Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN 66 TAHUN DENGAN


ODS KATARAK SENILIS IMATUR

Diajukan Guna Melengkapi Persyaratan Kepaniteraan Senior


Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji Kasus : dr. Liana Ekowati, M.Si.Med, Sp.M(K)


Pembimbing : dr. Yoseph Michael Putra A. S
Dibacakan oleh : Dimas Banurusman L.
Dibacakan : 07 Agustus 2017

KEPANITERAAN SENIOR FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Melaporkan kasus seorang laki-laki 66 tahun dengan ODS Katarak Senilis Imatur
Penguji Kasus : dr. Liana Ekowati, M.Si.Med, Sp.M(K)
Pembimbing : dr. Yoseph Michael Putra A. S
Dibacakan oleh : Dimas Banurusman L.
Dibacakan : 07 Agustus 2017
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior di Bagian Ilmu Kesehatan

Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, 07 Agustus 2017

Mengetahui

Penguji kasus Pembimbing

dr. Liana Ekowati, M.Si.Med, Sp.M(K) dr. Yoseph Michael Putra A. S

2
LAPORAN KASUS
ODS Katarak Senilis Imatur
Kepada Yth. : dr. Liana Ekowati, M.Si.Med, Sp.M(K)
Dibacakan oleh : Dimas Banurusman L.
Pembimbing : dr. Yoseph Michael Putra A. S
Dibacakan tanggal : 07 Agustus 2017

I. PENDAHULUAN
Katarak adalah kekeruhan lensa yang mengarah kepada penurunan ketajaman
visual dan/atau cacat fungsional yang dirasakan oleh pasien.1,2 Katarak memiliki
derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal,
biasanya akibat proses degenatif.2 Selain itu, katarak juga dapat disebabkan karena
trauma fisik, radiasi, pegaruh zat kimia, penyakit intraokuler, penyakit sistemik
ataupun kongenital.3,4 Pada katarak akan terjadi hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua duanya yang disebabkan oleh
berbagai keadaan. Katarak dapat menyebabkan berbagai komplikasi bahkan
sampai menyebabkan kebutaan. Prevalensi kebutaan di dunia sebesar 0,7%
dengan penyebab katarak 39%, kelainan refraksi 18% dan glaukoma 10%.
Jenis katarak yang paling sering terjadi adalah katarak senilis. Katarak senilis
merupakan kekeruhan lensa yang terjadi pada usia diatas 40 tahun. Prevalensi
nasional katarak pada penduduk usia 45-54 tahun adalah sebesar 1,4%, usia 55-64
tahun sebesar 3,2%, usia 65-74 tahun sebesar 5,5% dan usia 75 tahun ke atas
sebesar 7,6%.3 Pada usia lanjut banyak terjadi perubahan pada lensa mata, antara
lain peningkatan massa, ketebalan lensa, serta penurunan daya akomodasi. Hal
tersebut yang mengakibatkan semakin tingginya kejadian katarak pada usia lanjut

II. IDENTITAS PENDERITA


Nama : Ny. R
Umur : 66 tahun
Agama : Islam
Alamat : Krobokan, Semarang

3
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No CM : 76-99-03

III. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan penderita (7 Agustus 2017) di Poliklinik Mata RSU
William Booth Semarang

Keluhan Utama
Penglihatan kedua mata kabur

Riwayat Penyakit Sekarang


±Sejak Februari 2015 penderita merasakan penglihatan kedua mata agak kabur
seperti berkabut. Karena belum dirasakan mengganggu aktivitas maka oleh
pasien dibiarkan saja. Perlahan-lahan, semakin lama dirasakan kedua mata
semakin kabur. ±1 tahun yang lalu pasien mulai meraskan kesulitan membaca
walau dengan kacamata, sehingga mata dirasa lelah setelah membaca. Satu
bulan belakangan pasien merasakan kedua mata semakin kabur dan
mengganggu aktifitas sehari-hari sehingga penderita berobat ke poliklinik
mata RSU William Booth. Mata merah (-), nyeri (-), cekot-cekot (-), silau (-),
nerocos (-), gatal (-), kotoran mata (-), melihat ganda (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat pakai kacamata (+) sejak 3 tahun lalu, ukuran kacamata OD
plano / OS S+2,25
 Riwayat kencing manis (+) dengan pengobatan Metformin hingga saat
ini
 Riwayat mengonsumsi obat kortikosteroid disangkal.
 Riwayat trauma mata disangkal.
 Riwayat alergi obat disangkal.
 Riwayat penyakit mata lainnya disangkal.
 Riwayat hipertensi disangkal

4
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa

Riwayat Sosial-Ekonomi
 Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS
 Kesan : sosial ekonomi cukup.

