Anda di halaman 1dari 60

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Pernafasan

1. Pengertian pernafasan

Pernapasan merupakan pergerakan O2 dari atmosfer menuju ke

dalam sel sehingga terjadi metabolisme guna mendapatkan energi dan

mengeluarkan CO2 sebagai sisa dari hasil metabolisme ke udara secara

bebas. Pernapasan juga merupakan proses udara yang menghantarkan

udara keluar sehingga bisa terhubung dengan kapiler alveoli (Price &

Wilson, 2012).

2. Anatomi Pernapasan

Fungsi pernafasan adalah sebagai pertukaran gas. Oksigen yang

berdifusi dari alveolus kedalam darah kapiler paru (Guyton & Hall, 2012).

Rongga dada terdapat dua paru-paru, yaitu paru-paru kanan dan paru-paru

kiri. Setiap paru-paru terdapat lobus yaitu lobus atas, lobus tengah dan

lobus bawah. Paru-paru dilindungi oleh tulang rusuk. Fungsi paru-paru

yaitu untuk membawa oksigen ke dalam tubuh dan untuk menghilangkan

karbon dioksida (CO2). Jalan nafas konduksi meliputi nasofaring,

orofaring, bronkus, bronkiolus. Sedangkan jalan nafas respiratorik yaitu

bronkiolus respiratorik, alveoli.

9
10

Gambar 2.1 Bronkus dan Alveoli.


(Sumber : Adam, 2010)

Fungsi sistem respirasi yaitu guna melakukan pertukaran gas,

dimana O2 dari alveolus akan dihantarkan haemoglobin ke jaringan yang

dipergunakan dalam metabolisme, karbondioksida merupakan sisa

metabolisme di buang ketika ekspirasi (Basuki, 2009). pernapasan

manusia terbagia atas :

a. Saluran Pernapasan Atas

1) Hidung

Hidung merupakan penghantar udara yang memobilisasi udara

kedalam paru-paru. Hidung terbagi atas naces sinistra dan naces

dextra. Pada bagian lubang nasal terbuka dan dilindungi oleh bulu

yang menyerupai rambut.

2) Pharynx

Pharynx merupakan saluran berbentuk seperti corong yang memiliki

ukuran ±15 cm bertugas dalam menghantarkan udara ke dalam paru.

Pharynx terbagi atas:

a) Nasopharynx
11

Terletak berada dibelakang nasal. Nasopharynx berada pada

langit mulut bagian atas serta lembut. Eusthacius akan terbuka

menuju bagian yang lain serta nasopharynx memiliki hubungan

menuju timpani.

b) Oropharynx

berada dibagian mulut sebelah belakang mulut pada bagian

bawah langit-langit menonjol kebawah, tonsil merupakan

jaringan limpoid terdiri dari dua kantong yang berada didinding

oropharynx, terbentuk dari kelompok silkular dan limphoki,

berfungsi sebagai filter, dan pelindungan saluran pernapasan

untuk mencegah infeksi.

c) Laringopharynx

Berada pada laring bagian belakang. Ketika udara masuk

dari hidung menuju nasopharynx terus menuju larynx bagian

atas serta trachea. Maka saluran napas memiliki peran sebagai

penyaring serta pelembab udara yang diinspirasi serta berperan

dalam mempertahankan suhu.

3) Larinx

Berfungsi untuk menghantarkan udara menuju paru-paru.

Berada sejajar pada vertebra cervical 6 naik sampai vertebra cervical

3 pada larynx bagian atas ditemukan pharynx. Trakhea berada

dibawah larynx.
12

4) Trakhea

Setelah larinx ditemukan Trakhea yang terbentuk dari 16-20

cincin tulang rawan bentuknya menyerupai tapal kuda terbagi

menjadi dua bronkhus kiri dan kanan. Bagian dalamnya dilapisi

selaput lendir atau silia, serta berperan mengsekresi benda asing

yang masuk bersamamaan dengan udara.

b. Saluran Pernapasan Bawah

1) Bronkhus

Bronkhus adalah percabangan pada trakhea terdiri dari dua

bronkhus kanan dan kiri. Bronkhus kanan pendek serta lebar dari

pada bronkhus kiri.

2) Bronkhiolus

Percabangan bronkhus yang memiliki ukuran kecil akan

disebut sebagai bronkhiolus. Fungsinya sebagai penghantar udara

ketempat terjadinya pertukaran gas pada paru-paru.

3) Alveolus

Alveolus adalah gelembung gas yang di lapisi oleh kapiler,

terdapat batas cairan serta gas akan membentuk tegangan pada

permukaan serta mencegah saat terjadi inspirasi dan menghindari

kolaps ketika ekspirasi. Alveolus terdapat lipoprotein sehingga

mengurangi gesekan antara permukaan dan resistensi saat inspirasi

(Soemantri,2008).
13

4) Paru-Paru

Ini adalah organ paling penting dalam respirasi, bersifat

elastis, bentuknya kerucut serta terdapat pada rongga dada serta

terbungkus dengan pleura. Paru-paru terdiri dari paru kanan serta

kiri. Pada paru kanan kiri tidak simetris, hal ini disebabkan oleh

pada paru kanan terdapat tiga lobus sedangkan pada bagian kiri

hanya terdiri dari dua lobus (Pearce,2004)

3. Fisiologi Pernapasan

Proses oksigenasi terdiri dari ventilasi, perfusi, dan difusi. Paru-

paru merupakan struktur yang elastis dan terdapat lapisan yang tipis

diantara dinding dada dan paru-paru yang berisi cairan pleura. Fungsi

utama adalah untuk mendapatkan oksigen untuk digunakan oleh sel-sel

tubuh mengeluarkan karbon dioksida yang dihasilkan oleh sel-sel.

Termasuk saluran udara pernapasan yang menuju keluar dari paru-paru.

Pernapasan dibagi dua, yaitu pernapasan eksterna dan pernapasan interna.

Pernapasan eksterna yaitu penggunaan oksigen (O2) dan pengeluaran

karbondikoksida secara keseluruhan didalam tubuh (CO2). Dalam sekali

bernapas sekitar 6 sampai 8 liter permenit atau sekitar 500 mL dihirup dan

dikeluarkan dari paru-paru (Syaifudin, 2005). Udara akan bercampur gas

yang berada di alveoli kemudian terjadi proses difusi sederhana, oksigen

akan masuk kedalam aliran darah paru, dan karbondioksida akan masuk

kedalam alveoli (Muttaqin, 2008).


14

Ventilasi berfungsi menggerakan gas ke dalam serta keluar paru-

paru. Ventilasi paru yaitu melalui kerja pernapasan saat inspirasi (inhalasi)

dan ekspirasi (ekshalasi) (Kozier, 2010).

a. Inspirasi

Inspirasi merupakan kerja pernapasan saat udara mengalir

keparu-paru. Inspirasi dapat menaikan volume didalam thorak

(intrathorak) dan inspirasi adalah proses kontraksi otot-otot. Tekanan

intra pleura pada bagian basis paru turun (dari 2,5 mmHg relatif pada

tekanan atmosfer menjadi negatif 6 mmHg pada awal inspirasi). Pada

saat akhir inspirasi recoil paru akan menarik dinding dada kedalam

kedudukan sebelum ekspirasi. Recoil elastic adalah kecenderungan

kembali ke posisi semula sebelum meregang. Otot-otot diafragma dan

otot intracostalis akan berkontraksi, volume paru dan rongga dada

akan bertambah sehingga berkurangnya tekanan udara paru (Anas,

2008).

b. Ekspirasi

Ekspirasi merupakan kerja pernapasan saat udara mengalir

keluar paru-paru. Proses ekspirasi merupakan proses pasif yaitu

selama keadaan tenang atau tidak adanya otot yang menurunkan

volume toraks untuk berkontraksi. Awal ekspirasi kontraksi

yangterjadi yaitu menahan kekuatan recoil dan ekspirasi melambat.

Inspirasi yang kuat tekanan pada intra pleura turun sampai negatif 30
15

mmHg sehingga menyebabkan mengembangnya jaringan paru yang

lebih besar.

c. Compliance paru

Compliance paru merupakan sejauh mana organ paru dapat

mengembang (Hudak & Gallo, 2011). Kemampuan mengembang dan

meregangnya jaringan paru untuk kemudahan ventilasi paru.

Sedangkan recoil paru dibutuhkan untuk ekspirasi sedangkan

komplian paru untuk inspirasi.

d. Volume Paru

Volume udara yang diterima pada inspirasi serta udara yang

keluar pada saat ekspirasi disebut dengan tidal volume. Sedangkan

volume udara yang masuk saat inspirasi maksimal setelah inspirasi

biasa ke dalam paru-paru disebut volume cadangan inspirasi (Ganong,

2008).

e. Otot Pernapasan

Otot yang mengelevasi rangka torak yaitu diklasifikasin otot

inspirasi. Otot utama yang mengelevasi yaitu diafragma (Hudak &

Gallo, 2011). Gerakan diafragma dapat merubah volume intratoraks

selama inspirasi. Otot diafragma akan melekat pada rongga toraks.

Diafragma terdiri dari tiga bagian yaitu bagian krural, bagian kostal,

dan bagian tendon sentral. Otot inspirasi diantarnya muskulus sternum

interkostalis eksternus yang berfungsi mempertahankan ventilasi

yang adekuat pada keadaan istirahat (Guyton, 2005).


16

Otot ekspirasi berkontraksi dan volume intratorak akan

berkurang dan terjadi ekspirasi paksa. Kontraksi dinding abdomen

akan menarik iga-iga kedalam serta kebawah dengan meningkatkan

tekanan intra abdomen yang akan mendorong diafragma keatas. Otot

pernapasan biasanya akan meregangkan jaringan dinding dada serta

menggerakkan jaringan non-elastis, menggerakkan udara melalui jalan

pernapasan. Gangguan dapat terjadi karena adanya suatu sumbatan

dan infeksi saluran pernapasan sehingga munculnya otot-otot

pernapasan tambahan (Urell, 2011).

