Anda di halaman 1dari 14

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.  DEFINISI
Sindroma gawat napas dewasa (ARDS) juga dikenal dengan edema paru
nonkardiogenik adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progesif
kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius.( Suzanne
C. Smeltzer.2001)
Sindrom distress pernapasan dewasa adalah kondisi disfungsi parenkim paru
yang dikarakteristikan oleh kejadian antesenden mayor, eksklusi kardiogenik
menyebabkan edema paru, adanya takipnea dan hipoksia, infiltrate pucat pada foto
dada.SPDP (juga disebut syok paru) akibat kerusakan/cedera paru dimana
sebelumnya paru sehat. (Marilynn E Doenges,.1999)
Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal
napas mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari
sebelumnya. (Arif muttaqin. 2008)

2. EPIDEMOLOGI
ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru
sehat,sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap
tahun, dengan lajumortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS.
Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor,
KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau kimia, gangguan
metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat. Perawatan akut
secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasimekanik
(Doenges 1999 hal 217).
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh
total, denganatau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang
menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk
jaringan parut di paru-parunya. Jaringan paruttertentu membaik beberapa bulan
setelah ventilator dilepas.

3. ETIOLOGI
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa
trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya
bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-
paru:
a. Kerusakan paru tidak langsung
1) Infeksi berat dan luas (sepsis)
2)  Kelainan paru akibat kebakaran
3) Tekanan darah yang sangat rendah (syok)
4) Terhirupnya makanan ke dalam paru (aspirasi asam lambung)
5) Tenggelam
6) Kerusakan paru-paru karena menghirup oksigen konsentrasi tinggi inhalasi
oksigen)
7) Emboli paru
8) Pankreatitis idiopatik
9) Koagulasi intravascular tersebar/DIC (Dissemineted Intravaskuler
Coagulation)
b. Obat-obatan
Overdosis obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin
c. Lain-lain
1) Emboli lemak
2) Emboli cairan amnion
3) Rudapaksa paru
4)  Kelainan metabolik(uremia)
5) Tranfusi massif
6) Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary
7) Eklampsia
8) Infeksi (injuri langsung paru) seperti virus, bakteri, jamur dan TB paru.

