Anda di halaman 1dari 26

KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN

WAWASAN NUSANTARA

UNTUK

KADER BELA NEGARA

JAKARTA 2017
DAFTAR ISI

SUB BIDANG STUDI WAWASAN NUSANTARA

PENDAHULUAN 1

MODUL 1 KONSEPSI DASAR WAWASAN NASIONAL

Kegiatan Belajar 1. Umum 3


2. Batu Bangun Wawasan Nusantara 3
3. Latihan 11
4. Petunjuk menjawab Latihan 12
Rangkuman 12

MODUL 2
KONSEPSI WAWASAN NUSANTARA
Kegiatan Belajar 1
Landasan Konsepsi Wawasan Nusantara
1. Umum 14
2. Harkat dan Martabat Bangsa 15
3. Cita-Cita Nasional 16
4. Tujuan Nasional 17
5. Kepentingan Nasional 18
6. Pencapaian Tujuan Nasional 19
7. Latihan 21
Rangkuman 22
Kegiatan Belajar 2
Konsepsi Pemikiran Wawasan Nusantara
1. Arti dan hakikat wawasan Nusantara 22
2. Prinsip Wawasan Nusantara 27
3. Dimensi Pemikiran 28
4. Asas Wawasan Nusantara 30
5. Arah Pandang 31
6. Tujuan, Fungsi, dan Kedudukan
Wawasan Nusantara 32
7. Latihan 34
Rangkuman 35

MODUL 3 IMPLEMENTASI KONSEPSI WAWASAN


NUSANTARA DALAM KEHIDUPAN
NASIONAL

Kegiatan Belajar 1 1. Implementasi Wawasan Nusantara


dalam Kehidupan Bermasyarakat
Berbangsa dan Bernegara 36
2. Konsepsi Wasantara dan Tannas 36
3. Keefektifan Implementasi Konsepsi
Wasantara 39
4. Penutup 40
5. Latihan 48
6. Petunjuk Menjawab Latihan 49
Rangkuman 49

Kegiatan Belajar 2 1. Implikasi Konsepsi Wawasan


Nusantara dalam Realita Kehidupan 49
2. Implikasi terhadap Wilayah Darat 49
3. Implikasi terhadap Wilayah Laut 52
4. Implikasi terhadap Wilayah Udara/
Dirgantara 54
5. Latihan 56
6. Petunjuk Menjawab Latihan 57
Rangkuman 57

Kegiatan Belajar 3 1. Implikasi Konsepsi Wawasan


Nusantara dalam Fenomena
Kehidupan 57
2. Implikasi Wawasan Nusantara dalam
Kehidupan Bermasyarakat 58
3. Implikasi Wawasan Nusantara dalam
Kehidupan Berbangsa 61
4. Implikasi Wawasan Nusantara dalam
Kehidupan Bernegara 66
5. Latihan 68
6. Petunjuk Menjawab Latihan 68
Rangkuman 68

DAFTAR PUSTAKA 70
WAWASAN NUSANTARA
PENDAHULUAN

1. Umum
Bangsa Indonesia lahir dari suatu proses sejarah pertumbuhan dan
perjuangan yang panjang, kemudian menegara sebagai bangsa yang
merdeka dan berdaulat melalui proklamasi 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan suatu bangsa membawa konsekuensi logis pada pergaulan
antar bangsa yang menghendaki pelibatan diri ke dalam tata kehidupan
dunia yang harmonis menuju kesejahteraan umat manusia. Di samping
itu, bangsa Indonesia menyadari bahwa betapa kondisi dan konstelasi
geografi yang menjadi ruang hidupnya, serta segala isinya berdampak
erat pada berbagai perbedaan ciri dan karakter budaya penduduknya.
Berbagai ragam perbedaan yang ditandai oleh keberadaan lebih dari 200
etnis dan suku bangsa, sekitar 400 bahasa, serta bermacam agama yang
dianut oleh rakyatnya merupakan faktor yang melahirkan perbedaan-
perbedaan kepentingan dan tujuan setiap kelompok masyarakat.
Perbedaan kepentingan dan tujuan hidup tersebut dapat lebih diperkuat
oteh faktor ruang hidup berupa pulau-pulau yang secara geografis saling
terpisah antara satu dan lainnya.
Berdasarkan kesadaran terhadap kenyataan di atas, dan kehendak
bersama untuk hidup sebagai satu bangsa serta tinggal dalam satu
wilayah negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan
Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah bangsa, perlu dirumuskan
pedoman dasar yang akan menjadi acuan dalam menciptakan kehidupan
bersama yang harmonis dari segala perbedaan yang ada. Pedoman
tersebut, yang sekaligus menjadi wawasan atau pandang (outlook) yang
berlingkup nasional, dimaksudkan untuk membimbing langkah setiap
individu dan segenap komponen bangsa Indonesia, demi terjaga dan
terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah
negara, sekaligus memosisikan diri di tengah suasana lingkungan yang
senantisa berubah. Kesemuanya itu dilakukan demi upaya mencapai