Pernapasan merupakan usaha tubuh untuk memenuhi kebutuhan

oksigen serta mengeluarkan karbondioksida. Pernapasan mencakup 2

proses (Smeltzer, at al, 2010) :

a. Pernapasan luar

Pernapasan luar merupakan pengambilan O2 serta pengeluaran

CO2 dari tubuh.

b. Pernapasan dalam

Pernapasan dalam merupakan pemakaian O2 serta

menghasilkan CO2 dari sel. Proses pernafasan dibagi dalam

beberapa tahap antara lain :

1) Ventilasi

Ventilasi adalah proses masuk udara menuju tubuh dan

paru. Udara akan masuk serta keluar dari paru disebabkan


17

perbedaan tekanan atmosfer serta alveolus akibat mekanik

dari otot pernafasan.

2) Transportasi

a) Difusi

Terjadi pada alveoli serta kapileri. Ketika terjadi

perbedaan tekanan parsialis oksigenasi alveoli dan kapileri

akan menyebabkan terjadinya difusi. Ketika terjadi difusi gas

pada alveoli menuju pembuluh darah akan melewati

membrani alveoli.

b) Transportasi udara

Merupakan proses penghantaran udara dari paru-paru

menuju jaringan melewati aliran pembulu darah kapiler.

Proses ini merupakan penghantaran O2 serta CO2

(Soemantri,2007).

c) Mekanika Pernapasan

Pada siklus pernafasan gas bisa masuk menuju paru-

paru, diperlukan otot-otot bantu nafas yang kuat untuk bisa

melewati daya elastik recoil dari paru-paru dan toraks,

termasuk perubahan tahananan arus. Kerja otot nafas harus

bisa terjadi tekanan intra alveolar menjadi rendah daripada

tekanan pada atmosfir sehingga udara bisa masuk ke paru.

Tekanan inspirasi berkisar -1 mmHg sampai dengan -3

mmHg. Pada inspirasi tekanan -30 mmHg,. Alat bantu


18

pernafasan akan sangat dibutuhkan bila pasien yang memiliki

masalah pada otot pernafasannya.

B. Tinjauan Teori Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)

1. Pengertian PPOK

Menurut GOLD PPOK merupakan suatu penyakit yang bisa

dilakukan pengobatan serta pencegahan. memiliki manifestasi klinis

berupa ganguan aliranpernafasan progresif. PPOK merupakan

peradangan saluran pernafasan serta paru-paru yang disebabkan oleh

partikel berbahaya (Global initiative for chronic obstructive lung disease,

2013)

PPOK adalah keadaan irreversible yang ditandai dengan sesak

nafas saat aktivitas serta adanya ganguan aliran udara yang keluar dan

masuk dari paru-paru (Smeltzerr, & Bare, 2008).

PPOK juga adalah penyakit kronis manifestasi klinik yang biasa

timbul adalah terhalangnya aliran karena kerusakan saluran pernafasan

yang terjadi akibat paparan asap rokok serta polusi. PPOK adalah istilah

yang digunakan pada penyakit paru-paru yang bersifat lama (Gracee et

al, 2011).

PPOK bisa diobati dan dicegah yang secara umum menyebabkan

terbatasnya aliran udara yang lama dan biasanya bersifat progresif serta

adanya peradangan, meningkatnya respon saluran udara dan paru-paru

akibat partikel berbahaya. (Vestboo et.al., 2013).


19

2. Penyebab atau etiologi PPOK

Beberapa hal yang bisa menyebabkan PPOK menurut Mansjoer

(2008):

a. paparan debu, asap rokok, gas kimiawi serta polusi udara.

b. Usia akibat dari menurunnya fungsi dari paru-paru.

c. ISPA, seperti bronkitis, asma dan peunomia, kondisi seperti ini

berisiko menderita PPOK.

d. Keadaan menurunnya alfa anti tripsin. Enzim ini dapat melindungi

paru-paru dari proses peradangan. Menurunnya enzim ini

menyebabkan seseorang menderita empisema pada saat masih muda

meskipun tidak ada riwayat merokok.

3. Patofisiologi

Patofisiologi penyebab PPOK menurut Price et al, (2003) dan

Stellefson et al, 2012). Adanya proses penuaan menyebabkan penurunan

fungsi paru-paru. Keadaan ini juga menyebabkan berkurangnya

elastisitas jaringan paru dan dinding dada sehingga terjadi penurunan

kekuatan kontraksi otot pernafasan dan menyebabkan sulit bernafas.

Kandungan asap pada rokok dapat meyebabkan peradangan kronik paru-

paru. Mediator dapat merusak struktur di paru-paru. Ketika elastisitas

pada saluran terjadi kolapsnya, ventilasi berkurang. Serta saluran akan

mengalami kolaps ketika ekspirasi, hal ini disebabkan ekspirasi terjadi

karena pengempisan paru-paru secara pasif saat inspirasi.


20

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yaitu

jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan

tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan aliran darah

ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh

berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor

risiko perokok dan polusi akan menyebabkan inflamasi bronkus juga

menyebabkan kerusakan pada dinding bronkiolus (Grece et al, 2011).

Akibat dari kerusakan pada bronkiolus menyebabkan terjadi

obstruksi pada bronkiolus biasanya obstruksi terjadi pada mulanya fase

expirasi. Udara masuk ke alveoli saat inspirasi akan banyak terjebak

dalam alveolus pada saat ekspirasi sehingga terjadi penumpukan udara.

Kondisi ini menyebabkan sesak nafas. Adanya obstruksi akan

menyebabkan kesulitan expirasi dan menimbulkan fase ekspirasi semakin

panjang (Pricee et al, 2003).

4. Klasifikasi PPOK

Klasifikasi PPOK berdasarkan Jackson (2014) terdiri dari:

a. Penyakit Asma

Penyakit jalan nafas obstruktif intermient, reversible dimana

trakhea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap

stimulasi tertentu Brunner et al., 2002).

b. Bronkhitis kronis

Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap

minimal 3 bulan secara berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-


21

kurangnya selama 2 tahun. Bronkhitis Kronis adalah batuk yang

hampir terjadi setiap hari dengan disertai dahak selama tiga bulan

dalam setahun dan terjadi minimal selama dua tahun berturut-turut

(GOLD, 2010).

c. Emfisema

Emfisema adalah perubahan struktur anatomi parenkim paru

yang ditandai oleh pembesaran alveolus, tidak normalnya duktus

alveolar dan destruksi pada dinding alveolar. (PDPI, 2003).

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada PPOK menurut Mansjoer (2008) dan

GOLD (2010) merupakan ketidak mampuan kronis dari sistem

pernafasan biasanya gejala awal berupa batuk serta produksi sekret

biasanya akan timbul pada pagi hari. Tanda lain dari penderita PPOK

juga berupa terjadinya nafas pendek, sesak nafas, frekuensi pernafasan

nafas cepat, penggunaan otot-otot bantu pada pernafasan serta ekspirasi

akan lebih lama daripada inspirasi.

6. Komplikasi PPOK

Menurut Jackson (2014) dan Grace et al(2011) Komplikasi paling

sering terjadi adalah infeksi yang berulang, gagal nafas, dan kor

pulmonal. Kegagalan nafas biasanya dibuktikan oleh pemeriksaan AGD

berupa PaCO2 >50 mmHg dan PaO2 <60 mmHg, juga ditandai dengan

atau tanpa terjadinya sianosis, sputum akan bertambah, terjadinya

demam, dan bisa menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.


22

Produksi sputum pada pasien PPOK yang berlebihan akan menyebabkan

terbentuk koloni kuman, ini akan menyebabkan terjadi infeksi berulang

hal ini ditandai dengan penurunan kadar limfosit darah. Adanya kor

pulmonal ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit >50 %, serta

disertai gagal jantung (PDPI, 2016)

7. Derajat PPOK

Derajat Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut GOLD (2011)

terdiri dari:

a. Derajat I ditandai dengan batuk kronis ada sputum tapi jarang.

Ketika derajat ini penderita biasanya tidak akan menyadari jika

mengalami PPOK.

b. Derajat II ditandai dengan sesak nafas akan terasa pada saat

beraktifitas terkadang batuk dan terdapat sputum.

c. Derajat III pada derajat ini akan mulai terasa sesak nafas, penurunan

aktifitas, mudah lelah, serangan eksaserbasi bertambah sering dan

mulai memberikan dampak terhadap kualitas hidup.

d. Derajat IV Terdapat gejala pada derajat I, II dan III serta adanya

tanda gagal nafas atau gagal jantung. Kualitas hidup pasien mulai

memburuk serta bisa menyebabkan gagal nafas kronis pada saat

terjadi eksaserbasi sehingga dapat mengancam jiwa pasien.

8. Penatalaksanaan PPOK

PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif dan

irreversible. Penatalaksanaan/pengobatan pada pasien PPOK berdasarkan


23

pada keadaan stabil serta eksaserbasi. Penanganan pasien PPOK menurut

PDPI (2015):

a. Tujuan penatalaksanaan berdasarkan GOLD (2006) dan dan

PDPI(2016):

1) Membantu meminimalkan gejala PPOK

2) Mencegah terjadi eksaserbasi

3) mencegahan terjadi penurunan fungsi paru-paru

4) meningkatan quality of life

b. Penatalaksanaan umum PPOK terdiri dari:

1) pendidikan kesehatan

Pemberian pendidikan kesehatan penting pada penderita

disebabkan oleh PPOK adalah penyakit yang bersifat kronis dan

sangat irreversible dan progresif. Maka edukasi penting dalam

menyesuaikan keterbatasan aktifitas serta mencegah penurunan

fungsi paru-paru. Edukasi dilakukan menggunakan bahasa yang

singkat, mudah dimengerti dan langsung pada inti permasalahan

yang dialami pasien. Pelaksanaan edukasi seharusnya dilakukan

berulang dengan materi edukasi yang sederhana dan singkat

dalam satu kali pertemuan.

Tujuan pemberian pendidikan kesehatan untuk pasien PPOK :

a) Mengetahui proses penyakit ppok

b) Melakukan pemberian pengobatan yang optimal

c) Mencapai aktifitas yang maksimal


24

d) Mencapai peningkatan kualitas hidup

2) Terapi pemberian obat berupa antibiotik, anti peradangan,

bronkodilator, antitusif dan anti oksidan, mukolitik sangat

diperlukan dan perlu diberikan.

