Anda di halaman 1dari 23

LABORATORIUM KEPANITERAAN KLINIK SARAF REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS


UNIVERSITAS HALUOLEO

STROKE

PENYUSUN

Dewi Iriani, S.Ked

K1A1 14 114

PEMBIMBING

dr. Karman, Sp.S., M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


LABORATORIUM KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Dewi Iriani
NIM : K1A1 14 114
Judul referat : Stroke

Telah menyelesaikan referat dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Agustus 2020

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Karman, Sp.S., M.Kes


STROKE NON HEMORAGIK
Dewi Iriani, Karman

A. Pendahuluan
Stroke merupakan urutan kedua penyakit mematikan setelah penyakit jantung.
Serangan stroke lebih banyak dipicu karena hipertensi yang disebut silent killer, diabetes
mellitus, obesitas dan berbagai gangguan alliran darah ke otak.1
Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda
klinis fokal atau global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada tindakan dari
pembedahan atau kematian) tanpa tanda – tanda penyebab non vaskuler, termasuk
didalamnya tanda – tanda perdarahan subarakhnoid, perdarahan intraserebral, iskemik atau
infark serebri.2
Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Diperkirakan stroke non hemoragik (iskemik) mencapai 85% dari jumlah stroke yang terjadi.
Tujuan utama penatalaksanaan pasien stroke meliputi tiga hal, yaitu mengurangi kerusakan
neurologik lebih lanjut, menurunkan angka kematian dan ketidakmampuan gerak pasien
(immobility) dan kerusakan neurologik serta mencegah serangan berulang (kambuh).3

B. Anatomi dan Fisiologi


Otak sebagai sistem saraf pusat dibagi menjadi beberapa bagian :
Tabel 1. Pembagian Anatomi Otak
Bagian utama otak Rongga dalam otak
Otak depan Serebrum Ventrikulus lateralis kiri dan kanan
Diensefalon Ventrikulus tertius
Otak tengah Aquaductus cerebri
Otak belakang Pons Ventrikulus quartus dan kanalis
Medulla oblongata
sentralis
Serebellum
(Dikutip dari Kepustakaan 5)

Kedua hemisfer serebri memenuhi rongga kepala di atas tentorium. Keduanya


dipisahkan satu dengan yang lain pada garis tengah oleh fissura interhemisfer, yang
memanjang ke anterior menuju dasar fossa kranii anterior. Pada bagian tengah fissura
interhemisfer berhenti pada korpus kallosum sebagai struktur yang menghubungkan kedua
hemisfer serebri. 5
Hemisfer serebri mempunyai permukaan lateral, medial, dan basal. Hemisfer
serebri terdiri atas gray matter dan white matter. Gray matter yang berada di permukaan
serebri disebut sebagai korteks serebri, sedangkan yang terdapat di dalam serebri disebut
ganglia basalis. White matter pada hemisfer serebri terdiri atas akson-akson komisural,
asosiasi, dan proyeksi. White matter mengandung 12% air lebih sedikit dibandingkan
dengan gray matter. Akan tetapi, bagian white matter mempunyai lebih banyak lemak
daripada gray matter. 5
Korteks serebri merupakan bagian terluar hemisfer serebri. Pada masing-masing
hemisfer terdiri atas tiga bagian permukaan yang dipisahkan oleh tiga pembatas/tepi. Batas
superior memisahkan permukaan medial dan lateral, batas inferolateral memisahkan
permukaan inferior dan lateral, batas inferomedial memisahkan permukaan inferior dan
medial. Ketiga permukaan hemisfer serebri berisi sejumlah celah- celah yang disebut
sebagai fissura atau sulkus yang memisahkan permukaan dari serebrum yang disebut gyri
serebri. Keempat sulki di antaranya membantu membagi hemisfer serebri ke dalam lobus-
lobus. Sulkus lateralis (fissura sylvii) memisahkan bagian terbesar lobus temporal dengan
lobus frontal dan bagian anterior lobus parietal di atasnya. Sulkus sentralis (fissura rolandi)
berawal dari permukaan medial hemisfer, kira- kira pada pertengahan batas superior.
Fissura ini berjalan di permukaan lateral hemisfer ke arah anteroinferior dan berhenti pada
sulkus lateralis. 5