1
tujuan nasional dan terwujudnya cita-cita nasional Indonesia sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan UUD1945.
Wawasan nasional mengandung pengertian yang terkait dengan
bangsa (nation) sebagai subjek. Dengan demikian, akan terjelaskan
keterkaitan dan pengaruh, baik faktor-faktor objektif seperti kondisi dan
konstelasi negara kepulauan, berbagai ragam perbedaan ciri budaya
penduduk, sejarah kebangsaan, maupun faktor-faktor subjektif, yaitu
tujuan dan cita-cita nasional, filosofi bangsa dan kepentingan nasional,
serta berbagai teori yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara
sebagai pembanding. Wawasan nasional suatu bangsa ditentukan oleh
berbagai faktor seperti kesejarahan, kondisi dan konstelasi geografis,
serta kondisi sosial budayanya. Sementara itu, bangsa-bangsa yang
memiliki kesamaan dalam faktor-faktor tersebut belum tentu pula sama
wawasan nasionalnya karena ada faktor subjektif yang berperan. Oleh
karena itu, wawasan nasional Indonesia, seperti halnya wawasan nasional
bangsa atau negara lain, akan bersifat khas. Bagi bangsa Indonesia,
Wawasan Nusantara merupakan wawasan nasional yang memuat ajaran
agar kita dapat lebih memahami jati diri, lingkungan kehidupan nasional,
dan kehendak pendiri bangsa mengenai kelanjutan negara berdasarkan
proklamasi 17 Agustus 1945.
Seiring dengan perjalanan bangsa, implementasi Wawasan
Nusantara telah mengalami pasang surut sesuai dengan perubahan
zaman yang dilalui. Implementasi Wawasan Nusantara dihadapkan pada
benturan berbagai kepentingan yang semakin menguat di tengah
perubahan kondisi masyarakat yang semakin dinamis. Namun, dengan
mengingat Wawasan Nusantara sebagai bahan ajaran, konsep, prinsip,
atau aturan yang mengandung kebenaran, Wawasan Nusantara diyakini
mampu diimplementasikan dalam berbagai perubahan zaman dan
bermanfaat bagi kehidupan bersama bangsa Indonesia.
Materi Wawasan Nusantara diharapkan akan memperkaya wawasan
dalam menganalisis, sekaligus mencari pemecahan permasalahan dan

2
fenomena sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara guna mencapai tujuan nasional.
Dengan memperhatikan keragaman budaya, etnis, suku, agama, dan
kompleksitas permasalahan bangsa yang senantiasa membayangi
perjalanan bangsa, pemahaman secara holistik komprehensif terhadap
konsepsi Wawasan Nusantara merupakan kebutuhan mutlak bagi bangsa
Indonesia, khususnya bagi para pemimpin dan penentu kebijakan
nasional dalam menjalankan tugas, fungsi, dan perannya masing-masing.
Melalui materi Wawasan Nusantara, peserta Lemhannas diharapkan
memiliki kesamaan, baik visi maupun persepsi, dalam memahami pasang
surut kehidupan berbangsa dan bernegara yang sangat dinamis.
Akhirnya, dengan mempelajari mata kuliah Wawasan Nusantara ini,
pemimpin diharapkan tidak mudah terseret oleh berbagai permasalahan
bangsa yang bersifat SARA dan sektoral.

KONSEPSI DASAR WAWASAN NASIONAL


MODUL 1

Kegiatan Belajar
1. Umum
Wawasan nasional Indonesia merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur
kehidupan bersama yang terbangun dalam konsep-konsep menghadapi
tantangan bangsa pada jamannya yang melatarbelakangi perikehidupan
bangsa Indonesia. Dalam masa perkembangannya, setiap konsep itu
berperan dalam pemikiran tokoh-tokoh bangsa untuk menghadapi
berbagai fenomena kemasyarakatan dan perjuangan hidup pada
masanya.
Dari sudut pandang masyarakat bangsa yang mendiami wilayah
Nusantara ini, konsep-konsep tersebut di antaranya ada yang
dikembangkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, tetapi ada pula yang
diterima sebagai produk sejarah, tanpa mempersoalkan asal-usul
terjadinya setiap konsep. Dalam keterhimpunannya yang padu, dapat

3
dirasakan bahwa demikian besar sumbangannya dalam pengembangan
wawasan nasional bagi bangsa Indonesia.
Dari tinjauan kefHsafatan, ruang hidup dan penguasaannya,
kesejarahan, kebudayaan, serta kewilayahan, terdapat enam konsep
dasar yang menjadi batu bangun (building blocks) wawasan nasional
Indonesia. Pertama adalah konsep Bhinneka Tunggal Ika; kedua, konsep
persatuan dan kesatuan; ketiga, konsep kebangsaan; keempat, konsep
tanah air {geopolitik); kelima, konsep negara kebangsaan (Pancasila);
keenam, konsep negara kepulauan. Konsep-konsep tersebut diangkat dari
khazanah bangsa yang berada di wilayah Nusantara, mulai Abad VII
sampai dengan Abad XX, yang diintegrasikan dengan kepentingan
bangsa Indonesia, yang menjadi acuan kehidupan bangsa Indonesia saat
ini dan yang akan datang.

2. Batu Bangun Wawasan Nasional


a. Konsepsi Bhinneka Tunggal Ika
Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan pada lambang negara
Republik Indonesia yang keberadaannya berdasarkan PP No. 66
Tahun 1951, yang mengandung arti 'beraneka tetapi satu‟
(Ensiklopedia Umum, 1977). Semboyan tersebut, menurut Supomo,
menggambarkan gagasan dasar, yaitu menghubungkan daerah-
daerah dan suku-suku bangsa di seluruh Nusantara menjadi
Kesatuan-Raya (S.T. Munadjat D., 1982). Bila dirujuk pada asalnya,
yaitu kitab Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantufar pada Abad
XIV, ternyata semboyan tersebut merupakan seloka yang
menekankan pentingnya kerukunan antarumat dari agama yang
berbeda pada waktu itu, yaitu Syiwa dan Budha. Dengan demikian,
konsep Bhineka Tunggal Ika yang lengkapnya berbunyi “bhineka
tunggal ika tanhana dharmma mangrva” merupakan kondisi dan
tujuan kehidupan yang ideal dalam lingkungan masyarakat yang
serba majemuk dan multi etnik.

