Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Hemoroid adalah penyakit yang terjadi didaerah anus dan cukup banyak ditemukan pada
praktek dokter sehari – hari yang timbul karena dilatasi vena hemoroidalis yang disebabkan
karena factor-faktor resiko atau factor pencetus (Setiati dkk, 2014, p. 587).
Menurut hasil penelitian sebelumnya, sekitar 75% orang dalam populasi akan mengalami
hemoroid dalam hidupnya. Hemoroid merupakan penyakit yang dapat diderita oleh semua orang
dengan pravelensi sama banyaknya pada laki-laki maupun perempuan, dan sedikit meningkat
pada wanita yang sedang mengandung dan akan melahirkan. Penelitian di RSUP H. Adam Malik
Medan menunjukkan bahwa jumlah pasien dengan diagnosis hemoroid pada tahun 2009 – 2011
berjumlah 166 orang dengan kelompok usia terbanyak yang menderita hemoroid dimulai dari
kelompok usia 15 – 44 tahun yaitu 77 orang (46,4%), serta kelompok jenis laki-laki sebanyak 95
orang (57,2%). Penelitian yang telah dilakukan di RSUD Dr. Soedarso Pontianak periode 2009 –
2012 menunjukkan bahwa hemoroid paling banyak diderita pada kelompok usia 45 – 54 tahun
sebanyak 15 orang (24,4%) dan kelompok jenis kelamin laki-laki sebanyak 40 orang (64,5%)
(Septadiana & Veronica, 2015, p. 86).
Hemoroid atau wasir seringkali disebabkan oleh pengeluaran tinja yang keras pada saat
buang air besa atau konstipasi. Tinja yang keras itu sulit dikeluarkan sehingga menyebabkan
penekanan/trauma pada pleksus hemoroidalis, trauma tersebutlah yang menghasilkan darah segar
sehingga pasien hemoroid mengalami buang air besar disertai darah yang menetes atau hanya
segaris pada feses (Masriadi, 2016, p. 302).
Hemoroid derajat I dan II yang diberikan berupa terapi lokal dan himbauan tentang
perubahan pola makan.Diajurkan untuk banyak mengkonsumsi makanan sayur-sayuran dan buah
yang banyak mengandung air.Derajat III dan IV, terapi yang dipilih adalah terapi bedah yaitu
dengan hemoroidektomi.Terapi ini juga bisa dilakukan untuk pasien yang sering mengalami
perdarahan berulang, sehingga dapat menyebabkan anemia, ataupun untuk pasien yang sudah
mengalami keluhan bertahun-tahun.Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah faktor yang
menyebabkan terjadinya hemoroid dengan minum yang cukup, makan cukup sayuran dan buah-
buahan, sehingga kotoran kita tidak mengeras (Masriadi, 2016, p. 303).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP PENYAKIT
1.      Definisi
Hemoroid berasal dari bahasa Yunani dari kata “haem” : darah, dan “rhoos” yang artinya
mengalir. Jadi perdarahan dari anus (Masriadi, 2016, p. 300).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena didaerah anus yang
berasal dari plexus hemorrhoidalis (Setiati dkk, 2014, p. 587).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis
didaerah anorektal dan bersifat lebih kompleks yang melibatkan beberapa unsure berupa
pembuluh darah, jaringan lunak, dan otos sekitar rectal (Kasron & Susilowati, 2018, p. 396).
Jadi kesimpulanya hemoroid atau yang lebih dikenal dengan wasir atau abeien merupakan
pelebaran vena didalam plexus hemoroidalis yang ada didaerah anus yang disebabkan adanya
bendungan darah dalam susunan pembuluh vena.
2.      Etiologi
Penyebab hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
pendukung yang terlibat diantaranya adalah konstipasi, mengejan yang berlebihan,
kehamilan/persalinan, konsumsi makanan yang rendah serat, terlalu lama duduk, peradangan
pada usus seperti colitis ulseratif, kondisi penuan (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 690).
3.      Tanda dan gejala
Gejala penyakit hemoroid pada tingkat dasar hanya berupa darah yang menetes pada saat
buang air besar sampai timbulnya benjolan dari anus.Benjolan yang keluar tersebut bisa masuk
secara spontan dengan sendirinya maupun dibantu dengan tangan.Namun dapat pula tidak masuk
kembali dan memerlukan tindakan invasif.Pada stadium lanjut wasir perlu di operasi.Bisa pula
timbul keluhan gatal dan nyeri pada anus (Masriadi, 2016).