Gambar 5.8 Otak dilihat dari irisan: (a) lateral dan (b)sagital.
Otak merupakan organ tubuh manusia yang paling terlindungi, termasuk di
dalamnya sistem pembuluh darah otak. Berat otak ± 1,5 kg, sekitar 2% dari berat tubuh
manusia, dan mempergunakan ± 17% dari cardiac output. Sumber energi otak berasal
dari metabolisme aerobik. Oleh karena itu, otak memerlukan O2 dan glukosa dalam
waktu 24 jam sehari. 5
Pengetahuan tentang wilayah vaskular adalah penting, karena memungkinkan
kita untuk mengenali infark di wilayah arteri dan juga infark vena. Hal ini juga
membantu kita untuk membedakan infark dari patologi lainnya. Karena model distribusi
pembuluh darah otak memiliki pengaruh penting pada sejumlah besar lesi patologis
yang dapat terjadi di bagian sistem saraf, penting untuk mempertimbangkan sedikit lebih
rinci bagaimana pembuluh darah otak didistribusikan. Peredaran darah serebri berasal
dari 4 arteri, yaitu 2 arteri karotis interna dan 2 arteri vertebralis. Arteri karotis interna
berasal dari percabangan arteri karotis komunis dan menembus basis kranii melalui
foramen jugularis. Arteri vertebralis masuk ke kranium melalui foramen oksipital dan
tidak seperti arteri lain yang dichotomize, arteri ini bergabung membentuk arteri
basilaris. Secara skematis, sistem arterial intrakranial dibagi menjadi bagian anterior
yang terdiri atas sirkulasi karotis dan bagian posterior yang terdiri atas sirkulasi
vertebro-basilar. 5

C. Insiden dan Epidemiologi


Menurut World Health Organization (WHO) terdapat 15 juta orang menderita stroke
setiap tahun. Sekitar 5 juta dari mereka meninggal dan 5 juta orang lainnya akan menderita
cacat permanen. Secara keseluruhan, insiden stroke per 1.000 orang yang berusia di atas 55
tahun berkisar antara 4,2–6,5. Terdapat perbedaan prevalensi stroke di beberapa negara di
dunia dan hal itu mencerminkan pengaruh faktor genetik dan lingkungan. Stroke iskemia
akut memegang peranan sekitar 80% dari semua stroke dan merupakan penyebab penting
morbiditas dan kematian di Amerika Serikat.5
Secara nasional prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 pada penduduk >= 15
tahun sebesar 10.9% atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang. Provinsi Kalimantan
Timur (14.7%) dan DI Yogyakarta (14.6%) merupakan provinsi dengan prevalensi tertinggi
stroke. Sementara itu, Papua dan Maluku Utara memiliki prevalensi stroke terendah yaitu
4.1% dan 4.6%. berdasarkan kelompok umur terlihat bahwa kejadian penyakit stroke lebih
banyak pada umur 55-64 tahun (33.3%) dan proporsi penderita stroke paling sedikit pada
kelompok umur 15-24 tahun. Laki-laki dan perempuan memiliki proporsi kejadian stroke
yang hampir sama. Sebagian besar penduduk yang terkena stroke memiliki pendidikan tamat
SD (29.5%). Sebagian besar penderita stroke juga tinggal di daerah perkotaan (63.9%),
sedangkan di daerah pedesaan (36.1%).4

