Anda di halaman 1dari 21

OBAT ANTIDEPRESAN SNRI DAN MEKANISME KERJANYA

I. PENDAHULUAN
Sejak dekade 1980-1990-an banyak sekali perkembangan baru di bidang
psikofarmakologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari obat-obatan yang
berpengaruh terhadap fungsi-fungsi mental dan perilaku (psychoactive drugs). Di
satu pihak kebutuhan akan obat-obatan psikoterapi semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah kasus gangguan kesehatan jiwa, seperti skizofrenia,
depresi, gangguan cemas, dan lain-lain. 1
Berdasarkan penggunaan klinik, psikoterapi dibagi menjadi 4 golongan
yaitu antipsikotik, antianxietas, antidepresan, dan psikotogenik. Antidepresan
adalah kelompok obat yang heterogen dengan efek utama dan terpenting adalah
untuk mengendalikan gejala depresi. Di samping itu, juga digunakan untuk
beberapa indikasi lain seperti gangguan cemas dan obsesif kompulsif. Secara
umum, antidepresan digolongkan menjadi derivat trisiklik, derivat tetrasiklik,
derivat MAOI (monoamin oksidase inhibitor), derivat SSRI (selective serotonine
reuptake inhibitors), dan derivat SNRI (serotonine norepinephrine reuptake
inhibitors). 2,3
Selama beberapa dekade terakhir para peneliti berupaya memahami peran
berbagai neurotransmiter dalam gangguan mood. Ada dua transmiter yang paling
banyak dipelajari, yaitu norepinefrin dan serotonin. Teori norepinefrin merupakan
yang paling relevan dengan gangguan bipolar, dan secara umum, dinyatakan
bahwa kadar norepinefrin yang rendah memicu depresi dan kadar yang tinggi
memicu mania. Teori serotonin menyatakan bahwa kadar serotonin yang rendah
menimbulkan depresi. Adanya teori tersebut mendorong penemuan obat
antidepresan golongan baru yang bekerja menghambat ambilan kembali baik salah
satu maupun kedua neurotransmiter tersebut. Salah satu obat yang banyak dipakai
yaitu golongan SNRI (serotonine norepinephrine reuptake inhibitors). SNRI
merupakan antidepresan yang bekerja dengan cara mempengaruhi baik sistem
serotonergik maupun norepinefrin. Jenis antidepresan SNRI yang banyak
diginakan adalah venlafaxine dan duloxetine. 4

1
II. DEFINISI
Antidepresan SNRI (serotonine norepinephrine reuptake inhibitors) adalah
obat-obatan yang bekerja dengan cara memblok ambilan kembali serotonin dan
norepinefrin namun hanya sedikit sekali atau sama sekali tidak memiliki efek
samping sistem kolinergik, histaminergik, atau alfa adrenergik. SNRI dapat
digunakan sebagai terapi lini pertama, terutama pada pasien dengan sindrom
kelelahan yang signifikan atau rasa sakit yang terkait dengan episode depresi.
SNRI juga memiliki peran penting sebagai terapi lini kedua pada pasien yang
tidak responsif terhadap SSRI. 2,5

III. MEKANISME KERJA


Setelah penemuan dua golongan antidepresan utama, golongan TCA
dan MAOI, tidak pernah ditemukan penggunaan antidepresan yang efektif hingga
tahun 1950. Berbagai studi kemudian menemukan bahwa aksi utama dari agen-
agen ini adalah untuk meningkatkan fungsi serotonergik atau noradrenergik dalam
penghambatan transpor atau metabolisme amin (5-HT). Kerja sistem serotonergik
atau adrenergik menuju pada pengembangan teori monoamin pada tahun 1960,
yang mengatakan bahwa depresi disebabkan karena defisiensi pada fungsi
monoamin serotonergik atau noradrenergik. Semua obat antidepresan yang
tersedia secara umum meningkatkan fungsi nonadrenergik dan serotonergik
dengan berbagai macam mekanisme, yaitu inhibisi pengangkutan noradrenalin
dan serotonin (SSRI dan SNRI), inhibisi metabolisme noradrenalin dan serotonin
(MAOI) atau meningkatkan pelepasan nonadrenalin (noradrenalin dan serotonin
antidepresan aspesifik [NaSSA]). Meskipun agen-agen yang ada memiliki cara
aksi yang berbeda, semuanya mempengaruhi kadar serotonin dan noradrenalin,
dan mendukung hipotesis monoamin sebagai strategi dalam pengobatan pada
depresi. 4,7
Serotonin merupakan zat yang bertanggung jawab untuk
mengendalikan aspek-aspek fisiologis dasar tubuh. Dalam sistem saraf pusat,
serotonin memiliki implikasi luas seperti berperan dalam tidur, nafsu makan,
memori, proses belajar, pengaturan suhu, mood, perilaku seksual, fungsi jantung,
kontraksi otot, dan regulasi endokrin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan

