Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS


UNIVERSITAS HASANUDDIN Januari 2017

ACUTE OSTEOMYELITIS OF LEFT FEMUR

OLEH:
Hazmi Adly Harun Bin Harun
C11111 828

PEMBIMBING:

dr. Jansen
dr. Piere
 
SUPERVISOR :
dr.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Hazmi Adly Harun Bin Harun (C111 11 828)


Judul : Acute osteomyelitis of left femur

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian


Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2017

Mengetahui,
Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. Jansen dr. Piere

Supervisor,

dr.

2
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No Rekam Medik : 786377
Tanggal MRS : 16 Januari 2017

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri pada tungkai atas sebelah kiri
Anamnesis terpimpin :
Dirasakan sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit dan memberat 8
hari terakhir. Awalnya dirasakan seperti nyeri biasa tapi makin hari makin berat
sehingga pasien sulit untuk berjalan. Pasien sempat berobat di Rumah Sakit Bau
Bau dan diberikan obat, tetapi tidak ada perbaikan. Riwayat cedera pada paha kiri
saat melompat dari ketinggian 1 meter, dengan posisi kaki kiri menumpu terlebih
dahulu. Setelah benturan pasien merasakan badan nya lemas dan kaki kiri sulit
digerakkan dan bengkak, riwayat diurut ada, riwayat demam ada, riwayat penyakit
diabetes mellitus disangkal, riwayat batuk lama disangkal, riwayat penurunan
berat badan drastic disangkal, riwayat pernah berobat kanker disangkal, dan
riwayat penyakit lain tidak ada. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama
tidak ada.

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
GENERAL STATUS
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.7º C
NRS :3

LOKAL STATUS
Daerah femur kiri:
Look deformitas (+), swelling (+), hematoma (-), wound (-)
Feel Nyeri tekan (+), teraba pembengkakan dengan batas tidak
tegas, nyeri tekan gluteal.
Move Gerak aktif dan pasif hip joint kiri sulit dinilai kerana nyeri,
gerakan aktif dan pasif sendi lutut sulit dinilai karena nyeri
NVD Pulsasi arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior teraba,
Capillary Refill Time< 2 detik,sensibilitas baik

IV. GAMBARAN KLINIS


Anterior

4
Medial Lateral:

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (9-9-2016):

5
Test Result Normal value
WBC 13.8 4.00-10.0 x103/uL
RBC 4,09 4.00-6.00 x106/uL
HGB 10.4 12.0-16.0 gr/dl
HCT 31.8 37.0-48.0 %
PLT 260 150-400 x103/uL
ESR 87/95 <10 mm/jam
GDS 120 140 mg/dl

Pemeriksaan Radiologi (16-01-2017):


Foto Thoraks AP

Hasil x-ray : tidak ada kelainan

Foto Left Femur AP/Lateral

6
Hasil x-ray :
- akut ostomilitis os femur sinistra
- soft tissue swelling

Foto Pelvis

Hasil x-ray :
- Tidak Ada kelainan

7
VI. RESUME
Pasien masuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan nyeri pada
paha kiri atas. Nyeri dirasakan sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit
dan memberat 8 hari terakhir. Awalnya dirasakan seperti nyeri biasa tapi makin
hari makin berat sehingga pasien sulit untuk berjalan. Pasien sempat berobat di
Rumah Sakit Bau Bau dan diberikan obat, tetapi tidak ada perbaikan. Riwayat
cedera pada paha kiri saat melompat dari ketinggian 1 meter, dengan posisi kaki
kiri menumpu terlebih dahulu. Setelah benturan pasien merasakan badan nya
lemas dan kaki kiri sulit digerakkan dan bengkak, riwayat diurut ada, riwayat
demam ada, riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal, riwayat batuk lama
disangkal, riwayat penurunan berat badan drastic disangkal, riwayat pernah
berobat kanker disangkal, dan riwayat penyakit lain tidak ada. Riwayat keluarga
dengan penyakit yang sama tidak ada. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan
deformitas pada paha kiri atas, swelling ada, Nyeri tekan ada, teraba
pembengkakan dengan batas tidak tegas, nyeri tekan gluteal ada. Gerakan aktif
dan pasif hip joint kiri sulit dinilai kerana nyeri, gerakan aktif dan pasif sendi lutut
sulit dinilai karena nyeri. Pulsasi arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior
teraba, Capillary Refill Time< 2 detik,sensibilitas baik. Pada pemeriksaan
laboratorium di dapatkan peningkatan kadar leukosit dan ESR. Hasil radiologi
didapati terdapat lesi osteolitik pada os femur sinistra.