3) Terapi oksigen

Pada penderita PPOK biasanya akan terjadi hipoksemia

yang progresif dan berkepanjangan hal ini mengakibatkan

kerusakan sel dan jaringan. Terapi oksigen adalah hal yang perlu

diberikan guna membantu terjadinya oksigenasi seluler dan

mencegah kerusakan sel.

Menurut Agus, dkk (2018) Terapi nebulizer dengan

menggunakan oksigen sebagai penghasil uap, masih efektif

terhadap perubahan suara napas dari tachypne menjadi eupnea,

dapat meningkatkan SpO2 dalam darah dan penurunan RR, dan

perubahan pola napas dari rhonchi/wheezing menjadi vesikuler,

namun perlu ditinjau ulang dalam penggunaanya, mengingat

akan adanya resiko komplikasi yang disebabkan penggunaan

yang tidak tepat.

4) Ventilasi Mekanis

Salah satu penatalaksanaan pada penderita PPOK adalah

Ventilasi mekanis mencegah eksaserbasi pada kegagalan nafas

akut, kegagalan nafas akut untuk penderita PPOK. Ventilasi

mekanis sangat membantu dalam mengatasi gagal nafas.


25

5) Nutrisi

Malnutrisi pada penderita PPOK terjadi akibat

meningkatnya energi merupakan dampak meningkatnya

pengunaan otot bantu nafas karena hiperkapnea serta

hipoksemia yang menyebabkan hipermetabolisme. Malnutrisi

sangat berkaitan erat dengan menurunya fungsi paru-paru.

6) Perbaikan atau latihan

Perbaikan atau latihan berfungsi mempertahankan kualitas

hidup serta toleransi pada penderita PPOK hal ini berkaitan

dengan aktivitas dalam menyesuaikan latihan pernafasan dan

latihan batuk efektif.

Fisioterapi dada berkaitan erat dengan pemberian postural

drainase yang dikombinasikan dengan tehnik-tehnik tambahan

lainnya yang dianggap dapat meningkatkan bersihan jalan nafas.

Teknik ini meliputi perkusi manual, vibrasi. Postural drainase

yang dikombinasikan dengan ekspirasi kuat terbukti bermanfaat

selama fisioterapi dada menunjukan perbaikan yang signifikan

dalam kinerja otot pernafasan dan pengurangan desaturasi O2

jika digunakan sebagai kombinasi (Basuki, 2009).

Menurtu Sherwood, (2016), Deep breathing exercise ini

memiliki kemampuan yang cukup untuk meningkatkan tekanan

intra abdomen agar paru-paru dapat mengembang secara optimal

sehingga mampu untuk meningkatkan kapasital vital yang


26

mengakibatkan semakin besar pula kuantitas gas yang dapat

berdifusi melewati membran alveolus. Hal ini berdampak makin

meningkatnya ikatan oksihemoglobin dalam sel darah merah

dalam pembuluh darah arteri sehingga meningkatkan saturasi

oksigen.

C. Saturasi Oksigen

Saturasi oksigen adalah ukuran seberapa banyak prosentase oksigen

yang mampu dibawa oleh hemoglobin, penurunan saturasi oksigen

berartimengindikasikan kerusakan kemampuan hemoglobin untuk

mengantarkan oksigen ke jaringan (Soemantri, 2007). Rentang nilai normal

saturasi oksigen pada orang dewasa adalah 95-100%. Pengukuran saturasi

oksigen dengan pulse oksimetri (SpO2) dapat digunakan untuk evaluasi dan

kontrol hipoksemia pada PPOK (Sinambela, 2015).

Saturasi oksigen bagi penderita PPOK akan mengalami penurunan

hingga < 85%, hal ini terjadi karena adanya sumbatan jalan napas, penurunan

otot diafragma dan udara yang terjebak dalam paru, sehingga pertukaran

udara dalam paru tidak terjadi yang menyebabkan pasien hipoksemia dengan

gejala sianosis, penurunan konsentrasi, perubahan mood (Soemantri, 2007).

Bilo et al (2012), Saturasi oksigen penderita PPOK dapat

ditingkatkan dengan terapi non farmakologis yaitu dengan deep breathing

atau latihan pernapasan dalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa slow

deep breathing secara signifikan dapat memperbaiki ventilasi penderita PPOK

yang ditunjukkan dengan peningkatan saturasi oksigen. Volvato et al (2015),


27

banyak penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi perbaikan dalam saturasi

oksigen selama menggunakan metode relaksasi pada pasien PPOK, seperti

penggunaan progressive muscle relaxation, guided imagery dan lain-lain.

Thomsen (2014), pengukuran saturasi oksigen masih memungkinkan

sebagai metode yang applicble untuk mendeskripsikan masalah pertukaran

gas dalam paru-paru. Saturasi oksigen dapat diukur dengan menggunakan

oxymetry fingertip yang diletakkan pada jari pasien. Meskipun demikian ada

faktor yang mempengaruhi ketidakakuratan pengukuran saturasi oksigen

seperti perubahan kadar Hb, sirkulasi yang buruk, akral dingin, ukuran jari

terlalu besar/kecil, aktivitas menggigil, adanya cat kuku berwarna gelap.

D. Oximetry

1. Pulse Oximetry

pulse oximetry adalah metode non-invasif untuk memantau

saturasi oksigen seseorang (SO2). Meskipun pembacaan SpO2 (saturasi

oksigen perifer) tidak selalu identik dengan pembacaan yang lebih

diinginkan dari SaO2 (saturasi oksigen arteri) dari analisis gas darah

arteri, keduanya berkorelasi cukup baik sehingga metode oksimetri nadi

murah, aman, nyaman, tidak invasif, dan murah berguna untuk mengukur

saturasi oksigen dalam penggunaan klinis.

Dalam mode aplikasi (transmisif) yang paling umum, perangkat

sensor ditempatkan pada bagian tipis dari tubuh pasien, biasanya ujung

jari atau daun telinga, atau dalam kasus bayi, di kaki. Perangkat melewati

dua panjang gelombang cahaya melalui bagian tubuh ke sebuah


28

photodetector. Ini mengukur perubahan absorbansi pada masing-masing

panjang gelombang, memungkinkannya untuk menentukan absorbansi

karena darah arteri berdenyut saja, tidak termasuk darah vena, kulit,

tulang, otot, lemak, dan (dalam kebanyakan kasus) cat kuku.

Lebih jarang, oksimetri nadi reflektansi digunakan sebagai

alternatif oksimetri nadi transmisif yang dijelaskan di atas. Metode ini

tidak memerlukan bagian tipis dari tubuh seseorang dan karenanya cocok

untuk aplikasi universal seperti kaki, dahi, dan dada, tetapi juga memiliki

beberapa keterbatasan. Vasodilatasi dan pengumpulan darah vena di

kepala karena gangguan aliran balik vena ke jantung dapat menyebabkan

kombinasi denyut nadi dan vena di daerah dahi dan menyebabkan hasil

SpO2 palsu. Kondisi seperti ini terjadi saat menjalani anestesi dengan

intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik atau pada pasien dalam posisi

Trendelenburg.

Perangkat terpasang dengan longgar pada jari pasien untuk

menghindari cedera jika kawat yang terpasang pada perangkat

tersandung oleh orang lain.

Monitor oksigen dalam darah dengan menampilkan persentase

darah yang diisi dengan oksigen. Lebih khusus lagi, ini mengukur berapa

persentase hemoglobin, protein dalam darah yang membawa oksigen,

yang dimuat. Kisaran normal yang dapat diterima untuk pasien tanpa

patologi paru adalah dari 95 hingga 99 persen. Untuk pasien yang

menghirup udara ruangan pada atau dekat permukaan laut, perkiraan pO2
29

arteri dapat dibuat dari monitor darah-oksigen "saturation of peripheral

oxygen" (SpO2).

Oksimeter pulsa khas menggunakan prosesor elektronik dan

sepasang dioda pemancar cahaya kecil (LED) yang menghadap fotodioda

melalui bagian tubuh pasien yang tembus cahaya, biasanya ujung jari

atau daun telinga. Satu LED berwarna merah, dengan panjang gelombang

660 nm, dan yang lain inframerah dengan panjang gelombang 940 nm.

Penyerapan cahaya pada panjang gelombang ini berbeda secara

signifikan antara darah yang sarat dengan oksigen dan darah yang

kekurangan oksigen. Hemoglobin teroksigenasi menyerap lebih banyak

cahaya inframerah dan memungkinkan lebih banyak cahaya merah untuk

melewatinya. Hemoglobin terdeoksigenasi memungkinkan lebih banyak

cahaya inframerah untuk lewat dan menyerap lebih banyak lampu merah.

Urutan LED melalui siklus satu aktif, lalu yang lain, lalu

keduanya mati sekitar tiga puluh kali per detik yang memungkinkan

fotodioda merespons cahaya merah dan inframerah secara terpisah dan

juga menyesuaikan untuk garis dasar cahaya sekitar. Jumlah cahaya

yang ditransmisikan (dengan kata lain, yang tidak diserap) diukur, dan

sinyal dinormalisasi terpisah diproduksi untuk setiap panjang gelombang.

Sinyal-sinyal ini berfluktuasi dalam waktu karena jumlah darah arteri

yang hadir meningkat (secara harfiah pulsa) dengan setiap detak jantung.

Dengan mengurangi cahaya minimum yang ditransmisikan dari puncak

cahaya yang ditransmisikan di setiap panjang gelombang, efek dari


30

jaringan lain dikoreksi. Rasio pengukuran lampu merah dengan

pengukuran lampu inframerah kemudian dihitung oleh prosesor (yang

mewakili rasio hemoglobin teroksigenasi dengan hemoglobin

terdeoksigenasi), dan rasio ini kemudian dikonversi ke SpO2 oleh

prosesor melalui tabel pencarian berdasarkan tentang hukum Beer-

Lambert.

2. Prinsip Dasar Pulse Oximetry

Pulse oximeter adalah alat medis yang secara tidak langsung

memonitor saturasi oksigen darah pasien (sebagai lawan mengukur

saturasi oksigen secara langsung melalui sampel darah) dan perubahan

volume darah di kulit, menghasilkan photoplethysmogram. Oksimeter

denyut nadi dapat dimasukkan ke dalam monitor pasien multiparameter.