2
depresi. Hal ini didukung dengan penemuan pada beberapa pasien yang bunuh diri
memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah dan konsentrasi tempat
ambilan serotonin yang rendah di trombosit. 4,9
Hubungan antara norepinefrin dengan depresi dinyatakan oleh penelitian
ilmiah dasar antara turunnya regulasi reseptor β-adrenergik dan respon
antidepresan secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik
dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan reseptor presinaptik
adrenergik α2 dalam depresi, yang mana sejak reseptor-reseptor tersebut
diaktifkan mengakibatkan penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan.
Reseptor presipnatik adrenergik α2 juga berlokasi di neuron serotonergik dan
mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan. 4
Serotonin dan norepinefrin merupakan neurotransmiter yang diproduksi
oleh neuron yang memungkinkan neuron untuk berkomunikasi satu sama lain.
Kedua neurotransmiter ini dilepaskan oleh neuron ke dalam ruang antara neuron
yang satu dengan neuron berikutnya sehingga memungkinkan stimulus elektrik
berpindah ke neuron lain. Selama neuron berinteraksi, serotonin dilepaskan dari
ujung saraf pertama (presinaps) dan ditangkap oleh neuron kedua (postsinaps).
Namun tidak semua serotonin yang dilepas akan diambil oleh neuron kedua
karena akan mengapung di celah sinaps hingga akhirnya akan dirusak oleh enzim.
Selain itu, sebagian serotonin juga akan diabsorbsi kembali (reuptake) oleh
neuron pertama. 10
SNRI merupakan antidepresan yang berperan dalam menghambat ambilan
kembali serotonin dan norepinefrin oleh neuron presinaps sehigga terjadi
peningkatan konsentrasi serotonin dan atau norepinefrin di susunan saraf pusat.
Salah satu contoh antidepresan SNRI yang banyak digunakan adalah fenlavaxine.
Fenlavaxine mempunyai efek farmakologis terhadap ambilan kembali serotonin
oleh terminal saraf presinaps. Selain itu, fenlavaxine juga mempunyai efek
terhadap ambilan kembali norepinefrin dan efek yang lemah terhadap ambilan
kembali dopamin. Mekanisme kerja fenlavaxine bergantung pada dosis yang
digunakan. Pada dosis rendah (< 150 mg/ hari) fenlavaxine bekerja seperti SSRI.
Pada dosis menengah sampai dosis tinggi, fenlavaxine dapat dianggap sebagai

3
analog antidepresan trisiklik, dengan pengecualian bahwa down regulation dari
reseptor postsinaptik β1 terjadi dengan pemberian dosis tunggal dan berulang
venlafaxine (antidepresan trisiklik menyebabkan down regulation hanya setelah
dosis berulang).11

Gambar 1 : mekanisme kerja berbagai antidpresan (dikutip dari kepustakaan 9)

Mekanisme aksi SNRI untuk menghambat ambilan kembali serotonin dan


norepinefrin dapat dijelaskan sebegai berikut :
a. Paparan jangka pendek SNRI menghambat ambilan kembali serotonin di
badan sel sehingga menyebabkan penurunan letupan neuron karena aksi
serotonin pada autoreseptor 5HT1A. 11
b. Paparan jangka panjang serotonin menyebabkan down regulation
autoreseptor 5HT1A dan disinhibisi pelepasan serotonin di axon terminal.
Peningkatan pelepasan serotonin di axon meningkatkan ketersediaan
serotonin reseptor serotonin postsinaptik. 11

4
c. Untuk menghambat ambilan norepinefrin, SNRI bekerja secara tidak
langsung, baik dengan menstimulasi neuron serotogenik (yang mempunyai
input noradrenergik eksitasi) atau dengan mendesensitasi reseptor α2
inhibisi prasinaps pada otak depan. Selain adrenoseptor α2, pemberian
antidepresan jangka panjang pada tikus secara bertahap juga menurunkan
sensitivitas adrenoseptor β1 dan 5-HT2 sentral, tetapi arti dari perubahan
itu tidak diketahui.12