VII. DIAGNOSIS
Acute osteomyelitis left femur

VIII. PENATALAKSANAAN
 IVFD Ringer Laktat
 Pemberian antinyeri
 Pemberian antibiotik

8
BAB I
PENDAHULUAN

9
Infeksi adalah kondisi dimana organisme patogen bertambah banyak dan
menyebar ke daerah jaringan tubuh. Hal ini biasanya menimbulkan suatu reaksi
peradangan akut atau kronis, yang merupakan cara tubuh untuk memerangi dan
membunuh kuman patogen, atau melumpuhkan dan mengisolasi agar tidak
menyebar ke area lain. Tanda-tanda peradangan klasik antara lain: kemerahan,
bengkak, panas, nyeri dan hilangnya fungsi normal. 1
Hal penting lainnya, berbeda dengan infeksi jaringan lunak, infeksi tulang
memiliki kompartemen yang kaku, maka lebih rentan untuk mengalami kerusakan
pembuluh darah dan kematian sel dibandingkan jaringan lunak akibat peningkatan
tekanan pada inflamasi akut.1
Fraktur patologis merupakan fraktur yang jarang, tetapi dapat terjadi pada
osteomyelitis jika pengobatan yang terlambat dan tulang melemah oleh karena
erosi pada tempat infeksi atau oleh debridement yang berlebihan. Fraktur
patologis terjadi pada tulang yang abnormal. Tulang yang melemah menjadi
predisposisi pada pasien untuk terjadi fraktur selama aktivitas normal atau setelah
trauma minor. Fraktur (pada fraktur patologis) tulang dalam keadaan ini harus
diwaspadai oleh ahli bedah ortopedi untuk mencari kondisi yang mendasari
fraktur. 2
Keberhasilan pengelolaan pasien membutuhkan rekognisi, diagnosis, dan
pengobatan yang mempengaruhi kondisi tulang. Pengelolaan fraktur dapat
berubah secara dramatis karena terkait kondisi patologis, dan kegagalan untuk
mengenali kondisi seperti osteoporosis atau penyakit tulang metastatik dapat
merugikan kehidupan atau anggota tubuh pasien. 2
Ketika merencanakan terapi pasien dengan fraktur patologis dan penyakit
sistemik tulang non neoplastik, ada baiknya untuk memisahkan masalah yang
mendasar menjadi penyakit yang dapat dikoreksi dan tidak dapat dikoreksi.
Penyakit yang dapat dikoreksi meliputi osteodistrofi ginjal, hiperparatiroidisme,
osteomalacia, dan disuse osteoporosis. Kondisi yang tidak dapat dikoreksi
termasuk osteogenesis imperfecta, displasia fibrosa poliostotik, osteoporosis
postmenopausal, penyakit Paget, dan osteopetrosis. Semua kondisi ini melibatkan

