2020
- Hasil pemeriksaan hematologi

Hasil pemeriksaan hematologi Nilai normal (dewasa) Satuan


WBC 10,2 3,8-10,6 x 103/ mm3
RBC 4,36 4,4-5,90 x 106/ mm3
HB 10,5 12,0-16,0 g/dl
HCT 36,6 40,0-54,0 %
PLT 268 150-400 x 103/ mm3
MCV 84 79-96 Fl
MCH 25,0 27-32 pg
MCHC 29,8 23-36 g/dl
DIFF COUNT
Limfosit 13,6 20,0-40,0 %
Monosit 5,0 4,0-8,0 %
Neutrofill 81,4 40,0-70,0 %

9
- Hasil pemeriksaan kimia darah

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Ureum 24 15-39 mg/dl
Creatinin 0,8 0,6-1,3 mg/dl

- Hasil pemeriksaan Elektrokardiogram

5. DIAGNOSIS
AF Rapid
ADHF
RHD (Pregnancy with Valvular Heart Disease)

6. PENATALAKSANAAN AWAL
 IVFD NaCL 0,9 % 14 tetes/menit
 Furosemide 2 x 1 ampul/IV
 Spironolakton 3 x 25 mg/oral
 Bisoprolol 5 mg - 0 - 5 mg/oral

10
7. PROGNOSIS
Dubia at Bonam

8. RESUME

Pasien wanita 36 tahun hamil 3-4 bulan rujukan dari RS. Mutiara dengan
keluhan nyeri dada dan terasa berdebar-debar hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien merasakan sesak napas yang memberat setelah naik tangga dari lantai 1
hingga lantai 3, pusing (+) dada terasa pedis dan nyeri pada sendi-sendi lalu pasien
berobat ke dokter spesialis jantung 2x dan dikatakan terdapat infeksi jantung
sehingga pasien rutin mengkonsumsi obat. 3 hari sebelum MRS pasien mulai
merasa sesak napas yang memberat bahkan saat istirahat, jantung terasa berdebar –
debar, lebih nyaman tidur menggunakan 2 bantal dan beberapa waktu terakhir
pasien mengeluh lebih mudah lelah.. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, Tekanan darah 130/80
mmhg, Nadi 136x/menit ireguler, Respirasi 20x/menit, suhu 36 0 C, saturasi oksigen
98%. Pada pemeriksaan fisik dada didapatkan rhonki di basal paru, abnormalitas
frekuensi suara denyut jantung pada aukustasi (murmur fase diastolik), peningkatan JVP
7cm.Pada pemeriksaan elektrokardiogram didapatkan hasil sinus takikardi dengan
gelombang P yang tidak jelas dan interval RR yang ireguler.

9. FOLLOW UP
20/07/2020
S : Berdebar-debar (+), Sesak berkurang
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg, Nadi : 140 x/menit ireguler, RR : 20x/menit;
suhu : 36 C, SpO2 : 97%
A:
- AF Rapid
- ADHF
- RHD (Pregnancy with Valvular Heart Disease)
P :
 IVFD NaCL 0,9 % 14 tetes/menit

11
 Furosemide 2 x 1 ampul/IV
 Spironolakton 3 x 25 mg/oral
 Bisoprolol 5 mg - 0 - 5 mg/oral

21/07/2020
S : Berdebar-debar berkurang, Sesak berkurang
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Nadi : 120 x/menit ireguler, RR : 20x/menit;
suhu : 36 C, SpO2 : 97%
A:
- AF Moderate
- ADHF Teratasi
- RHD (Pregnancy with Valvular Heart Disease)

P :
 IVFD NaCL 0,9 % 14 tetes/menit
 Furosemide 2 x 1 ampul/IV
 Spironolakton 3 x 25 mg/oral
 Bisoprolol 5 mg - 0 - 5 mg/oral
 Konsul dr. Dewi, SpOG

22/07/2020
S : Berdebar-debar berkurang, sesak (+)
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 119/96 mmHg, Nadi : 120 x/menit ireguler, RR: 19x/menit;
suhu : 36,5 C, Sp02 : 99%
A:
- AF Moderate
- ADHF Teratasi