Sebagian besar monitor juga menampilkan denyut nadi. Oksimeter pulsa

portabel yang dioperasikan dengan baterai juga tersedia untuk

transportasi atau pemantauan oksigen darah di rumah.

a. Keuntungan

Oksimetri nadi sangat nyaman untuk pengukuran saturasi

oksigen darah secara terus-menerus. Sebaliknya, kadar gas darah

harus ditentukan di laboratorium pada sampel darah yang diambil.

Oksimetri denyut berguna dalam pengaturan di mana oksigenasi

pasien tidak stabil, termasuk perawatan intensif, operasi, pemulihan,

pengaturan darurat dan bangsal rumah sakit, pilot di pesawat tanpa

tekanan, untuk penilaian oksigenasi pasien, dan menentukan


31

efektivitas atau kebutuhan oksigen tambahan. Meskipun pulse

oximeter digunakan untuk memonitor oksigenasi, ia tidak dapat

menentukan metabolisme oksigen, atau jumlah oksigen yang

digunakan oleh pasien. Untuk tujuan ini, perlu juga mengukur kadar

karbon dioksida (CO2). Mungkin juga dapat digunakan untuk

mendeteksi kelainan pada ventilasi. Namun, penggunaan oksimeter

denyut untuk mendeteksi hipoventilasi terganggu dengan

penggunaan oksigen tambahan, karena hanya ketika pasien

menghirup udara ruangan maka kelainan fungsi pernapasan dapat

dideteksi secara andal dengan penggunaannya. Oleh karena itu,

pemberian oksigen tambahan secara rutin mungkin tidak beralasan

jika pasien dapat mempertahankan oksigenasi yang memadai di

udara kamar, karena dapat menyebabkan hipoventilasi tidak

terdeteksi.

Karena kesederhanaan penggunaannya dan kemampuan

untuk memberikan nilai saturasi oksigen yang kontinyu dan

langsung, oksimeter denyut sangat penting dalam pengobatan darurat

dan juga sangat berguna untuk pasien dengan masalah pernapasan

atau jantung, terutama COPD, atau untuk diagnosis beberapa

gangguan tidur. seperti apnea dan hipopnea. Oksimeter pulsa

portabel yang dioperasikan dengan baterai berguna untuk pilot yang

beroperasi di pesawat terbang tanpa tekanan di atas 10.000 kaki

(3.000 m) atau 12.500 kaki (3.800 m) di AS di mana oksigen


32

tambahan dibutuhkan. Oksimeter denyut portabel juga berguna

untuk pendaki gunung dan atlet yang kadar oksigennya mungkin

menurun pada ketinggian tinggi atau dengan berolahraga. Beberapa

oksimeter denyut portabel menggunakan perangkat lunak yang

memetakan oksigen dan detak darah pasien, berfungsi sebagai

pengingat untuk memeriksa kadar oksigen darah.

b. Keterbatasan

Oksimetri nadi hanya mengukur saturasi hemoglobin, bukan

ventilasi dan bukan ukuran kecukupan pernapasan lengkap. Ini

bukan pengganti gas darah yang diperiksa di laboratorium, karena

tidak memberikan indikasi defisit basa, kadar karbon dioksida, pH

darah, atau konsentrasi bikarbonat (HCO3−). Metabolisme oksigen

dapat dengan mudah diukur dengan memantau CO2 yang

kadaluwarsa, tetapi angka saturasi tidak memberikan informasi

tentang kandungan oksigen darah. Sebagian besar oksigen dalam

darah dibawa oleh hemoglobin; pada anemia berat, darah akan

membawa oksigen total lebih sedikit, meskipun hemoglobinnya

100% jenuh.

Pembacaan yang keliru rendah dapat disebabkan oleh

hipoperfusi ekstremitas yang digunakan untuk pemantauan (sering

karena ekstremitas menjadi dingin, atau dari vasokonstriksi sekunder

akibat penggunaan agen vasopresor); aplikasi sensor yang salah;

kulit yang sangat kapalan; atau gerakan (seperti menggigil), terutama


33

selama hipoperfusi. Untuk memastikan keakuratan, sensor harus

mengembalikan pulsa stabil dan/ atau bentuk gelombang pulsa.

Teknologi oksimetri nadi berbeda dalam kemampuannya untuk

menyediakan data yang akurat selama kondisi gerak dan perfusi

rendah.

Oksimetri nadi juga bukan ukuran kecukupan sirkulasi

lengkap. Jika ada aliran darah yang tidak mencukupi atau

hemoglobin yang tidak mencukupi dalam darah (anemia), jaringan-

jaringan dapat menderita hipoksia meskipun saturasi oksigen yang

tinggi dalam darah tidak datang. Pada tahun 2008, sebuah pulse

oximeter yang dapat mengukur kadar hemoglobin selain saturasi

oksigen diperkenalkan oleh Masimo. Untuk mengukur hemoglobin,

perangkat menggunakan panjang gelombang cahaya tambahan di

luar dua yang standar.

Karena pulse oximetry hanya mengukur persentase

hemoglobin yang terikat, pembacaan yang sangat tinggi atau sangat

rendah akan terjadi ketika hemoglobin mengikat sesuatu selain

oksigen. Hemoglobin memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap

karbon monoksida daripada oksigen, dan pembacaan yang tinggi

dapat terjadi meskipun pasien sebenarnya hipoksemik. Dalam kasus

keracunan karbon monoksida, ketidaktepatan ini dapat menunda

pengenalan hipoksia (tingkat oksigen seluler rendah).


34

E. Intervensi PPOK

1. Fisioterapi Dada

a. Pengertian

Fisioterapi dada merupakan teknik fisioterapi yang biasanya

digunakan dalam latihan untuk penyakit respirasi kronis serta akut

,bertujuan mengeluarkan sputum serta perbaikan ventilasi pada paru

yang sakit (Basuki, 2009).

Menurut Fitriananda dkk, (2017) Urutan fisioterapi Dada terdiri

dari:

1) Posturale drainage

Posturale drainage adalah cara yang sudah lama digunakan dalam

pengeluaran sputum dari paru-paru mengunakan berat serta aliran

sputum.

2) Pijatan

Pijatan merupakan teknik untuk meringankan spasme mengunakan

cara sentuhan ringan atau stroking, teknik ini memakai telapak

tangan juga tekanan, mengunakan intensitas ringan hingga kuat.

3) Tapotement

Tapotemen merupakan gerakan ritmis,luwes serta beraturan, posisi

tangan cekung dengan pergelangan lemas. Mengunakan sedikit

tenaga bertujuan mengurangi sekresi dan perlengketan sekret pada

dinding bronkial.
35

4) Vibrasi

Vibrasi merupakan gerakan memberikan getaran didaerah thorax

terdapat sekret. Getaran dibuat mengunakan bantuan ekspirasi.

Vibrasi thorax membantu melepas sekret dan merangsang aktifitas

cilia (Putri, dkk, 2016)

b. Tujuan Fisioterapi Dada

Pemberian fisioterapi dada bermaksud untuk mengeluarkan

sputum, mengembalikan serta mempertahankan fungsi otot napas

menghilangkan sputum dalam bronkhus, memperbaiki ventilasi,

mencegah tertimbunnya sputum, dan aliran sputum di saluran

pernafasan dan meningkatkan fungsi pernafasan serta mencegah kolaps

pada paru-paru sehingga bisa meningkatkan optimalisasi penyerapan

oksigen oleh paru-paru.

Pemberian fisioterapi dada dapat juga bertujuan untuk

meningkatkan oksigen. Beberapa penelitian mengenai fisioterapi dada

terhadap PPOK ditemukan bahwa Pemberian terapi dada selama 14 hari

pada pasien PPOK terjadi perubahan saturasi oksigen yang signifikan

sebelum dan sesudah dengan hasil uji statistik sebelum dan sesudah

terapi dada diperoleh nilai P = 0,001, efek dari memberikan terapi dada

sebelum dan sesudah perawatan memiliki perbandingan yang

signifikan.
36

c. Indikasi Fisioterapi Dada

Pada penderita ganguan paru baik kronik maupun akut fisioterapi

dada merupakan tindakan yang berguna. Dalam mengeluarkan sekret

serta memperbaiki ventilasi pada penderita yang mengalami gangguan

pada paru. Teknik terapi yang dipakai secara umum pada orang dewasa

serta dapat diterapkan untuk anak-anak dan bayi. (Smeltzer at al, 2010).

d. Kontra indikasi Fisioterapi Dada

Pada fisioterapi terdapat dua jenis kontra indikasi yang mutlak

dan relative. Kontra indikasi yang biasa terjadi berupa gagal jantung,

pendarahan masif, infeksi berat, status asmatikus, fraktur iga serta luka

operasiyang baru serta bisa timbul keganasan pada tumor paru.

e. Teknik fisioterapi dada yang dipaling banyak dipakai adalah postural

drainage, vibrasi, tapotement dan massage. Dalam prosedur dilakukan

tindakan berupa :

1) Postural Drainage

Postural drainage cara lama yang paling sering digunakan

untuk mengeluarkan dahak mengunakan berat tubuh dan aliran

sekret.

a) Prosedur

Perawat berada didepan klien untuk memantau tindakan

yang muncul selama postural drainage, dianjurkan untuk

dilakukan sehari, tindakan ini tidak boleh dilakukan lebih dari

40 menit pada beberapa posisi yang berbeda, setiap posisi


37

dilakukan selama 3 sampai 10 menit tindakan ini dilakukan pada

pagi hari dan sebelum sarapan atau bisa dilakukan pada malam

hari 1 sampai 3 jam sesudah makan baru boleh dilakukan.

b) Posisi - posisi untuk setiap lobus

i. lobus Upper appical segments

Tindakan ini dilakukan pada Posisi bersandar

duduk, posisi paling nyaman dilakukan di atas ranjang atau

bisa dilakukan permukaan ratapada posisi bersandar

dibantal, vibrasi pada area otot superior clavicula dan

tulang leher dilakukan dengan rentan waktu 3 sampai 5

menit.

Gambar 2.3
Postural drainage lobus upper apical segments

ii. lobus Upper posterior segments

Pada posis ini pasien duduk serta membungkuk,

tangan digantung serta disangga mengunakan bantal,

vibrasi mengunakan kedua lengan pada daerah atas

punggung serta sisi kiri dan kanan.