IV. JENIS OBAT


Obat yang termasuk golongan SNRI yaitu :
A. Venlafaxine (Efexor, Efexor XR)
Venlafaxine merupakan obat golongan SNRI yang pertama dan
paling banyak digunakan. Venlafaxin mempunyai waktu paruh yang
singkat, yaitu hanya 4 jam. Namun sekarang sudah tersedia dalam bentuk
extended release sehingga dapat diberikan sekali sehari. Venlafaxine
mempunyai dua efek, yaitu pada dosis rendah bekerja pada transporter
serotonin dan pada dosis yang lebih tinggi (biasanya 150 mg/hari atau lebih)
lebih signifikan terhadap inhibisi ambilan kembali norepinefrin.12
Dosis awal biasanya 37,5 mg, diberikan dalam 2 kali pemberian per
hari, yang selanjutnya dinaikkan sampai terdapat respon klinis. Sediaan
yang tersedia yaitu 25 mg, 37,5 mg, 50 mg, 75 mg, dan 100 mg. Efek
samping yang biasanya terjadi berupa muntah, mengantuk, pusing, mulut
kering, berkeringat, dan nyeri kepala. Efek samping yang jarang terjadi
adalah hipertensi, tremor, dan disfungsi seksual. Venlafaxine dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah bila dikonsumsi dalam dosis yang
lebih dari 200 mg per hari. Itu sebabnya tekanan darah semua pasien harus
diperiksa sebelum pengobatan dimulai dan setiap minggu berjalan. Selain
itu, venlafaxine dapat mempengaruhi derajat konsentrasi obat lain yang
dikonsumsi bersamanya, dan seperti halnya SSRI, venlafaxine dapat juga
dipengaruhi oleh obat lain yang dimetabolisme oleh mekanisme sitokrom
P450 di hati. 2

5
B. Duloxetine (Cymbalta)
Duloxetin adalah antidepresan SNRI kedua yang diperkenalkan di
Amerika Serikat. Duloxetine mempunyai efek terhadap ambilan kembali 5-
HT yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan dengan venlafaxin.
Duloxetine merupakan salah satu obat golongan SNRI yang digunakan
sebagai terapi untuk Major Depressive Disorder (MDD), nyeri neuropati
perifer diabetik, dan inkontinensia urin. Dosis awal duloxetine yaitu 20-30
mg per hari yang dapat ditingkatkan 20 mg atau 30 mg setiap minggu
hingga mencapai 60 mg per hari. Dosis dapat dtitrasi hingga dosis efektif
hanya dalam 1 minggu. Duloxetine tersedia dalam sediaan 20 mg, 30 mg,
dan 60 mg. Absorbsi duloxetine dimulai setelah 2 jam dikonsumsi dan
mencapai konsentrasi puncak dalam plasma dalam 6 jam. Waktu paruh
duloxetin adalah 8 sampai 17 jam (rata-rata 12 jam). 13
Duloxetine dapat ditoleransi dan tidak memberi efek samping
antikolinergik. Namun demikian, muntah merupakan efek samping yang
paling sering didapatkan pada penggunaan duloxetine. Efek samping lain
berupa hepatotoksik, hipertensi, dan takikardi. Pasien dengan kreatinin
klirens < 30 mL/menit dan gangguan hepar tidak boleh mengkonsumsi
duloxetine. 13
C. Desvenlafaxine (Pristiq)
Dosis yang direkomendasikan yaitu 50 mg per hari. Dosis lebih dari
50 mg tidak lebih efektif dan dapat menyebabkan lebih banyak efek
samping. Desfenlavaxine tersedia dalam sediaan 50 mg dan 100 mg.
Desvenlafaxine dapat menyebabkan muntah, nyeri kepala, anxietas,
insomnia, konstipasi, kelemahan, bibir kering, dan diare. Hipertensi juga
dapat terjadi sehingga tekanan darah pasien harus dimonitor. Dosis harus
dititrasi secara perlahan-lahan untuk mencegah timbulnya sindrom putus
obat. 14
D. Milnacipran (Savella)
Milnacpran mempunyai kemampuan untuk menghambat ambilan
kembali norepinefrin yang lebih rendah tanpa mempengaruhi ambilan

6
kembali dopamin. Dosis milnacipran adalah 50 mg 2 kali sehari. Sediaan
milnacipran terdiri dari 12,5 mg, 25 mg, 50 mg dan 100 mg. Milnacipran
cepat diabsorbsi dan mempunyai waktu paruh 8 jam. Sebagian besar
milacipran diekskresi tanpa mengalami perubahan melalui ginjal.
Milnacipran dapat menyebabkan disuria, vertigo, berkeringat, dan
anxietas.14