4
Keberagaman atau kehidupan dalam lingkungan majemuk
bersifat alami dan merupakan sumber kekayaan budaya bangsa.
Setiap perwujudan mengandung ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dari perwujudan yang lain. Tidak mungkin satu
perwujudan mengandung semua ciri yang ada karena, bila hal itu
terjadi, dia akan menjadi maha sempurna, padahal hanya satu yang
maha sempurna, yaitu Tuhan. Sementara itu, tidak mungkin pula bila
semua perwujudan atau sifat sama karena mekanisme tesis-
antitesis-sintesis tidak akan terjadi, dalam arti tidak akan ada
perkembangan atau kemajuan. Di dunia ini yang berlaku ialah
perubahan terus-menerus mengikuti hukum evolusi (Charles
Darwin), seperti yang ditegaskan oleh Heraktetos, yaitu bahwa satu*
satunya realitas ialah perubahan. Atas dasar pemahaman tersebut,
perbedaan-perbedaan yang ada dalam kehidupan masyarakat
Indonesia sebenarnya untuk memenuhi kepentingan bersama agar
dapat hidup sejahtera.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
berbagai perbedaan yang ada, seperti suku, agama, ras atau antar
golongan (SARA), merupakan realita yang harus didayagunakan
untuk memajukan negara dan bangsa. Persinggungan unsur-unsur
SARA diharapkan dapat meningkatkan mutu kehidupan setiap unsur
yang bermanfaat bagi setiap pihak, baik secara individu maupun
kelompok. Selain itu, setiap pihak memiliki keunggulan dalam hal
tertentu dari pihak yang lain, sehingga dengan berinteraksi, akan
terjadi hubungan yang saling menguntungkan. Contoh aktual adalah
produk budaya suatu bangsa yang dapat digemari pula oleh suku
bangsa lain, yang bukan produk budayanya sendiri.

b. Konsepsi Kebangsaan
Konsepsi kebangsaan modem bam diperkenalkan pada Abad
XIX di Eropa. Menurut Ernest Renan, bangsa adalah keinginan untuk
bersama. Bagi Otto Bauer, bangsa adalah suatu tertib masyarakat

5
yang muncul dari kesamaan karakter atau karena kesamaan nasib
(M. Hatta dkk., 1980). Dalam pengertian modem, terbentuknya suatu
bangsa tidak dibatasi oleh ras atau agama tertentu, tidak juga oleh
bentuk-bentuk geografis, seperti aliran sungai, laut, atau gunung.
Jadi, kebangsaan yang mencakupi keinginan untuk bersatu dalam
mencapai tujuan dan/atau didukung dengan persamaan sejarah,
yaitu konsep kebangsaan yang diikrarkan pada Kongres Pemuda
pada tahun 1928, tergolong maju dan modem. Meskipun demikian,
konsep kebangsaan dapat tergelincir menjadi chauvinisme, yaitu
kebangsaan yang sempit. Hal ini telah diantisipasi secara dini, yaitu
paling tidak pada Sidang BPUPKi, tanggal 1 Juni 1945, tatkala Bung
Kamo mengatakan, ”... memang prinsip kebangsaan ini ada
bahayanya! Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan
nasionalisme menjadi chauvinisme sehingga berpaham Indonesia
uber allés. Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa yang
satu, mempunyai bahasa yang satu, tetapi tanah air kita Indonesia
hanya satu bagian kecil saja daripada dunia."
Sebagai konsep, kebangsaan merupakan mekanisme
kehidupan kelompok yang terdiri atas unsur-unsur yang beragam,
dengan ciri-ciri persaudaraan, kesetaraan, kesetiakawanan,
kebersamaan, dan kesediaan berkorban bagi kepentingan bersama.
Konsepsi kebangsaan harus terus ditumbuhkan pada masyarakat
bangsa dan dikembangkan secara berstruktur, yaitu berturut-turut
pada tingkat kesadarannya, kemudian menjadikannya sebagai suatu
paham, dan mengaktualisasikannya dalam semangat kebangsaan
(Edi Sudradjat, 1996). Konsep kebangsaan tidak dapat diterima
sebagai sesuatu yang sudah jadi, yaitu sekedar warisan dari
generasi terdahulu, tetapi harus dipupuk terus agar hidup subur
karena generasi-generasi berikutnya sudah tidak memiliki ikatan
kebersamaan sejarah dengan generasi sebelumnya. Setiap generasi
harus mengevaluasi perkembangannya agar diketahui bila telah
teijadi penyimpangan dari ciri-ciri konsep kebangsaan yang

6
disepakati atau terjadi penyimpangan dari tujuan semula, yaitu untuk
apa bangsa Indonesia dahulu dibentuk.

c. Konsepsi Persatuan dan Kesatuan


Persatuan ialah gabungan (ikatan, kumpulan, dan sebagainya)
beberapa bagian yang sudah bersatu, sedangkan kesatuan ialah
keesaan, sifat tunggal, atau keseutuhan (W.J.S. Poerwadarminta,
1987). Sebutan persatuan bangsa berarti „gabungan suku-suku
bangsa yang sudah bersatu‟. Dalam hal ini, setiap suku bangsa
merupakan kelompok masyarakat yang memiliki ciri-ciri tertentu yang
bersatu. Dalam persatuan bangsa, setiap suku bangsa tetap
memiliki ciri- ciri dan istiadat semula. Selain itu, dalam persatuan
bangsa, satu suku bangsa menjadi lebih besar daripada sekadar
satu suku bangsa yang bersangkutan karena dia mengatasnamakan
bangsa secara keseluruhan. Misalnya, suku Bugis atau Batak
manakala menyebutkan dirinya bangsa Indonesia, serta-merta
memiliki ciri-ciri jauh lebih luas dan kompleks daripada suku Bugis
atau Batak itu sendiri.
Istilah kesatuan bangsa atau kesatuan wilayah mempunyai dua
makna. Pertama, istilah itu menunjukkan sikap kebersamaan dari
bangsa itu sendiri. Kedua, istilah itu menyatakan wujud yang hanya
satu dan utuh, yaitu satu bangsa yang utuh atau satu wilayah yang
utuh. Sebagai contoh, kesatuan bangsa Indonesia berarti satu
bangsa Indonesia dalam satu jiwa bangsa, seperti yang diputuskan
dalam Kongres Pemuda pada tahun 1928, dalam keadaan utuh dan
tidak boleh berkurang, baik sebagai subjek maupun objek dalam
penyelenggaraan kehidupan nasional. Kesatuan wilayah Indonesia
berarti 'satu wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke‟ yang
terdiri dari daratan, perairan, dan dirgantara di atasnya, seperti yang
dinyatakan dalam Deklarasi Juanda 1957, dalam keadaan utuh dan
tidak boleh berkurang atau retak.

