Anda di halaman 1dari 2

Kapan dunia saya runtuh ?

Kala itu pertengahan tahun 2017. Tepat saat saya sedang menyiapkan perjalanan saya untuk
menonton konser salah satu penyanyi kesukaan saya di Negara tetangga.

untuk informasi, ini adalah sepenggal cerita tentang keluarga saya. Dimana ayah saya bekerja di
luar kota. sehingga dirumah yang saya tempati hanya ada saya, ibu dan kakek saya.

awalnya ibu saya mulai aktif di WAG alumni SMP nya, karena setelah sekian lama mereka bisa
bertemu secara virtual di WAG. saling menyapada, bertanya kabar hingga akhirnya janjian untuk
bertemu langsung. Singkat cerita, dari sekian teman yang ibu saya sering ceritakan, ada satu
teman pria yang belakangan sering saya lihat main kerumah. ketika saya pulang kerja di siang
hari, saya melihat motor asing terparkir di halaman rumah, lalu saya lihat ibu dan teman prianya
sedang duduk di teras rumah, membelakangi pagar.

disitu pertama kalinya saya menaruh curiga dan feeling ada yang tidak beres. namun, sya masih
bersikap biasa saja dan menganggap semua tidak ada yang perlu saya khawatirkan. hingga pada
suatu malam, pada saat ayah saya pulang ke rumah dari luar kota tempat ia bekerja. entah
mengapa, ibu saya mengajak kami sekeluarga kecuali kakek saya makan diluar. herannya,
ternyata ada teman pria ibu saya datang kerumah dan ikut diajak makan bersama kami diluar.
saya sempat menyapa dan mencium tangannya utnuk menghargai karena dia adalah teman pria
ibu saya.

Singkat cerita, ibu saya sering sekali menceritakan masalah yang dihadapi oleh teman prianya itu
kepada saya ataupun ayah saya dan tidak pernah lepas dari hp yang kemudian bisa senyum-
senyum sendiri, tertawa sendiri seperti remaja yang lagi puber.

Saya lupa tepatnya kapan, tapi pagi itu saya bangun tidur dan ibu saya sedang berada di dapur.
Saya masuk ke dalam kamarnya dan membuka hpnya yang sedang di charge. Karena ibu saya
termasuk yang kurang paham teknologi, hp-nya tidak ada password, sehingga dengan mudah
bisa saya akses. Dan saya terkejut dengan apa yang saya baca di wa antara ibu saya dengan
tempan prianya. Mereka saling mengirim pesan tiada henti layaknya orang yang sedang jatuh
cinta. Menanyakan sedang apa, lagi dimana, bercerita tentang keseharian mereka menggunakan
kata-kata yang tidak pantas menurut saya. Hingga dititik mereka membicarakan tentang saya,
disebutnya saya calon anak tiri dari teman pria ibu say aitu. Disitu air mata saya tidak bisa
dibendung lagi, tapi saya tidak langsung mengambil keputusan. Saya berencana untuk
mnegumpulkan banyak bukti dengan men-screen shot seluruh chat mereka dari awal hingga
terakhir di pagi itu. Lalu saya kirim ke akun chat saya yang lain yang kemudian saya hapus agar
tidak meninggalkan jejak. Selanjutnya saya bersikap seperti biasa saja.

Hingga hari keberangkatan saya tiba, di pesawat saya menangis mengingat semua yang sudah
saya lihat. Seakan semua benang tersambung begitu jelas. Selanjutnya saya berusaha menikmati
onser seperti biasa, dan untungnya sejenak saya dapat melupakan kegalauan yang sedang saya
hadapi. Tiba di tempat transit, sya dijemput oleh ayah saya, saya mneginap 2 hari sebelum saya
akhirnya kembali lagi ke daerah saya tinggal. Disinilah titik puncak kemarahan dan kesedihan
saya.

Anda mungkin juga menyukai