V. SIMPULAN
Antidepresan adalah kelompok obat yang heterogen dengan efek utama
dan terpenting adalah untuk mengendalikan gejala depresi. Secara umum,
antidepresan digolongkan menjadi derivat trisiklik, derivat tetrasiklik, derivat
MAOI (monoamin oksidase inhibitor), derivat SSRI (selective serotonine
reuptake inhibitors), dan derivat SNRI (serotonine norepinephrine reuptake
inhibitors). Antidepresan SNRI (serotonine norepinehrine reuptake inhibitors)
adalah obat-obatan yang bekerja dengan cara memblok ambilan kembali serotonin
dan norepinefrin namun hanya sedikit sekali atau sama sekali tidak memiliki efek
samping sistem kolinergik, histaminergik, atau alfa adrenergik. Mekanisme kerja
SNRI untuk menghambat ambilan kembali serotonin berupa penghambatan
ambilan kembali serotonin di badan sel, down regulation autoreseptor 5HT1A dan
disinhibisi pelepasan serotonin di axon terminal. Untuk menghambat ambilan
norepinefrin, SNRI bekerja secara tidak langsung, baik dengan menstimulasi
neuron serotogenik atau dengan mendesensitasi reseptor α2 inhibisi prasinaps
pada otak depan. Obat yang termasuk antidepresan SNRI adalah fenlavaxine,
duloxetine, desfenlavaxine, dan milnacipran.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik


(Psychotropic Medication). Edisi Ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya ; 2007. 1, 24

2. Kairupan. Bahan Ajar Medikamentosa dalam Psikiatri [Pendekatan


Praktis Klinis]. Manado : Bagian Psikiatri FK Unsrat ; 2005. 39-40

3. Guzmán, Flavio. Serotonin (5-HT): Receptors, Agonists and Antagonists.


[update] 13 Maret 2010 [cited 5 Agustus 2011]. Available from :
http://pharmacologycorner.com/serotonin-5ht-receptors-agonists-
antagonist/#SNRI

4. Kaplan, H.I., Sadock, B.J. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku


Psikiatri Klinis Jilid Satu. Tangerang : Binaputra Aksara
Publisher ; 2010. 794-5

5. Lieberman, J.A., Tasman, A. Handbook of Psychiatric Drugs. England :


Wiley ; 2006. 49

6. Ilmu Kesehatan Jiwa RSJ Soeharto Heerdjan. Anti Depresan Baru-


Mekanisme Aksi. [cited 5 Agustus 2011]. Available from :
www.scribd.com

7. Shelton, Richard. Classification of Antidepressants and Their Clinical


Implications. J Clin Psychiatry 2003 ; 5 [suppl 7] : 27–32

8. Guzmán, Flavio. Differences Between Tricyclic Antidepressants and


SNRIs Mechanism Of Action. [update] 28 April 2010 [cited 5
Agustus 2011]. Available from :
http://pharmacologycorner.com/differences-between-tricyclic-
antidepressants-and-selective-serotonin-norepinephrine-reuptake-
inhibitors-mechanism-of-action/

9. Dryden, Dennis L. Depression. [update] 13 Maret 2010 [cited 5 Agustus


2011]. Available from :
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=10864

10. Sanders, Jenny. Brain Physiology. [cited 5 Agustus 2011]. Available from :
http://www.bio.davidson.edu/people/vecase/SeniorColloquium/04/M
ental%20Webpage/Mental%20-%20Phys/BrainPhysHome.htm

8
11. Norman, Trevor. The New Antidepressants – Mechanism of Action. [cited
5 Agustus 2011]. Available from :
http://www.australianprescriber.com/

12. Neal, M.J. At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit
Erlangga ; 2006. 62-3

13. Kumar, Deepak. Duloxetine- Pharmacological Aspects. Int J Biol Med Res.
2011; 2(2): 589-592

14. Anonim. Newer Antidepressants : Nris, SNRIs, NASSAs and Others.


[cited 5 Agustus 2011]. Available from www.scribd.com

9
LAPORAN KASUS NONPSIKOTIK
GANGGUAN ANXIETAS YTT (F41.9)

Nama : Tuan L
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : -
Alamat : Sorong

RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari autoanamnesis pada tanggal 5 Oktober 2011
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan Utama
Nyeri ulu hati
B. Riwayat Gangguan Sekarang
 Keluhan dan gejala
Keluhan dialami sejak ± 2 tahun terakhir, nyeri hilang timbul dan
memberat sekitar 1 bulan terakhir. Nyeri timbul secara tiba-tiba dan
menghilang bila meminum obat maag. Pasien juga mengeluh mata berat,
kepala pusing, leher tegang, sulit tidur, gelisah, dan sering merasa
jantungnya berdebar-debar sejak 2 tahun lalu. Pasien sebelumnya bekerja
sebagai nelayan, namun berhenti sejak 2 tahun lalu karena penyakitnya.
Pasien kemudian berwiraswasta dengan menjual pakaian keliling namun
berhenti lagi karena penyakitnya. Pasien sering khawatir akan masalah
ekonomi keluarga dan anak-anaknya. Pasien sering merasa akan mati,
berdebar-debar bila mendengar ada tetangga yang meninggal, dan
terkadang takut untuk menghadiri acara duka. Pasien pernah bermasalah
dengan saudaranya sekitar 2 tahun yang lalu karena masalah pekerjaan.
Selain itu, pasien juga pernah bertengkar dengan tetangganya 2 tahun

10
yang lalu karena masalah pertengkaran anak dan sampai sekarang belum
berbaikan. Pasien sudah berobat ke poli gastro dan didiagnosis gastritis
kronik.
 Hendaya/disfungsi
- hendaya sosial (-)
- hendaya pekerjaan (-)
- hendaya penggunaan waktu senggang (-)
 Faktor stresor psikososial : tidak jelas
 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis
sebelumnya : tidak ada
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
 Riwayat gangguan sebelumnya
- trauma (-)
- kejang (-)
- infeksi (-)
 riwayat penggunaan zat psikoaktif
- merokok (+) dulu 1 bungkus per hari, sekarang 5 batang per hari
- alkohol (+) tahun 1990-an, tidak setiap hari, sekarang tidak lagi
- penggunaan obat-obat terlarang (-)
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
 Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien lahir di Buton dalam kondisi normal, cukup bulan, dan ditolong
oleh dukun. Sewaktu hamil, ibu pasien dalam keadaan sehat.
 Riwayat masa kanak awal (1-3 tahun)
Tidak ada riwayat kejang dan trauma.
 Riwayat masa kanak pertengahan (4-11 tahun)
Pasien menyelesaikan pendidikannnya di sekolah dasar. Nilai-nilai di
sekolah baik.
 Riwayat masa kanak akhir dan remaja (12-18 tahun)
Pasien melanjutkan pendidikannya ke SMP sampai kelas III namun
berhenti karena masalah biaya.

11
 Riwayat masa dewasa
Pasien menikah dan memiliki 3 orang anak laki-laki. Pasien pernah
bekerja sebagai nelayan, namun berhenti 2 tahun lalu karena pasien
sakit. Pasien pernah mencoba berwiraswasta dengan menjual pakaian
keliling, namun berhenti lagi karena penyakitnya.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien merupakan anak ke-8 dari 13 bersaudara (♀, ♂, ♀, ♂, ♀, ♀, ♂, ♂,
♀, ♀, ♀, ♀, ♀). Hubungan dengan keluarga baik.
F. Situasi Sekarang
Saat ini pasen tinggal dengan istri dan anak-anaknya. Hubungan pasien
dengan salah seorang tetangganya kurang baik sejak 2 tahun lalu.
G. Persepsi pasien tentang diri dan keluarganya
Pasien sadar bahwa dirinya sakit dan butuh pengobatan

AUTOANAMNESIS (5 Oktober 2011)


DM : Selamat siang bapak. nama saya kurnia, dokter muda disini. Nama bapak
siapa?
P : La Ode Pandu, dok.
DM : Umur bapak berapa?
P : 37 tahun
DM : Bapak kenapa datang kesini?
P : Sakit ulu hati kita ini. Kita sudah dari poli gastro, tapi katanya normal-
normal saja.
DM : Sejak kapan keluhan itu muncul?
P : 2 tahun. Tapi yang kayak sudah tidak tahannya itu baru 1 bulan ini.
DM : Terus menerus?
P : Tidak. Ada kalanya berhenti kalo sudah minum obat.
DM : Pada saat kapan saja muncul?
P : Tidak tentu, dok. Biasa kita tidak melakukan apa-apa tapi tiba-tiba sakit.
DM : Bagaimaan perasaan bapak dalam 1 minggu terakhir ini?