D. Etiologi dan Patofisiologi


1. Stroke Iskemik
a. Etiologi
Stroke iskemia yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebab- kan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemia secara umum
diakibatkan oleh aterotrombosis pembuluh darah serebral, baik yang besar maupun
yang kecil. Pada stroke iskemia, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak.5
Penyebab paling umum infark meliputi aterosklerosis arteri besar,
kardioembolisme, dan lakunar. Sumber emboli dapat berasal dari debris ateromatous,
stenosis arteri, dan pembuntuan arteri atau emboli yang berasal dari jantung kiri
(fibrilasi atrial). Saat ini, ada beberapa klasifikasi stroke iskemia yang berbeda.
Sebagai contoh, klasifikasi yang dikembangkan di Institut Riset Ilmiah Neurologi dari
Russian Academy of Medical Science berikut ini : 5
1) Stroke aterotrombotik
Stroke jenis ini terjadi dalam beberapa tahap, dimulai dengan peningkatan
bertahap dari manifestasi klinis selama beberapa jam atau hari. Sering kali
dimulai saat tidur. Hal ini ditandai dengan adanya lesi aterosklerotik di arteri sisi
stroke. TIA sering mendahului onset stroke. Ukuran stroke bervariasi dari kecil ke
besar. Stroke aterotrombotik bersama dengan emboli arteri-arteri memegang
peranan sebesar 47% dari semua kasus stroke. 5
2) Stroke karena emboli jantung
Ditandai oleh kondisi awal yang akut, stroke ini menyerang pasien dalam
keadaan terbangun. Tanda-tanda neurologis fokal paling terlihat pada awal
munculnya penyakit. Lokasi yang paling sering yaitu area arteri karotis tengah
dan biasanya mengenai kortikal-subkortikal dan berukuran sedang atau besar.
Menurut data, ada komponen perdarahan khas untuk jenis stroke ini. Jenis stroke
ini memegang peranan sebesar 22% dari semua kasus stroke yang ada. 5
3) Infark lakunar
Infark lakunar adalah lesi kecil yang disebabkan oleh oklusi arteri
perforans. Infark lakunar disebut juga "microstroke", dengan ukuran mulai dari 1-
1,5 cm. Hipertensi arteri sering mendahului stroke. Lokasi yang paling sering
diserang yaitu inti subkortikal, batang otak, basal ganglia, kapsul internal, korona
radiata dan sekitar white matter dari centrum semiovale. Ada tanda-tanda
neurologis fokal yang khas dan dalam beberapa kasus hanya satu gejala timbul
dengan tidak adanya tanda-tanda otak secara umum. Terjadinya lakunar stroke
sebesar 20% dari semua kasus stroke.5
b. Patofisiologi
Sebuah pemahaman patofisiologi yang jelas tentang latar belakang
pengurangan aliran darah otak merupakan poin penting dari setiap diagnosa iskemia
pada otak. Konsekuensi iskemia fokal akut dan tingkat pengaruh yang merusak
tergantung pada tingkat keparahan dan durasi penurunan aliran darah. Secara umum,
hilangnya fungsi daerah otak yang rusak terjadi ketika aliran darah otak menurun ke
level 15–20 ml/100 g/menit. Penurunan aliran darah ke level 70–80% dari tingkat
normal (di bawah 50 ml/100 g per menit) akan disertai dengan reaksi sintesis
penghambatan albumin. Tingkat ini dianggap sebagai tingkat kritis pertama iskemia
otak. Selanjutnya, penurunan aliran darah sampai 50% dari tingkat normal (sekitar 35
ml/100 g/menit) akan menyebabkan aktivasi glikolisis anaerob dan peningkatan
konsentrasi laktat, asidosis laktat, dan edema sitotoksik. Terjadinya iskemia otak
progresif dan penurunan aliran darah lebih lanjut (20 ml/100 g/menit) disertai dengan
penurunan sintesis ATP, pengembangan insufisiensi energi, destabilisasi membran
sel, pelepasan pemancar acidergic amino, dan penurunan fungsi aktif transportasi
kanal ion. Saat aliran darah menurun di bawah tingkat kritis 10 ml/100 g/menit
mengarah ke sel depolarisasi membran, hal ini dianggap sebagai kriteria utama
kerusakan sel yang ireversibel. 5
Daerah perifer yang mengalami iskemia, tetapi masih hidup disebut daerah
penumbra. Daerah ini mempertahankan terjadinya metabolisme energi dan hanya
memiliki perubahan fungsional. Pengembangan lebih lanjut karena terjadinya iskemia
menyebabkan habisnya cadangan perfusi lokal dan neuron menjadi sangat sensitif
terhadap penurunan aliran darah lebih lanjut. Inti dapat mengalami perubahan
struktural ireversibel karena hal ini. Penumbra dapat diselamatkan oleh restorasi
aliran darah dan penggunaan agen pelindung saraf. Penumbra merupakan target
utama untuk diagnosis dini dengan penggunaan metode neuroradiologi modern dan
pengobatan dini. 5
Pemeriksaan mikroskopis dapat mendeteksi perubahan saraf seperti
pembengkakan mitokondria dan disorganisasi (neuron lebih sensitif terhadap iskemia
daripada astrosit dan oligodendroglia) yang terlihat 20 menit setelah onset iskemia.
Perubahan tersebut dapat menjadi satu- satunya tanda iskemia selama 6 jam pertama.
Waktu ekspresi maksimum edema otak yang merupakan sitotoksik edema yaitu
berada di interval antara 24 hingga 48 jam. Hal ini menyebabkan gyri otak menebal
dan sulitnya membedakan antara grey dan white matter. Durasi iskemia akut yaitu
pada 2 hari pertama. Setelah itu, subakut fase infark dimulai. Periode ini berlangsung
antara 7–10 hari (setelah onset stroke). Edema otak pada daerah iskemia maksimal
muncul pada 3–5 hari setelah onset stroke. Pada tahap ini, edema vasogenik dan
sitotoksik edema otak berlangsung. 5
Fase kronis dapat terjadi sampai beberapa minggu atau bahkan beberapa
bulan. Pada periode ini, jaringan nekrotik rusak dan diserap kembali sehingga terjadi
pembentukan encephalomalacia. Gyri yang keriput dan dilatasi pada bagian yang
berdekatan dengan sistem ventrikel dapat ditemukan dalam kasus-kasus daerah infark
relatif besar. Perubahan patologis yang disebutkan di atas muncul hampir pada semua
jenis infark. Namun demikian, kondisi tertentu dari situs jaringan yang rusak
bervariasi, tergantung pada lokasi, ukuran, dan penyebab iskemia tersebut. 5
2. Stroke Hemoragik
a. Etiologi
1) Intracerebral hemorrhage (ICH)
Perdarahan intraserebral (ICH) adalah perdarahan primer yang berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Sebesar
70% kasus ICH terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior (batang
otak dan serebelum) dan 10% di hemisfer (di luar kapsula interna). ICH terutama
disebabkan oleh hipertensi (50-68%).5
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral.
Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol merupakan penyebab utama stroke
hemoragik. Penyebab lainnya adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena,
angioma kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan, dan
angiopati amiloid.5
2) Subarachnoid hemorrhage (SAH)
Perdarahan subarachnoid adalah keadaan akut yaitu terdapatnya/
masuknya darah ke dalam ruangan subarachnoid atau perdarahan yang terjadi di
pembuluh darah di luar otak, tetapi masih di daerah kepala seperti di selaput otak
atau bagian bawah otak.5
SAH paling banyak disebabkan oleh pecahnya aneurisma (50%). Sebagian
besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-arteri
besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor.5
b. Patofisiologi
Kedua jenis stroke hemoragik cukup berbeda dalam hal patofisiologi.
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih sebesar 20 % adalah
stroke hemoragik dan masing-masing 10% untuk perdarahan subarachnoid dan
perdarahan intraserebral.5
1) Intracerebral hemorrhage (ICH)
Pada ICH, perdarahan terjadi di dalam parenkim otak. Hal ini diperkirakan
terjadi akibat bocornya darah dari pembuluh yang rusak akibat hipertensi kronis.
Tempat predileksi antara lain thalamus, putamen, serebellum, dan batang otak.
Selain hipoperfusi, parenkim otak juga terkena kerusakan akibat tekanan yang
disebabkan oleh efek massa hematoma atau kenaikan tekanan intrakranial (TIK)
secara keseluruhan.5
ICH memiliki tiga fase, yaitu perdarahan awal, ekspansi hematoma, dan
edema peri-hematoma. Perdarahan awal disebabkan oleh faktor-faktor risiko di
atas. Prognosis sangat dipengaruhi oleh kedua fase berikutnya. Ekspansi
hematoma, yang terjadi dalam beberapa jam setelah fase perdarahan awal terjadi,
akan meningkatkan TIK yang pada gilirannya akan merusak BBB (Blood Brain
Barrier). Peningkatan TIK berpotensi menyebabkan herniasi. Kerusakan BBB ini
menyebabkan fase berikutnya yaitu pembentukan edema peri-hematoma. Fase
terakhir ini dapat terjadi dalam beberapa hari setelah fase pertama terjadi dan
merupakan penyebab utama perburukan neurologis, akibat penekanan bagian otak
normal.5
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter
100–400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh
darah tersebut yaitu berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya
aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah
yang tiba-tiba menyebabkan pecahnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya
darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriola dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar.5
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemia akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena
darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena
ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.5
2) Subarachnoid hemorrhage (SAH)
Perdarahan subarachnoid terjadi akibat pembuluh darah di sekitar
permukaan otak pecah sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular
atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM). SAH mengakibatkan
banyak hal. Selain peningkatan TIK, SAH mengakibatkan vasokonstriksi akut,
agregasi platelet, dan kerusakan mikrovaskular. Hal ini mengakibatkan penurunan
bermakna perfusi otak dan iskemia.5
E. Diagnosis
1. Manifestasi Klinis
Gambaran umum dari stroke non hemoragik/stroke iskemik adalah serangan
akut/tiba-tiba. Temuan fisik yang paling umum bersifat kelemahan fokal dan
gangguan bicara. Gejala dan tanda-tanda stroke iskemik yang paling umum tercantum
dalam tabel.6

