Anda di halaman 1dari 5

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan


Republik Indonesia

FAQ PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

1. Q : Apa saja yang diawasi?


A : Pengawasan dilakukan terhadap berbagai kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan
dan perikanan. Obyek yang diawasi antara lain : illegal unreported and uregulated (IUU) fishing,
destructive fishing, budidaya perikanan, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, ekosistem
pesisir, pemanfaatan pasir laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, kawasan konservasi perairan,
Benda Muata Kapal Tenggelam (BMK), dan bangunan laut.

2. Q : Apa peran penting pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan?


A : Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Indonesia dianugerahi potensi sumber daya
kelautan dan perikanan yang melimpah. Hal ini menjadi salah satu keunggulan dalam
pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, disadari bahwa
masih terdapat kegiatan-kegiatan yang tidak taat aturan dalam memanfaatkan sumber daya
tersebut. Untuk itu, pengawasan hadir dalam rangka menjamin tertib pelaksanaan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang kelautan dan perikanan. Dalam hal mengawal
kedaulatan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, sudah barang tentu bahwa
melalui pengawasan yang optimal maka maka penegakan hukum di laut, terutama dari kapal-
kapal asing pelaku illegal fishing akan semakin baik, maka bangsa Indonesia akan berdaulat
dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan.

3. Q : Apa itu Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing?


A : Illegal fishing dapat diartikan sebagai kegiatan yang melanggar hukum atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Unreported Fishing adalah kegiatan perikanan tidak
dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar. Unregulated Fishing yaitu kegiatan perikanan
tidak diatur, seperti kegiatan perikanan yang dilakukan di wilayah perairan atau untuk sediaan
ikan dimana belum ada pengaturan konservasi dan pengelolaan yang dapat diterapkan.

4. Q : Bagaimana metode pengawasan yang diterapkan?


A : Pengawasan dilakukan melalui pendekatan hard structure dan soft structure, mulai dari
hulu hingga hilir. Pendekatan hard structure dilakukan dilakukan dengan memeriksa dokumen
perizinan, melakukan pemantauan posisi dan pergerakan kapal perikanan menggunakan
sarana vessel monitoring system (VMS), melakukan operasi pengawasan di laut baik secara
mandiri maupun dengan bekerjasama dengan institusi penegak hukum lainnya [TNI-AL,
POLAIR, TNI-AU, dll.]. Sementara, pendekatan softstucture dilakukan melalui beberapa upaya,
diantaranya melakukan kerjasama dengan berbagai Kementerian/Lembaga, kerjasama
bilateral/internasional, ratifikasi konvensi internasional, aktif dalam organisasi internasional
(seperti RPOA).

5. Q : Berapa jumlah Kapal Pengawas Perikanan yang dimiliki saat ini?


A : Direktorat Jenderal PSDKP saat ini memliki 34 Kapal Pengawas berbagai jenis dan
ukuran, mulai ukuran panjang 28 meter sampai dengan 60 meter.

6. Q : Apa itu Vessel Monitoring System (VMS)?


A : Pengawasan juga didukung oleh perangkat teknologi canggih yang dikenal dengan
Vessel Monitoring System (VMS)/Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) yang
merupakan salah satu sistem pengawasan kapal perikanan dengan menggunakan peralatan
tertentu untuk mengetahui pergerakan dan aktifitas kapal perikanan berbasis satelit.
Implementasi VMS merupakan bentuk komitmen Indonesia memenuhi ketentuan internasional,
regional, maupun nasional untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan konservasi dan
pengelolaan perikanan. Sejak tahun 2003, Direktorat Jenderal PSDKP telah
mengimplementasikan VMS bagi kapal-kapal perikanan dengan membangun sistem
pemantauan dan operasional VMS, serta memasang transmitter pada kapal-kapal perikanan

1
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia

dengan ukuran tertentu (> 30 GT), sehingga dimungkinkan mengetahui keberadaan dan
pergerakan kapal perikanan serta untuk mengidentifikasi aktivitasnya. Selain untuk mengetahui
pergerakan kapal-kapal perikanan, VMS juga memastikan kepatuhan (compliance) kapal
perikanan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku. Saat ini teknologi VMS juga
dikombinasikan dengan perangkat Automatic Information System (AIS) yang dioperasikan oleh
Badan Keamanan Laut, serta Indonesia Space for Oceanography (Indeso). Kedepan
pemanfaatan teknologi akan terus ditingkatkan untuk mendukung keberhasilan pengawasan.