7
Bangsa Indonesia sama sekali tidak asing dengan konsep
persatuan dan kesatuan karena di samping secara naluriah
merupakan makhluk sosial, yaitu tidak dapat hidup menyendiri;
bangsa Indonesia juga bersifat komunal. Hal ini dapat diamati dari
sistem kemasyarakatan yang pada umumnya tetap mempertahankan
struktur klan, marga, suku, atau daerah asal. Dalam memecahkan
masalah kehidupan, hal itu tetap tergambar seperti halnya praktik
gotong-royong dan penolakan terhadap praktik individualisme.
Dambaan terhadap persatuan dan kesatuan sangat kental, seperti
tergambar dalam falsafah bahwa sapu lidi sebagai sapu lebih
bermanfaat daripada sebagai lidi yang lepas dari ikatan. Semboyan,
“Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh" merupakan semboyan
orisinal bangsa Indonesia.
Persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah
sebagai konsep merupakan suatu kondisi dan cara terbaik untuk
mencapai tujuan bersama. Suatu masyarakat yang didorong oleh
keharusan pemenuhan kebutuhannya perlu bekerja sama atau
bersatu dalam bekerja karena pada dasarnya mereka saling
membutuhkan. Masyarakat juga perlu bersatu agar dapat
menghimpun kekuatan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak
dapat dilakukan secara sendiri-sendiri. Di samping itu, pencapaian
suatu tujuan masyarakat dapat efektif bila dilakukan dalam satu
tatanan atau suatu tata hubungan dalam masyarakat yang berada
dalam satu kesatuan. Konsepsi persatuan dan kesatuan tidak saja
berlaku secara nasional, tetapi juga diperlukan dalam lingkup
regional dan global, yang wujudnya seperti Uni Eropa, ASEAN,
APEC, atau WTO.

d. Konsepsi Negara Kebangsaan (Pancasila)


Dalam pidatonya untuk Sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni
1945, Bung Kamo menjelaskan pandangannya tentang negara
kebangsaan: “Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Rakyat dari

8
bumi yang ada di bawah kakinya tidak dapat dipisahkan. Emest
Renan dan Otto Bouwer hanya sekadar melihat orangnya. Tampak
di sini bahwa bangsa dan tanah air harus merupakan satu kesatuan;
negara yang dibentuk atas dasar itu disebutnya negara kebangsaan.
Jadi, negara yang terbentuk mengikuti konsep kebangsaan, yang
bukan merupakan kelanjutan dari bentuk-bentuk kekuasaan
sebelumnya. Indonesia semasa kekuasaan Hindia Belanda terdiri
dari kerajaan, kesultanan, atau bentuk kekuasaan tradisional lainnya.
Kemudian, setelah merdeka semua melebur menjadi satu negara
kebangsaan berbentuk republik, dengan mengakui kekhasan daerah
dalam memelihara kekhasan adat-istiadatnya masing-masing.”
Menurut Neal R. Peirce (International Herald Tribune, April 4,
1997), “Globalisasi ekonomi, kebangkitan daerah-daerah, atau
persaingan antar etnis/suku bangsa yang sedang dan terus
menggejala akhir-akhir ini dipercaya oleh sebagian orang sebagai
pertanda akan berakhirnya negara-negara kebangsaan”. Pertemuan
para pakar dari 32 negara di Salzburg pada bulan Maret 1997, yang
sengaja membahas masa depan negara-negara kebangsaan, tidak
sepenuhnya menyetujui pendapat tersebut. Mereka, baik yang
berasal dari negara maju maupun negara berkembang, negara barat
maupun timur, pada umumnya masih tetap memerlukan negara-
negara kebangsaan, antara lain untuk memberi identitas kepada
penduduk, menarik pajak, menyediakan jaring pengaman sosial,
melindungi lingkungan, dan menjamin keamanan dalam negeri. Bagi
bangsa Indonesia, terkait dengan hal itu, bukan saja masih perlu
mempertahankan negara kebangsaan, melainkan juga harus tetap
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah Indonesia dalam satu negara agar tetap menjadi negara
besar sehingga selalu diperhitungkan dalam kehidupan antar
bangsa.

9
e. Konsepsi Tanah Air (Geopolitik)
Konsepsi geopolitik telah lama dibicarakan oleh sementara
tokoh bangsa, antara lain Muh. Yamin dan Bung Kamo, dalam
Sidang BPUPKI pada tahun 1945. Berkaitan dengan hal itu, Bung
Hatta dkk. (1980) memberikan komentar antara lain, “Bung Kamo
mempergunakan dalil-dalil teori geopolitik, khususnya blut-und-
boden theorie, ciptaan Kari Haushofer. Teori ini sebetulnya sendi
bagi politik imperialisme Jerman, tetapi sangat menarik pula bagi
kaum nasionalis Asia dan Indonesia, khususnya untuk membela cita-
cita kemerdekaan, persatuan bangsa, dan tanah air.”
Dua puluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1965, Bung Kamo
dalam pidatonya yang berjudul Susunlah Pertahanan Nasional
Bersendikan Karakteristik Bangsa, pada waktu peresmian berdirinya
Lemhannas, antara lain menyatakan, “Mengetahui hasil ilmu
geopolitik, yang pada pokoknya mula-mula saya baca di dalam
kitabnya Kari Haushofer, Die Geo-Politik des Pazifischen Ozeans,
Geo-Politik dari Samudra Pasifik, kalau mau mengetahui bagaimana
suatu bangsa dijadikan besar, harus mengetahui geopolitik bangsa
itu.”
Pada perkembangan selanjutnya, konsep geopolitik semakin
banyak mendapat perhatian dalam kaitannya dengan upaya
pengembangan kemampuan untuk mempertahankan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah nasional. Konsepsi
geopolitik bagi Indonesia menjadi aktuai bila dihubungkan dengan
kesadaran akan posisi geografis wilayah Indonesia, kepentingan
atas integritas nasional dalam kondisi geografi yang terpecah- belah,
pengambilan peran dalam kawasan regional, dan antisipasi ancaman
kekuatan asing yang melibatkan negara adidaya di kawasan regional
(Dino Patti D., 1996). ABRI (TNI) mengangkat konsep geopolitik ke
dalam konsep pertahanan dan keamanan nasional (Hankamnas),
antara lain, dengan pengertian, “... memanfaatkan konstelasi
geografi Indonesia, yang memerlukan keserasian antara Wawasan