Subtipe stroke Gambaran klinis


Total anterior circulation infarct Kombinasi disfungsi serebral yang lebih
(TACI) tinggi (mis., Disfasia, dyscalculia,
gangguan visual-spasial); cacat bidang
visual homonim dan motorik ipsilateral
dan / atau cacat sensorik yang melibatkan
dua area wajah, lengan, atau kaki
Lacunar infarct (LACI) Motorik murni atau gejala sensorik
murni, stroke sensorimotor, atau
hemiparesis ataksik; termasuk sindrom
wajah-lengan dan lengan-kaki
Partial anterior circulation infarct Pasien dengan hanya dua dari tiga
(PACI) komponen TACI, dengan disfungsi otak
yang lebih tinggi saja, atau dengan defisit
motorik / sensorik lebih terbatas daripada
yang diklasifikasikan sebagai LACI
(mis., Terbatas pada satu anggota badan
atau pada wajah dan tangan, tetapi tidak
pada seluruh lengan)
Posterior circulation infarct (POCI) Salah satu dari yang berikut: kelumpuhan
saraf kranial ipsilateral dengan motor
kontralateral dan / atau defisit sensorik;
motorik bilateral dan / atau defisit
sensorik; gangguan tatapan konjugat;
disfungsi serebelar tanpa hemiparesis
ataksik; cacat bidang visual homonim
terisolasi