7. Q : Bagaimana proses penanganan tindak pidana kelautan dan perikanan?


A : Penanganan pelanggaran dilakukan terhadap para pelaku tindak pidana di bidang
kelautan dan perikanan, terutama terhadap pelaku kegiatan penangkapan ikan ilegal (illegal
fishing). Penangan pelanggaran tersebut dilakukan secara sistematis oleh penegak hukum
dalam kerangka Criminal Justice System (CJS), dimana pihak Direktorat Jenderal PSDKP
melalui Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan melaksanakan penyidikan sampai
dengan tahap penyerahan kepada Jaksa (P21). Hal tersebut didasarkan pada kewenangan
yang diatur dalam undang-undang perikanan.

8. Q : Kapal perikanan asing mana saja yang sering melakukan illegal fishing di Indonesia?
A : Kapal perikanan asing yang melakukan illegal fishing di Indonesia, yaitu Vietnam,
Malaysia, Filipina, Thailand, dan China.

9. Q : Daerah WPP mana saja yang banyak dijadikan lokasi praktik IUU Fishing?
A : Wilayah yang kerap terjadi praktek IUU Fishing, yaitu perairan Selat Malaka (WPP-NRI
571), Laut Natuna Utara (WPP-NRI 711) dan Laut Sulawesi (WPPNRI 716).

10. Q : Bagaimana proses penanganan ABK kapal ilegal?


A : Proses penanganan ABK berkewarganegaraan asing yang ditangkap oleh Kapal
Pengawas Perikanan, diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu: (i) ABK yang berstatus tersangka,
dalam hal ini Nakhoda dan KKM, dan (ii) ABK yang berstatus bukan tersangka (non justicia).
Bagi ABK yang berstatus tersangka maka akan dilakukan proses hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sampai diperoleh keputusan pengadilan.
Sedangkan terhadap ABK non justisia akan dipulangkan ke negara melalui koordinasi dengan
Ditjen Imigrasi dan perwakilan negara yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan Pasal 83A ayat
(1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan, yang menyebutkan selain yang ditetapkan sebagai tersangka
dalam tindak pidana perikanan atau tindak pidana lainnya, awak kapal lainnya dapat
dipulangkan termasuk yang berkewarganegaraan asing. Pemulangan/deportasi ABK non
justisia juga meringankan tugas para PPNS di lapangan. Dengan dipulangkannya ABK non
justisia, maka tugas dan tanggung jawab petugas dilapangan akan semakin ringan dan lebih
terkonsentrasi pada proses hukum terhadap tersangka.

11. Q : Dasar hukum penenggelaman kapal pelaku illegal fishing?


A : Penenggelaman kapal pelaku illegal fishing dilakukan berdasarkan Pasal 76A UU No.
45/2009 tentang Perubahan Atas UU No 31/2004 tentang Perikanan, yaitu benda dan/atau alat
yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat
dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pengadilan
negeri, dan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
(inkracht) sebagaimana diatur dalam KUHAP

12. Q : Apa pertimbangan KKP memilih kebijakan penenggelaman kapal ?


A:
 Pemusnahan/penenggelaman kapal merupakan amanat dari UU di bidang
perikanan. Selain itu, kapal-kapal barang bukti yang ditenggelamkan umumnya telah

2
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia

memiliki putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht);


 Pemusnahan/penenggelaman kapal juga menunjukkan kepada dunia internasional
ketegasan dan komitmen Indonesia dalam pemberantasan IUUF;
 Pemusnahan/penenggelaman diharapkan memberikan efek jera bagi pelaku dan
berdampak positif bagi nelayan Indonesia.
 Dampak positif bagi nelayan yang diharapkan yaitu hasil tangkapan kapal-kapal
nelayan meningkat signifikan, dan potensi sumber daya perikanan meningkat.