Hemorid dibagi menjadi hemoroid interna dan eksterna. Gejala pada hemoroid interna
menurut (Masriadi, 2016,) adalah:
1.      Adanya darah yang menetes saat BAB.
2.      Saat BAB muncul benjolan di anus yang dapat masuk kembali dengan sendiri.
3.      Muncul benjolan dari anus saat BAB yang perlu dibantu dengan tangan untuk memasukkan
kembali.
4.      Muncul benjolan yang keluar dari anus saat BAB dan benjolan tersebut keluar lagi walaupun
sudah dibantu dimasukkan dengan tangan.
5.      Timbul rasa panas atau gatal.
6.      Sulit BAB.
7.      Merasa ada benjolan ketika BAB.
8.      Merasakan sakit saat BAB.
9.      Kadang terjadi perdarahan saat BAB pada dubur (berwarna merah).
Gejala hemoroid eksterna berupa tonjolan kecil sekitar anus, dan nyeri karena trombosis
(bekuan darah) dari pembuluh darah dibawah kulit anus dan berhubungan dengan kulit, bengkak
kebiruan pada pinggir anus yang terasa sakit dan gatal (Masriadi, 2016, p. 303).
4.      Patofisiologi
Hemoroid atau wasir atau ambeien dapat terjadi pada individu yang sehat. Umumnya wasir
dapat menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan, atau prolaps. Sebagian
besar literatur menyebutkan bahwa diet rendah serat dapat menyebabkan bentuk feses menjadi
kecil, keras dan padat yang bisa mengakibatkan kondisi mengejan selama buang air besar.
Peningkatan tekanan ini menyebabkan pembengkakan dari hemoroid, kemungkinan gangguan
dari venous return. Kondisi terlalu lama duduk ditoilet diyakini menyebabkan melemahnya
struktur pendukung. Mengejan dan konstipasi dianggap sebagai penyebab hemoroid (Mutaqqin
& Sari, 2013, p. 691).
Pada kehamilan memberikan tegangan abnormal dari otot sfingter internal yang dapat
menyebabkan hemoroid.pada waktu persalinan, terjadi tekanan keluar yang kuat pada anus.
Tekanan ini dapat memperparah wasir yang sudah atau membentuk wasir yang sebelumnya
belum ada (Masriadi, 2016).
Hipertensi portal telah sering disebutkan dalam hubunganya dengan hemoroid.perdarahan
pasif dari hemoroid pada pasien dengan hipertensi portal biasanya bersifat pasif. Varises
anorektal merupakan kondisi umum pada pasien dengan hipertensi portal.Varises terjadi di
midrektum, diantara sistem portal dan vena inferior rektal.Varises terjadi lebih sering pada
pasien yang nonsirosis dan mereka jarang mengalami perdarahan.Kondisi hemoroid dapat
memberikan berbagai manifestasi klinis seperti nyeri dan perdarahan pada anus.Hemoroid
internal tidak menimbulkan sakit karena berada diatas garis dentate dan tidak ada inervasi saraf
namun mengalami perdarahan, prolaps sebagai hasil dari deposisi dari suatu iritasi kebagians
sensitif kulit perianal sehingga menimbulkan sensasi gatal dan iritasi.Hemoroid internal juga
dapat menyebabkan rasa sakit akut ketika terjadi inkerserata atau strangulasi.Strangulasi yang
disertai dengan nekrosis dapat menimbulkan ketidaknyamanan lebih.Ketika kondisi ini terjadi,
sering menyebabkan kejang sfingter eksternal seiring dengan trombosis.Trombosis eksternal
menyebabkan nyeri akut (Mutaqqin & Sari, 2013).
Hemoroid internal yang paling sering menyebabkan perdarahan tanpa sakit pada saat
defekasi.Perdarahan sebagai tanda pertama hemoroid interna karena trauma oleh feses yang
keras dan vena mengalami ruptur.Dengan meningginya spasme sfingter, perdarahan bersifat
muncrat. Darah tersebut berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan tinja, hanya berupa
garis pada feses atau kertas pembersih sampai darah yang menetes dan mewarnai air toilet
sampai menjadi merah. Darah yang keluar akibat hemoroid berwarna merah segar karena
mengandung zat asam. Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat mengakibatkan
anemia berat (Mutaqqin & Sari, 2013).