4. Patofisiologi
Sindrom gagal napas pada klien dewasa (ARDS) selalu berhubungan
dengan penambahan cairan dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu edema paru
yang berbeda dari edema paru karena kelainan jantung. Perbedaannya terletak pada
tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologi mula-
mula terjadi kerusakan membrane kapiler alveoli, selanjutnya terjadi peningkatan
permeabilitas endothelium kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan
terjadinya edema alveoli dan interstisiil.
Membrane alveoli terdiri dari 2 tipe sel yaitu sel tipe I atau tipe A, sel
penyokong yang tidak mempunyai mikrofili dan amat tipis. Sel tipe II atau tipe B
berbentuk hampir seperti kubus dengan mikrofili dan merupakan sumber utama
surfaktan alveoli. Sekat pemisah udara dan pembuluh darah disusun dari sel tipe I
atau tipe II dengan membrane basal endothelium dan sel endothelium.
Bagain membrane kapiler alveoli yang tipis mempunyai ketebalan 0,15 µm.
sel pneumosit tipe I amat peka terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh berbagai
zat terinhalasi. Jika terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95 % dari permukaan
alveoli ini, akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah alveoli kapiler. Pada
kerusakan mendadak paru, mula-mula terjadi peradangan interstisial, edema, dan
perdarahan yang disertai dengan proliferasi sel tipe II yang rusak. Keadaan
peradangan ini dapat membaik secara lambat atau membentuk fibrosis paru yang
luas.
Sel endothelium mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada
60 Å sehingga terjadi perembesan cairan dan unsur-unsur lain darah ke dalam
alveoli dan terjadi edema paru. Mula-mula cairan berkumpul di interstisium dan jika
kapasitas interstissial terlampaui, alveoli mulai terisi menyebabkan atelektasis
kongesti dan terjadi hubungan intrapulmoner (shunt).
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivasi
komplemen sebagai akibat trauma, syok, dan lain-lain. Selanjutnya aktivasi
komplemen akan menghasilkan C5a yang menyebabkan granulosis teraktifasi dan
menempel serta merusak endothelium mikrovaskular paru, sehingga mengakibatkan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Agregasi granulosit neutrofil merusak sel
endothelium dengan melepaskan protease yang menghancurkan struktur protein
seperti kolagen, elastin dan fibronektin, dan proteolisis protein plasma dalam
sirkulasi seperti faktor Hageman, fibrinogen dan komplemen. (Yusuf, 1996).
Beberapa hal yang banyak menyokong peranan granulosit dalam proses
timbulnya ARDS adalah fakta adanya granulositopenia yang berat pada binatang
percobaan dengan ARDS karena terkumpulnya granulosit dalam paru.
Biopsy paru dari klien dengan ARDS menunjukkan adanya pengumpulan
granulosit yang tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit yang teraktifasi
mampu melepaskan enzim proteolitik seperti elastase, kolagenase, dan oksigen
radikal yang dapat menghambat aktivitas antiprotease peru.
Endotoksin bakteri, aspirasi asam lambung, dan intoksikasi oksigen dapat
merusak endothelium arteri pulmonaris dan leukosit neutrofil yang teraktivasi akan
memperbesar kerusakan tersebut. Histamine, serotonin, atau bradikinin dapat
menyebabkan kontraksi sel endothelium dan mengakibatkan pelebaran porus
interselular serta peningkatan permeabilitas kapiler.
Adanya hipotensi dan pancreatitis akut dapat menghambat produksi
surfaktan dan pospolipase A. selain itu, cairan edema terutama fibrinogen akan
menghambat produksi dan aktivitas surfakatan sehingga menyebabkan
mikroatelektasis dan sirkulasi venoarterial bertambah. Adanya perlambatan aliran
kapiler sebab hipotensi, hiperkoagulabilitas dan asidosis, hemolisis, toksin bakteri,
dan lain-lain dapat merangasang timbulnya koagulasi intravaskuler tersebar
(diseminatif intravascular coagulation-DIC)
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan
merembes ke jaringan interstisial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan
atelaktasis kongesti yang luas. Terjadi penguranga volume paru, paru menjadi kaku
dan komplians (compliance) paru menurun. Kapasitas residu fungsional (fungtional
residual capacity/FRC) juga menurun. Hipoksemia berat merupakan gejala penting
ARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasi perfusi,
hubungan arterio-venous (aliran darah mengalir ke alveoli yang kolaps), dan
kelainan difusi alveoli/kapiler akibat penebalan dinding alveoli kapiler.
Peningkatan permeabilitas membrane alveoli kapiler menimbulkan edema
interstisial dan alveolar serta atelektasis alveolar, sehingga jumlah udara sisa pada
paru di akhir ekspirasi normal dan kapasitas residu fungsional (FRC) menurun

5. Klasifikasi
a. Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema   
interstisial atau alveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis dan kerusakan
pada sel alveolar tipe 1.
b. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe ii , peningkatan
tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru ( statistic dan dinamik ),
hipoksemia, penurunan fungsi  kapasitas residual, fibrosis interstisial dan
peningkatan ruang rugi ventilasi

6. Manifestasi Klinis
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas
spontan. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan
ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa
sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia. Gejala klinis utama pada kasus ARDS
adalah:
a. Distres pernafasan akut: takipnea (>60 x/menit), dispnea, pernafasan
menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
c. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor,
wheezing.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
e. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
(YasminAsih Hal 128).
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah
kelainandasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya
berupa pernafasan yangcepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen
dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan
otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigenkarena sindroma ini
dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindromaterjadi
atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan
komplikasi serius seperti gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus
berakhir dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50%
penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi,
mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
1. Cemas, merasa ajalnya hampir tiba.
2. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh
kegagalan organlain).
3. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak
sangat sakit.