10
Bahari, Wawasan Dirgantara, dan Wawasan Benua sebagai
pengejawantahan segala dorongan (motives) dan rangsangan
(drives) di dalam usaha mencapai aspirasi-aspirasi serta tujuan-
tujuan negara Indonesia (Doktrin Hankamnas dan Doktrin
Perjuangan ABRI “CADEK‟, 1967). Konsep tersebut dinamakan
Wawasan Nusantara, yaitu wawasan konsepsional dari Wawasan
Hankamnas. Wawasan Nusantara dalam Wawasan Hankamnas
berkait dengan konsep negara kepulauan.
Konsepsi negara kepuiauan memberikan inspirasi dan
dorongan untuk menyatukan seluruh wilayah nasional Indonesia
yang terdiri dari daratan, perairan, dan ruang udara di atasnya,
sedangkan konsep penyerasian wawasan-wawasan berdasarkan
kemitraan dalam Wawasan Nusantara menurut Hankamnas
merupakan konsepsi pemanfaatan negara kepuiauan tersebut.
Keterkaitannya tampak lebih jelas pada penjelasan Mochtar
Kusumaatmadja (1977) “jadi, untuk menyimpulkan bahwa konsepsi
negara kepuiauan adalah konsepsi kewilayahan, yaitu apabila sudah
diundangkan menjadi kenyataan, lalu menjadi negara kepuiauan;
dalam hal Indonesia, itu namanya negara Nusantara.”

f. Konsepsi Negara Kepulauan


Konsep negara kepuiauan semula dikembangkan oleh
Indonesia untuk menghindarkan keberadaan laut pedalaman atau
perairan antarpulau wilayah Indonesia yang berstatus sebagai laut
bebas. Pengembangan konsep tersebut mengacu pada
Yurisprudensi Keputusan Mahkamah Internasional Tahun 1951
tentang sengketa wilayah perikanan historis antara Inggris dan
Norwegia, di laut pedalaman Norwegia (Adi Sumardiman, 1995).
Keputusan Mahkamah Internasional pada saat itu menerima cara
penarikan garis dasar yang lurus, antara titik-titik pulau terluar, tidak
menurut garis lengkung yang mengikuti garis pantai, seperti
biasanya. Dengan cara demikian, kawasan Kepulauan Indonesia

11
terpisah dari laut bebas dan menjadikan wilayah nasional Indonesia
sebagai suatu kawasan laut luas yang ditaburi pulau-pulau.
Sebenarnya, pengacuan pada yurisprudensi tersebut dikaitkan
dengan kondisi Indonesia kurang tepat karena Norwegia merupakan
kasus kepuiauan pantai (coastal archipelago), sedangkan Indonesia
merupakan kasus kepuiauan di tengah samudera (mid- ocean
archipelago). Meskipun demikian, pada akhirnya dunia mengakuinya
juga setelah 25 tahun perjuangan.
Menurut konsep negara kepuiauan, kedaulatan wilayah
Idonesia berlaku di daratan, perairan kepuiauan, perairan teritorial,
dan ruang di atasnya (Adi Sumardiman, 1995). Walaupun demikian,
Konvensi Hukum Laut PBB/1982 menetapkan hak-hak negara lain di
wilayah negara kepulauan, yang harus dipenuhi. Hak-hak yang
dimaksudkan itu, antara lain, hak lintas damai dan lintas transit, hak
lintas alur laut kepulauan, penerbangan melintas, serta pencarian
dan penyelamatan. Masaiah lain yang hingga saat ini dihadapi
negara kepulauan, seperti Indonesia, terutama ialah bahwa belum
semua negara besar meratifikasi Konvensi Hukum Laut PBB/1982
yang menyetujui berlakunya konsep negara kepulauan. Tambahan
pula konsep negara kepulauan di dalam kenyataannya kurang
dihormati. Padahal, bagi Indonesia, berlakunya konsep negara
kepulauan selain perairan wilayah nasional Indonesia terbebas dari
laut bebas atau perairan yang berstatus internasional, juga
menambah luas wilayah negara Indonesia dalam bentuk laut
wilayah, dengan tetap mengindahkan kewajiban-kewajiban
internasional. Apalagi, dengan berubahnya ketentuan tentang lebar
laut wilayah yang semula tiga mil dari garis dasar menjadi 12 mil,
tambahan luas laut wilayah tersebut berarti juga bahwa kandungan
sumber kekayaan alam berlipat ganda.
Bagi bangsa dan negara Indonesia, konsep persatuan dan
kesatuan ini sangat bermakna, lebih bermakna dari pada umumnya
bangsa dan negara lain. Bangsa Indonesia menyadari akan

12
keterpecahan (fragmentasi) geografi dan sosial yang melekat pada
bangsa dan negara Indonesia. Keterpecahan geografi wilayah
Indonesia berupa ribuan pulau yang tersebar luas, besar dan kecil,
topografi daratan yang amat variatif; membangun sekat-sekat alam
yang dapat menghambat proses sirkulasi kehidupan nasional.
Keterpisahan lainnya, yaitu secara sosial, terutama merupakan
dampak dari berbagai perbedaan primordial bangsa Indonesia,
seperti suku, etnis, ras, adat-istiadat, dan agama, kerap kali
berpotensi menjadi sekat-sekat sosial yang dapat menghambat
hubungan antar komponen bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
konsep persatuan dan kesatuan perlu diwujudkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia.