13. Q : Terdapat juga nelayan Indonesia yang tertangkap di perairan negara lain karena
illegal fishing. Bagaimana penanganannya?
A : Sesuai tugas yang diberikan kepada kami, salah satu wujud nyata keberpihakan
terhadap nelayan yang dilakukan oleh Ditjen. PSDKP adalah melakukan proses pemulangan
bagi nelayan-nelayan Indonesia yang tertangkap di negara lain karena melakukan penangkapan
ikan ilegal. Tata cara pemulangan telah diatur dalam Peraturan Menteri KP Nomor
39/PERMEN-KP/2016 tentang Tata Cara Pemulangan Nelayan Indonesia yang Ditangkap Di
Luar Negeri Karena Melakukan Penangkapan Ikan Di Negara Lain Tanpa Izin. Peraturan yang
ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada 8 November 2016
diterbitkan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap Nelayan Indonesia yang
ditangkap di luar negeri karena melakukan penangkapan ikan tanpa izin. Proses pemulangan
berawal dari informasi yang diterima oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan (PSDKP) melalui berbagai saluran. Surat resmi atau berita faksimili dari
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri tentang adanya Nelayan Indonesia yang ditangkap
di luar negeri merupakan salah satu diantaranya. Selain itu informasi juga dapat diperoleh
melalui surat resmi dari instansi pusat maupun daerah telepon, dan/atau pesan elektronik dari
masyarakat, serta berita di media elektronik, media cetak, atau media sosial. Setelah
mendapatkan informasi tersebut pihak Direktorat Jenderal PSDKP melakukan koordinasi lintas
sektor dengan Kementerian Luar Negeri, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perlindungan Warga
Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Perwakilan Republik Indonesia di negara
penangkap Nelayan Indonesia, pemerintah daerah atau dinas yang membidangi urusan
perikanan di provinsi dan/atau kabupaten/kota. Setelah koordinasi dengan pihak-pihak terkait
dan diperoleh kepastian informasi dari Perwakilan Republik Indonesia, maka Direktorat Jenderal
PSDKP melakukan persiapan terkait administrasi pemulangan berupa berita acara serah terima
pemulangan Nelayan Indonesia antara KKP dengan pemerintah daerah dan/atau pihak
keluarga. Selanjutnya, Direktorat Jenderal PSDKP akan melakukan penjemputan di tempat
kedatangan dan kemudian menyerahkan kepada pemerintah daerah dan/atau pihak 
 keluarga
yang dituangkan dalam berita acara serah terima pemulangan yang ditandatangani dan
disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. 


14. Q : Bagaimana kerja sama pengawasan?.


A : Peningkatan kerja sama pengawasan SDKP di tingkat nasional, regional dan
internasional, terus dilakukan dengan upaya-upaya meliputi: 1) Nasional, melakukan kerja sama
dengan instansi terkait seperti TNI AL, POLRI, Bakamla, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung,
LAPAN, dan lain-lain; 2) Regional, berperan aktif dalam Regional Plan of Action [RPOA] to
promote responsible 
 fishing practice including combating illegal unreported unregulated fishing
in the region, dimana KKP bertindak selaku Sekretariat RPOA; 
 3) Internasional, berperan aktif
dalam jejaring International Monitoring, Control and Surveillance [IMCS] untuk memperkuat
pelaksanaan MCS ; 4) Bilateral, kerja sama dengan negara tetangga dalam pengawasan,
seperti kerja sama dengan Australia melalui Indonesia-Australian Fisheries Surveillance Forum
(IAFSF) sejak 2007, aktif dalam operasi bersama Malaysia-Indonesia.

15. Upaya diplomasi seperti apa saja yang sudah dilakukan Indonesia?

3
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia

A : Untuk mencegah kegiatan penangkapan ikan secara illegal di perairan Indonesia oleh
KIA, maka KKP telah melakukan upaya diplomasi dengan negara-negara tetangga yang kapal
perikanannya kerap memasuki perairan Indonesia.

Sejak awal kepemimpinan Ibu Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan,
telah melakukan pertemuan dengan beberapa Duta Besar negara untuk menyampaikan
kebijakan prioritas KKP selama 5 tahun kedepan termasuk keseriusan dalam memberantas
praktek-praktek IUU Fishing.

Dalam pertemuan-pertemuan dengan negara sahabat dan di forum-forum internasional,


KKP selalu mengajak negara lain untuk berkomitmen memberantas IUU Fishing. Dibeberapa
kesempatan lain, KKP juga menyampaikan surat ke Kemlu untuk melayangkan nota diplomatik
kepada negara-negara tertentu untuk mencegah kapalnya melakukan IUUF di Indonesia.