7. Pemeriksaan fisik
Penderita umumnya tampak sangat gelisah dan sesak. Kesadaran bervariasi
dari sedikit berubah sampai koma. Pada tipe hiperkapnik, penderita mengalami sakit
kepala,kebingungan,mengantuk, tertidur sampai koma. Kadang-kadang didapatkan
gangguan penglihatan terutama pada asidosis berat, juga dapat terjadi tremor. Pada
tipe hipoksik tampak sianosi di bibir dan jari-jari.
Pada sistem pernapasan,biasanya didapatkan frekuensi napas
menurun,normal atau meningkat,pernapasan mungkin sukar atau tenang,sehingga
pola pernapasan perlu diamati dengan baik, misalnya napas cepat dan dangkal
menandakan depresi pernapasan ,takipnea menunjukkan adanya hipoksemia. Pada
sistem kardiovaskuler biasanya tekanan sedikit meningkat. Pada kasus berat
didapatkan hipotensi, bradikardi yang bervariasi sampai aritmia.
Pada pemeriksaan fisik toraks dicari penyakit-penyakit yang kemungkinan
mendasarinya. Adanya murmur, irama gallop,disertai dengan ronki menunjukkan
adanya gagal jantung:bising mengi yang keras menunjukkan adanya asma
berat,ronki basah disertai dengan demam ditemukan pada kasus infeksi pulmoner.
Kalau ada tanda-tanda gangguan neurologis perlu dipikirkan kemungkinan terjadi
stroke,miastenia gravis,atau sindrom guillain-barre.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien ADRS yaitu:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan fungsi ventilasi
a) Frekuensi pernafasan per menit
b) Volume tidal
c) Ventilasi semenit
d) Kapasitas vital paksa
e) Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
f) Daya inspirasi maksimum
g) Rasio ruang mati/volume tida
h) PaCO2, mmHg
2) Pemeriksaan status oksigen
3) Pemeriksaan status asam-basa
4) Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
5) Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
6) Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah,
sputum) untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
7) EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi
kanan, disritmia.
8) Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
Merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan secara pasti diagnosis
gagal napas akut,dilakukan segera setelah penderita diterima.
menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2, PaCO2, dan
pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih
dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
a) Hipoksemia ( penurunan PaO2 )
b) Hipokapnia (penurunan PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi
c) Hiperkapnia ( peningkatan PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
d) Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
e) Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
9) Pemeriksaan Rontgent Dada :
Untuk mengetahu penyakit yang mendasarinya seperti danya gagal
jantung, penyakit paru atau pleura seperti infeksi,pneumotoraks dapat
dengan mudah dilihat. Adanya gambaran edema paru apalagi yang
homogeny menyeluruh mengarah pada diagnosis ARDS.
a) Tahap awal: sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
b) Tahap lanjut: Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di
alveoli
10) Tes Fungsi paru :
a) Penurunan komplain paru dan volume paru
b) Pirau kanan-kiri meningkat

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Tujuan Terapi :
1. Support pernapasan
2. Mengobati penyebab jika mungkin
3. Mencegah komplikasi.

Terapi :
1. Intubasi untuk pemasangan ETT
2. Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure)
untuk mempertahankan keadekuatan level O2 darah.
3. Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat
pemasangan ventilator
4. Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya :
5. Inotropik agent (Dopamine) untuk meningkatkan curah jantung &
tekanan darah.
6. Antibiotik untuk mengatasi infeksi
7. Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi
respon inflamasi dan mempertahankan stabilitas membran paru.