3. Latihan
Untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep dasar Wawasan
Nasional bangsa Indonesia, Anda diminta mengerjakan latihan berikut.
Untuk Diskusi Kelompok
Suatu prestasi luar biasa bahwa bangsa Indonesia dapat
mempertahankan keberadaan dan keutuhan bangsa dan negara
Indonesia hingga saat ini. Sejak kelahiran bangsa dan hidup
menegara, bangsa Indonesia tidak henti-henti menghadapi
kekuatan-kekuatan disintegratif yang mengancam keutuhannya.
Keberhasilan mempertahankan keutuhan bangsa dan negara
Indonesia pada dasarnya ditentukan oleh cara menjalani kehidupan
bersama. Cara-cara tersebut mengacu pada serangkaian konsep,
yang dalam Wawasan Nasional bangsa Indonesia disebut konsep-
konsep dasar Wawasan Nasional. Sehubungan dengan hal itu,
apakah Anda dan rekan-rekan Anda dapat menemukan keterkaitan
konsep- konsep dasar Wawasan Nasional bagi bangsa Indonesia
dengan kemampuan mempertahankan keberadaan dan keutuhan
bangsa dan negara Indonesia hingga saat ini?. Tunjukkan

13
keterkaitan setiap konsep dasar Wawasan Nasional dengan unsur
kemampuan dimaksud.

4. Petunjuk Menjawab Latihan


Pelajarilah konsep-konsep dasar Wawasan Nasional bangsa
Indonesia dan ambillah nilai-nilai yang mengandung kemampuan integratif
dari setiap konsep itu. Kemudian, nilai-nilai yang didapat diproyeksikan
pada berbagai peristiwa sejarah nasional serta dalam kehidupan sehari-
hari di sekitar Anda yang berkaitan dengan penyikapan terhadap
perbedaan, kebersamaan, dan pencapaian tujuan bersama. Lalu, hasilnya
diskusikan dengan rekan-rekan Anda.
Rangkuman
Dari tinjauan kefilsafatan, ruang hidup dan penguasaanya,
kesejarahan, kebudayaan serta kewilayahan, merupakan nilai-nilai
integratif dalam diri bangsa Indonesia. Rangkaian nilai-nilai tersebut
terkristalisasikan dalam konsep-konsep utama kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bangsa Indonesia, yang
kemudian dalam Wawasan Nusantara disebut konsep-konsep dasar.
Konsep dasar pertama, bhlnneka tunggal ika adalah konsep untuk
mengintegrasikan keanekaragaman komponen bangsa. Kedua,
persatuan dan kesatuan, adalah konsep untuk mengakumulasi
kekuatan nasional. Ketiga, kebangsaan adalah konsep untuk
mewujudkan keinginan untuk hidup bersama. Keempat, negara
kebangsaan adalah konsep untuk menjadikan negara sebagai
sarana perjuangan mewujudkan cita-cita bangsa. Kelima, geopolitik
adalah konsep untuk mewujudkan kedaulatan bangsa atas tanah
airnya. Keenam, negara kepulauan adalah konsep untuk
mempertahankan keutuhan wilayah nasional.

14
Konsepsi Wawasan Nusantara
MODUL 2

Pendahuluan

1. Umum
Konsepsi Wawasan Nusantara (Wasantara) menganut filosofi dasar
geopolitik Indonesia dan wawasan kebangsaan yang mengandung tiga
unsur kebangsaan, yaitu rasa kebangsaan, paham kebangsaan, dan
semangat kebangsaan. Ketiga unsur ini menyatu secara utuh dan
mengkristal dalam Pancasila dan Wasantara serta menjadi jiwa bangsa
Indonesia, dan sekaligus pendorong tercapainya cita-cita proklamasi,
sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945.
Wasantara dapat disebut Geopolitik Indonesia. Apabila ditinjau dari
tataran pemikiran yang berlaku di Indonesia, Wasantara merupakan
prasyarat terwujudnya cita-cita nasional, suatu cita-cita terbentuknya
negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Dari gambaran di atas, konsepsi Wasantara merupakan konsepsi
nasional yang bersifat filosofis yang memiliki visi jauh ke depan, suatu
konsepsi yang dijadikan pedoman dan rambu-rambu, serta dorongan dan
motif bangsa Indonesia dalam pencapaian tujuan nasional, dan dijadikan
sebagai landasan visional.
Untuk lebih memahami dan dapat mengaktualisasikan Wasantara
sebagai landasan visional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, perlu dipelajari:
a. landasaan konsepsi Wasantara;
b. konsepsi pemikiran Wasantara.
Setelah mempelajarimodul ini, peserta diharapkan dapat lebih
menghayati acuan rumusan konsepsi, proporsi, prinsip, dan postulat
dalam Wasantara sebagai perwujudan pesan-pesan dalam Pembukaan
UUD NR11945.

15
Landasan Konsepsi Wawasan Nusantara

Kegiatan Belajar 1
1. Umum
Undang Undang Dasar 1945 merupakan landasan Wawasan
Nusantara, terutama bagian Pembukaanya karena memiliki nilai-nilai
dasar Pancasila yang bersifat universal dan lestari bagi bangsa Indonesia.
Universal karena bagian itu mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi
oleh bangsa beradab di seluruh muka bumi. Lestari karena bagian itu
mampu menampung dinamika masyarakat yang selalu berkembang
dalam kehidupan bersama untuk pencapaian tujuan bersama. Bagi
bangsa Indonesia, Pembukaan UUD NR11945 merupakan sumber dasar
hukum serta sumber motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa
Indonesia, sekaligus sumber cita-cita hukum dan cita-cita moral yang ingin
ditegakkan.
Dalam Pembukaan UUD NRI 1945 dengan tegas dinyatakan bahwa
untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, disusunlah kemerdekaan bangsa
Indonesia itu dalam suatu susunan negara Replublik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan menjujung suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang disebut dengan iandasan idiil
Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila terdiri atas lima
pesan pokok, yaitu penghayatan dan hakikat martabat bangsa,
kesepakatan akan cita-cita nasional, kebulatan tekad untuk mencapai
tujuan nasional, mempertahankan dan mempeijuangkan kepentingan
nasional, serta kesepakatan tentang pencapaian tujuan nasional.