Tidak ada satu pun manifestasi klinis yang dapat membedakan antara kedua
subtipe stroke dengan meyakinkan. Meskipun demikian, manifestasi sistemik seperti
mual muntah, sakit kepala, kejang, hipertensi maligna, dan penurunan kesadaran
merupakan tanda peningkatan TIK sehingga lebih mengarahkan diagnosis ke stroke
hemoragik. Reaksi Cushing (hipertensi, bradikardia, dan irregularitas pernapasan)
merupakan tanda peningkatan TIK yang penting. Dibandingkan SAH yang
mendadak, manifestasi klinis ICH membutuhkan waktu hingga hitungan jam untuk
muncul (gradual). Namun tetap lebih dramatis daripada stroke iskemia.
Meskipun demikian, manifestasi klinis yang saling tumpang tindih sering
terjadi dan sering kali pasien datang dengan manifestasi atipikal. Salah satu sistem
skoring yang sering digunakan untuk membantu membedakan kedua subtipe stroke
hemoragik adalah sistem skor Siriraj. Sistem skoring ini telah tervalidasi di berbagai
pusat pelayanan kesehatan dan cukup dapat diandalkan untuk membedakan kedua
subtipe stroke dalam keadaan Computed Tomography (CT) scan tidak tersedia.

Tabel Skor Siriraj


2. Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium yang dilakukan dalam diagnosis dan evaluasi stroke iskemik
meliputi :

1) Complete blood count (CBC)


Studi awal yang dapat mengungkapkan penyebab stroke (misalnya,
polisitemia, trombositosis, leukemia), memberikan bukti penyakit bersamaan, dan
memastikan tidak adanya trombositopenia ketika mempertimbangkan terapi
fibrinolitik.(7)
2) Pemeriksaan kimia darah
Sebuah studi dasar yang dapat mengungkapkan stroke mimik (misalnya,
hipoglikemia, hiponatremia) atau memberikan bukti penyakit bersamaan
(misalnya, diabetes, insufisiensi ginjal).(7)
3) Pemeriksaan koagulasi
Dapat mengungkapkan koagulopati dan berguna ketika fibrinolitik atau
antikoagulan digunakan. (7)
3. Pemeriksaan Radiologi
Pada berbagai macam kasus stroke, pencitraan selalu berperan dalam
menentukan jenis stroke yang diderita pasien dan setelah itu menentukan jenis terapi
yang akan dilakukan.5
a. Computed Tomography (CT)
Pencitraan memainkan peran yang penting dalam trombolisis.
Pengetahuan tentang tanda-tanda klasik iskemia awal atau gambaran perdarahan
di computed tomography (CT).5
Gambar Infark pada wilayah arteri ACA, arteri serebri media (MCA) dan
arteri serebri posterior. Gambar (atas) menggambarkan wilayah (raster) dari ACA,
arteri serebri media (MCA) dan arteri serebri posterior. CT scan (bawah)
menunjukkan infark pada wilayah arteri tersebut (Dikutip dari Kepustakaan 5)

Gambar CT infark hiperakut-subakut. bagian (A) menunjukkan gambar aksial


pada tingkat sirkulus Willis pada 3 jam yang menunjukkan hiperdens di proksimal
arteri serebral tengah sisi kiri, menunjukkan oklusi emboli pada proksimal
(panah). Bagian (B) menunjukkan fokus hiperdens di fisura sylvii kiri yang
merupakan indikasi dari emboli distal (panah). Bagian (C) menunjukkan fokus
hiperdens di ujung arteri basilar tampak pada 4 jam tanpa bukti lain infark
(panah). Bagian (D) menunjukkan pemeriksaan ulangan pada 24 jam kemudian
menunjukkan hiperdens basilar yang menetap dengan edema baru dari batang
otak dan atas kiri dari serebellum, menunjukkan infark akut. Catatan: hidrosefalus
dengan kornu temporal yang melebar (panah) sekunder untuk infark akut
serebellar.
Gambar bagian (A) menunjukkan SAH pada fissura interhemisfer anterior dan
fissura Sylvii kanan kiri. CT scan kontrol (B) dua hari kemudian tidak
memperlihatkan adanya SAH.

Gambar 14.2 CT scan kepala tanpa kontras serial menunjukkan ICH pada
thalamus kanan pada fase akut (A) dengan atenuasi 65 HU (A), 8 hari kemudian
(B) dengan atenuasi 45 HU, 13 hari kemudian (C) dan 5 bulan kemudian (D).