Hemoroid eksternal menyebabkan gejala dalam dua cara. Pertama, trombosis akut yang
mendasari vena hemorid eksterna dapat terjadi.Trombosis akut biasanya berkaitan dengan
peristiwa tertentu, seperti tenaga fisik, berusaha untuk mengejan.Nyeri dari inervasi saraf oleh
adanya distensi dan edema.Rasa sakit berlangsung selama 7-14 hari sesuai dengan resolusi
trombosis.Kondisi hemoroid eksternal memberikan manifestasi kurang higienis akibat
kelembapan dan rangsangan akumulasi mukus.Keluarnya mukus dan terdapatnya fese pada
pakaian dan merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap (Mutaqqin & Sari,
2013,).
Pathway

Peradangan pada usu seperti Colitisulseratif

Kehamilan / persalinan

Terlalu lama duduk ditoilet / saat membaca

Konsumsi makanan rendah serat


 
5.      Klasifikasi
Hemoroid terbagi menjadi hemoroid eksterna dan hemoroid interna.
a.    Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan plexus hemoroid inferior terdapat
disebelah distal garis mukokutan didalam jaringan dibawah epitel anus.Hemoroid eksterna
diklasiifikasikan sebagai bentuk akut dan kronik.Bentuk akut berupa pembengkakan bulat
kebiruan pada pingir anus dan merupakan hematoma.Bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena
ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Sedangkan untuk hemoroid luar yang
kronik atau disebut dengan skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari
jaringan penyambung serta sedikit pembuluh darah. Ciri cirinya yaitu:
a)      Adanya edema
b)      Edema akibat trombosis
c)      Nyeri yang semakin bertambah
b.   Hemoroid Interna
Hemoroid interna pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis superior diatas garis mukokutan dan
ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna paling sering menyebabkan perdarahan pada saat proses
defekasi. Perdarahan merupakan tanda umum dari hemoroid interna yangdiakibatkan oleh
trauma oleh feses yang keras dan vena mengalami rupture atau pecah dan lecet. Darah yang yang
keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses atau hanya berupa garis pada
feses (Kasron & Susilowati, 2018). Hemoroid interna di bagi menjadi 4 derajat menurut (Kasron
& Susilowati, 2018) yaitu:
a)   Derajat I: Hemoroid pada derajat ini terjadi apabila pembesaran hemoroid yang tidak prolaps
keluar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
b)   Derajat II: pembesaran hemoroid yang prolaps dan dapat menghilang atau masuk sendiri
kedalam anus secara spontan. Tonjolan keluar dari anus saat defekasi dan masuk sendiri setelah
selesai defekasi.
c)   Derajat III: pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi kedalam anus dengan bantuan
dorongan jari. Tonjolan keluar waktu defekasi, dan harus didorong masuk setelah defekasi
selesai karena tidak dapat masuk sendiri.
d)  Derajat IV: prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung mengalami thrombosis.
Tonjolan tidak dapat masuk kembali kedalam anus.
6.       Komplikasi
Komplikasi hemoroid menurut (Masriadi, 2016) adalah:
a.    Ulserasi
Terjadi luka pada lapisan mukosa (selaput lendir).
b.   Prolaps dan strangulasi
Terjadinya prolaps dari wasir atau hemoroid dalam dan bila terjepit dapat menyebabkan
gangguan peredaran darah sehingga bisa terjadi nekrosis atau matinya jaringan.
c.    Anemia dari perdarahan yang berulang.
Keluarnya darah yang disebabkan karena sobeknya pembuluh darah hemaroidalis yang terjadi
berulang – ulang dapat menyebabkan anemia pada penderita hemoroid.
d.   Trombosis Vena.
Trombosis terjadi karena tekanan yang tinggi pada vena seperti saat mengejan, batuk, atau ibu
yang melahirkan.Pembuluh darah vena yang mengalami pelebaran dan menonjol dapat terjepit
dan terjadi trombosis.
e.    Infeksi. Setelah trombosis dengan odem atau pembengkakan dan radang bisa mengakibatkan
infeksi.
f.    Terjadi iritasi.