                                  

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ARDS


1. Pengkajian Keperawatan
a. Biodata   
Sesuai dengan namanya, maka penyakit ini lebih menyerang orang dewasa di
banding anak anak, namun saat ini ditemukan bahwa seluruh usia dapat
terkena ARDS. Tidak ditemukan perbedaan antara revalensi timbulnya pada
laki laki dan perempuan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama dan penyakit sekarang
ARDS dapat terjadi dalam 24-48 jam timbulnya serangan, ditandai
dengan napas pendek, takipnea, dan gejala yang berhungan dengan
penyebab utamanya, misalnya syok.
2) Riwayat kesehatan dahulu/factor resiko
(a) Syok (banyak sebab)
(b) Trauma (kontusio pulmonal, fraktur multiple, trauma kepala)
(c) Cidera system saraf yang serius. Cidera system saraf yang serius
seperti trauma, CVA, tumor dan peningkatan (tekanan intracranial-
PTIK) dapat menyebabkan tterangsangnya saraf simpatis, sehingga
terjadi vasokonstriksi sistemik dengan distribusi sejumlah besar
volume darah ke aliran pulmonal. Hal ini menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan kemudian akan menyebabkan cidera paru
(lung injuri)
(d) Gangguan metabolic (pancreatitis, uremia)
(e) Emboli lemak dan cairan amnion
(f) Infeksi parudifus (bakteri, viral, fungal)
(g) Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin,
NO2, ozon)
(h) Aspirasi (sekresi gastric, tenggelam, keracunan hidrokarbon)
(i) Drug ingestion dan overdosis narkotik/non-narkotik (heroin, opioid,
aspirin)
(j) Hemolystik disorder, seperti DIC, multiple blood transfusion dan
kardio pulmonary bypass
(k) Major surgery Respons imunologik terhadap antigen pejanmu
(goodpasture syndrome, SLE)
c. Pola aktifitas sehari-hari
Adanya penurunan kesadaran mengakibatkan terjadinya gangguan secara
umumuntuk aktifitas sehari hari yang meliputi pemenuhan nutrisi, cairan dan
elektrolit, aktifitas dan istirahat, serta perawatan diri.
d. .Pemeriksaan fisik
Hipoksemia timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan rasio ventilasi
perfusi sekunder terhadap timbulnya kompresi dan kolaps saluran napas
kecil. Peningkatan kerja napas timbul sebagai akibat dari meningkatnya
resistensi jalan udara, menurunya kapasitan fungsional residu (FRC), dan
penurunan compliance paru sekunder terhadap atelektasis serta penekana
pada saluran napas. Hipoksemia dan peningkatan kerja napas akan
mengakibatkan kelemahan (fatigue) pada klien dan berkembang menjadi
hipoventilasi alveolar.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan berdasarkan stadium akan di
uraikan melalui penjelasan  berikut:
1) Fase eksudatif (exudative phase)
Kelemahan, menurunya kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi,
takipnea, dan alkalosis respiratori. Hasil inspeksi dada didpatkan
penggunaan otot bantu pernapasan dan adanya peningkatan tekanan
darah arteri.
2) Fase fibroprolifelatif (fibroproliverative phase)
Peningkatan tekanan darah arteri, peningkatan workload ventrikel kiri.
Suara nafas crackles/rales, agitasi yang berhubungan dengan hipoksia,
hiperventilasi, hiperkardia, peningkatan kerja napas, asidosis laktat
(berhubungan dengan metabolisme aerob), perubahan dalam perfusi
(denyut jantung meningkat, penurunan tekanan darah, perubahan
temperature dan warna kulit, penurunan capillery refill). Disfungsi pada
organ seperti :
(a) Otak, terjadi perubahan kesadaran, agitasi dan halusinasi;\
(b) Jantung, terjadi penurunan curah jantung, (cardiac output) yang
mengakibatkan angina, CHF (gagal jantung kongestif), disritmia, dan
miokard infark.
(c) Ginjal, terjadi penurunan produksi urin atau laju filtrasi glomerulus
(LFG)
(d) Kulit, terdapat bintik bintik dan ditemukan adanya tanda iskemik.
(e) Hati, didapati adanya peningkatan SGOT, biliriubim, alkalin fosfat,
dan penurunan albumin
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto rontgen dada (chest x ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal
atau dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di
tengah region perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran
interstisial secara bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat
mencakup keseluruh lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
2) ABGs :hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai
CO2 dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap
hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 >50) menunjukkan terjadi
pernapasan. Alkalosis respiratori (pH>7,45) dapat timbul pada stadium
awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang
berhubungan dengan peningkatan dead space dan penurunan ventilasi
alveola. Asidosis metabolic dapat timbul pada stadium lanjut yang
berhubungan dengan nilai laktat darah, akibat metabolism anaerob.
3) Tes fungsi paru (pulmonary fungsion test) : compliance paru dan
volume paru menurun, teruatama FRC, peningkatan dead space
dihasilkan oleh pada area terjadinya fasokonstriksi dan mikroemboli
timbul.
4) Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.

2. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran kapiler
alveoli.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan sputum
berlebih
c.  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi berkurang
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

3. Perencanaan Keperawatan

Hari/Tgl No Rencana Perawatan TTD


Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Setelah diberikan ·         Kaji status ·         Takipneu adalah


asuhan keperawatan pernafasan, catat mekanisme kompensasi
selama ….x24 peningkatan respirasi untuk hipoksemia dan
jam diharapkan tidak atau perubahan pola peningkatan usaha nafas
terjadi gangguan nafas
pertukaran gas dengan ·         Menyimpan tenaga
kriteria hasil: ·         Berikan pasien, mengurangi
istirahat yang cukup penggunaan oksigen
·         Klien menunjukkan dan nyaman
tidak ada gejala distress ·          
pernapasan. ·          
·         Memaksimalkan
·         TTV dalam rentang ·         Kolaborasi pertukaran oksigen secara
normal (Suhu: 36,5- dengan dokter tentang terus menerus dengan
37,5ºC, Nadi (60-80x/mnt, pemberian oksigen tekanan yang sesuai
RR 12-20x/menit, TD sesuai indikasi
100/80-120/80  mmHg). ·          

·         Lakukan
pemberian terapi
oksigen

2 Setelah diberikan asuhan ·         Identifikasi ·         Memahami penyebab


keperawatan …x 24 kesulitan yang mempengaruhi pilihan
jam diharapkan  terdapat berpakaian/perawatan intervensi/ strategi
perilaku peningkatan diri, seperti
dalam pemenuhan keterbatasan fisik,
perawatan diri dengan kelemahan. ·         Sesuai dengan
kriteria hasil :
·         Rencanakan perkembangan penyakit
·         klien tampak bersih tindakan untuk defisit klien akan kesulitan
dan segar motorik seperti memenuhi kebutuhan
tempatkan makanan perawatan diri
·         Klien dapat dan peralatan di dekat
berpakaian sendiri klien agar mampu
sendiri
·         klien dapat
mengambilnya.
memenuhi kebutuhan ·         Dengan edukasi  klien
toileting sesuai toleransi ·         Ajarkan klien dalam kegiatan mandi dan
dalam pemenuhan toileting  akan membantu
perawatan diri dan memandirikan klien
dalam kegiatan walaupun harus tetap
toileting sesuai memperhatikan batas
toleransi kemampuan klien
·         Dengan partisipasi
keluarga akan
memandirikan kelurga
dalam pemenuhan
perawatan diri klien dank
lien akan merasa lebih
nyaman.

·         Dorong
keluarga untuk ikut
berpartisipasi untuk
kegiatan mandi dan
kebersihan diri klien
dan dalam kegiatan
toiletng

3 Setelah diberikan ·         Kaji status ·         Takipnea, pernafasan


asuhan keperawatan pernafasan meliputi dangkal, dan gerakan otot
selama ….x24 respiratory rate, dada tidak simetris sering
jam diharapkan masalah penggunaan otot terjadi karena ketidak
jalan nafas kembali efektif bantu nafas, warna nyamanan gerakan dinding
dengan kriteria hasil: kulit. dada/cairan paru.