12
P : Cemas, ya cemas lah dok. Kita selalu cemas pikir bagaimana kita punya
penyakit ini. Sakit ulu hati kita ini.
DM : Mengapa bapak cemas?
P : Yah. Wajar kan dok. Kita takut ada apa dengan kita punya lambung. Nanti
ada yang parah. Kadang kita juga berpikir kenapa kita begini tapi orang
lain sehat
DM : Apa rasa cemas itu muncul terus-menerus?
P : Tidak selalu juga. Tapi kita paling rasa cemas kalau kita ingat lagi ini
kalau kita sedang sakit.
DM : Selain nyeri ulu hati, apa lagi yang bapak rasakan?
P : Ini sekarang kita ini (memegang leher) rasa tegang, mata berat kalau mau
melihat, rasa mau pusing, tidur juga tidak bisa nyenyak.
DM : Yang bapak maksud tidur tidak nyenyak itu yang bagaimana?
P : Memulai tidur susah. Ini juga (menunjuk dada) rasa berdebar-debar
padahal sudah periksa jantung katanya normal.
DM : Sejak kapan hal itu bapak rasakan?
P : Sudah lama juga dok. Sudah hampir 2 tahun juga kayaknya.
DM : Yang mana yang lebih dulu muncul, sakit ulu hati atau rasa berdebar-
debar?
P : Hm..kayaknya kita punya lambung dulu dok.
DM : Pada saat kapan saja rasa berdebar itu muncul?
P : Kayak sekarang ini. Kita kan mau diperiksa lambungnya. Kita sudah pikir
bagaimana ya caranya, kita mau diapakan, apa lagi kira-kira yang akan
terjadi sama kita ini. Kalo sudah mulai pikir seperti itu, kita mulai
berdebar, tidak tenang, gelisah.
DM : Maaf pak.. Apa bapak pernah memikirkan tentang kematian?
P : Iya itu juga dok. Kalau ada tetangga kita meninggal, kita langsung takut.
Mungkin sekarang dia yang meninggal, tapi bisa saja kita nanti yang
meninggal juga. Kita tidak mau datang ke acara kematiannya tapi kita
tidak enak. Tapi kalau kita datang, tambah tidak enak kita rasa.
DM : Kalau boleh tahu, kenapa bapak takut mati?

13
P : Kalau kita mati, anak-anak bagaimana.
DM : Selain itu apalagi yang sering bapak pikirkan?
P : Yah. faktor pekerjaan.
DM : Bapak pekerjaannya apa?
P : Saya dulu nelayan tapi sekarang sudah tidak lagi karena sakit. Sudah 2
tahun tidak bekerja. Mungkin karena saya liat teman-teman lagi kerja tapi
saya tinggal duduk.
DM : Selama bapak bekerja, apa bapak pernah punya masalah?
P : Yah. biasa, dok. Masalah biasa saja. Tapi tidak ada yang serius.
DM : Kalau boleh tahu, masalahnya seperti apa contohnya?
P : Biasa. Misalnya pembagian hasil. Tapi cuma begitu saja. Bukan masalah
berat.
DM : Apa masalah tersebut mengganggu bagi bapak?
P : Tidak juga. Lagian biasa itu yang seperti itu. Namanya saja kita kan
banyak yang bekerja, biasa itu.
DM : Setelah tidak melaut lagi, bagaimana bapak mencari nafkah?
P : Baru-baru ini coba jadi pedagang, tapi berhenti lagi karena sakit ini
DM : Bapak berdagang apa?
P : Pakaian keliling.
DM : Sekarang kan bapak sudah tidak bekerja, ekonomi keluarga bapak
bagaimana?
P : Yah itu juga, jadi pikiran karena saya sudah tidak bekerja. Sering pikirkan
anak-anak nanti makan apa.
DM : Bagaimana hubungan bapak dengan keluarga lain?
P : Kami sekarang baik-baik saja. Tapi kalo 2 tahun lalu pernah, yah namanya
saja bersaudara. Biasa ada salah paham.
DM : Bapak bermasalah dengan saudara yang mana?
P : Saudara di atas saya pernah. Tapi sudah akur kembali.
DM : Kalau boleh tahu masalah tentang apa?
P : Yah biasa masalah pekerjaan. Tapi sudah baik-baik sekarang
DM : Kalau hubungan dengan tetangga bapak bagaimana?