P :
 IVFD NaCL 0,9 % 14 tetes/menit

12
 Furosemide 2 x 1 ampul/IV
 Spironolakton 3 x 25 mg/oral
 Bisoprolol 5 mg - 0 - 5 mg/oral

- Hasil Pemeriksaan Covid 19 (22/07/2020)

Pemeriksaan Hasil
Rapid Test Antibodi : Non Reaktif
Anti SARS-CoV-2

23/07/2020
S : Berdebar-debar (-), Sesak (-)
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 100/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit ireguler, RR: 19x/menit;
suhu : 36,3 C, Sp02 : 99%
A:
- AF Moderate
- ADHF Teratasi

P :
 Drip vivena dalam IVFD NaCL 0,9 % 14 tetes/menit
 Furosemide 40 mg - 40 mg - 0
 Spironolakton 25 mg – 0 – 0
 Bisoprolol 5 mg - 0 - 5 mg/oral
 Aff catheter
 Lakukan imobilisasi

24/07/2020
S : Berdebar-debar (-), Sesak (-)
O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 90/70 mmHg, Nadi : 90 x/menit ireguler, RR: 19x/menit;
suhu : 36,0 C, Sp02 : 99%

13
A:
- AF Moderate
- RHD (Pregnancy with Valvular Heart Disease)

P :
 Aff infus
 Furosemide 40 mg - 40 mg - 0
 Spironolakton 25 mg – 0 – 0
 Bisoprolol 5 mg - 0 - 5 mg/oral
 Acc KRS

14
BAB III

PEMBAHASAN

Bagaimana cara penegakan diagnose pada kasus ini?

Penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis yang dilakukan secara alloanamnesis,
didapatkan keluhan nyeri dada dan terasa berdebar-debar hilang timbul sejak 6 bulan
yang lalu. Pasien merasakan sesak napas yang memberat setelah naik tangga dari lantai
1 hingga lantai 3, pusing (+) dada terasa pedis dan nyeri pada sendi-sendi lalu pasien
berobat ke dokter spesialis jantung 2x dan dikatakan terdapat infeksi jantung sehingga
pasien rutin mengkonsumsi obat. 3 hari sebelum MRS pasien mulai merasa sesak napas
yang memberat bahkan saat istirahat, jantung terasa berdebar – debar, lebih nyaman
tidur menggunakan 2 bantal dan beberapa waktu terakhir pasien mengeluh lebih mudah
lelah. Berdasarkan keluhan pasien, sesak yang dialami mengarah kepada penyakit gagal
jantung, karena sesak tetap timbul walaupun pasien istirahat dan lebih nyaman jika
posisi kepala ditinggikan kemudian mudah lelah dan progresivitas perburukan dalam
beberapa hari.

Gagal Jantung Akut merupakan sindrom klinis disfungsi jantung yang berlangsung
cepat dan singkat (dalam beberapa jam atau hari). Manifestasi klinis yang dapat
ditimbulkan yaitu :

1. Sesak nafas: mendadak, pada posisi tidur terlentang, terutama malam hari
2. Rasa lelah dapat terjadi saat aktivitas maupun istirahat
3. Batuk-batuk tidak produktif, terutama posisi baring
4. Progresivitas perburukan dalam hitungan hari.

Pemeriksaan fisik pada pasien ini juga mengarah pada penyakit gagal jantung akut.
Pada pasien ini saat datang didapatkan Nadi 136x/menit ireguler, pada pemeriksaan
fisik dada didapatkan rhonki di basal paru, bunyi jantung ireguler dan abnormalitas
frekuensi suara denyut jantung pada aukustasi (murmur fase diastolik), serta
peningkatan JVP 7cm.