Hemoroid dapat menyebabkan iritasi dan luka pada daerah sekitar anus.Luka tersebut
menimbulkan rasa nyeri dan sakit.Nyeri bertambah parah saat orang tersebut sedang buang air
besar. Yang menjadi sebab timbulnya luka adalah terjadinya gesekan yang ditimbulkan feses
pada kulit anus, jika seseorang yang terkena hemoroid juga terkena sembelit maka akan
memperparah keadaan.
g.   Jaringan menjadi mati atau membusuk.
Matinya jaringan dan membusuk dapat saja dialami pasien hemoroid.Hal ini terjadi ketika
benjolan ambeien yang keluar dari anus terjepit oleh otot lingkar dari anus sendiri.Kondisi ini
menyebabkan darah tidak lagi dapat beredar secara sempurna.Maka ambeien bertambah sakit.
Penanganan yang terlambat dapat menyebabkan kematian jaringan sehingga akan membusuk
jika terus dibiarkan.

1.      Pengkajian
a.       Identitas `
Sekitar 50% dari populasi terkena penyakit ini setiap waktu, kedua gender kurang lebih
mengalami kondisi kemunculan yang tinggi pada usia 45 sampai dengan 65 tahun (Masriadi,
2016, p. 300).
b.      Status kesehatan saat ini
1)      Keluhan Utama
Klien mengeluh konstipasi, perdarahan pada anus, dan merasa ada benjolan disekitar anus
(Mutaqqin & Sari, 2013).
2)      Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita hemoroid biasanya mengeluhkan nyeri, perdarahan pada anus dan merasa ada benjolan
disekitar anus, sulit buang air besar (Mutaqqin & Sari).
3)      Riwayat penyakit sekarang
Pada penderita hemoroid terasa adanya tonjolan pada anus terkadang merasa nyeri dan gatal
pada daerah anus.Selain itu terkadang klien dating ker RS dengan keluan adanya perdaraan saat
BAB (Mutaqqin & Sari, 2013).
c.       Riwayat kesehatan terdahulu
1)      Riwayat Penyakit Sebelumnya
Biasanya pada pasien ada riwayat hemoroid atau wasir, dan riwayat diet rendah serat, pasien
sering duduk berjam-jam, dan riwayat kesulitan dalam buang air besar (Kasron & Susilowati,
2018).
2)      Riwayat penyakit keluarga
Perlu menanyakan kepada keluarga apakah anggota keluarga ada yang pernah menderita
hemoroid (Mutaqqin & Sari, 2013).
3)      Riwayat pengobatan
Ditolong dengan tindakan local sederhana disertai dengan nasihat tentang pentingnya konsumsi
makanan yang tinggi serat (Mutaqqin & Sari, 2013,).
d.      Pemeriksaan Fisik
1)      Keadaan umum
a)      Kesadaran
Biasanya pasien pucat dan lemas karena perdarahan yang menyebabkan anemia atau pasien
mengalami gelisah karena menahan sakit, serta kesadaran composmentis (Mutaqqin & Sari,
2013,).
b)      Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital bisanya normal atau bisa didapatkan perubahan seperti takikardi, peningkatan
pernapasan (Mutaqqin & Sari, 2013.).
2)   Body System
a)      Sistem pernafasan
Pada pasien hemoroid biasanya normal tidak ada kelainan didaerah dada, ekspansi dada
seimbang, tidak ada suara tambahan pada paru.Tetapi juga bisa di didapatkan peningkatan
pernapasan (Mutaqqin & Sari).
b)      Sistem kardiovaskuler
Pada pasien hemoroid bisanya normal tetapi bisa juga ditemukan peningkatan denyut nadi, akral
dingin (Mutaqqin & Sari, 2013).
c)      Sistem persarafan
BI ( Olfaktorius): pada pasien hemoroid tidak ada gangguan pada syaraf penciuman atau syaraf
olfaktorius.
BII (Optikus) : pada pasien hemoroid tidak ada gangguan pada syaraf penglihatan.
BIII (Okulomotius): pada pasien hemodoid klien masih bisa menggerakkan otot mata.