10
tulang yang lemah dan cenderung untuk fraktur atau menjadi gangguan bentuk
tulang. Kallus yang terbentuk mungkin tidak kembali seperti normal, dan
penyembuhan sering terjadi perlahan-lahan. Banyak dari pasien ini memiliki
insiden fraktur yang meningkat, delayed union, dan nonunion. 2
Tulang terdiri dari sel-sel mesenchymal yang tertanam dalam sebuah
matrix ekstraseluler. Matriks mengandung mineral yang memberikan kekuatan
pada jaringan dan kekakuan serta kelenturan pada kompresi. Komponen organik
dari matriks tulang, terutama kolagen tipe I, dan memberikan kontribusi untuk
kekuatan tulang, tetapi juga memberikan tulang plastisitas yang memungkinkan
deformasi besar tanpa terjadi fraktur. Matriks tulang juga mengandung berbagai
sitokin, termasuk faktor pertumbuhan yang merangsang pembentukan tulang.
Faktor pertumbuhan ini tampaknya memiliki peran penting dalam metabolisme
tulang yang normal dan dalam penyembuhan tulang yang patah. Periosteum, yang
terdiri dari dua lapisan, lapisan fibrosa luar dan dalam, lapisan selular dan
vaskular menutupi permukaan tulang eksternal dan berhubungan dalam
penyembuhan berbagai jenis patah tulang. 2,3
Periosteum yang lebih tebal dan seluler pada bayi dan anak-anak memiliki
pasokan vaskular lebih luas daripada orang dewasa. Mungkin karena perbedaan
ini, periosteum anak lebih aktif dalam proses penyembuhan fraktur. Berdasarkan
mekanik dan biologis, tulang dapat dibagi menjadi 2 yaitu: Tulang woven atau
tulang immature, dan tulang lamellar atau tulang dewasa. Tulang immature
membentuk kerangka embrio dan digantikan oleh tulang lamelar selama
pertumbuhan dan perkembangan. 2,3
Tulang immature juga membentuk jaringan pembentuk tulang baru dan
digantikan oleh tulang lamellar dan pembentuk tulang berdasarkan beban mekanik
yang ditimbulkan. Dibandingkan dengan tulang lamelar, tulang immature
memiliki tingkat deposisi dan resorpsi lebih cepat, karena memiliki matriks
kolagen anyaman yang irregular dan empat kali jumlah osteosit per satuan
volume, dan pola mineralisasi matriks yang tidak teratur. Tulang yang telah
mature atau lamellar akan membentuk tulang cancelous dan tulang cortical. 2,3

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

12
A. Anatomi Tulang
Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat
tubuh dari os coxae ketibia sewaktu kita berdiri.Caput femoris ke arah
craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung
proksimal femur terdiri dari sebuah caput femoris dan duatrochanter (trochanter
mayordan trochanter minor).5

Gambar 1. Anatomi tulang Femur


Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur
dan proksimal dari batang femur.Area ini terletak di antara trochanter mayor
dan trochanter minor.Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut
(1150-1400) terhadap poros panjang corpus femoris, sudut ini bervariasi
dengan umur dan jenis kelamin.Corpus femorisberbentuk lengkung, yakni
cembung ke arah anterior. Ujung distal femur, berakhir menjadi
duacondylus,epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang
melengkung bagaikan ulir.5

Caput femoris mendapatkan aliran darah dari tiga sumber, yaitu


pembuluh darah intramedular di leher femur, cabang pembuluh darah

13
servikal asendensdari anastomosis arteri sirkumfleks media dan lateral yang
melewati retinakulum sebelum memasuki caput femoris, serta pembuluh
darah dari ligamentum teres.5

Gambar 2. Anastomosis region femur

Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intramedular dan pembuluh


darah retinakulum mengalami robekan bila terjadi pergeseran
fragmen.Fraktur transervikal adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang
mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam penyembuhan karena adanya
kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh, serta hambatan dari
cairan sinovial.5

Sendi panggul dan leher femur ini dibungkus oleh capsula yang di
medial melekat pada labrum acetabuli, di lateral, ke depan melekat pada linea
trochanterika femoris dan ke belakang pada setengah permukaan posterior
collum femur. Capsula ini terdiri dari ligamentum iliofemoral, pubofemoral,
dan ischiofemoral. Ligamentum iliofemoral adalah sebuah ligamentum yang
kuat dan berbentuk seperti huruf Y terbalik. Dasarnya disebelah atas melekat

14
ada spina iliaca anterior inferior, dibawah kedua lengan Y melekat pada
bagian atas dan bawah linea intertrochanterica.Ligament ini berfungsi untuk
mencegah ekstensi berlebihan selama berdiri.Ligamentum pubofemoral
berbentuk segitiga.Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossis
pubis, dan apex melekat di bawah pada bagian bawah linea
intertrochanterica.Ligament ini berfungsi untuk membatasi gerak ekstensi dan
abduksi.Ligamentum ischifemoral berbentuk spiral dan melekat pada corpus
ossis ischia dekat margo acetabuli dan di bagian bawah melekat pada
trochanter mayor. Ligament ini membatasi gerakan ekstensi.5

Gambar 3. Anatomi ligamentum tulang femur

Anatomi dari tulang dilihat dari lapisannya: (1) Periosteum, (2)


Korteks, dan (3) Cancellous (trabecular/spongy) bone. 4

15
Gambar 4. Anatomi tulang 4
(1) Periosteum
Periosteum menyelimuti permukaan diafisis kecuali di tempat
dimana diafisis dilapisi oleh tulang rawan atau dimana tendon melekat.
Periosteum terdiri dari dua lapisan: 4
a. Lapisan fibrous