-          Menunjukkan jalan
nafas yang paten (RR: 16-
20x/menit dan tidak ada ·         Cairan
suara nafas abnormal (khususnyayang hangat)
(ronkhi atau rales, memobilisasi dan
wheezing)) mengeluarkan secret
·         Berikan cairan
sesuai kebutuhan. ·         Batuk adalah
-          Tidak ada
pernafasan cuping hidung mekanisme pembersihan
jalan nafas alami untuk
mempertahankan jalan nafas
paten.

·         Memudahkan
·         Ajarkan teknik pengenceran dan
batuk efektif. pembuangan secret.
Koordinasi
pengobatan/jadwal dan
masukan oral menurunkan
muntah karena batuk,
pengeluaran sputum.

·         Kolaborasi
dengan fisiotherapist
untuk melakukan
fisiotherapi dada

3 Setelah diberikan asuhan ·         Kaji status ·     Memvalidasi dan


keperawatan selama ….x24 nutrisi klien, turgor menetapkan derajat
jam masalah kulit, derajat masalah untuk menetapkan
diharapkan intake nutrisi penurunan berat pilihan intervensi yang
pasien terpenuhi dengan badan, integritas tepat.
kriteria hasil: mukos oral,
kemampuan
·         Klien mengatakan menelan, riwayat
mual dan anoreksia mual/muntah, dan
berkuarang / hilang diare.
·         Masukan makanan ·     Memperhitungkan
adekuat dan kelemahan keinginan individu dapat
hilang ·         Fasilitasi klien memperbaiki intake gizi
untuk memperoleh
·         BB dalam rentang diet biasa yang
normal. disukai klien (sesuai
·         Menurunkan rasa
indikasi)
tidak enak karena sisa
makaan, sisa sputum atau
obat pada pengobatan
·         Lakukan dan sistem pernapasan yang
ajarkan perawatan dapat merangsang pusat
mulut sebelum dan muntah.
sesudah makan serta
sebelum dan sesudah
pemeriksaan peroral
·         Membantu
mengurangi produksi asam
lambnung/HCl akibat
faktor-faktor perangsang
dari luar tubuh

·         Anjurkan makan
dengan porsi sedikit
tetapi sering dan
tidak makan makanan
yang merangsang
pembentukan HCl ·         Multivitamin
seperti terlalu panas, bertujuan untuk memenuhi
dingin, pedas kebutuhan vitamin yang
tinggi sekunder dari
peningkatan laju
·         Kolaborasi metablisme umum.
untuk pemberian
multivitamin

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan
yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan
membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari.
Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi Keperawatan

Hari/Tgl No
No Evaluasi TTd
Jam Dx
1          S: Diharapkan pasien mengatakan lebih mudah untuk
bernafas
         O : Diharapkan tidak ada tanda-tanda distress pernapasan
         A : Masalah teratasi
         P : Pertahankan kondisi klien
2
       S:
Diharapkan pasien mengatakan tidak mengalami susah
dalam bernapas
         O : Diharapkan pasien dapat mengeluarkan secret tanpa
hambatan
3          A : Masalah teratasi
         P : Pertahankan kondisi klien

       S:  Diharapkan pasien  mengatakan nafsu makannya sudah


4
kembali normal
       O: Diharapkan pasien bisa makan dengan porsi makanan yang

terus meningkat (dari ¼ piring menjadi ½ piring)


       A: Masalah teratasi sebagian

       P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi pasien.

       S:  Diharapkan pasien  mengatakan mampu melakukan aktivitas


perawatan diri secara mandiri
         O: Diharapkan pasien tampak bersih dan segar,
dapat berpakaian sendiri dan dapat memenuhi kebutuhan
toileting sesuai toleransi
       A: Masalah teratasi sebagian
       P : Lanjutkan intervensi dan pertahankan kondisi pasien.

Anda mungkin juga menyukai