14
P : Kalo di kompleks mungkin yah, ada yang kita pernah punya masalah,
sampai sekarang tidak saling tegur.
DM : Siapa itu?
P : Tetangga samping rumah kita. Cuma berbatas tembok. Masalah dari anak-
anak. Awalnya anak-anak saja yang saling bertengkar, tapi lama-lama
orang tua juga.
DM : Apa bapak sering memikirkan masalah itu?
P : Yah.. Namanya saja kita punya tetangga. Pasti kita pikir itu. Kalau kita
sebenarnya sudah memaafkan, tapi mungkin kalau orang disana kan agak
sedikit keras yah. Mungkin sudah jadi sifatnya.
DM : 2 tahun lalu sepertinya bapak punya banyak masalah, kalau boleh tahu,
yang mana yang lebih duluan muncul, masalah tersebut atau nyeri ulu
hati?
P : Kita sudah tidak tahu. Lupa. Sudah lama dok.
DM : Maaf pak.. kalo 100 kurang 7 berapa?
P : 93
DM : Kalo 93 dikurang 4?
P : 89
DM : Kalau berakit-rakit ke hulu berenang renang ke tepian apa artinya?
P : Bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian.
DM : Kalau panjang tangan apa artinya, pak?
P : Pencuri
DM : Pak..Bisa tolong ulangi 89765
P : 89765
DM : Kalau bapak menemukan dompet di jalan, apa yang bapak lakukan?
P : Kita tanya dulu orang dekat situ. Siapa tahu ada yang punya.
DM : Maaf pak, masih ada yang bapak ingin sampaikan?
P : Sudah tidak ada, dok.
DM : Terima kasih pak atas waktunya. Mari saya antar ke dokter.
P : Iya dok, sama-sama

15
II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : tampak seorang laki-laki, perawakan biasa, kulit hitam,
memakai baju kaos dan celana pendek, cukup rapi, sesuai umur
2. Kesadaran : baik
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : agak gelisah
4. Pembicaraan : spontan, lancar, intonasi biasa
5. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. Keadaan afektif (mood), perasaan, dan empati, perhatian :
1. Mood : cemas
2. Afek : cemas
3. Empati : dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (kognitif)
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan : sesuai taraf
pendidikan
2. Daya konsentrasi : baik
3. Orientasi (waktu, tempat, orang) : baik
4. Daya ingat : baik
5. Pikiran abstrak : baik
6. Bakat kreatif : -
7. Kemampuan menolong diri sendiri : baik
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : tidak ditemukan
2. Ilusi : tidak ditemukan
3. Depersonalisasi : tidak ditemukan
4. Derealisasi : tidak ditemukan
E. Proses Berpikir
1. Arus pikiran :
 produktifitas : cukup
 kontinuitas : relevan, koheren
 hendaya berbahasa : tidak ditemukan

16
2. Isi pikiran
 preokupasi : tidak ditemukan
 gangguan isi pikir : tidak ditemukan
F. Pengendalian Impuls : baik
G. Daya Nilai
1. norma sosial : baik
2. uji daya nilai : baik
3. penilaian realitas : baik
H. Tilikan (insight) : derajat 6 (pasien sadar bahwa sakit dan perlu
pengobatan)
I. Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan Fisik :
1. Status internus : T = 110/70 mmHg, N = 84x/menit, S = 36,7 0C, P =
18x/menit
2. Pemeriksaan neurologis
GCS : E4M6V5
pupil bulat isokor, diameter 2,5 mm / 2,5 mm
RCL +/+ RCTL +/+
fungsi sensorik dan motorik dalam batas normal
refleks patologis (-)
3. Pemeriksaan endoskopi : gastritis ulserativa

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang laki-laki, 37 tahun, dikonsul dari poli gastro RSWS dengan
keluhan nyeri ulu hati yang dialami sejak ± 2 tahun terakhir, nyeri hilang timbul
dan memberat sekitar 1 bulan terakhir. Nyeri timbul secara tiba-tiba dan
menghilang bila meminum obat maag. Pasien juga mengeluh mata berat, kepala
pusing, leher tegang, sulit tidur, gelisah, dan sering merasa jantungnya berdebar-
debar sejak 2 tahun lalu. Pasien sebelumnya bekerja sebagai nelayan, namun