Gambar 5. Lapisan fibrous 4

b. Lapisan cambium

16
Gambar 6. Lapisan cambium 4

(2) Korteks – Osteon


Osteon adalah unit konstruksi dasar juga disebut sistem haversian.
Setiap osteon memiliki kanal sentral,mengandung pembuluh darah dan
sejumlah kecil jaringan ikat dengan saluran interkoneksi yang dikelilingi

17
oleh lapisan konsentris atau lammellae dari tulang.4

Gambar 7. Korteks tulang 5


(3) Cancellous bone
Cancellous (atau trabecular/spons) tulang: kurang padat, lebih
elastis, dan porositas tinggi. Fungsinya adalah membantu menjaga bentuk
tulang dan menahan gaya tekan. Cancellous bone sembuh lebih cepat dari
tulang kortikal karena vaskularisasi-nya. 4

18
Gambar 8. Cancellous bone 5

B. Definisi
Infeksi pada tulang yang ditandai dengan inflamasi yang bersifat
destruktif yang progresif dan bertolak belakang dengan pembentukan tulang. 6

C. Epidemiologi
Organisme penyebab osteomyelitis pada anak dan dewasa biasanya
kuman Staphylococcus aureus (ditemukan pada hampir 70% kasus), bakteri
penyebab lain yang juga sering selain kokkus Gram positif, antara lain Group
A beta-haemolytic streptococcus (Streptococcus pyogenes) yang didapatkan
pada infeksi kronik pada kulit, begitu pula Grup B streptococcus atau
alphahaemolytic diplococcus S. pneumoniae. Etiologi penyebab tersering
osteomyelitis menurut usia antara lain: 1

Umur Organisme
Neonatus (lebih kecil S. aureus, Enterobacter species, and group A and
dari 4 bulan) B Streptococcus species
Anak-anak (4 bulan – 4 S. aureus, group A Streptococcus species,
tahun) Haemophilus influenzae, and Enterobacter species
Anak-anak, remaja (4 S. aureus (80%), group A Streptococcus species,
tahun- dewasa) H. influenzae, and Enterobacter species

19
Orang dewasa S. aureus and occasionally Enterobacter or
Streptococcus species

Mikro-organisme dapat mencapai jaringan muskuloskeletal melalui: 6


- direct introduction melalui kulit (suntikan, luka tusuk, laserasi,
fraktur terbuka atau operasi)
- direct spread dari fokus infeksi
- indirect spread melalui aliran darah dari lokasi yang jauh seperti
infeksi saluran nafas atas, infeksi pencernaan atau saluran kemih
Adapun faktor resiko yang berhubungan dengan osteomyelitis antara lain: 1
- Malnutrisi dan kondisi umum
- Diabetes Melitus
- Penggunaan Kortikosteroid
- Pasien imunodefisiensi
- Konsumsi obat-obatan imunosuppresan
- Stasis vena pada pembuluh darah ekstremitas
- Penyakit Pembuluh darah perifer
- Gangguan Sensorik
- Tindakan invasive iatrogenic
- Trauma

D. Patofisiologi
Infeksi Hematogen
Perubahan awal pada metafisis yaitu berupa reaksi inflamasi akut
dengan kongesti vaskular, eksudasi cairan dan infiltrasi oleh leukosit
polimorfonuklear. Tekanan intraosseous meningkat dengan cepat,
menyebabkan nyeri, obstruksi aliran darah dan trombosis intravaskular.
Bahkan pada tahap awal jaringan tulang terancam terjadi iskemia dan
resorpsi oleh karena kombinasi dari aktivitas fagositosis dan
akumulasi sitokin lokal,growth factor, prostaglandin dan enzim bakteri.
Pada hari kedua atau ketiga, terbentuk pus di dalam tulang dan berjalan