38

Gambar 2.4
Postural drainage lobus upper posterior segments

iii. Segment upper lobus anterior

Pada posisi ini penderita terlentang, diganjal

mengunakan bantal dibawah kaki dan kepala, vibrasi sisi

kanan bagian depan dada dan bagian kiri tubuh dada antara

bagian leher.

Gambar 2.5
Postural drainage Upper lobus anterior segment

iv. Lingula

Pada posis ini penderita miring kearah kanan, kaki

dan pinggul dialas mengunakan bantal, punggung diputar

kurang lebih 45° ke belakang. Alas mengunakan bantal di

punggung penderita bagian belakang, kaki agak ditekuk,

diantara 2 lutut diganjal mengunakan bantal. vibrasi dimulai

dari arah lateral.


39

Gambar 2.6
Postural drainage lingual

v. Middle lobus

Posisi kepala penderita dimiring kearah kiri, pungung

diputar kebelakang kurang lebih ¼ tangan kanan penderita

angkat keatas. Pingul dan kaki ditingikan kurang lebih 30°,

bantal diletakan pada bagian belakang pasien diantara kedua

kaki. vibrasi tepat pada bagian luaran kanan.

Gambar 2.7
Postural drainage middel lobus

vi. Lobus lower anterior segments

Penderita miring kanan bantal diletakan pada bagian

piungung sebelah belakang. Kaki dan pinggul ditingikan

kurang lebih 45° mengunakan bantal. Lutut ditekuk dan

dialas bantal, vibrasi pada bagian costa inferior kiri,

dilakukan berulang pada kedua sisi.


40

Gambar 2.8
Postural drainage lobus lower anterior segments

vii. Lobus lower superior segments

Pada posisi ini, penderita dibaringkan pada posisi

tengkurap. Pada bagian bawah punggung diletakan dua

batal sebagai alas vibrasi dilakukan pada clavikula sebelah

bawah untuk sisi kiri dan kanan vertebra.

Gambar 2.9
Postural drainage lobus lower superior segments

2) Perkusi

Perkusi merupakan penepukkan ringan pada dinding dada

dengan tangan dimana tangan membentuk seperti mangkuk

(Kusyati, 2006). Dimana tujuan dari terapi clapping ini adalah jalan

nafas bersih, secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat


41

pada dinding bronkus dan mempertahankan fungsi otot-otot

pernafasan (Potter dan Perry, 2006).

Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat

postural drainase, jadi semua indikasi postural drainase secara

umum adalah indikasi perkusi.

Prosedur pelaksanaan :

a) Tutup area yang akan diperkusi dengan menggunakan handuk

b) Anjurkan klien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk

meningkatkan relaksasi

c) Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk

d) Secara bergantian, lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan

tangan secara cepat menepuk dada

e) Perkusi pada setiap segmen paru selama 1 -2 menit, jangan

pada area yang mudah cedera

f) Kembalikan pasien keposisi yang nyaman

g) Membereskan alat-alat

h) Mencuci tangan

3) Getaran atau vibrasi

Getaran atau vibrasi merupakan cara membersihkan jalan

nafas dengan teknik getaran hal ini bisa membantu terlepasnya

lendir pada jalur udara. Getaran membuat sekret bisa dialirkan

kedalam jalur pernafasan besar, membuat lebih mudah untuk


42

dikeluarkan dengan cara dibatukkan. Pada umunya teknik akan

diberikan kombinasi dengan teknik perkusi(Helmi, 2005)..

Vibrasi hanya boleh dilakukan ketika pasien akan

menghembuskan nafas. Penderita diminta melakukan nafas dalam

vibrasi dan kompresi dada akan diberikan pada saat inspirasi dan

diteruskan sampai selesai ekspirasi. Dengan meregangkan seluruh

otot tangan sampai ke bahu.

Gambar 2.10
Teknik Vibrasi

Vibrasi harus melihat posisi normal dada. Posisi vibrasi

Dalam menempatkan tangan pada posisi berlawanan daripada dada

sedangkan tangan yang satunya lagi bertumpuh diatasnya (Gambar

2.10). Vibrasi diberikan sebanyak 5 sampai 8 kali hal yang harus

diperhatikan adalah adanya haemoptisis dan fraktur, tindakan ini

bisa dilakukan mengunakan alat vibrator.

2. Batuk efektif

a. Pengertian batuk efektif

Menurut Ambarawati & Nasution, (2015) batuk efektif

merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan


43

batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea,

dan bronkiolus dari sekret atau benda asing dijalan nafas.

Menurut Rochimah, (2011) batuk efektif mengandung makna

dengan batuk yang benar, akan dapat mengeluarkan benda asing, seperti

sekret semaksimal mungkin. Bila pasien mengalami gangguan

pernafasan karena akumulasi sekret, maka sangat dianjurkan untuk

melakukan latihan batuk efektif.

Menurut Andarmoyo, (2012) latihan batuk efektif merupakan

cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara

efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trachea, dan

bronkiolus dari sekret atau benda asing di jalan nafas.

Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah reflex yang dapat

terjadi secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk

membantu membersihkan saluran pernapasan pasien dari lendir besar,

iritasi partikel asing dan mikroba. Batuk merupakan suatu tindakan

reflex pada saluran pernafasan yang digunakan untuk membersihkan

saluran udara atas. Salah satunya untuk mengeluarkan sputum. Sputum

adalah zat mucous (terdiri dari sel-sel dan materi lainnya) yang

disekresikan kedalam saluran udara dari saluran pernapasan. Sputum

tidak sama dengan air liur, air liur merupakan zat yang disekresi dalam

mulut untuk membantu pencernaan. (Goldsobel, 2010; dalam Putri, H,

Soemarno,S. 2013).
44

Batuk diakibatkan oleh iritasi membran mukosa dimana saja

dalam saluran pernapasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat

timbul dari suatu proses infeksi atau dari suatu iritan yang dibawa oleh

udara, seperti asap kabut, debu atau gas. Batuk adalah proteksi utama

pasien terhadap akumulasi sekresi dalam bronki dan bronkiolus

(Smeltzer & Bare, 2008).

Batuk efektif adalah merupakan mekanisme pertahanan tubuh

yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing atau sekresi yang

banyak di saluran pernafasan. Batuk efektif merupakan suatu metode

batuk dengan benar, dimana pasien dapat menghemat energi sehingga

tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal

(dalam Putri, 2013).

b. Tujuan batuk efektif

Menurut Rosyidi & Wulansari, (2013), batuk efektif dilakukan

dengan tujuan untuk membersihkan jalan nafas, mencegah komplikasi :

infeksi saluran nafas, pneumonia dan mengurangi kelelahan.

Menurut Muttaqin, (2008) batuk efektif sangat membantu dalam

pergerakan sekret dan mencegah retensi sekresi (atelektasis pneumonia,

dan mencegah demam). latihan batuk efektif dilaksananakan apalagi

pada penderita yang mengalami masalah bersihan jalan nafas tidak

efektif dan resti infeksi saluran nafas bawah yang disebabkan kumpulan

sekret dijalan nafas yang sering disebabkan oleh kemampuan batuk

yang menurun.
45

Menurut Somantri, (2012) batuk yang efektif sangat penting

karena dapat meningkatkan mekanisme pembersihan jalan nafas

(Normal Cleansing Mechanism).

Batuk efektif merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak

dan menjaga paru-paru agar tetap bersih, di samping dengan

memberikan postural drainage. Batuk efektif dapat diberikan pada

pasien dengan cara diberikan posisi yang sesuai dengan agar

pengeluaran dahak dapat lancar. Batuk efektif ini merupakan bagian

tindakan keperawatan untuk pasien dengan gangguan pernafasan akut

dan kronis (Kisner & Colby, 1999). Batuk efektif dan teknik nafas

dalam adalah teknik untuk menekan inspirasi maximal dimulai dari

ekspirasi, dengan tujuan:

1) Membantu terbukanya korateral

2) Peningkatan ventilasi

3) Peningkatan volume paru dan menfasilitasi membersihkan jalan

nafas

4) Meningkatkan ekspansi paru

5) Mobilisasi sekresi proses pengeluaran substansi kimia berbentuk

lendir (enzim dan hormon) oleh sel dan kelenjar

6) Mencegah efek samping dari retensi sekresi (pneumonia,

ateletaksis dan demam).


46

c. Manfaat

Batuk efektif adalah teknik batuk yang bertujuan untuk

membantu menghilangkan lender. Batuk Mendalam: Mulailah dengan

menarik napas panjang. Tahan nafas selama 2-3 detik. Gunakan otot

perut Anda untuk mengeluarkan udara dengan paksa. Hindari batuk

yang mengiris atau membersihkan tenggorokan. Batuk yang dalam

kurang melelahkan dan lebih efektif membersihkan lendir dari paru-

paru. Setiap teknik dapat dipesan dan diperagakan oleh penyedia

layanan kesehatan Anda. Tanyakan penyedia layanan kesehatan Anda

jika ini mungkin bermanfaat (Potter & Perry, 2010).

Biasanya batuk efektif dilakukan pada pasien dengan penyakit

pulmonary kronik, pada kondisi demikian sebaiknya pasien dimotivasi

untuk nafas dalam dan batuk efektif paling kurang tiap 2 jam, jika

keadaannya sadar dan tiap 2 atau 3 jam jika tidur sampai fase akut dari

produksi mucus akhir (Tamsuri, A. 2008)

Menurut PPU RS Panti Rapih (2015) batuk efektif ini dapat

dilakukan sebanyak 3 – 4 kali dalam sehari.

d. Indikasi batuk efektif

Menurut (Rosyidi & Wulansari, 2013) indikasi klien yang

dilakukan batuk efektif adalah :

1) Jalan nafas tidak efektif.

2) Pre dan post operasi.

3) Klien imobilisasi.
47

Menurut Price& Wilson (2012)batuk efektif dilakukan pada

pasien seperti :

1) Bronkritis kronik

2) Asma

3) Tuberkulosis Paru (TBC Paru)

4) Pneumonia

5) Emfisema

e. Kontra Indikasi

Menurut Putri (2013) batuk efektif tidak boleh dilakukan pada

pasien dengan:

1) Hemoptisis

2) Tension pneumotoraks

3) Gangguan kardiovaskuler

4) Edema paru

5) Efusi pleura yang luas

f. Prosedur Tindakan

Dalam melakukan batuk efektif digunakan Prosedur tindakan

batuk efektif sebagai berikut (Tamsuri, 2008):

1) Beritahu pasien, minta persetujuan pasien dan cuci tangan.