16. Q : Peran serta masyarakat dalam pengawasan?


A : Pencegahan illegal fishing bukan hanya tanggung jawab aparat penegak hukum, tetapi
juga harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan/pesisir.
Keterlibatan masyarakat diwujudkan dalam kelembagaan Kelompok Masyarakat Pengawas
(Pokmaswas) yang tersebar di seluruh Indonesia. Pokmaswas berperan menyampaikan
informasi apabila ada dugaan kegiatan ilegal. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
masyarakat tersebut, maka Pengawas dan aparat lainnya akan mengambil langkah-langkah
yang diperlukan. Sebagai contoh, beberapa penangkapan kapal asing adalah berdasarkan
informasi yang disampaikan oleh nelayan setempat dan disampaikan kepada pihak Ditjen.
PSDKP. Contoh lain, pengungkapan perdagangan insang pari manta yang dilindungi juga
merupakan informasi yang diperoleh dari masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat nelayan
sebagai pelaku utama kegiatan kelautan dan perikanan mempunyai peranan yang sangat
penting sebagai “informan” yang menunjang keberhasilan PSDKP.

17. Q : Kemana melaporkan kalo ada masyarakat menemukan adanya kegiatan ilegal?
A : Masyarakat yang melihat datau menemukan adanya kegiatan ilegal dibidang kelautan dan
perikanan melaporkan Pengawas Perikanan atau aparat penegak hukum terdekat atau dapat
menyampaikan melalui SMS ke nomor : 0858-8888-4171

18. Q : Bagaimana pengawasan rumpon ilegal?


A : Pengawasan keberadaan rumpon di perairan Indonesia juga penting dilakukan
mengingat ditengarai banyak ditemukan pemasangan rumpon secara ilegal, yang apabila
dibiarkan akan berdampak terhadap kelestarian sumber daya perikanan. Rumpon (Fish
Agregating Devices/FADs) merupakan alat bantu pengumpul ikan yang menggunakan berbagai
bentuk dan jenis pengikat/atraktor dari benda padat, berfungsi untuk memikat ikan agar
berkumpul, yang dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasi
penangkapan ikan. Dalam hal pemasangan rumpon, KKP telah menerbitkan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 26/PERMEN-KP/2014 tentang Rumpon. Bagi setiap orang yang
melakukan pemasangan rumpon di WPP-NRI wajib memiliki Surat Ijin Pemasangan Rumpon
(SIPR). Selain pengaturan perijinan, Peraturan Menteri tersebut juga mengatur kewajiban yang
harus dipenuhi dalam pemasangan rumpon, yaitu pemasangan rumpon harus sesuai dengan
daerah penangkapan ikan sebagaimana tercantum dalam Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI),
tidak mengganggu alur pelayaran, tidak dipasang pada alur laut kepulauan Indonesia, jarak
antara rumpon yang satu dengan rumpon yang lain tidak kurang dari 10 (sepuluh) mil laut, dan
tidak dipasang dengan cara pemasangan efek pagar (zig zag). Selain harus memenuhi
ketentuan tersebut, pemasangan rumpon juga harus menghindari tertangkapnya hasil
tangkapan sampingan yang tidak diinginkan (unwanted bycatch). Untuk menghindarinya, maka
struktur rumpon di atas permukaan air dilarang ditutup menggunakan lembaran jaring, dan

4
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia

struktur rumpon di bawah permukaan air dilarang terbuat dari lembaran jaring. Dalam hal tertib
pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan dimaksud, maka Pengawas Perikanan
mempunyai kewenangan melakukan pengawasan pemanfaatan rumpon sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk salah satunya melakukan operasi
penertiban rumpon oleh Kapal Pengawas Perikanan.

19. Q : Berapa unit kerja di daerah dan sebarannya?


A : Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33/PERMEN-
KP/2016
 Tentang
 Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pengawasan Sumber
Daya Kelautan dan Perikanan yang ditandatangani pada tanggal 28 September 2016,
kelembagaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) PSDKP, terdiri 14 UPT yaitu 6 Pangkalan PSDKP
(Lampulo Banda Aceh, Batam Kepulauan Riau, Jakarta, Benoa Bali, Bitung Sulawesi Utara, dan
Tual Maluku) dan 8 Stasiun PSDKP (Cilacap Jawa Tengah, Belawan Sumatera Utara, Kupang
Nusa Tenggara Timur, Pontianak Kalimantan Barat, Tarakan Kalimantan Utara, Tahuna
Sulawesi Utara, Ambon Maluku, dan Biak Papua.)

20. Q : Berapa jumlah Pengawas Perikanan yang dimiliki saat ini?


A : Sampai dengan tahun 2016, jumlah SDM yang dimiliki sebanyak 1.082 orang. 96
diantaranya adalah pejabat struktural, 356 Awak Kapal Pengawas Perikanan, 366 pejabat
fungsional pengawas perikanan, dan sisanya adalah pelaksana di kantor pusat maupun UPT.

Anda mungkin juga menyukai