20
sepanjang kanal Volkmann ke permukaan dimana terjadi abses
subperiosteal. Hal ini jauh lebih jelas pada anak-anak, oleh karena
perlengketan yang relatif longgar dari periosteum dibandingkan pada
orang dewasa. Dari abses subperiosteal, pus dapat menyebar sepanjang
shaft, untuk masuk kembali ke tulang pada tingkat lain atau menyebar ke
jaringan lunak sekitarnya. Fisis yang telah berkembang bertindak sebagai
penghalang untuk mencegah penyebaran langsung ke epifisis.
Meningkatnya tekanan intraosseous, stasis pembuluh
darah,trombosis pembuluh darah kecil dan pengikisan periosteal semakin
menurunkan suplai darah; pada akhirnya muncul bukti kematian tulang
mikroskopik. Toxin bakteri dan enzim leukositik juga memainkan peran
mereka dalam mempercepat kehancuran jaringan. Dengan pertumbuhan
bertahap darij aringan granulasi, batas antara tulang hidup dan mati
menjadi jelas. Potongan tulang yang mati berpisah dan menjadi sequestra
yang ukurannya bervariasi.
Makrofag dan limfosit dalam jumlah yang banyak menghilangkan
debris sedikit demi sedikit dengan kombinasi fagositosis dan resorpsi
osteoklastik. Fokus kecil di tulang cancellous bisa diserap secara
sempurna, meninggalkan rongga kecil, tetapi tulang kortikal besar atau
sequestra cortico-cancellous akan tetap berada di sana, oleh karena tidak
dapat dilakukan penghancuran ataupun perbaikan.

21
22
Gambar 9 . Patofisiologi osteomyelitis akut hematogen(4

23
D. Diagnosis
- Anamnesis
Pada pasien usia 6-9 bulan yang memiliki metafisis arteriole yang
dipercabangkan dari nutrient arteri dapat menembus lempeng epifise dan
dapat membawa bakteri infeksius dari metafisis ke epifisis. Infeksi ini
dapat mengakibatkan septic arthritis. Gejala lain yang dapat ditemukan
berupa iritabilitas dan drowsy. Riwayat persalinan yang lama juga dapat
membantu dalam mencari fokus infeksi. 1
Pada anak-anak yang lebih tua, lempeng epifise berfungsi sebagai
penahan dan menerima vaskularisasi dari pembuluh darah lain. Gejala
yang dapat ditemukan berupa nyeri hebat, sehingga biasanya anak-anak
menolak untuk menggunakan bagian tubuh yang terinfeksi tersebut.
Gejala lain dapat berupa malaise, demam, riwayat penyakit saluran nafas
atas, infeksi telinga juga harus dievaluasi. 1
Pada dewasa didapatkan gejala nyeri, dan demam. Riwayat
penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, penggunaan obat-obat
kortikosteroid, riwayat operasi, dan riwayat trauma juga harus menjadi
perhatian. 1

- Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat didapatkan tanda berupa: 1
 Inflamasi akut : nyeri tekan, kemerahan, bengkak, edema
 Kronik : ekskoriasi, sinus, pus yang purulent

- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan pasti untuk mengkonfirmasi diagnose klinis adalah
aspirasi pus atau cairan dari abses subperiosteal di metafisis, jaringan
lunak ekstraosseus atau sendi sekitar. Meskipun tidak ada pus yang
didapatkan, apusan hasil aspirasi dapat diperiksa langsung untuk
menentukan sel dan organisme yang ada, pewarnaan gram simple dapat

24
membantu untuk mengidentifikasi jenis infeksi dan membantu untuk
menentukan jenis antibiotik. Contoh apusan juga dapat dikirim untuk
pemeriksaan mikrobiologi dan tes untuk sensitivitas antibiotik. 1
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan, adalah pemeriksaan
Leukosit C-Reactive Protein (CRP), Erytrosit sedimentation rate.
Peningkatan sel darah putih dan penurunan konsentrasi hemoglobin dapat
menjadi salah satu tanda. Pada pasien usia terlalu muda dan usia terlalu
tua, hasil laboratorium tidak terlalu signifikan dan hasil dalam batas
normal. 7
 Erytrosit Sedimentation Rate (ESR):
Normalnya, eritrosit mengendap cukup lambat. Pada kondisi
normal,eritrosit memiliki muatan negatif dan akan menolak satu sama
lain. Beberapa protein plasma bermuatan positif, akibatnya apabila terjadi
peningkatan protein plasma ini akan menurunkan daya tolak antar eritrosit
sehingga terjadi aggregasi antar eritrosit sehingga menciptakan molekul
lebih besar dan lebih cepat mengendap. Fibrinogen, alfa dan beta globulin
merupakan kontributor untuk ESR, protein ini memiliki waktu beberapa
hari –minggu, dan memilki rentan waktu yang signifikan untuk terjadi
perubahan secara klinis. Pada kondisi di mana hematokrit menurun,
velositas dari plasma meningkat, mengakibatkan agregasi eritrosit dan
pengendapan terjadi lebih cepat. Oleh karena itu pada kondisi anemia,
pemeriksaan ESR jarang dilakukan. Demikian juga pada kondisi di mana
terjadi peningkatan immunoglobulin yang dapat menyebabkan
peningkatan agregasi eritrosit. 7
 Leukosit C-Reactive Protein (CRP):
CRP merupakan pemeriksaan rapid response untuk medeteksi
adanya inflamasi, dan infeksi serta tidak terpengaruh oleh kondisi seperti
kehamilan, anemia dan perubahan protein plasma. Fungsi CRP dalam
kaitannya sebagai penanda inflamasi: 7
 Anti-infeksi karena dapat mengopsonisasi partikel untuk
fagositosis dan aktivasi komplemen