15
Menurut teori pada pemeriksaan fisik gagal jantung yang dapat ditemukan adalah
kelelahan otot, pembesaran jantung, takikardia, bunyi jantung ketiga (S3) gallop, ronki
basah halus di basal paru, karena aliran udara yang melewati alveolus yang edematosa.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh antara lain infark miokardium, miopati jantung,
defek katup, malformasi kongenital dan hipertensi kronik. Penyebab gagal jantung pada
pasien ini dicurigai adalah penyakit jantung rematik. Gagal jantung dapat memengaruhi
jantung kiri, jantung kanan, atau keduanya (biventrikel). Manifestasi tersering dari
gagal jantung kiri adalah dispnea atau perasaan kehabisan napas. Hal ini terutama
disebabkan oleh penurunan compliance paru akibat edema dan kongesti paru dan oleh
peningkatan aktivitas reseptor regang otonom di dalam paru. Dispnea paling jelas
sewaktu aktivitas fisik (dyspneu d’effort). Dispnea juga jelas saat pasien berbaring
(ortopnea) karena meningkatnya jumlah darah vena yang kembali ke toraks dari
ekstremitas bawah dan karena pada posisi ini diafragma terangkat. Dispnea nokturnal
paroksismal adalah bentuk dispnea yang dramatik, pada keadaan tersebut pasien
terbangun dengan sesak napas hebat mendadak disertai batuk, sensasi tercekik, dan
mengi.

Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) dapat
dibagi menjadi 4 klasifikasi. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada
pasien ini termasuk gagal jantung NYHA derajat IV, karena pasien masih merasa sesak
walaupun dalam kondisi sedang beristirahat dan tidak melakukan aktivitas.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar Hb 10,5 mg/dl yang menandakan


anemia. Anemia dapat merupakan penyebab atau komplikasi dari gagal jantung.
Mekanisme terjadinya anemia pada gagal jantung meliputi disfungsi sumsum tulang
karena penurunan curah jantung dan aktivasi sitokin. Aktivitas TNF-α dapat
menyebabkan depresi sumsum tulang, insensitivitas terhadap eritropoietin (EPO) dan
mengganggu pelepasan dan penggunaan besi tubuh. Selain itu pasien dilakukan EKG
dan didapatkan gambaran Atrial Fibrilasi rapid. Fibrilasi atrium adalah takiaritmia
supraventrikular yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi
mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri
dari FA adalah tiadanya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh gelombang

16
getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya. Penyebab fibrilasi
atrium dibagi menjadi dua, yaitu fibrilasi atrium dengan kelainan katup (valvular) dan
tanpa kelainan katup jantung (nonvalvular). Fibrilasi atrium dengan kelainan katup
adalah fibrilasi atrium yang diakibatkan oleh penyakit jantung rematik terutama mitral
stenosis atau katup jantung prostetik, sedangkan fibrilasi atrium tanpa kelainan katup
jantung adalah fibrilasi atrium yang bukan disebabkan oleh penyakit jantung rematik
katup prostetik atau perbaikan katup jantung. Berdasarkan pemeriksaan penunjang
yang ditemukan pada pasien ini maka diagnosis mengarah kepada Gagal Jantung Akut
e.c penyakit jantung rematik dengan gambaran AF rapid.

Penyakit jantung rematik adalah cacat jantung akibat sisa demam rematik akut
tanpa disertai keradangan akut. Cacat dapat terjadi pada semua bagian jantung terutama
katup mitral dan katup aorta. Penyakit ini didahului oleh demam rematik akut yaitu
sindroma peradangan yang timbul setelah sakit tenggorokan oleh Streptokokus B
hemolitikus grup A yang cenderung dapat kambuh. Gejala klinis yang timbul berupa
subfebril, anoreksia, tampak pucat atralgia, dan sakit perut. Peneggakan diagnosa
menggunakan kriteria Jones.

Pada kasus ini tanda manifestasi mayor yang ditemukan adalah karditis. Karditis
mempunyai gejala yang nonspesifik meliputi mudah lelah, anoreksia, demam ringan,
mengeluh nafas pendek, nyeri dada dan arthralgia seperti pada kasus ini. Namun pada
kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan ekokardiografi karena keterbatasan fasilitas.
Diagnosa karditis ditegakkan dengan menemukan 1 dari 4 kriteria dibawah ini:

1. Bising jantung (Pemeriksaan ekokardiografi yang menunjukkan adanya


insufisiensi aorta atau insufisiensi mitral)

17
2. Perikarditis (bising jantung, efusi perikardium, nyeri dada, perubahan EKG)
3. Kardiomegali pada foto toraks, dan
4. Gagal jantung kongestif

Pada kasus ini tanda manifestasi minor yang ditemukan adalah riwayat demam
sebelumnya dan nyeri-nyeri pada sendi yang dicurigai berkaitan dengan demam
reumatik sehingga pasien mendapat beberapa pengobatan dari dokter spesialis jantung
sebelumnya.