Gambar di atas merupakan stroke hemoragik subarachnoid pada CT scan tanpa


kontras, SAH akan tampak sebagai lesi hiperdens mengisi sisterna basalis (A) dan
fissura sylvii kanan (B). Tampak kalsifikasi pada dinding aneurisma sisi kiri (B).
Pada gambar C, tampak SAH akibat ruptur a. perikallosal.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Evaluasi rutin pasien stroke iskemia (terutama di tahap infark subakut dan
kronis) biasanya mencakup beberapa bentuk T1-weighted dan T2-weighted spin
echo atau fast spin echo dan tambahan gradient echo imaging untuk perdarahan.

Gambar Infark iskemia dari kortikal dan subkortikal sebelah kanan (hari ke-3).
Pada serangkaian pencitraan T2WI (a) dan FLAIR (b) (Dikutip dari Kepustakaan
5)

DWI MRI scan pada saat ini maka teknologi ini dapat digunakan untuk
mendeteksi iskemia serebral akut dalam awal 6 jam setelah onset gejala.

Gambar Iskemia akut pada genu korpus kallosum kanan (24 jam setelah
serangan iskemia). T2WI (a) dan T1WI (b) gambar DWI (c) menunjukkan fokus
perubahan sinyal. Pergeseran ringan dan kompresi anterior horn dari ventrikel
lateral kanan terlihat. Infark lakunar lama terlihat dalam kapsul eksternal kanan.
Studi difusi (c) menunjukkan karakteristik hiperintens yang menyingkirkan
kemungkinan dari tumor (Dikutip dari Kepustakaan 5)

c. Gambaran Patologis DSA


Angiografi serebral tetap menjadi standar emas untuk memvisuali sasikan
anatomi serebrovaskular. Namun, dengan meningkatnya ketersediaan dan
keandalan CTA dan MRA, DSA lebih jarang digunakan untuk tujuan murni
diagnostik dan lebih sering untuk intervensi. Pada hiperakut stroke, angiografi
serebral biasanya dilakukan ketika direncanakan pengobatan trombolisis intra-
arteri atau intervensi mekanis.

Gambar DSA pada kasus stroke iskemia. (A) oklusi pada arteri serebri media
segmen M2 kanan (panah), (B) yaitu reperfusi setelah terapi endovascular
(Dikutip dari Kepustakaan 5)