25
 Anti inflamasi : CRP membantu mencegah inflamasi
sistemik, CRP membantu pelepasan neutrofil dan monosit dari pembuluh
darah dan mencegah melekatnya leukosit pada pembuluh darah sehat.
 Fungsi scavenge : CRP melekat pada sel yang akan
mengalami apoptosis dan nekrosis, karena persamaan reseptor pada sel-sel
yang akan mati, reaksi awal inilah yang akan menarik neutrofil dan
monosit ke area tersebut.
Nilai normal CRP: 8

CRP juga dapat menjadi indikator respon inflamasi yang terjadi: 8

- Pemeriksaan Radiologi
- Foto Polos X-ray
Pada minggu pertama munculnya gejala onset, foto polos x-ray
tidak menunjukkan adanya kelainan pada tulang. Adanya displace dari
lapisan lemak dapat mengindikasikan adanya swelling dari jaringan lunak,
tetapi ini juga dapat terjadi akibat hematoma atau infeksi pada jaringan
lunak. 1
Pada minggu kedua, pada foto polos dapat ditemukan adanya tanda
gejala klasik pyogenic osteomyelitis awal, tetapi terapi dapat dimulai
tanpa menunggu hal tersebut muncul. Lebih lanjut, penebalan periosteal
menjadi lebih jelas dan terdapat lapisan tidak sempurna pada metafisis,
dan terakhir adanya tanda-tanda destruksi tulang. Tanda lanjut yang juga
penting adalah kombinasi dari osteoporotic regional dengan segment
sekitar terjadi peningkatan densitas. 1

26
- Ultrasonografi
Dengan ultrasonografi dapat mendeteksi adanya kumpulan cairan
pada osteomyelitis tahap awal, tetapi tidak dapat membedakan antara
hematom dan pus. 1
- Ranionuclide Scan
Radioscintigrafi dengan 99mTc-HDP dapat membuktikan adanya
peningkatan aktivitas pada fase perfusi dan fase tulang. Ini merupakan
pemeriksaan dengan sensitivitas tinggi, meskipun pada tahap paling awal,
tetapi pemeriksaan ini memiliki spesifitas relative rendah dan lesi
inflamasi lainnya dapat menunjukkan perubahan yang serupa. Pada kasus-
kasus yang meragukan, pemeriksaan dengan 67Ga-citrate or 111In dapat
menujukkan leukosit. 1
- Magnetic Resonance Imaging
Pemeriksaan MRI dapat membantu dalam beberapa kasus dengan
diagnosa masih meragukan, dan pada kasus dengan suspek infeksi pada
axial skeleton. Ini juga merupakan pemeriksaan terbaik untuk
menunjukkan adanya inflamasi sumsum tulang. Pemeriksaan MRI sangat
sensitif, meskipun pada fase awal infeksi tulang, dan dapat membantu
untuk membedakan antara infeksi jaringan lunak dan osteomyelitis. Tetapi
spesifitas sangat rendah untuk menyingkirkan lesi inflamasi lokal lainnya.
1