Penegakkan diagnosa menurut Kriteria WHO Tahun 2002-2003 utuk diagnosis Demam
Rematik & Penyakit Jantung Rematik (berdasarkan revisi kriteria Jones) yaitu:

1. Demam Rematik serangan pertama: 2 kriteria major atau 1 kriteria major dan 2
minor + Streptokokus B hemolitukus grup A bukti infeksi sebelumnya
2. Demam Rematik serangan rekuren tanpa Penyakit Jantung Rematik : 2 major atau 1
major dan 2 minor + bukti Streptokokus B hemolitukus grup A sebelumnya
3. Demam Rematik serangan rekuren dengan Penyakit Jantung Rematik: 2 minor +
bukti Streptokokus B hemolitukus grup A sebelumnya
4. Korea Syndenham: tidak perlu kriteria major lainnya atau bukti Streptokokus B
hemolitukus grup A
5. Penyakit Jantung Rematik (stenosis mitral murni atau kombinasi dengan
insufisiensi dan atau gangguan aorta): tidak perlu kriteria lain

Bagaimana Penatalaksanaan pada kasus ini?

Pada kasus ini pasien diagnosis Gagal Jantung Akut e.c Penyakit Jantung Rematik
dengan gambaran AF rapid. Walaupun penegakan diagnose penyakit jantung rematik
dilakukan tanpa pemeriksaan tambahan bukti adanya infeksi steptokokus sebelumnya,
yaitu titer ASTO. Namun berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan beberapa
pemeriksaan penunjang maka dapat ditegakan diagnose pada pasien. Penatalaksanaan
pada kasus ini meliputi tirah baring, IVFD NaCL 0,9 % 14 tetes/menit, Furosemide 2 x
1 ampul/IV, Spironolakton 3 x 25 mg/oral, Bisoprolol 5 mg - 0 - 5 mg/oral. Pemberian
furosemide untuk mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban volume
sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Pada pemberian diuretik ini harus diawasi
kadar kalium dalam darah karena hipokalemia mudah terjadi sebagai efek samping dari

18
obat ini. Pemberian diuretik biasanya dikombinasikan, pada pasien diberikan
spironolakton sebagai kombinasi diuretic untuk mengurangi hilangnya kalium akibat
efek samping pemberian furosemide. Serta pemberian bisoprolol dengan tujuan untuk
mengurangi frekuensi detak jantung dan tekanan otot jantung saat berkontraksi.
Dengan begitu beban jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh dapat
berkurang.

Bagaimana hubungan penyakit jantung pada kehamilan pada kasus ini?

Kehamilan dengan penyakit jantung selalu saling mempengaruhi karena


kehamilan dapat memberatkan penyakit jantung yang dideritanya. Dan penyakit jantung
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Penyakit
jantung dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang
tinggi pada kehamilan atau persalinan

Kelainan katup jantung akibat Penyakit jantung reumatik adalah salah satu
penyakit jantung yang sering ditemukan pada saat kehamilan. Gangguan ini dapat
meningkatkan kejadian gagal jantung, morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin
yang dikandung. Sudah diketahui bahwa pada kehamilan terjadi peningkatan volume
darah mencapai 30 hingga 50 % yang diikuti dengan meningkatnya curah jantung
(cadiac output). Hal ini muncul pada trimester pertama dan mencapai puncaknya pada
20-24 minggu usia kehamilan. Setelah itu akan bertahan dan mulai menurun 3 hari
setelah melahirkan. Suara murmur dapat terdengar sebagai hal yang normal pada
kehamilan. Biasanya lemah, middiastolik dan terdengar sepanjang garis sternalis kiri.
Intensitasnya meningkat seiring dengan meningkatnya curah jantung, namun bila
terdengar sangat keras serta berupa murmur diastolik, murmur kontinus atau murmur
sistolik yang kuat maka pemeriksaan ekokardiografi sangat diperlukan namun pada
kasus ini tidak dapat dilakukan ekokardiografi karena keterbatasan fasilitas.