Gambaran DSA pada SAH


F. Penatalaksanaan
1. Stroke iskemik
a. Medikamentosa
Tujuan terapi adalah memulihkan perfusi ke jaringan otak yang
mengalami infark dan mencegah serangan stroke berulang. Terapi dapat
menggunakan Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rtPA) yang
merupakan bukti efektivitas dari trombolisis, obat antiplatelet dan antikoagulan
untuk mencegah referfusi pada pasien stroke iskemik.5,9
2. Stroke hemoragik
a. Intracerebral Hemorrhage (ICH)
1) Medikamentosa
a) Menurunkan Tekanan Darah secara agresif
Peningkatan TD dikaitkan dengan ekspansi hematoma, hasil
fungsional yang buruk, dan mortalitas yang lebih tinggi. Menurunkan SBP
hingga 140 mmHg aman (tidak ada iskemia perihematomal yang
signifikan) dan direkomendasikan dalam pedoman terbaru. (8)
Penurunan TD yang lebih intens, di bawah SBP 140 mmHg, tidak
berpengaruh pada mortalitas, kecacatan mayor, atau penurunan ekspansi
hematoma dalam dua uji coba. (8)
Gunakan obat yang dapat dititrasi seperti nicardipine dan labetalol.
Nicardipine 5 mg / jam dan titrasi hingga 15 mg / jam sesuai kebutuhan.
Labetalol 10-20 mg IV bolus, ulangi sesuai kebutuhan hingga 60 mg.
Labetalol infus juga dapat dimulai dan dititrasi. Hindari nitroprusside,
karena ini adalah vasodilator kuat untuk vena dan arteri, yang dapat
meningkatkan TIK. Agen antihipertensi lain biasanya tidak efektif di DE
untuk hipertensi yang dipercepat terkait dengan ICH. (8)
b) Aktivasi Faktor VII
Dalam uji coba FAST, faktor VII yang diaktifkan (NovoSeven)
ditemukan untuk mengurangi ekspansi hematoma tetapi tidak memiliki
efek pada kelangsungan hidup atau hasil fungsional pada 90 hari.
Penjelasan yang mungkin adalah bahwa hal itu diberikan terlambat (rata-
rata 4 jam setelah onset gejala) atau pada pasien yang hematomanya sudah
sangat besar sehingga mereka akan mengalami hasil yang buruk. Faktor
aktif VII mahal dan dapat memiliki komplikasi oklusi terkait dosis seperti
stroke, infark miokard, emboli paru. (8)
c) Reversal kopulopati
- Vitamin K Antagonist (VKA)-Related Intracerebral Hemorrhage
Sasaran: INR normal menggunakan konsentrat kompleks
protrombin (PCC) atau plasma beku segar (FFP) dan vitamin K.
Vitamin K 10 mg IV selama 10 menit (ulangi setiap hari selama 3
hari) harus selalu diberikan, karena mempertahankan pembalikan dari
waktu ke waktu: & Awitan lambat (2 jam) & Efek mencapai puncak
pada 24 jam jika fungsi hati tidak terganggu. Dosis PCC: 25–50 IU /
kg, tergantung pada berat badan pasien, INR, dan sediaannya(8)
- DOAC (direct oral anticoagulants)-Related Intracerebral Hemorrhage
Apixaban, edoxaban, dabigatran, dan rivaroxaban, semakin
banyak diresepkan karena penggunaannya lebih mudah, kemanjuran
yang sama atau lebih tinggi, dan biasanya profil keamanan yang lebih
baik dibandingkan dengan antagonis vitamin K. (8)
- Antiplatelet Agent-Related Intracerebral Hemorrhage
Agen antiplatelet (APA) dalam 7 hari terakhir baik untuk satu
transfusi platelet atau perawatan standar. DDAVP (desmopressin) 0,3
μg / kg melalui infus IV lambat (juga digunakan pada pasien dengan
penyakit von Willebrand dan penyakit ginjal kronis). Obat
antifibrinolitik, seperti asam traneksamat atau asam aminocaproic,
telah digunakan, tetapi hanya ada sedikit alasan penggunaannya dalam
situasi ini dan tidak ada data yang menunjukkan manfaatnya. (8)
- Heparin- and Heparinoid-Related Intracerebral
Unfractionated heparin, Dalam 30 menit setelah penghentian
heparin: 1 mg protamin per 100 unit heparin yang diinfuskan dalam 2
jam terakhir. Dalam 30-60 menit setelah penghentian heparin: 0,5-0,75
mg protamin per 100 unit heparin yang diinfuskan dalam 2 jam
terakhir. Dosis maksimum protamin = 50 mg. Pantau PTT 15 menit
setelah pemberian dosis dan kemudian dalam 2 jam. Dapat mengulangi
dosis protamin jika PTT masih meningkat. (8)
Heparin berat molekul rendah (LMWH) - pembalikan dengan
protamin tidak lengkap (membalikkan ~ 60-75% aktivitas anti-Xa).
Dosis terakhir ≤ 8 jam: 1 mg protamin per 1 mg LMWH. Dosis
terakhir> 8 jam: 0,5 mg protamin per 1 mg LMWH. Dosis maksimum
protamin = 50 mg. (8)
2) Pembedahan
a) Evakuasi bekuan darah
Kraniotomi dengan operasi evakuasi hematoma membantu
mencegah kematian akibat efek massa. Evakuasi bekuan darah dengan
pembedahan biasanya dilakukan untuk pasien dengan kondisi berikut:
- Usia yang lebih muda: tidak ada batasan mutlak tetapi hampir pasti
<75 tahun
- Perdarahan serebelar lebih dari 3 cm menyebabkan ventrikel keempat
bergeser; pembesaran temporal horns (hidrosefalus obstruktif dini);
kompresi batang otak; penurunan tingkat kesadaran (tapi jangan
menunggu sampai pasien koma jika kriteria di atas terpenuhi).
- Perdarahan supratentorial dengan: Lokasi lobar atau superfisial: dekat
dengan permukaan otak, Volume> 20 mL dengan efek massa,
Penurunan tingkat kesadaran mengantuk tetapi tidak koma. (8)
b) Ventrikulostomi dan Drainase CSF
Ventrikulostomi dan drainase cairan serebrospinal dapat
menyelamatkan nyawa jika terdapat hidrosefalus obstruktif. (8)
c) Hemikraniektomi Dekompresif
Dalam beberapa kasus, hemikraniektomi dekompresif tanpa
evakuasi bekuan dilakukan, menawarkan manfaat kelangsungan hidup
bagi pasien yang memiliki efek massa yang signifikan dan herniasi yang
akan datang. (8)
d) Teknik Minimal Invasif
Teknik invasif minimal termasuk memasukkan kateter stereotaktik
dan injeksi tPA di dalam bekuan darah untuk memecahnya. (8)
b. Subarachnoid Hemorrhage (SAH)
1) Pencegahan perdarahan ulang
Perdarahan ulang maksimal dalam 24 jam pertama setelah SAH (4%).
Itu membawa tingkat kematian yang tinggi. Kontrol tekanan darah penting
sebelum pengobatan definitif untuk mengurangi perdarahan ulang. Target
MAP adalah 70–100 mmHg, secara signifikan lebih rendah dibandingkan
dengan sindrom stroke lainnya. Bed rest di ICU dengan monitoring. (8)
Obat antifibrinolitik (asam epsilon-aminocaproic, asam traneksamat)
mengurangi perdarahan ulang tetapi meningkatkan komplikasi iskemik /
tromboemboli, dan oleh karena itu penggunaannya biasanya dibatasi hingga
72 jam atau sampai aneurisma diobati. Obat ini jarang digunakan, karena
komplikasinya. (8,15)
2) Pengobatan aneurisma dengan clipping atau coiling
Kraniotomi dan penempatan klip logam mengeluarkan aneurisma dari
sirkulasi arteri. Lebih menguntungkan dibandingkan coiling jika aneurisma
memiliki wide neck (rasio neck-to-dome tinggi), aneurisma besar (> 15 mm)
atau giant (> 24 mm), SAH dikaitkan dengan bekuan intraparenkim yang
membutuhkan evakuasi. aneurisma terletak terlalu distal dan oleh karena itu
tidak dapat diakses dengan alat endovascular, multiple aneurysms
membutuhkan perawatan. (8,14)
Endovascular Coiling telah menjadi pengobatan alternatif. Ketika
Anda mengisi aneurisma dengan kumparan, ia akan mengalami trombosis,
dan secara efektif mengeluarkan aneurisma dari sirkulasi arteri. (8,13)
3) Pencegahan dan pengobatan komplikasi: hidrosefalus, kejang, iskemia jantung
atau aritmia, vasospasme, hiponatremia, infeksi, DVT.(8,12)