2) Duduklah di kursi atau di tepi tempat tidur Anda, dengan kedua

kaki di lantai. Bersandar sedikit ke depan. Bersantai.

3) Lipat lengan Anda melewati perut dan tarik napas perlahan melalui

hidung. (Kekuatan batuk berasal dari udara yang bergerak.)


48

4) Untuk menghembuskan napas: condongkan tubuh ke depan, tekan

lengan Anda ke perut. Batuk 2-3 kali melalui mulut yang sedikit

terbuka. Batuk harus pendek dan tajam

5) Tarik napas lagi dengan "mengendus" secara perlahan dan lembut

melalui hidung Anda. Napas lembut ini membantu mencegah lendir

bergerak kembali ke saluran udara Anda.

6) Beristirahat

7) Lakukan lagi jika perlu.Beri penguatan, bereskan alat dan cuci

tangan.

8) Menjaga kebersihan dan kontaminasi terhadap sputum.

9) Tindakan batuk efektif perlu diulang beberapa kali bila diperlukan.

3. Latihan Pernapasan

Latihan pernapasan pasien yaitu untuk mencegah atau

mengurangi komplikasi paru karena tidak efisiennya penggunaan otot-

otot pernafasan karena penyakit, trauma, operasi, obat-obatan, atau

tulang rusuk kondisi restriktif. Latihan pernapasan merupakan salah satu

terapi modalitas yang dapat dilakukan oleh perawat. Latihan pernapasan

yang dapat dilakukan agar fungsi paru maksimal yaitu diaphragma

breathing exercise, Pursed Lip Breathing, Incentive Spirometri, dan

Deep Breathing Exercise (Smeltzer & Bare, 2008).

Deep Breathing Exercise adalah tekhnik latihan pernapasan

dalam serta perlahan dengan memakai otot diafragma menyebabkan

abdomen dapat diangkat secara perlahan dan dapat terjadi pengembangan


49

dada (Smeltzer, 2008). Latihan deep breathing merupakan latihan

pernapasan yang diselingi batuk. Penelitian Widiyani, 2015). Pengaruh

Pursed Lips Breathing Exercise hasil penelitian ini yaitu dapat

meningkatkan arus puncak ekspirasi pada pasien bronkitis kronis.

a. Tujuan Deep Breathing Exercise

Latihan deep breathing merupakan latihan untuk mencapai

ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk meningkatkan

inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,

menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot

pernapasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi serta mengurangi

kerja bernafas (Smeltzer, at al, 2010). Latihan deep breathing yang

dilakukan selama 10-15 menit selama 4 kali akan meningkatkan

kapasitas maksimal paru, melatih otot-otot pernapasan, mencegah

komplikasi pernapasan selama sebelum operasi. Sedangkan menurut

Tharion et al, 2012, latihan ini dapat menyeimbangkan tanda-tanda

vital serta kardiopulmonal jika dilakukan setiap hari setiap setengah

jam sebanyak 30 hitungan.

b. Tekhnik Deep Breathing

Latihan deep breathing dilakukan selama 15 kali dalam lima

siklus (Smeltzer, Bare, Hinkle and Cheever, 2010). Tekhnik deep

breathing diantaranya:

1) Membantu pasien untuk posisi duduk semi fowler atau berbaring

ditempat tidur
50

2) Instruksikan pasien untuk dengan lambat bernafas sedalam

mungkin. Letakan telapak tangan instruktur diatas tulang iga

pasien untuk mengkaji ekspansi penuh dada pasien

Gambar 2.11
3) Instruksikan pasien untuk menghembuskan nafas dengan lambat

4) Ajarkan pasien untuk latihan batuk, tahan bantal di abdomen

pasien ketika pasien batuk.

Gambar 2.12

5) Ulangi langkah 3 dan 4 sebanyak lima siklus.

Latihan deep breathing dilakukan sebanyak 30 kali selama

30 menit dalam beberapa penelitian dianjurkan dilakukan

sebanyak 6 kali dalam sehari dilakukan selama 10 menit atau

disesuaikan dengan toleransi tubuh dengan melihat jedah batuk

efektif
51

4. Nebulizer

a. Pengertian

Nebulizer merupakan suatu alat pengobatan dengan cara

pemberian obat-obatan dengan penghirupan, setelah obat-obatan

tersebut terlebih dahulu dipecahkan menjadi partikel-partikel yang

lebih kecil melalui cara aerosol atau humidifikasi. Nebulizer

mengubah cairan menjadi droplet aerosol sehingga dapat dihirup oleh

pasien. Obat yang digunakan untuk nebulizer dapat berupa solusio

atau suspensi (Tanto, 2014).

Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk adalah alat

pengiriman obat yang digunakan untuk memberikan obat dalam

bentuk kabut yang dihirup ke paru-paru. Nebulizer biasanya

digunakan untuk pengobatan asma, cystic fibrosis, COPD dan

penyakit atau gangguan pernapasan lainnya. Nebulizer analitik adalah

bentuk lain dari nebulizer yang digunakan terutama dalam pengaturan

laboratorium untuk analisis unsur.

Nebulator menggunakan oksigen, udara terkompresi atau

kekuatan ultrasonik untuk memecah solusi dan suspensi menjadi

tetesan aerosol kecil yang dapat langsung dihirup dari corong

perangkat. Aerosol adalah campuran gas dan partikel padat atau cair.

Nebulizer merupakan alat medis yang digunakan untuk memberikan

cairan obat dalam bentuk uap/ aerosol ke dalam saluran pernafasan.

alat ini juga merupakan alat dengan mesin tekanan udara yang
52

membantu untuk pengobatan asma dalam bentuk uap/ aerosol basah.

Terdiri dari tutup, “mouthpiece” yang dihubungkan dengan suatu

bagian atau masker, pipa plastik yang dihubungkan ke mesin tekanan

udara.

b. Tujuan

Tujuan tekhnik ini adalah untuk mendapatkan pengaturan nafas

yang lebih baik dari yang awalnya sesak yaitu pernafasan yang cepat

dan dangkal agar menjadi ekspirasi yang memanjang dengan

pernafasan yang lebih lambat dan dalam. Selain itu tujuannya untuk

mengeluarkan sekresi yang tertahan. Serta berguna juga untuk melatih

ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti (Persatuan Dokter Paru

Indonesia, 2003).

Tujuan dari pemberian nebulizer yaitu releksasi dari spsasme

bronchial, mengencerkan sekret melancarkan jalan nafas,

melembabkan saluran pernafasan (Purnamadyawati, 2000).

c. Jenis dan Model Nebulizer

1) Nebulizer jet modern

Mekanis Inhaler kabut lembut, Perusahaan medis

Boehringer Ingelheim juga menemukan perangkat baru bernama

Respimat Soft Mist Inhaler pada tahun 1997. Teknologi baru ini

memberikan dosis terukur kepada pengguna, karena bagian

bawah cairan inhaler diputar searah jarum jam 180 derajat dengan

tangan, menambah ketegangan penumpukan ke pegas di sekitar


53

wadah cair yang fleksibel. Ketika pengguna mengaktifkan bagian

bawah inhaler, energi dari pegas dilepaskan dan memberikan

tekanan pada wadah cairan yang fleksibel, menyebabkan cairan

menyembur keluar dari 2 nozel, sehingga membentuk kabut

lembut untuk dihirup. Perangkat ini tidak memiliki bahan bakar

gas dan tidak perlu baterai / daya untuk beroperasi. Ukuran

tetesan rata-rata dalam kabut diukur hingga 5,8 mikrometer agak

mengecewakan, yang dapat menunjukkan beberapa masalah

efisiensi potensial untuk obat yang dihirup untuk mencapai paru-

paru. Persidangan berikutnya telah membuktikan bahwa ini bukan

masalahnya. Karena kecepatan kabut yang sangat rendah, Soft

Mist Inhaler sebenarnya memiliki efisiensi yang lebih tinggi

dibandingkan pMDI konvensional. [9] Pada tahun 2000, argumen

diluncurkan ke Masyarakat Pernafasan Eropa (ERS) untuk

memperjelas/ memperluas definisi mereka tentang nebulizer,

sebagai Soft Mist Inhaler baru dalam istilah teknis keduanya

dapat diklasifikasikan sebagai "nebulizer yang digerakkan

tangan" dan "pMDI yang digerakkan dengan tangan" ".

2) Jet nebulizer Electrical

Nebulizer yang paling umum digunakan adalah jet

nebulizer, yang juga disebut "atomizers". Jet nebulizers

dihubungkan dengan pipa ke kompresor, yang menyebabkan

udara tekan atau oksigen mengalir dengan kecepatan tinggi


54

melalui obat cair untuk mengubahnya menjadi aerosol, yang

kemudian dihirup oleh pasien. Saat ini tampaknya ada

kecenderungan di antara dokter untuk lebih memilih resep dari

Inhaler Dosis Metered bertekanan (pMDI) untuk pasien mereka,

daripada jet nebulizer yang menghasilkan lebih banyak suara

(sering 60 dB saat digunakan) dan kurang portabel karena berat

yang lebih besar. Namun, jet nebulizer umumnya digunakan

untuk pasien di rumah sakit yang mengalami kesulitan

menggunakan inhaler, seperti dalam kasus penyakit pernapasan

yang serius, atau serangan asma yang parah. Keuntungan utama

jet nebulizer terkait dengan biaya operasional yang rendah. Jika

pasien perlu menghirup obat setiap hari, penggunaan pMDI bisa

menjadi agak mahal. Saat ini beberapa pabrikan juga telah

berhasil menurunkan berat nebulizer jet menjadi 635 gram, dan

dengan demikian mulai memberi label sebagai perangkat

portabel. Dibandingkan dengan semua inhaler dan nebulizer yang

bersaing, kebisingan dan bobot yang berat masih merupakan daya

tarik terbesar dari jet nebulizer. Nama dagang untuk nebulizer jet

termasuk Maxin.