Risiko terjadinya komplikasi jantung pada ibu hamil akan menigkat pada kasus
dengan stenosis katup yang berat serta menurunkan fungsi sistolik ventrikel kiri
(stenosis aorta dengan area katup < 2 cm2 ), seperti stenosis mitral dengan hipertensi
pulmonal, regurgitasi berat dengan gangguan fungsi ventrikel kiri dan sindrom
Marfan’s dengan aneurisma pada ascending aorta. Risiko juga akan meningkat pada ibu

19
yang memiliki riwayat penyakit jantung seperti: aritmia, gagal jantung dengan kelas
NYHA III-IV. Untuk itu peran konseling sebelum konsepsi sangat diperlukan. Semua
kejadian kelainan katup diharapkan dapat ditemukan sebelum kehamilan terjadi. Untuk
mendapatkan adanya kelainan katup diperlukan pemeriksaan fisik jantung yang tepat.
Auskultasi jantung yang benar tentu sangat membantu untuk menemukan kecurigaan
terjadinya kelaina katup jantung. Pemeriksaan penunjang utama adalah ekokardiografi
untuk memastikan adanya kelainan katup jantung tersebut. Pemeriksaan ekokardiografi
meliputi jenis murmur, gradiennya, anatomi katup mitral, ukuran anatomi aorta
descending, dimensi ventrikel kiri dan Fraksi Ejeksi (EF). Untuk memprediksi
komplikasi pada nenonatal yang perlu diperhatikan adalah adanya gangguan pada
fungsi jantung (NYHA II ke atas) dan obstruksi jantung kiri. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah lahir premature, intrauterine growth retardation, respiratory distress
syndrome, hemoragik intraventrikel dan kematian.

Pada asuhan antenatal, penting sekali diupayakan supaya ibu mendapat istirahat
yang cukup, sekurang-kurangnya 8-10 jam, dan istirahat baring sekurang-kurangnya ½
jam setiap kali setelah makan dengan diit rendah garam, tinggi protein, dan pembatasan
masuknya cairan. Kenaikan berat badan yang berlebihan juga harus diwaspadai, dan
total kenaikan berat badan sebaiknya tidak melebihi 12 kg. Untuk mencegah
peningkatan volume darah yang berlebihan dapat diberikan diuretik. Aktivitas fisik
harus dibatasi oleh karena pada wanita hamil dengan penyakit jantung biasanya tidak
dapat meningkatkan cadiac output seperti pada orang normal sehingga jaringan akan
mengambil lebih banyak oksigen dari darah arteri dengan akibat aliran darah
uteroplacenta akan berpindah ke organ-organ lain. 3 Status hemodinamik juga harus
dipantau secara teratur dan peningkatan tekanan darah seperti pada preeklampsia harus
dihindari. Pada setiap kunjungan harus ditentukan kelas fungsional pasien, apabila
terjadi dekompensasio kordis maka pasien digolongkan dalam satu kelas lebih tinggi.
Pemberian suplementasi besi dan asam folat secara dini dan teratur dapat mencegah
anemia yang memperberat kerja jantung. Juga harus dilakukan pencegahan terhadap
infeksi yang dapat mencetuskan terjadinya gagal jantung. Pemeriksaan antenatal
dilakukan 2 minggu sekali dan setelah kehamilan 28 minggu, seminggu sekali.

20
Pada kasus ini penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang sudah sesuai. Penatalaksaan pada pasien ini juga sudah
cukup sesuai dengan kepustakan. Penyakit jantung rematik merupakan kelainan katup
jantung akibat demam rematik akut sebelumnya. Pengobatan bergantung pada tingkat
keparahan penyakit dan pemantauan harus dilakukan secara ketat agar mengarah
kepada prognosis yang lebih baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Baumgartner, H., Falk, V., Bax, J. J. (2017). ESC/EACTS Guidelines for the

management of valvular heart disease. European Heart Journal, 38(36), 2739–2791.

2. Nanna M, Stergiopoulos K. (2014). Pregnancy complicated by valvular heart

disease: An Update. J Am Heart Assoc.

3. Chambers J, Prendergast B, Iung B, Rosenhek R. Standards defining a “heart valve

centre”: ESC Working Group on Valvular Heart Disease and European Association

for Cardiothoracic Surgery viewpoint. Eur Heart J 2017;38:2177–2182.