IV. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik (07 Agustus 2017)
Status Presens:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg suhu : 37,2oC
nadi : 84 x/menit RR : 20x/menit

Status Ophthalmologi (07 Agustus 2017)

Oculus Dexter Oculus Sinister


5/15 Visus 5/15
+ Pinhole Test +
S-1.00 5/6 NBC S-1.00 5/6 NBC
Koreksi
Add S+3.00 Jaeger IV Add S+3.00 Jaeger IV
Tidak dilakukan Sensus coloris Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas ke Gerak bola mata bebas ke
Gerak bola mata
segala arah segala arah
Tidak ada kelainan Supercilia Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) Palpebra superior Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) Palpebra inferior Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), Sekret (-), Konjungtiva Hiperemis (-), Sekret (-),
edema (-) palpebralis edema (-)
Hiperemis (-), Sekret (-), Hiperemis (-), Sekret (-),
Konjungtiva fornices
edema (-) edema (-)
Injeksi (-), Sekret (-) Konjungtiva bulbi Injeksi (-), Sekret (-)
Tidak ada kelainan Sklera Tidak ada kelainan
Jernih, flouresin test (tidak Kornea Jernih, flouresin test (tidak

5
dilakukan) dilakukan)
Kedalaman cukup, tindal Kedalaman cukup, tindal
Kamera okuli anterior
efek (-) efek (-)
Kripte (+), sinekia (-) Iris Kripte (+), sinekia (-)
Bulat, sentral, reguler, Ø Bulat, sentral, reguler, Ø
3mm, reflek pupil (+) Pupil 3mm, reflek pupil (+)
Normal Normal
Keruh tak merata, iris Keruh tak merata, iris
Lensa
shadow (+) shadow (+)
T (digital) normal Tensio okuli T (digital) normal
(+) kurang cemerlang Fundus refleks (+) kurang cemerlang
Papil Nervus II : bulat Papil Nervus II : bulat batas
batas tegas tegas
Cup Disk Ratio 0,3 kuning Cup Disk Ratio 0,3 kuning
kemerahan kemerahan
Neovaskularisasi (-) Funduskopi Neovaskularisasi (-)
Retina : Dot (-), blot (-), Retina : Dot (-), blot (-),
eksudat (-) eksudat (-)
Makula : fovea refleks (+) Makula : fovea refleks (+)
cemerlang cemerlang

V. RESUME
Seorang wanita berusia 66 tahun Sekret ke poliklinik mata RS U William
Booth dengan keluhan kedua mata kabur seperti tertutup kabut. Keluhan
dirasakan sejak Februari 2015, perlahan-lahan semakin kabur. Sejak satu
tahun yang lalu pasien mulai kesulitan membaca walau memakai kacamata
dan merasa lelah setelah membaca. Satu bulan belakangan penglihata kedua
mata semakin kabur hingga mengganggu aktivitas. Mata hiperemis (-), nyeri
(-), cekot-cekot (-), fotofobia (-), lakrimasi (-), gatal (-), Sekret (-), diplopia
(-). Riwayat DM (+) terkontrol dengan pengobatan metformin. Riwayat
keluarga dengan penyakit serupa disangkal.
Pemeriksaan fisik : status praesens dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.

Status Oftalmologi :