17
berhenti sejak 2 tahun lalu karena penyakitnya. Pasien kemudian berwiraswasta
dengan menjual pakaian keliling namun berhenti lagi karena penyakitnya. Pasien
sering khawatir akan masalah ekonomi keluarga dan anak-anaknya. Pasien sering
merasa akan mati, berdebar-debar bila mendengar ada tetangga yang meninggal,
dan terkadang takut untuk menghadiri acara duka. Pasien pernah bermasalah
dengan saudaranya sekitar 2 tahun yang lalu karena masalah pekerjaan. Selain itu,
pasien juga pernah bertengkar dengan tetangganya 2 tahun yang lalu karena
masalah pertengkaran anak dan sampai sekarang belum berbaikan. Pasien sudah
berobat ke poli gastro dan didiagnosis gastritis kronis.
Pada pemeriksaan status mental tampak seorang laki-laki, perawakan
biasa, kulit hitam, memakai baju kaos dan celana pendek, cukup rapi, dan sesuai
umur. Perilaku dan aktivitas psikomotor pasien agak gelisah, pembicaraan
spontan, lancar, intonasi biasa, dan sikap terhadap pemeriksa kooperatif. Mood
cemas, afek cemas, empati dapat dirabarasakan. Fungsi intelektual baik dan tidak
ditemukan gangguan persepsi, arus pikiran, dan isi pikiran. Pengendalian impuls
dan daya nilai baik, tilikan (insight) derajat 6 (pasien sadar bahwa sakit dan perlu
pengobatan) dengan taraf dapat dipercaya.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
 Aksis I
Berdasarkan autoanamnesis serta pemeriksaan status mental
ditemukan gejala klinis yang bermakna berupa keluhan nyeri ulu hati
sehingga menimbulkan penderitaan bagi pasien dan keluarganya tapi tidak
ada hendaya sosial, pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang sehingga
dikategorikan mengalami gangguan jiwa. Pada pemeriksaan status mental
tidak didapatkan adanya hendaya berat dalam menilai realita sehingga pasien
dikatakan mengalami gangguan jiwa non psikotik. Pada pemeriksaan
internus dan neurologis tidak ditemukan kelainan sehingga kemungkinan
adanya gangguan mental organik dapat disingkirkan.
Dari autoanamnesis didapatkan adanya gejala mood cemas,
overaktifitas otonomik berupa nyeri ulu hati, pusing, dan jantung berdebar-

18
debar serta ketegangan motorik berupa gelisah dan leher tegang. Keluhan
tersebut dialami sejak 2 tahun yang lalu, namun tidak dirasakan sepanjang
hari (terus-menerus). Rasa cemas yang dialami pasien tidak berkaitan dengan
situasi atau objek tertentu sehingga pasien didiagnosis sebagai gangguan
anxietas lainnya (F41). Adapun gejala-gejala tersebut tidak memenuhi
kriteria untuk diagnosis anxietas tertentu sehingga pasien didiagnosis dengan
gangguan anxietas YTT (F 41.9).
 Aksis II
Ciri kepribadian tidak khas
 Aksis III
Gastritis ulserativa
 Aksis IV
Stresor psikososial tidak jelas
 Aksis V
Global assesment of functioning (GAF) scale pasien ini adalah 70-61
(beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan, secara umum masih
baik)

VI. DAFTAR PROBLEM


a. Organobiologik : tidak ditemukan kelainan organobiologik
b. Pskologik : ditemukan adanya perasaan cemas sehingga menimbulkan
gejala psikis yang membuat pasien memerlukan psikoterapi
c. Sosiologik : tidak ditemukan hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan, dan
penggunaan waktu senggang

VII. PROGNOSIS
a. Faktor pendukung :
- pasien sadar dirinya sakit dan mau berobat
- pasien sudah menikah
- tidak ada masalah dalam keluarga dan dukungan keluarga besar

19
b. Faktor penghambat :
- stresor psikososial tidak jelas
- riwayat pendidikan yang relatif rendah
Dari faktor di atas, prognosis pasien ini adalah dubia.

VIII. PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA


Menurut Harold I. Lief, anxietas adalah perasaan yang difus, yang sangat
tidak menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan
terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang
khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu.  Perasaan ini dapat
berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan,
sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan ini disertai
dengan rasa ingin bergerak dan gelisah. Menurut PPDGJ III, salah satu tipe
gangguan anxietas adalah gangguan anxietas lainnya (F41). Pada gangguan
anxietas lainnya (F41), manifestasi anxietas merupakan gejala utama dan tidak
terbatas pada situasi lingkungan tertentu saja. Gangguan ini dapat disertai gejala-
gejala depresif dan obsesif, bahkan juga beberapa unsur dari anxietas fobik, asal
saja jelas bersifat sekunder atau ringan.
Pada pasien ini diberikan terapi berupa alprazolam 0,5 mg 0-½-1. Dosis
anjuran alprazolam adalah 3 x 0,25-0,5 mg per hari. Adapun pemberian
alprazolam yang disertai psikoterapi dan sosioterapi diharapkan dapat
memperbaiki keseimbangan neurotransmiter dan meredakan gejala anxietas
pasien sehingga dapat beraktivitas kembali sesuai dengan fungsi dan perannya
dalam masyarakat.

IX. RENCANA TERAPI


a. Farmakoterapi : alprazolam 0,5 mg 0-½-1
b. Psikoterapi
- ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan
keluhan dan isi hati serta perasaan pasien sehingga pasien merasa lega

20
- sugesti : secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran pada pasien
bahwa gejala-gejala akan hilang

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya serta
efektivitas terapi dan kemungkinan efek samping dari obat yang diberikan.

21

Anda mungkin juga menyukai