27
E. Klasifikasi
Terdapat beberapa macam klasifikasi osteomielitis, antara lain
klasifikasi menurut waktu onset penyakit, klasifikasi Waldvogel,
klasifikasi Cierny-Mader, klasifikasi Kelly:1,2,8
1. Klasifikasi menurut waktu onset penyakit:
a. Osteomielitis akut (penyakit berkembang dalam waktu kurang
dari 2 minggu setelah onset)
b. Osteomielitis subakut (penyakit berkembang dalam beberapa
minggu seelah onset)
c. Osteomielitis kronis (penyakit berkembang dalam beberapa
bulan setelah onset)

2. Klasifikasi Waldvogel: 1,7,10


a. Osteomielitis hematogen akut (osteomielitis primer)
Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi tulang oleh kuman
yang menyebar melalui sirkulasi. Osteomielitis jenis ini lebih banyak
dijumpai pada anak-anak (85% penderita berusia kurang dari 17 tahun),
dan lebih sering dialami oleh laki-laki. Pada anak-anak, osteomielitis jenis
ini biasanya terjadi pada tulang panjang, sedangkan pada dewasa biasanya
terjadi pada vertebrae thoracalis atau lumbalis.
b. Osteomielitis contiguous focus (osteomielitis sekunder)
Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi langsung pada
tulang dari fokus infeksi di dekatnya (misalnya infeksi pada trauma
jaringan lunak, fraktur terbuka, luka bekas operasi, ulkus dekubitus, dan
lain-lain). Osteomielitis ini memiliki puncak distribusi yang bifasik, yakni
banyak dijumpai pada usia muda sekunder akibat trauma dan luka bekas
operasi serta pada usia tua sekunder akibat ulkus dekubitus.
c. Osteomielitis dengan insufisiensi vaskular (osteomielitis
sekunder)
Osteomielitis jenis ini biasanya dialami oleh para penderita
diabetes mellitus. Sebagian besar penderita berusia antara 40-70 tahun.

28
Klasifikasi Waldvogel hingga kini tetap dianggap sebagai
klasifikasi utama osteomielitis, tetapi klasifikasi ini lebih didasarkan atas
etiologi penyakit sehingga kurang dapat digunakan untuk menentukan
penatalaksanaan selanjutnya berupa pemberian antibiotika ataupun
pembedahan. Oleh karena itu, berbagai sistem klasifikasi lain telah
dikembangkan dengan menekankan pada aspek-aspek klinis tertentu dari
osteomielitis. 1,4,5

3. Klasifikasi Cierny Mader6:


a. Tipe anatomi:
- Tipe I (osteomielitis medular), bila infeksi terbatas pada daerah
intramedular
- Tipe II (osteomielitis superfisial), bila permukaan tulang yang
nekrotik berhubungan dengan dunia luar dan mengalami infeksi
- Tipe III (osteomielitis lokal), ditandai dengan sekuesterasi seluruh
korteks yang dapat diatasi dengan pembedahan tanpa mengurangi
stabilitas tulang
- Tipe IV (osteomielitis difusa), proses osteomielitis melibatkan
seluruh bagian tulang dan sudah mengganggu stabilitas tulang
b. Tipe penderita:
- Host A, penderita dengan keadaan fisiologi, metabolisme, dan
imunitas normal
- Host B, penderita dengan penyulit sistemik, atau lokal, atau
keduanya
- Host C, penderita yang morbiditasnya menjadi lebih buruk dengan
pengobatan yang diberikan
Sistem klasifikasi Cierny-Mader merupakan contoh sistem yang
baik digunakan dalam mendiagnosis dan menatalaksana osteomielitis
pada tulang panjang, karena sistem ini didasarkan pada anatomi infeksi
tulang dan fisiologi penderita. 1,7,8