6
Oculus Dexter Oculus Sinister
5/15 Visus 5/15
+ Pinhole Test +
S-1.00 5/6 NBC S-1.00 5/6 NBC
Koreksi
Add S+3.00 Jaeger IV Add S+3.00 Jaeger IV
Tidak dilakukan Sensus coloris Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas ke Gerak bola mata bebas ke
Gerak bola mata
segala arah segala arah
Tidak ada kelainan Supercilia Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) Palpebra superior Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) Palpebra inferior Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), Sekret (-), Konjungtiva Hiperemis (-), Sekret (-),
edema (-) palpebralis edema (-)
Hiperemis (-), Sekret (-), Hiperemis (-), Sekret (-),
Konjungtiva fornices
edema (-) edema (-)
Injeksi (-), Sekret (-) Konjungtiva bulbi Injeksi (-), Sekret (-)
Tidak ada kelainan Sklera Tidak ada kelainan
Jernih, flouresin test (tidak Jernih, flouresin test (tidak
Kornea
dilakukan) dilakukan)
Kedalaman cukup, tindal Kedalaman cukup, tindal
Kamera okuli anterior
efek (-) efek (-)
Kripte (+), sinekia (-) Iris Kripte (+), sinekia (-)
Bulat, sentral, reguler, Ø Bulat, sentral, reguler, Ø
3mm, reflek pupil (+) Pupil 3mm, reflek pupil (+)
Normal Normal
Keruh tak merata, iris Keruh tak merata, iris
Lensa
shadow (+) shadow (+)
T (digital) normal Tensio okuli T (digital) normal
(+) kurang cemerlang Fundus refleks (+) kurang cemerlang
Papil Nervus II : bulat Papil Nervus II : bulat batas
batas tegas tegas
Cup Disk Ratio 0,3 kuning Cup Disk Ratio 0,3 kuning
kemerahan kemerahan
Neovaskularisasi (-) Funduskopi Neovaskularisasi (-)
Retina : Dot (-), blot (-), Retina : Dot (-), blot (-),
eksudat (-) eksudat (-)
Makula : fovea refleks (+) Makula : fovea refleks (+)
cemerlang cemerlang
VI. DIFERENSIAL DIAGNOSA
ODS Katarak Senilis Imatur
ODS Presbiopia

7
ODS Hipermetropia

VII. DIAGNOSIS KERJA


ODS Katarak Senilis Imatur

VIII. DIAGNOSA TAMBAHAN


ODS Presbiopi

IX. TERAPI
Phacoemulsifikasi + IOL OD

X. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam Ad bonam Ad bonam
Quo ad sanam Ad bonam Ad bonam
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad cosmeticam Ad bonam

XI. USUL
 Pemeriksaan retinometri dan USG B Scan

XII. EDUKASI
 Menjelaskan pada penderita bahwa pandangan kedua mata kabur
disebabkan kekeruhan pada lensa mata
 Katarak tersebut tidak dapat diobati dengan kacamata, tetapi dapat
dihambat progresivitasnya dengan menggunakan obat tetes mata
(Catarlent) dan dengan operasi dan pemberian lensa tanam pada mata
dapat menyingkirkan risiko kebutaan
 Kecocokan dengan kacamata yang diresepkan sekarang dapat berubah
sewaktu-waktu seiring dengan perubahan kekeruhan lensa
 Menjelaskan tentang pentingnya operasi ekstraksi katarak, persiapan, jenis
tindakan, kelebihan dan kekurangannya.

8
XIII. DISKUSI
a) Lensa Mata
Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa
memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Permukaan
posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Radius kurvatura
anterior 10 mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah
9-10 mm dan ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat usia
lanjut. Berat lensa 135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-
80 tahun.
Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior iris
dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di
sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal
yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak
memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa
dipertahankan di tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan
badan siliar. Serat zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya
fibrilin yang mengelilingi lensa secara sirkular.

Gambar 1. Anatomi Lensa Mata


b) Histologi Lensa Mata
Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:

1. Kapsul lensa

Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 μm), homogen, refraktil, dan kaya
akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini
merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas

9
kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator
(14 μm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 μm). Kapsul lensa bersifat
semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi
tidak.

2. Epitel subkapsular

Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan
membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup
dengan terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator
lensa. Sel-sel epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa.

3. Serat lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan
gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal
dari sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya
dan menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang
disebut kristalin.

Gambar 2. Histologi Lensa Mata

c) Fungsi Lensa Mata


Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias - biasanya sekitar 1,4
pada sentral dan 1,36 pada perifer-hal ini berbeda dari dengan aqueous dan
vitreus yang mengelilinginya. Pada tahap tidak berakomodasi, lensa

10
memberikan kontribusi sekitar 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D kekuatan
konvergen bias mata manusia rata-rata.
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh m. ciliaris berelaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukuran terkecil; dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil
sehingga berkas cahaya akan terfokus pada retina. Sementara untuk cahaya
yang berjarak dekat m.ciliaris berkontrasi sehingga tegangan zonula
berkurang, artinya lensa yang elastis menjadi lebih sferis diiringi oleh
peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis antara korpus siliaris, zonula
dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh pada retina dikenal dengan
akomodasi. Hal ini berkurang seiring dengan bertambahnya usia.