G. Komplikasi dan Prognosis


Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi terjadinya komplikasi
medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat yang terjadi secara dini pada stroke, sering
diperlihatkan adanya gangguan kognitif, fungsional, dan defisit sensorik. Pada umumnya
pasien pasca stroke memiliki komorbiditas yang dapat meningkatkan risiko komplikasi
medis sistemik selama pemulihan stroke. Komplikasi medis sering terjadi dalam
beberapa minggu pertama serangan stroke. Pencegahan, pengenalan dini, dan pengobatan
terhadap komplikasi pasca stroke merupakan aspek penting. Beberapa komplikasi stroke
dapat terjadi akibat langsung stroke itu sendiri, imobilisasi atau perawatan stroke. Hal ini
memiliki pengaruh besar pada luaran pasien stroke sehingga dapat menghambat proses
pemulihan neurologis dan meningkatkan lama hari rawat inap di rumah sakit. Komplikasi
jantung, pneumonia, tromboemboli vena, demam, nyeri pasca stroke, disfagia,
inkontinensia, dan depresi adalah komplikasi sangat umum pada pasien stroke.(2,11)
Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi untuk terjadi infeksi. Infeksi yang sering
terjadi pada pasien stroke pada umumnya adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih.
Salah satu komplikasi medis yang paling sering terjadi pada pasien stroke adalah
pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas setelah
stroke.(2,10)
DAFTAR PUSTAKA

1. Hanum P., Lubis R., Rasmaliah. Hubungan karakteristik dan dukungan keluarga lansia
dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi di rumah sakit umum pusat haji adam malik
medan. Jumantik. 2017; 3(1):73-4
2. Mutiarasari D. Ischemic stroke: symptoms, risk factors, and prevention. Jurnal Ilmiah
Kedokteran. 2019; 6(1):61-2
3. Handayani D., Dominica D. Gambaran drug related problems (drp’s) pada penatalaksanaan
pasien stroke hemoragik dan stroke non hemoragik di rsud dr m yunus bengkulu. Jurnal
Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2018; 5( 1):37-8
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Stroke don’t be the one. Jakarta. Pusat Data dan
Informasi. 2019 hal. 7-8
5. Yueniawati Y. Penciteraan pada stroke. Malang. UB Press. 2016 hal. 1, 13-7, 50-5, 59-70,
217-29
6. Zezo. Radiology key fastest radiology insight engine. 2019. [Cited 16 July 2020]. Available
URL https://radiologykey.com/normal-anatomy-6/
7. Jauch E.C. Ischemic stroke. 2020. [Cited 2020 July 15]. Available from URL:
https://emedicine.medscape.com
8. Denny MC. Acute stroke care ed 3. UK. Cambridge university press. 2020.
9. Brainin M. Textbook of stroke medicine ed 3. UK. Cambridge medicine. 2020
10. Mokin M. Acute stroke management in the first 24 hours a practical guide for clinicians. UK.
Oxford university press. 2018. hal 98-9
11. Markus H., Pereira A., Cloud G. Oxford specialist handbooks in neurology stroke medicine
ed 2. UK. Oxford Medical Publications. 2017.
12. Hennerici MG., Kern R., Szabo K., Binder J. Stroke. Germany. Oxford university press.
2012.
13. Biller J., Ferro MJ. Evidence based management of stroke. UK. Gutenberg Press. 2013.
14. Caplan LR. Stroke a clinical approach. UK. Cambridge Medicine. 2016.
15. Norrving B. Stroke and cerebrovascular disorders. UK. Oxford University Press. 2014.

Anda mungkin juga menyukai