3) Ultrasonic wave nebulizer

Nebulizer gelombang ultrasonik ditemukan pada tahun

1965 sebagai jenis baru nebulizer portabel. Teknologi di dalam

nebulizer gelombang ultrasonik adalah memiliki osilator


55

elektronik menghasilkan gelombang ultrasonik frekuensi tinggi,

yang menyebabkan getaran mekanis elemen piezoelektrik.

Elemen bergetar ini bersentuhan dengan reservoir cairan dan

getaran frekuensinya cukup untuk menghasilkan kabut uap.

Karena mereka membuat aerosol dari getaran ultrasonik alih-alih

menggunakan kompresor udara berat, mereka hanya memiliki

berat sekitar 170 gram. Keuntungan lain adalah getaran ultrasonik

hampir hening. Contoh dari jenis nebulizer yang lebih modern ini

adalah: Omron NE-U17 dan Beurer Nebulizer IH30.

4) Vibrating mesh technology

Inovasi signifikan baru dibuat di pasar nebulizer sekitar

tahun 2005, dengan penciptaan Ultrasonic Vibrating Mesh

Technology (VMT). Dengan teknologi ini mesh / membran

dengan 1000-7000 lubang bor laser bergetar di bagian atas

reservoir cairan, dan dengan demikian menekan keluar kabut

tetesan yang sangat halus melalui lubang. Teknologi ini lebih

efisien daripada memiliki elemen piezoelektrik bergetar di bagian

bawah reservoir cairan, dan dengan demikian waktu perawatan

yang lebih pendek juga tercapai. Masalah lama yang ditemukan

dengan nebulizer gelombang ultrasonik, memiliki terlalu banyak

limbah cair dan pemanasan yang tidak diinginkan dari cairan

medis, juga telah dipecahkan oleh nebulizer mesh bergetar yang

baru. Nebebizer VMT yang tersedia meliputi: Pari eFlow,


56

Respironics i-Neb, Beurer Nebulizer IH50, dan Aerogen Aeroneb.

Karena harga ultrasonik VMT nebulizers lebih tinggi daripada

model yang menggunakan teknologi sebelumnya, sebagian besar

produsen terus juga menjual nebulizer jet klasik.

d. Prinsip Kerja

Operasi regulator pneumatik membutuhkan pasokan gas

bertekanan sebagai kekuatan pendorong untuk atomisasi cair. Gas

terkompresi dikirim melalui jet, menyebabkan daerah tekanan negatif.

Solusi untuk aerosolisasi dimasukkan ke dalam aliran gas dan diukur

menjadi film cair. Film ini tidak stabil dan dipecah menjadi tetesan

karena kekuatan tegangan permukaan. Sebuah penyekat ditempatkan

di aliran aerosol, menghasilkan partikel yang lebih kecil dan

menyebabkan partikel yang lebih besar untuk kembali ke reservoir

cairan. Lebih dari 99% partikel dapat dikembalikan reservoir cairan.

Aerosol dikirim ke aliran gas inspirasi pasien. Sebelum pengiriman

kesaluran pernapasan pasien, aerosol dapat dikondisikan lebih lanjut

oleh faktor-faktor lingkungan seperti kelembaban relatif dari gas

pembawa.

Nosel Nebulizer terdiri dari dua jenis dengan desain

pencampuran internal, aliran gas berinteraksi dengan solusi sebelum

meninggalkan port keluar. Dengan pencampuran eksternal, gas dan

solusinya berinteraksi setelah keduanya meninggalkan nozzle.


57

Modifikasi pada desain ini digunakan oleh produsen Nebulizer, tanpa

keunggulan yang jelas dari satu pendekatan di ataslain.

Penentu ukuran tetesan diproduksi oleh nebulizer termasuk

karakteristik larutan (densitas, viskositas, tegangan permukaan),

kecepatan gas dan larutan,dan laju aliran untuk gas dan solusinya.

Yang paling banyak faktor penting adalah kecepatan gas dan rasio

cairan terhadap aliran gas. Peningkatan kecepatan gas menurunkan

tetesan ukuran, sedangkan peningkatan rasio aliran cairan ke gas

meningkatkan ukuran partikel. Sangat menarik untuk dicatat gas itu

kecepatan mempengaruhi laju aliran untuk gas dan larutan. Dengan

demikian, tidak mungkin untuk secara terpisah mengontrol faktor

utama yang mempengaruhi ukuran tetesan dari nebulizer.

Pertimbangan penting dalam penggunaan nebulizer adalah

volume perangkat yang mati. Volume mati mengacu pada jumlah

larutan yang terperangkap di dalam nebulizer dan dengan demikian

tidak tersedia untuk terhirup. Volume yang mati biasanya dalam

kisaran 1 hingga 3 mL. Volume mati adalah diminimalkan dengan

menggunakan bentuk kerucut nebulizer, dengan mengurangi luas

permukaan permukaan internal nebulizer, dan dengan meningkatkan

kebasahan plastik permukaan nebulizer. Untuk mengurangi

kehilangan obat hingga volume mati, dokter dan pasien dapat

menggunakan nebulizer secara berkala selama terapi, yang telah

ditunjukkan untuk meningkatkan keluaran nebulizer. Terapi juga


58

dapat dilanjutkan melewati titik nebulisasi yang tidak konsisten

(sputtering) dalam upaya memberikan obat dari kematian volume,

tetapi ini telah dilaporkan tidak produktif.

e. Kelebihan dan kekurangan

1) Kelebihan

a) Cocok untuk penderita asma, sesak napas kronik, batuk,

pilek, dan gangguan saluran pernapasan.

b) Dosis yang dibutuhkan lebih kecil, sehingga lebih aman.

c) Pengobatan peradangan saluran nafas atas

d) menghentikan sesak saluran nafas atas sehingga lendir encer

serta dapat keluar

e) Menjaga selaput tetap lembab

f) melongkarkan pernafasan

g) mencegah bengkak pada selaput lendir

h) menghindari selaput lendir mengalami kekeringan

i) melemaskan otot serta membantu menyembuhkan batuk

j) gatal pada tengorokan hilang

k) Mudah digunakan dalam pengobatan.

2) Kekurangan

a) Dosis yang kurang tepat karena kurang tepat dalam

menggunakan alat ataupun tekniknya.

b) Pemberian dosis tinggi dari beta agonis akan menyebabkan

efek yang tidak baik pada sistem sekunder penyerapan dari


59

obat tersebut. Hipokalemia dan atrial atau ventricular

disritmia dapat ditemui pada pasien dengan kelebihan dosis.

c) Alat aerosol atau adapter yang digunakan dan teknik

penggunaan dapat mempengaruhi penampilan karakter dari

ventilator terhadap sensitifitas sistem alarm

d) Pemberian tambahan gas dalam ventilator dari nebulizer bisa

membuat kipas ventilator tidak berjalan ketika nebulasi.

f. Prosedur penggunaan Nebulizer

Ketika menderita asma, COPD, atau penyakit paru-paru lainnya,

dokter Anda telah meresepkan obat yang perlu Anda gunakan

menggunakan nebulizer. Nebulizer adalah mesin kecil yang mengubah

obat cair menjadi kabut. Anda duduk dengan mesin dan menghirup

melalui corong yang terhubung. Obat-obatan masuk ke paru-paru

Anda saat Anda menarik napas dalam-dalam selama 10 hingga 15

menit. Mudah dan menyenangkan untuk menghirup obat ke paru-paru

Anda dengan cara ini.

Kebanyakan nebulizer berukuran kecil, sehingga mudah diangkut.

Juga, sebagian besar nebulizer juga bekerja dengan menggunakan

kompresor udara. Jenis lain, yang disebut ultrasonik nebulizer,

menggunakan getaran suara. Jenis nebulizer ini lebih tenang, tetapi

harganya lebih mahal.


60

Luangkan waktu untuk menjaga nebulizer bersih agar tetap

berfungsi dengan baik. Gunakan nebulizer sesuai dengan instruksi

pabriknya.

Langkah-langkah dasar untuk mengatur dan menggunakan

nebulizer Anda adalah sebagai berikut:

1) Cuci tangan Anda dengan baik.

2) Hubungkan selang ke kompresor udara.

3) Isi cangkir obat dengan resep Anda. Untuk menghindari

tumpahan, tutup cangkir obat dengan erat dan selalu pegang

corong lurus ke atas dan ke bawah.

4) Pasang selang dan corong ke gelas obat.

5) Tempatkan corong di mulut Anda. Jaga bibir Anda tetap kuat di

sekitar corong sehingga semua obat masuk ke paru-paru Anda.

6) Bernapas melalui mulut sampai semua obat digunakan. Ini

membutuhkan waktu 10 hingga 15 menit. Jika perlu, gunakan klip

hidung sehingga Anda hanya bernapas melalui mulut. Anak kecil

biasanya lebih baik jika mereka memakai topeng.

7) Matikan mesin saat selesai.

8) Cuci cangkir obat dan corong dengan air dan udara kering sampai

perawatan berikutnya.
61

F. Model Teori Adaptasi menurut Callista Roy

1. Filosofi

Asuhan keperawatan pada pasien PPOK menekankan bahwa

keperawatan dibutuhkan untuk mengurangi respon yang tidak efektif dan

meningkatkan respon adaptif. Model ini terdiri dari empat konsep domain

orang, kesehatan, lingkungan, dan keperawatan; itu juga melibatkan proses

keperawatan enam langkah. Andrews & Roy (1991) menyatakan bahwa

orang tersebut dapat menjadi representasi individu atau kelompok

individu. Model Roy melihat orang itu sebagai "makhluk biopsikososial

dalam interaksi konstan dengan lingkungan yang berubah". Orang

tersebut adalah sistem terbuka dan adaptif yang menggunakan

keterampilan koping untuk mengatasi stresor. Roy melihat lingkungan

sebagai "semua kondisi, keadaan dan pengaruh yang mengelilingi dan

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang tersebut". Roy

menggambarkan stres sebagai rangsangan dan menggunakan istilah

rangsangan residual untuk menggambarkan stresor yang pengaruhnya

terhadap orang tersebut tidak jelas. Awalnya, Roy menulis bahwa

kesehatan dan penyakit berada dalam kontinum dengan banyak keadaan

atau derajat yang berbeda. Baru-baru ini, ia menyatakan bahwa kesehatan

adalah proses menjadi dan menjadi pribadi yang utuh dan utuh.