d) Komposisi Lensa Mata


Lensa terdiri atas air sebanyak 65%, protein sebanyak 35% (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral
dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada dijaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh
darah, dan jaringan ikat.
Protein lensa dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kelarutannya dalam air,
yaitu protein laut air (protein sitoplasmik) dan protein tidak larut air (protein
sitoskeletal). Fraksi protein larut air sebesar 80% dari seluruh protein lensa
yang terdiri atas kristalin. Kristalin adalah protein intraselular yang terdapat
pada epithelium dan membran plasma dari sel serat lensa. Kristalin terbagi
atas kristalin alpha (α), beta (β), dan gamma (γ). Akan tetapi, kristalin beta
dan gamma adalah bagian dari famili yang sama sehingga sering disebut
sebagai kristalin betagamma.
Kristalin alpha merepresentasikan 32% dari protein lensa. Kristalin beta dan
gamma memiliki rangkaian asam amino homolog dan struktur yang sama
sehingga dapat dipertimbangkan sebagai satu famili protein. Kristalin beta

11
berkontribusi sebesar 55% dari protein larut air pada protein lensa. Protein
lensa yang tidak larut air dapat dibagi menjadi dua, yaitu protein yang larut
dalam urea dan yang tidak larut dalam urea. Fraksi yang larut dalam urea
terdiri atas protein sitoskeletal yang berfungsi sebagai rangka struktural sel
lensa. Fraksi yang tidak larut urea terdiri atas membran plasma serat lensa.
Major Intrinsic Protein (MIP) adalah protein yang menyusun plasma
membran sebesar 50%. MIP pertama sekali muncul di lensa ketika serat lensa
mulai memanjang dan dapat di jumpai di membran plasma di seluruh masa
lensa. MIP tidak dijumpai di sel epitel, maka dari itu MIP berhubungan
dengan diferensiasi sel menjadi serat lensa. Seiring dengan meningkatnya
usia, protein lensa menjadi tidak larut air dan beragregasi membentuk partikel
yang lebih besar yang mengaburkan cahaya. Akibatnya lensa menjadi tidak
tembus cahaya. Selain itu, seiring dengan bertambahnya usia, maka makin
banyak protein yang larut urea menjadi tidak larut urea.

e) Katarak
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan di dalam kapsul lensa.
Katarak dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Sebagian besar kasus bersifat
bilateral, walaupun kecepatan perkembangan masing-masing jarang sama.
Kekeruhan lensa tersebut dapat menyebabkan lensa menjadi tidak transparan
sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Kekeruhan ini dapat
ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti pada korteks, nucleus,
subkapsular. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak meliputi
pemeriksaan tajam pengelihatan, slit lamp, funduskopi, serta tonometri bila
memungkinkan.
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam :
1. Katarak kongenital (usia <1 tahun)
2. Katarak juvenile (usia >1 tahun)
3. Katarak senile (usia >50 tahun)

12
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui
secara pasti.

Gambar 3. Lensa Mata pada Katarak

f) Etiologi dan Faktor Risiko Katarak


1. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan juga.
Keistimewaan lensa adalah terus menerus tumbuh dan membentuk serat
lensa dengan arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak ada sel yang
mati ataupun terbuang karena lensa tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya,
serat lensa paling tua berada di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang
paling muda berada tepat di bawah kapsul lensa (korteks). Dengan
pertambahan usia, lensa pun bertambah berat, tebal, dan keras terutama
bagian nukleus. Pengerasan nukleus lensa disebut dengan nuklear
sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan usia, protein lensa pun
mengalami perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang dahulunya larut air
menjadi tidak larut air dan beragregasi membentuk protein dengan berat
molekul yang besar. Hal ini menyebabkan transparansi lensa berkurang
sehingga lensa tidak lagi meneruskan cahaya tetapi malah mengaburkan
cahaya dan lensa menjadi tidak tembus cahaya.