29
4. Klasifikasi Kelly:
a. Osteomielitis hematogen
b. Osteomielitis pada fraktur dengan union
c. Osteomielitis pada fraktur dengan non-union
d. Osteomielitis pascaoperasi tanpa fraktur
Sistem klasifikasi ini menekankan pada etiologi penyakit dan
hubungannya dengan penyembuhan fraktur. 1,4
F. Penatalaksanaan
Manajemen terapi pada osteomyelitis bertujuan untuk: 6
 Untuk analgesia dan terapi suportif umum
 Untuk mengistirahatkan bagian yang terkena
 Untuk mengidentifikasi organisme dan pemberian
antibiotik atau kemoterapi yang efektif
 Untuk membebaskan pus langsung setelah terdeteksi
 Untuk menstabilkan tulang apabila terdapat fraktur
 Untuk menghilangkan jaringan avaskular dan nekrotik
 Untuk mengembalikan kontinuitas apabila terdapat celah
pada tulang
 Untuk mempertahankan jaringan lunak dan kulit
Infeksi akut apabila diterapi sejak awal dengan antibiotik yang
efektif biasanya akan sembuh. Apabila telah terdapat pus dan nekrosis dari
tulang, maka teknik drainase diperlukan. 6
- Terapi Suportif umum
Pada anak-anak dengan iritabilitas, maka harus ditenangkan dan
diberikan terapi untuk gejala nyeri. Analgesia dapat diberikan dengan
interval berulang tanpa menunggu permintaan dari pasien. Septisemia dan
demam dapat mengakibatkan dehidrasi berat dan diperlukan pemberian
infus intravena. 1
- Splint

30
Beberapa tipe splint dapat digunakan, biasanya bertujuan untuk
kenyamanan pasien tetapi juga dapat berfungsi mencegah adanya
kontraktur sendi. Skin traksi sederhana dapat digunakan, dan pada kasus
yang berkaitan dengan panggul, dapat mencegah adanya dislokasi. Disisi
lain, plaster slab atau half-silinder dapat digunakan, tetapi tidak dapat
mengamankan area yang terkena. 1
- Antibiotik
Pilihan awal untuk antibiotik berdasarkan pada pemeriksaan dari
apusan pus dan pengalaman klinisi dengan kondisi serupa, dengan kata
lain antibiotik untuk bakteri patogen yang paling sering. Bakteri
Staphylococcus aureus merupakan bakteri tersering yang ditemukan pada
semua umur, tetapi terapi yang diberikan sebaiknya juga dapat mencover
untuk jenis bakteri yang lain, pilihan obat-obatan dengan penetrasi tulang
yang baik juga bisa menjadi pilihan. Jika perlu pemilihan antibiotik sesuai
1
kultur bakteri dan tes sensitivitas. Lamanya pemberian antibiotik
dianjurkan 4 – 6 minggu, dengan follow up laboratorium penanda
inflamasi. Adapun angka rekurensi terjadinya reinfeksi ada sekitar 30%
kasus. 6

- Operasi

31
Indikasi operasi pada osteomyelitis antara lain: 6
- Terapi dengan antibiotik gagal
- Ada bukti jelas sequestrasi
- Infected un-united fracture
- Infeksi Post Traumatik
- Infeksi Post Operasi
- Ada bukti erosi tulang
Pada prosedur operasi, dengan irigasi dan debridement sebaiknya
dilakukan bersamaan dengan pemberian antibiotik, beberapa teknik
operasi yang dapat dilakukan: Ilizarov techniques, intramedullary nail
with or without external fixation, Masquelet technique, free tissue
transfer, in situ reconstruction. 6,9
Prognosis dengan kombinasi operatif dan antibiotik memberikan
hasil yang lebih baik. 6,9

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon L, Srinivasan H, Tuli S, et.all. Infection. In: Apley AG. Apley’s


System of Orthopaedics and Fractures. 9th Edition. London: Hodder Arnold
An Hachette Company. 2010. 29-41.
2. Kristy L. Weber. Pathological Fracture. In: Rockwood and Greens Fracture in
Adults. 7th Edition. 2010.
3. Buckwalter JA, Einhorn TA, Marsh JL, et.all. Bone and Joint Healing. In:
Rockwood and Greens Fracture in Adults. 7th Edition. 2010.
4. Dresing, K. & Lumpp, B. Anatomy of bone. AOT trauma. 2015
5. Thompson JC. Basic Science. In: Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy. 2nd
Edition. Elsevier. 2010.
6. Ziran BH, Smith W, and Rao N. Orthopaedic Infection and Osteomyelitis. In:
Rockwood and Greens Fracture in Adults. 7th Edition. 2010.
7. Dunedin. CRP vs ESR. In: Assessing & Measuring the Inflammatory
Response. 2005.
8. Singh, Gumurkh. CRP and ESR: Continuing Role for Erythrocyte
sedimentation rate. In: Advance in Biological Chemistry. 2014. 4, 5-9.
9. www.orthobullet.org/osteomyelitis

33

Anda mungkin juga menyukai