Tujuan Roy untuk menyusui adalah "mempromosikan adaptasi di

masing-masing dari empat mode, sehingga berkontribusi terhadap

kesehatan seseorang, kualitas hidup dan mati dengan bermartabat".


62

Keempat mode ini adalah fisiologis, konsep-diri, fungsi peran, dan saling

ketergantungan.

Roy menggunakan proses keperawatan enam langkah: penilaian

perilaku; penilaian rangsangan; diagnosis keperawatan; penetapan tujuan;

intervensi dan evaluasi. Pada langkah pertama, perilaku orang di masing-

masing dari empat mode diamati. Perilaku ini dibandingkan dengan

norma-norma dan dianggap adaptif atau tidak efektif. Langkah kedua

berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku. Stimuli

diklasifikasikan sebagai fokus, kontekstual atau residual. Diagnosis

keperawatan adalah pernyataan tentang perilaku yang tidak efektif

bersama dengan identifikasi kemungkinan penyebabnya. Ini biasanya

dinyatakan sebagai masalah keperawatan yang terkait dengan rangsangan

fokus, membentuk hubungan langsung. Pada langkah keempat, penetapan

tujuan adalah fokus. Tujuan harus realistis dan dapat dicapai dan

ditetapkan dalam kolaborasi dengan orang tersebut. Biasanya ada tujuan

jangka pendek dan jangka panjang yang ditetapkan perawat untuk pasien.

Intervensi terjadi sebagai langkah kelima, dan inilah saat rangsangan

dimanipulasi. Ini juga disebut 'tahap melakukan'. Pada tahap akhir,

evaluasi dilakukan. Tingkat perubahan yang dibuktikan dengan perubahan

perilaku, ditentukan. Perilaku yang tidak efektif akan dinilai kembali, dan

intervensi akan direvisi.

Model adaptasi Roy umumnya dianggap sebagai model "sistem";

Namun, itu juga mencakup unsur-unsur model "interaksional". Model ini


63

dikembangkan secara khusus untuk klien individu, tetapi dapat

disesuaikan dengan keluarga dan masyarakat (Roy, 1983) Roy menyatakan

bahwa "sama seperti orang sebagai sistem adaptif memiliki input, output,

dan proses internal, keluarga juga dapat dijelaskan dari perspektif ini."

Dasar model Roy adalah tiga konsep: manusia, adaptasi, dan

keperawatan. Manusia dipandang sebagai makhluk biopsikososial yang

terus berinteraksi dengan lingkungan. Tujuan manusia melalui interaksi ini

adalah adaptasi. Menurut Roy dan Roberts memiliki dua subsistem

pengolah internal utama, pengatur dan pengenal. "Subsistem ini adalah

mekanisme yang digunakan oleh manusia untuk mengatasi rangsangan

dari lingkungan internal dan eksternal Mekanisme regulator bekerja

terutama melalui sistem saraf otonom dan termasuk jalur endokrin, saraf,

dan persepsi. Mekanisme ini mempersiapkan individu untuk mengatasi

rangsangan lingkungan. Mekanisme kognitif meliputi emosi, proses

persepsi / informasi, pembelajaran, dan judgement Proses persepsi

menjembatani dua mekanisme

2. Asumsi Dasar Teori

Model Adaptasi dari Roy ini dipublikasikan pertama pada tahun 1970

dengan asumsi dasar model teori ini adalah :

Tiga jenis rangsangan mempengaruhi kemampuan individu untuk

mengatasi lingkungan. Ini merangsang fokus fokal, rangsangan

kontekstual, dan rangsangan residual. Stimulus fokus adalah mereka yang

langsung menghadapi individu dalam situasi tertentu. Stimulus fokus


64

untuk keluarga meliputi kebutuhan individu; tingkat adaptasi keluarga; dan

perubahan dalam anggota keluarga, di antara anggota dan di lingkungan

keluarga.

Stimulus kontekstual adalah rangsangan lain yang mempengaruhi

situasi. Stimulus residual termasuk keyakinan atau sikap individu yang

dapat memengaruhi situasi. Sering kali ini adalah "firasat" perawat tentang

faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi masalah. Stimulasi

kontekstual dan residual untuk sistem keluarga termasuk pengasuhan,

sosialisasi, dan dukungan.

Adaptasi terjadi ketika rangsangan total jatuh dalam kapasitas adaptif

individu / keluarga, atau zona adaptasi. Input untuk keluarga termasuk

semua rangsangan yang mempengaruhi keluarga sebagai kelompok.

Keluaran dari sistem keluarga adalah tiga tujuan dasar. kelangsungan

hidup, kontinuitas, dan pertumbuhan.

Roy menyatakan Karena tingkat adaptasi dihasilkan dari efek

gabungan dari semua rangsangan lain yang relevan, perawat memeriksa

rangsangan kontekstual dan residual yang terkait dengan stimulus fokus

untuk memastikan zona di mana koping keluarga positif dapat terjadi dan

untuk memprediksi kapan stimulus yang diberikan berada di luar zona itu.

dan akan membutuhkan intervensi keperawatan.

Dalam mode fisiologis, adaptasi melibatkan pemeliharaan integritas

fisik. Kebutuhan dasar manusia seperti nutrisi, oksigen, cairan, dan

pengaturan suhu diidentifikasi dengan mode ini.


65

Kebutuhan akan integritas sosial ditekankan dalam mode fungsi peran.

Ketika manusia beradaptasi dengan berbagai perubahan peran yang terjadi

sepanjang hidup, mereka beradaptasi dalam mode ini, peran keluarga dapat

dinilai dengan mengamati pola komunikasi dalam keluarga.

3. Skema Model Adaptasi Roy

Proses keperawatan menggambarkan pandangan Roy tentang manusia

sebagai sistemadaptif. Tujuan keperawatan adalah untuk mempromosikan

adaptasi klien selama kesehatan dan penyakit di keempat mode. Tindakan

perawat dimulai dengan proses penilaian, Keluarga dinilai pada dua

tingkatan. Pertama, perawat membuat keputusan sehubungan dengan ada atau

tidak adanya maladaptasi. Kemudian, perawat memfokuskan penilaian pada

rangsangan yang mempengaruhi perilaku maladaptif keluarga. Perawat

mungkin perlu memanipulasi lingkungan, elemen atau elemen dari sistem

klien, atau keduanya untuk mempromosikan adaptasi.

4. Aplikasi Model Teori Adaptasi Dalam Asuhan Keperawatan

Pasien PPOK sebagai bagian sistem yang mampu melakukan adaptasi

terhadap stimulus yang ada. Kemampuan adaptasi terhadap fungsi fisiologis

terutama pernapasan menjadi hal utama untuk terbebas dari kondisi


66

emergency yang mengancam jiwa pasien tersebut. Menurut Roy (1991) dalam

Meyers (2008), fungsi fisiologis tubuh berhubungan dengan struktur dan

fungsi tubuh, yang harus dipenuhi unutuk mempertahankan integritas

termasuk oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktifitas dan istirahat, perlindungan,

perasaan, cairan dan elektrolit.

Respon adaptif dengan control secara regulator dan kognator dapat

membangun individu untuk terbebas dari sesak napas yang dialami pasien.

Serangan ulang akan kegagalan pernapasan sebagai hal yang sangat

menakutkan pada pasien, sehingga mekanisme adaptasi fungsional paru

menjadi prioritas tanpa melupakan adaptasi fungsi neurologis, endokrin,

konsep diri, peran dan interdependensi sebagai bagian yang harus dicapai

pada perawatan intensif. Pencapaian hasil yang adaptif pada semua fungsi

melalui kemampuan individu sebagai bentuk efektor akan membawa individu

yang adaptif.

Berdasarkan hal tersebut perlu diyakini bahwa fiioterapi dada dan batuk

efektif dapat diaplikasikan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien

PPOK. Fokus pengkajian mengidentifikasi kondisi yang actual dan potensial

yang mengarah pada respon adaptif maupun maladaptif mengenai fungsi

fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Adapun tujuan dari

pengkajian tahapannya adalah:

1) Pengkajian tahapan I : bertujuan mengumpulkan data dan menentukan

kondisi pasien PPOK berada pada status adaptif atau maladaptif. Kondisi

maladaptif pada tahap pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang


67

meliputi: oksigenasi, status cairan dan elektrolit atau adanya

ketergantungan yang berlebihan

2) Pengkajian tahapan II: bertujuan unutk mengidentifikasi faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap perubahan respon seperti stimulus fokal dari

perubahan prilaku yang dapat diobservasi, kemampuan maupun pemulihan

kondisi fisik dan psikis, stimulus kontekstual berkontribusi terhadap

penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi oleh stimulus fokal.

5. Peran Peneliti Untuk Pendekatan Model Adaptasi Dalam Asuhan

Keperawatan Fisioterapi Dada Dan Batuk Efektif Pada Pasien PPOK

Perawatan pasien PPOK meliputi: a) memonitor tanda-tanda vital, status

pernapasan, oksigenasi adekuat selama satu jam; b) meningkatkan oksigenasi

sesuai kebutuhan pasien; c) melakukan fisioterapi dada dan mengajarkan

batuk efektif; d) memonitor terjadinya penumpukan sekret dan resiko

aspirasi; e) memonitor saturasi pasien


68

G. Kerangka Konsep

Penderita PPOK

1. Penurunan fungsi paru-


paru
2. Berkurangnya elastisitas
jaringan paru dan dinding
dada
3. Penurunan kekuatan
kontraksi otot pernafasan

Teori Adaptasi
1. Fokus fokal Penurunan Saturasi
2. Rangsangan kontekstual Oksigen
3. Rangsangan residual

 Fisioterapi Dada
 Batuk Efektif
 Nebulizer

Peningkatan Saturasi Oksigen


Dalam Darah

Sumber : Roy (1983); Sinambela, A. (2015); Tharion, dkk (2012); Putri, dkk
(2016); Grace A (2011); Andarmoyo (2012).Price et al, (2003) dan
Stellefson et al, 2012)

Anda mungkin juga menyukai