16
2. Harkat dan Martabat Bangsa
Harkat dan martabat suatu bangsa dapat dimiliki, dipertahankan, dan
ditingkatkan manakala kemerdekaan telah diperoleh bangsa tersebut.
Berkaitan dengan itu, dalam menandai perolehan kemerdekaan
Indonesia, dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dicantumkan
pernyataan bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa,
penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan sbb.
a. Merdeka berarti bebas dari suatu kondisi tertentu dan bebas
menuju suatu kondisi yang diinginkan, pertama bebas dari hal-
hal yang dapat merendahkan harkat dan martabat manusia;
kedua bebas memperoleh dan menikmati hak- hak asasinya.
b. Segala bentuk penjajahan harus dihapuskan, baik bagi individu,
kelompok, maupun bangsa karena semuanya dapat
mencederai harkat dan martabat manusia yang diberikan oleh
Sang Pencipta.
c. Dengan menjunjung tinggi hakikat kemanusiaan dan keadilan,
bangsa Indonesia dapat mempertahankan dan meningkatkan
harkat dan martabatnya serta terbebas dari hasrat untuk
membatasi, apalagi merampas kemerdekaan bangsa lain.
d. Sebagai dampaknya, karena pernah dijajah selama ratusan
tahun, pengalaman sendiri mengajari kepada bangsa Indonesia
bahwa penjajahan harus ditentang dan dihapuskan agar semua
bangsa dapat menjalankan hak kemerdekaannya yang
merupakan hak asasinya. Di samping itu, aspirasi bangsa
Indonesia sendiri yang berkehendak membebaskan diri dari
penjajahan akan terus diusahakan.

3. Cita-Cita Nasional
Cita-cita nasional, sebagaimana tercantum pada Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, ialah Indonesia merdeka, bersatu,

17
berdaulat, adil dan makmur, serta berkehidupan kebangsaan yang bebas
sebagai berikut.:
a. Indonesia yang merdeka adalah Indonesia yang bebas dari
segala bentuk penjajahan, baik antarmanusia maupun
antarbangsa, baik sebagai objek maupun sebagai subjek.
b. Indonesia yang bersatu adalah Indonesia yang memiliki
kesatuan wilayah yang utuh sebagai ruang hidup seluruh
bangsa, terjalin, dan berkembangnya interkoneksitas yang
harmonis dan sinergis antar komponen bangsa dalam semua
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki
kadar solidaritas sosial yang tinggi antar komponen bangsa.
c. Indonesia yang berdaulat adalah Indonesia yang memiliki
pemerintahan yang mampu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
d. Indonesia yang berkeadilan adalah Indonesia yang mampu
menjamin terselenggaranya hak setiap aspek kehidupan
bangsa.
e. Indonesia yang berkemakmuran adalah Indonesia yang mampu
menyediakan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang
layak bagi kemanusiaan untuk seluruh warganya.
f. Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas adalah
Indonesia yang mampu memelihara dan mengembangkan
lingkungan kehidupan kebangsaan yang kondusif bagi
perkembangan dan keberlangsungan keberadaan segenap
komponen bangsa, sesuai dengan aspirasi dan budaya
masing-masing, serta mengambil peran aktif dalam pergaulan
antarbangsa secara damai.

4. Tujuan Nasional
Tujuan nasional, sebagaimana tercantum pada Pembukaan
UndangUndang Dasar 1945, ialah melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

18
mencerdaskan kehidupanan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, serta keadilan sosial
sebagai berikut.
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia adalah memberi perlindungan fisik bangsa dan
wilayah Indonesia dari ancaman kekuatan yang berasa! dari
luar serta perlindungan hak-hak setiap warga, komunitas, dan
wilayah dari kemungkinan eksploitasi yang dilakukan oleh pihak
mana pun, termasuk oleh pemerintah sendiri. Pada sisi HAM,
misalnya, diperlukan perangkat hukum yag menjamin hak-hak
warga negara dan penegasan peran negara sebagai guardian
of human rights dan bukan sebagai regulator of human rights.
Demikian pula halnya dengan hak daerah dan
komunitas/kelompok etnik tertentu dijamin perkembangan dan
keberlangsungan keberadaannya oleh negara.
b. Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa adalah upaya meningkatkan kesejatheraan
rakyat dan martabat bangsa, dengan memberikan ruang yang
cukup bagi setiap daerah/komponen bangsa yang
mengembangkan dirinya sesuai dengan aspirasi dan budaya
masing- masing, dalam kerangka pembangunan bangsa secara
keseluruhan. Dengan demikian, setiap daerah/komponen
bangsa mampu mengembangkan dan memanfaatkan sumber
daya dan potensinya secara optimal,
c. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial sebagai penciptaan
lingkungan, dengan menetapkan bahwa lingkungan yang
dimaksud bukan hanya meliputi lingkungan eksternal di luar
wilayah Indonesia, melainkan juga meliputi lingkungan internal.
Gangguan terhadap perdamaian dunia tidak hanya dipicu oleh
konflik antar negara, tetapi juga dapat berasal dari konflik
internal. Oleh sebab itu, kata kemerdekaan dalam hal ini berarti

19
kemerdekaan dari penjajahan bangsa asing dan kemerdekaan
dari eksploitasi bangsa oleh pemerintah sendiri. Keadilan sosial
juga harus diwujudkan pada semua wilayah eiemen bangsa.
Pembentukan lingkungan pada dasarnya sebagai upaya untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi setiap komponen
bangsa, baik dilihat dari sisi budaya, memanfaatkan potensinya
masing-masing serta memiliki berbagai pilihan dan kesempatan
untuk mengembangkan diri/kelompoknya maupun menyalurkan
aspirasinya.