13
2. Radikal bebas
Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas dapat merusak
protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat sel lensa. Radikal bebas dapat
dihasilkan oleh hasil metabolisme sel itu sendiri, yaitu elektron
monovalen dari oksigen yang tereduksi saat reduksi oksigen menjadi air
pada jalur sitokrom, dan dari agen eksternal seperti energi radiasi.
Contoh-contoh radikal oksigen adalah anion superoksida (O2-), radikal
bebas hidroksil (OH+), radikal peroksil (ROO+), radikal lipid peroksil
(LOOH), oksigen tunggal (O2), dan hidrogen peroksida (H2O2). Agen
oksidatif tersebut dapat memindahkan atom hidrogen dari asam lemak tak
jenuh membran plasma membentuk asam lemak radikal dan menyerang
oksigen serta membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih lanjut
akan membentuk lipid peroksida lalu membentuk malondialdehida
(MDA). MDA ini dapat menyebabkan ikatan silang antara lemak dan
protein. Polimerisasi dan ikatan silang protein menyebabkan aggregasi
kristalin dan inaktivasi enzimenzim yang berperan dalam mekanisme
antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase. Hal-hal inilah yang
dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.
3. Radiasi ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa
karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV memiliki
energi foton yang besar sehingga dapat meningkatkan molekul oksigen
dari bentuk triplet menjadi oksigen tunggal yang merupakan salah satu
spesies oksigen reaktif.
4. Merokok
Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan hubungan antara merokok
dan penyakit katarak. Merokok dapat menyebabkan akumulasi kadmium
di lensa. Kadmium dapat berkompetisi dengan kuprum dan mengganggu
homeostasis kuprum. Kuprum penting untuk aktivitas fisiologis
superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya kadmium

14
menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai antioksidan
terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa
dan menimbulkan katarak. Disebutkan juga bahwa kadmium dapat
mengendapkan lensa sehingga timbul katarak. NO menyebabkan katarak
dengan mekanisme NO bereaksi secara cepat dengan anion superoksida
untuk membentuk peroksinitrit sehingga terjadi nitratasi residu tirosin dari
protein lensa. Hal ini dapat memicu peroksidasi lipid membentuk
malondyaldehida. Malondyaldehida memiliki efek inhibitor terhadap
enzim antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase sehingga
terjadi oksidasi lensa lalu terjadi kekeruhan lensa dan akhirnya terbentuk
katarak.
5. Defisiensi vitamin A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin dan beta karoten
Zat nutrisi tersebut merupakan antioksidan eksogen yang berfungsi
menetralkan radikal bebas yang terbentuk pada lensa sehingga dapat
mencegah terjadinya katarak.
6. Dehidrasi
Perubahan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kerusakan pada
lensa. Hal ini disebabkan karena perubahan komposisi elektrolit pada
lensa dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.
7. Trauma
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa
sehingga timbul katarak.
8. Infeksi
Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering dijumpai
sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior
lensa.
9. Obat-obatan seperti kortikosteroid
Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya
katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna kortikosteroid adalah
katarak subkapsular.
10. Penyakit sistemik seperti diabetes

15
Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa. Tingginya
kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol lensa. Sorbitol ini
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik lensa sehingga lensa menjadi
sangat terhidrasi dan timbul katarak.
11. Genetik
Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan
percepatan maturasi katarak.
12. Myopia
Pada penderita myopia dijumpai peningkatan kadar MDA dan penurunan
kadar glutation tereduksi sehingga memudahkan terjadinya kekeruhan
pada lensa

g) Patogenesis Katarak Senile


Katarak senilis adalah penyebab utama gangguan penglihatan pada orang tua.
Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya
dimengerti. Walaupun sel lensa terus bertumbuh sepanjang hidup, tidak ada
sel-sel yang dibuang. Seiring dengan bertambahnya usia, lensa bertambah
berat dan tebal sehingga kemampuan akomodasinya menurun. Saat lapisan
baru dari serabut korteks terbentuk secara konsentris, sel-sel tua menumpuk
ke ararh tengah sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan
(sklerosis nuklear).

Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi


high-molecular-weight-protein. Agregasi protein ini menyebabkan fluktuasi
mendadak pada indeks refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan
penurunan transparansi. Perubahan kimia protein lensa nuklear ini juga
menghasilkan pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya usia
lensa menjadi bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya
jernih tidak bisa menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina. Selain
itu, terjadi penurunan konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti
meningkatnya konsentrasi Natrium dan Kalsium

16
Perubahan lensa yang terjadi pada usia lanjut :
1. Kapsul lensa
 Menebal dan mengalami sklerosis → kurang elastis (1/4
dibanding anak) → daya akomodasi pun berkurang (presbiopia)
 Lamel kapsul berkurang atau kabur
 Terlihat bahan granular
2. Epitel lensa
 Makin tipis
 Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
 Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
 Rusak dan menjadi lebih ireguler, terutama pada korteks
 Sinar UV semakin lama akan merusak protein nukleus (histidin,
triptofan, metionin, sistein dan tirosin) membentuk brown
sclerotic nucleus.