4. Van Hagen IM, Roos-Hesselink JW. (2015). ROPAC Investigators and the

EURObservational Research Programme (EORP) Team. Pregnancy in women with

a mechanical heart valve: data of the European Society of Cardiology Registry of

Pregnancy and Cardiac Disease (ROPAC). Circulation;132:132–142.

5. French, K. A., & Poppas, A. (2018). Rheumatic heart disease in pregnancy.

Circulation, 137(8), 817–819.

6. The National Heart Foundation. (2014). New Zealand guidelines for rheumatic

fever. Diagnosis, management and secondary prevention of acute rheumatic fever

and rheumatic heart disease.

7. RHD Australia (ARF/RHD writing group) et al. (2012). Australian guideline for

prevention, diagnosis and management of acute rheumatic fever and rheumatic

heart disease (2nd edition).

8. Chambers J, Prendergast B, Iung B. (2017) Standards defining a “heart valve

centre”: ESC Working Group on Valvular Heart Disease and European Association

for Cardiothoracic Surgery viewpoint. Eur Heart J; 38:2177–2182.

22
9. Laksmi PW, Alwi I, Setiati S, Manajoer AM, Ranita R. (2008). Penyakit-penyakit

pada kehamilan peran seorang internis. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

10. Carapetis, J. R., Beaton, A., Cunningham, M. W. (2016). Acute rheumatic fever

and rheumatic heart disease. Nature Reviews Disease Primers.

11. French, K. A., & Poppas, A. (2018). Rheumatic heart disease in pregnancy.

Circulation, 137(8), 817–819

12. Cunningham F, MacDonald P, Gant N. (2001). Cardiovascular diseases. In:

Williams obstetrics. 21 st ed. New York: McGraw Hill; p. 1181-203.

13. Wibowo B, Wiknjpasienastro GH. (2002). Penyakit jantung katup. Ilmu

Kebidanan. Ed : 3rd. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Pg.

766-773.

14. L., H. P., Bhandiwad, A., Desai, N., & Kondareddy, T. (2017). Maternal outcomes

of rheumatic heart disease in pregnancy. International Journal of Reproduction,

Contraception, Obstetrics and Gynecology, 6(3), 802.

15. Prawirohardjo S. (2014). Ilmu Kebidanan., Edition 4 ed. Jakarta: PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

16. Wilson N. (2013). Secondary prophylaxis for rheumatic fever: Simple concepts,

difficult delivery. World J Pediatr Congenit Heart Surg. 4: 380-384.

17. Bowater SE, Thorne SA. (2010). Management of pregnancy in women with

acquired and congenital heart disease. Postgrad Med J 86:100–5.

18. Ziruma, A., Nyakanda, M., Muyotcha, A. F., Hove, F., & Madziyire, M. G. (2017).

Rheumatic heart disease in pregnancy: a report of 2 cases. Pan African Medical

Journal.

23
19. Mitchelson, B. Douglas, E. (2018). Optimal Management of a Pregnant Patient

with Rheumatic Heart Disease. University of Kansas School of Medicine-Wichita:

Department of Anesthesiology.

20. Nanna M, Stergiopoulos K. (2014). Pregnancy complicated by valvular heart

disease: An Update. J Am Heart Assoc.

21. Gewitz MH, Baltimore RS, Tani LY, Sable CA, Shulman ST, Carapetis J, et al.

(2015). Revision of the jones criteria for the diagnosis of acute rheumatic fever in

the era of doppler echocardiography: A scientific statement from the American

Heart Association.

22. Kliegman RM, Stanton B, Joseph SG, Schor N, Behrman RE. Rheumatic heart

disease. Dalam: Kliegman RM, Stanton B, Joseph SG, Schor N, Behrman RE.

Nelson text book of pediatric. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011.

hlm. 1961- 63. 2.

23. Rahayuningsih SE, Farrah A. Role of echoacardiography in diagnose of acute

rhematic fever. Paediatrica Indonesiana. 2010; 50(2):1-9. 3.

24. Madyono B. Epidemiologi penyakit jantung reumatik di Indonesia. J Kardiol

Indones. 2005; 200:25-33

24

Anda mungkin juga menyukai