5. Kepentingan Nasional
Setiap bangsa dan negara tentu memiliki kepentingan masing-
masing. Setidak- tidaknya menyangkut kepentingan mempertahankan
keberadaan, kelangsungan hidup, dan jati dirinya. Kepentingan bangsa
menegara yang lebih tepat disebut sebagai kepentingan nasional
senantiasa berkait erat dengan cita-cita dan tujuan nasional bangsa yang
bersangkutan dalam mewujudkan cita-cita nasional dan mencapai tujuan
nasional tersebut. Hakikat kepentingan nasional Indonesia adalah
kepentingan keamanan dan kepentingan kesejahteraan. Dua hal
itumerupakan satu kesatuan yang sama penting dan tidak dapat
dipisahkan satu dari yang lainnya.
Menjamin kepentingan nasional, baik kepentingan keamanan
maupun kepentingan kesejanteraan. berarti berupaya dengan sepenuh
hati dan sekuat tenaga mempertahankan pe'-satuan serta kesatuan
bangsa dan kesatuan wilayah negara Republik Indonsia Daiam suasana
persatuan dan kesatuan bangsa dan kesatuan wilayah negara yang tetap
utuh dan terjaga, segenap upaya bangsa Indonesia untuk mencapai
tujuan nasional dan mewujudkan cita-cita nasional menjadi lancar. Upaya
memelihara atau mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah negara sangat membutuhkan rasa dan semangat
nasional yang tinggi pada setiap warga negara atau segenap komponen
bangsa Indonesia, yang sanggup dan rela berkorban demi kecintaannya

20
kepada tanah air dan bangsanya. Kondisi tersebut sesuai dengan tujuan
Wawasan Nusantara, yaitu mewujudkan rasa dan semangat nasional
yang tinggi pada segenap dimensi kehidupan. Dengan demikian, jelaslah
bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Wawasan Nusantara yang
diamalkan secara tepat akan menjadi prasyarat teijaminnya kepentingan
nasional, yang sekaligus akan menciptakan iklim kondusif bagi
tercapainya tujuan nasional dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional.

6. Pencapaian Tujuan Nasional


a. Tujuan Nasional sebagai Himpunan Nilai
Tujuan nasional merupakan himpunan nilai yang ingin
diwujudkan bangsa Indonesia melalui kehidupan bernegara.
Himpunan nilai tersebut tercakup dalam cita-cita nasional, yaitu
merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, yang telah
dijabarkan dalam dasar negara; demikian juga dalam konstitusi,
serta berbagai bentuk regulasi dan aspirasi yang terus berkembang.
Dalam proses pencapaian tujuan nasional, nilai-nilai tersebut saling
mempengaruhi dalam bentuk rantai yang menyimpul pada tujuan
nasional. Bagi bangsa Indonesia, rantai nilai dapat dibagi menjadi
dua, yaitu rantai nilai utama dan rantai nilai induk. Rantai nilai utama
terbentuk dan nilai Wawasan Nusantara, nilai ketahanan nasional,
nilai praktik kenegaraan/kemasyarakatan, dan pembangunan
nasional, serta nilai tujuan nasional. Rantai nilai utama tersebut
dihidupi dan dibentuk oleh rantai nilai induk atau pendukung, yaitu
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Secara stratifikasi sistem nilai nasional, Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 (Bagian Pembukaan) mengandung nilai
dasar, Wawasan Nusantara, dan ketahanan nasional mengandung
nilai instrumental, sedangkan praktik kenegaraan /kemasyarakatan
dan pembangunan nasional mengandung nilai praktis.
Nilai persatuan dan kesatuan dari Wawasan Nusantara menjadi
dasar, penopang, dan penyubur nilai integrasi yang serasi,

21
seimbang, dan selaras dari ketahanan nasional. Selanjutnya, nilai-
nilai ketahanan nasional dan Wawasan Nusantara menjadi acuan
untuk praktik kenegaraan/kemasyarakatan dan pembangunan
nasional sehingga membentuk nilai pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya dalam
kehidupan berharkat. Sementara itu, baik Wawasan Nusantara,
ketahanan nasional, maupun pembangunan nasional, nilai-nilainya
digali dari sumber nilai nasional, yaitu Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Hubungan antar mata rantai besifat
pertambahan (added value), memperkaya, dan meningkatkan mutu
mata rantai yang dapat berbentuk pola berpikir, sikap, dan perilaku
individu atau kelompok, atau dalam wujud peraturan perundang-
undangan, kebijakan dan strategi nasional, atau program-program
nasional
b. Peranan Wawasan Nusantara dalam Pencapaian Tujuan
Nasional
Bangsa Indonesia yang terlahir dari keanekaragaman suku,
agama, budaya, bahasa, dan daerah asal yang yang tersebar luas
dalam ribuan pulau perlu menyepakati suatu cara hidup bersama
sebagai bangsa dan warga negara. Salah satu sumber cara hidup
bersama itu ialah cara pandang tentang diri dan lingkungan dalam
mencapai tujuan bersama, yaitu tujuan nasional. Cara pandang yang
dimaksud bagi bangsa Indonesia ialah Wawasan Nusantara.
Wawasan Nusantara mengacu pada kondisi dan konstelasi geografi,
kondisi sosial budaya, serta faktor kesejarahan, dan perkembangan
lingkungan. Dengan demikian, konsepsi yang terkandung di
dalamnya merupakan simpulan dari pengalaman masa lalu dan
lingkungannya yang relevan serta valid di masa datang sehingga
dapat dijadikan acuan dalam melakukan interaksi antar komponen
bangsa dalam hidup bersama yang bermanfaat.
Bangsa Indonesia yang menegara merupakan suatu kenyataan
meskipun bila ditinjau dari asal-usul dan terjadinya merupakan

22
keluarbiasaan yang tergolong sangat langka, ternyata bangsa ini
bertahan hingga saat ini. Hal itu dimungkinkan karena ada fakor
pendorong (kekuatan sentripetal) dan pengikat yang kuat. Konsepsi
Wawasan Nusantara mengandung faktor-faktor yang dimaksud,
yang bila diimplementasikan dapat memperkuat dorongan dan ikatan
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, yang dijiwai
rasa kekeluargaan dan kebersamaan serta terpeliharanya kesatuan
wilayah nasional. Di atas kondisi yang diciptakan ketahanan
nasional, Wawasan Nusantara selanjutnya dapat dibangun dan
dilaksanakan melalui pembangunan nasional, yang memungkinkan
tercapainya tujuan nasional sesuai dengan harapan bersama.

23

Anda mungkin juga menyukai