Gambar 4. Kekeruhan lensa mata pada katarak menyebabkan pandangan kabur

h) Bentuk Katarak Senilis


i. Katarak Nuklear

17
Dalam tingkatan tertentu sklerosis dan penguningan nuklear dianggap
normal setelah usia pertengahan. Pada umumnya, kondisi ini hanya sedikit
mengganggu fungsi penglihatan. Jumlah sklerosis dan penguningan yang
berlebihan disebut katarak nuklear, yang menyebabkan opasitas sentral.
Tingkat sklerosis, penguningan dan opasifikasi dinilai dengan menggunakan
biomikroskop slit-lamp dan pemeriksaan reflex merah dengan pupil dilatasi.
Katarak nuklear cenderung berkembang dengan lambat. Sebagian besar
katarak nuklear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik. Cirri khas dari katarak
nuklear adalah membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata, keadaan
inilah yang disebut sebagai “penglihatan kedua”. Ini merupakan akibat
meningkatnya kekuatan focus lensa bagian sentral, menyebabkan refraksi
bergeser ke myopia (penglihatan dekat). Kadang-kadang, perubahan
mendadak indeks refraksi antara nukleus sklerotik dan korteks lensa dapat
menyebabkan monocular diplopia . Penguningan lensa yang progresif
menyebabkan diskriminasi warna yang buruk. Pada kasus yang sudah lanjut,
nukleusnlensa menjadi opak dan coklat dan disebut katarak nuklear
brunescent.
Secara histopatologi, karakteristik katarak nuklearis adalah homogenitas
nukleus lensa dengan hilangnya lapisan tipis seluler.

ii. Katarak Kortikal


Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Ini adalah jenis
katarak yang paling sering terjadi. Lapisan korteks lensa tidak sepadat pada
bagian nukleus sehingga lebih mudah terjadi overhidrasi akibat
ketidakseimbangan elektrolit yang mengganggu serabut korteks lensa
sehingga terbentuk osifikasi kortikal, yang ditunjukkan pada diabetes dan
galaktosemia. Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya
celahcelah dalam pola radial disekeliling daerah ekuator. Katarak ini
cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Derajat gangguan fungsi
penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan
sumbu penglihatan. Gejala yang sering ditemukan adalah penderita merasa

18
silau pada saat mencoba memfokuskan pandangan pada suatu sumber
cahaya di malam hari.
Pemeriksaan menggunakan biomikroskop slitlamp akan mendapatkan
gambaran vakuola, degenerasi hiropik serabut lensa, serta pemisahan
lamella kortek anterior atau posterior oleh air. Kekeruhan putih seperti baji
terlihat di perifer lensa dengan ujungnya mengarah ke sentral, kekeruhan ini
tampak gelap apabila dilihat menggunakan retroiluminasi. Secara
histopatologi, karakteristik dari katarak kortikal adalah adanya
pembengkakan hidrofik serabut lensa. Globula Morgagni (globules-globulus
material eosinofilik) dapat diamati di dalam celah antara serabut lensa.

iii. Katarak Subkapsularis Posterior


Katarak subkapsularis posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul
posterior bagian sentral. Katarak ini biasanya didapatkan pada penderita
dengan usia yang lebih muda dibanding kedua jenis katarak yang lain.
Gejalanya antara lain adalah fotofobia dan penglihatan yang buruk saat mata
berakomodasi atau diberikan miotikum. Ini dikarenakan ketika pupil
konstriksi saat berakomodasi, cahaya yang masuk ke mata menjadi terfokus
ke sentral, dimana terdapat katarak subkapsularis posterior, menyebabkan
cahay menyebar dan mengganggu kemampuan mata untuk memfokuskan
pada makula.
Deteksi katarak subkapsularis posterior paling baik menggunakan
biomikroskop slitlamp pada mata yang telah ditetesi midriatikum. Pasda
awal pembentukan katarakakan ditemukan gambaran kecerahan mengkilap
seperti pelangi yang halus pada lapisan korteks posterior. Sedangkan
pada tahap akhir terbentuk kekeruhan granular dan kekeruhan seperti plak di
kortek subkapsular posterior (Rosenfeld et al, 2007). Kekeruhan lensa di
sini dapat timbul akibat trauma, penggunaan kortikosteroid (topical atau
sistemik), peradangan atau pajanan radiasi pengion.

19
Gambar 5. Tipe Katarak secara morfologi

i) Stadium Katarak Senilis


i. Katarak Insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :
 Katarak kortikal : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji
menuju korteks anterior dan posterior. Vakuol mulai terlihat di
dalam korteks.
 Katarak subkapsular posterior : kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan
korteks berisi jaringan degenerative (benda Morgagni)
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.

ii. Katarak Imatur


Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat
bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan
lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

iii. Katarak Matur


Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila

20
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan
keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali,
tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif.

iv. Katarak Hipermatur


Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut,
dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang
berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi kecil,
berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata
dalam dan lipatan kapsul lensa. Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan
cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk
sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam
korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak
Morgagni.

Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senile


Gejala Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan lensa Ringan Sebagian Seluruh Massif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air+masa lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Iris shadow Negative Positif Negatif Pseudopositif
COA Normal Dangkal Normal Dalam
Penyulit Glaukoma Glaukoma, uveitis

21
Gambar 6. Stadium Katarak Senile

j) Tatalaksana Katarak
Tidak ada terapi medis untuk katarak. Ekstraksi lensa diindikasikan
apabila menurunan penglihatan mengganggu aktivitas normal penderita.
Indikasi pembedahan pada katarak senilis
 Bila katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau glukoma,
meskipun visus masih baik untuk bekerja, dilakukan operasi juga
setelah keadaan menjadi tenang.
 Bila sudah masuk dalam stadium matur
 Bila visus meskipun sudah dikoreksi, tidak cukup untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari atau visus < 6/12.

Terapi pembedahan :
1. EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular)
Dilakukan dengan merobek kapsul anterior, mengeluarkan nukleus
dan korteks. Sebagian kapsul anterior dan seluruh kapsul posterior
ditinggal. Cara ini umumnya dilakukan pada katarak dengan lensa
mata yang sangat keruh sehingga sulit dihancurkan dengan teknik
fakoemulsifikasi. Selain itu, juga dilakukan pada tempat-tempat di
mana teknologi fakoemulsifikasi tidak tersedia. Teknik ini
membutuhkan sayatan yang lebar, karena lensa harus dikeluarkan
dalam keadaan utuh. Setelah lensa dikeluarkan, lensa buatan (IOL)
dipasang untuk menggantikan lensa asli, tepat di posisi semula. Lalu
dilakukan penjahitan untuk menutup luka. Teknik ini dihindari pada
penderita dengan zonulla zinii yang rapuh.
a. Keuntungan :
 Luka insisi lebih kecil (8-12 mm) dibanding EKIK
 Karena kapsul posterior utuh maka :
 Mengurangi resiko hilangnya vitreus intra operasi
 Posisi anatomis yang lebih baik untuk pemasangan IOL

22
 Mengurangi insidensi ablasio retina, edema kornea,
perlengketan vitreus dengan iris dan kornea
 Menyediakan barier yang menahan pertukaran beberapa
molekul antara aqueous dan vitreus
 Menurunkan akses bakteri ke kavitas vitreus yang dapat
menyebabkan endofthalmitis.
b. Kerugian :
Dapat timbul katarak sekunder.

2. EKIK (Ekstraksi Katarak Intra Kapsular)


Teknik ini sudah jarang digunakan setelah adanya teknik EKEK. Pada
EKIK dilakukan pengangkatan seluruh lensa, termasuk kapsul lensa.
Pada teknik ini dilakukan sayatan 12-14mm, lebih besar dibandingkan
dengan teknik EKEK. Dapat dilakukan pada zonula zinn yang telah
rapuh/ berdegenerasi/ mudah diputus.
a. Keuntungan :
 Tidak timbul katarak sekunder
 Diperlukan instrumen yang tidak terlalu canggih (lup operasi,
cryoprobe, forsep kapsul)
b. Kerugian :
 Insisi yang lebih besar dapat mengakibatkan :
 Penyembuhan dan rehabilitasi visual tertunda
 Astigmatisma yang signifikan
 Inkarserasi iris dan vitreus
 lebih sering menimbulkan penyulit seperti glaukoma, uveitis,
endolftalmitis.

3. Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi


Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi
(atau keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan

23
getaran- getaran ultrasonik untuk mengangkat nucleus dan korteks
melalui insisi limbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah
penyembuhan luka pasca-operasi, disamping perbaikan penglihatan
dan kebanyakan katarak senilis. Teknik ini kurang efektif pada katarak
senilis yang padat, dan keuntungan insisi limbus yang kecil agak
berkurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler. Kerugiannya
kurve pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan komplikasi saat
operasi bias lebih serius.lebih baik. Teknik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik

4. SICS (Small Incision Cataract Surgery)


Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) merupakan
teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan
karena lebih cepat sembuh dan murah.
Pada Teknik Small Incision Cataract Surgery insisi dilakukan di
skleral sekitar 5.5 mm – 7.0 mm. Keuntungan konstruksi irisan pada
sklera kedap air sehingga membuat katup dan isi bola mata tidak
prolaps keluar. Dan karena incisi yang dibuat ukurannya lebih kecil
dan lebih posterior, kurvatura kornea hanya sedikit berubah

Persiapan operasi :
1. Status oftalmologik
 Tidak dijumpai tanda-tanda infeksi
 TIO normal
 Saluran air mata lancar
2. Keadaan umum/sistemik
 Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, waktu pembekuan,
waktu perdarahan, kadar gula darah dalam batas normal
 Tidak dijumpai batuk produktif

24
 Pada penderita DM atau hipertensi, keadaan penyakit tersebut
harus terkontrol.
Perawatan pasca operasi :
1. Diberikan tetes antibiotika dengan kombinasi antiinflamasi
2. Tidak boleh mengangkat benda berat ±6 bulan
3. Kontrol teratur untuk evaluasi luka operasi
4. Bila tanpa pemasangan IOL, maka mata yang tidak mempunyai
lensa lagi (afakia) visusnya 1/60, sehingga perlu dikoreksi dengan
lensa S+10D untuk melihat jauh. Koreksi ini diberikan 3 bulan
pasca operasi. Sedangkan untuk melihat dekat perlu diberikan
kacamata S+3D.

k) Analisis
Pasien ini didiagnosis sebagai katarak senilis imatur dengan dasar
pemikiran sebagai berikut:
1. Anamnesis:
- Penderita berusia 66 tahun
- Penglihatan mata kanan kiri kabur, perlahan-lahan semakin kabur
(kronik progresif) dengan kondisi mata tenang.
2. Pemeriksaan oftalmologis:
- Visus ODS 5/15
- Pada pemeriksaan lensa didapatkan kekeruhan tidak merata pada
ODS dan pemeriksaan iris shadow positif.
- Pemeriksaan fundus reflek ODS (+) kurang cemerlang
Tatalaksana definitif dari pasien ini adalah operasi phacoemulsifikasi +
IOL pada mata kanan terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Murril A.C, Stanfield L.D, Vanbrocklin D.M, Bailey L.I, Denbeste P.B,
Dilomo C.R, et all. (2004). Optometric clinical practice guideline.
American optometric association: U.S.A
2. Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi umum. Bab.20
lensa hal 401-406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta.
3. Rumah Sakit Mata ‘Bersayap’ Hinggap di Indonesia. Faculty of Medicine
Airlangga University [serial online] 2010. Avalaible from:
www.fk.unair.ac.id/news/focus/rumah-sakit-mata-bersayap-hinggap-di-
indonesia
4. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta: Universitas Gajah
Mada. 2007.
5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Ed 14.
Jakarta: Widya Medika; 2000.
6. J. Corwin Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC, 2007.
7. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI,
2008.
8. American Academy of Ophthalmology Cornea/External Disease Panel.
Preferred Practice Pattern Guidelines. Conjunctivitis. San Francisco, CA:
American Academy of Ophthalmology; 2008.
9. Dinas kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2001. Buku Pedoman Kesehatan
Mata, Telinga dan Jiwa. Jawa Tengah.
10. Alloyna D. Prevalensi Konjungtivitis di RSU Adam Malik tahun 2009 dan
2010.2011.Available
at: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/chapter%2520II.pdf
11. Schueler SJ, Beckett JH, Gettings S. Keratoconjunctivitis. 2010. Available
at: http://www.freemd.com/keratoconjunctivitis/overview.htm
12. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2006.

13. PERTANYAAN :

26
1. Pinhole test

2. Funduskopi

3. Operasi imatur? Kenapa ga kacamata?

4. Diabetes?

5. Kenapa mata kanan dulu?

6. Koreksinya uda hampir bagus 5/6 kenapa gak kcmt aja

27

Anda mungkin juga menyukai