BIV (Troklearis): pasien hemoroid masih bisa menggerakkan beberapa otot mata, dan tidak
ditemukan gangguan.
BV (Trigeminus): pasien hemoroid masih bisa menggerakkan rahang dan masih bisa menerima
rangsangan di wajah.
BVI (Abdusen): pasien hemoroid masih bisa melakukan abdusen mata dan tidak ada gangguan
pada saraf abdusen.
BVII (Fasialis): pada pasien hemoroid masih bisa menerima rangsangan di bagian anterior lidah
dan merasakan rasa, dan masih bisa mengedalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi wajah.
BVIII (Auditorius): pasien hemoroid masih bisa mengendalikan keseimbangan, dan menerima
rangsaan pendengaran.
BIX (Glosofaringeus) : pasien hemoroid masih bisa menerima rangsangan posterior lidah dan
masih bisa merasakan sensasi rasa.
BX (Vagus): pada pasien hemoroid tidak ada ganguan pada syaraf vagus.
BXI (Aksesoirus): pada pasien hemoroid klien masih bisa menggerakkan kepala dan tidak ada
gangguan pada saraf aksesorius.
BXII (Hipoglosus): pada pasien hemoroid pergerakan lidah klien normal (Masriadi, 2016).
d)     Sistem perkemihan
Pada pasien hemoroid biasanya system perkemihan normal dan tidak ada gangguan (Mutaqqin &
Sari, 2013).
e)      Sistem pencernaan
Pada pasien hemoroid bisa ditemukan distensi abdomen diakarenakan pasien sulit BAB,
konstipasi, adanya benjolan pada anus dan adanya ulserasi serta ada darah saat BAB, feses
keras, adanya pembengkakan vena hemoroidalis. Pemeriksaan colok dubur hemoroid interna
tidak adapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanay tidak nyeri
(Mutaqqin & Sari, 2013).
f)       Sistem integument
Pada pasien hemoroid biasanya terjadi anemia karena adanya perdarahan pada anus, pasien pucat
dan akral hangat dan CRT lebih dari 3 detik (Mutaqqin & Sari, 2013).
g)      Sistem musculoskeletal
pada pasien hemoroid biasanya pasien tidak ada kelaianan reflek patella kekuatan otot 4-5
(Mutaqqin & Sari, 2013).
h)      Sistem endokrin
Pada pasien hemoroid tidak ada gangguan pada system endokrin (Mutaqqin & Sari, 2013).
i)        Sistem reproduksi
Pada pasien penderita hemoroid tidak ada gangguan pada system reproduksi (Mutaqqin & Sari,
2013).
j)        Sistem penginderaan
Pada pasien hemoroid tidak ada ganguan pada system pengeindraan dan cenderung normal,
kecuali pasien hemoroid yang lansia. Karena lansia mengalami penuruna fungsi pengindraanya
terkait dengan proses degenerative (Mutaqqin & Sari, 2013).
k)      Sistem imun
Pada pasien dengan hemoroid tidak ditemukan penuruan system kekebalan tubuh (Mutaqqin &
Sari,2013).
e.   Pemeriksaan penunjang
a)         Pemeriksaan colok dubur.
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid dengan stadium I tidak dapat diraba karena tekanan
vena didalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Apabila hemoroid sering
mengalami prolaps, selaput lendir akan menebal. Thrombosis dan fibrosis pada perabaan terasa
padat dengan dasar yang lebar.Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rectum (Kasron & Susilowati, 2018).
b)         Pemeriksaan anoskopi.
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak meonjol keluar.Anoskop
dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran.Pasien dalam posisi litotomi. Anoskopi dan
penumbatanya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penumbat diangkat dan penderita
disuruh untuk nafas panjang.hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol
kedalam lumen. Apabila penderita diminta untuk mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan
membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak,
besarnya, dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissure ani dan tumor ganas harus
diperhatikan (Kasron & Susilowati, 2018).
c)         Pemeriksaan proktosigmoidoskopi.
Prosedur pemeriksaan tersebut digunaka untuk keluhan yang tidak disebabkan oleh proses
radang atau proses keganasan distadium yang sudah akhir atau tinggi, karena hemoroid
merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap
adanya darah samar (Kasron & Susilowati, 2018).
7.      Penatalaksanaan
a.       Terapi non bedah.
a)         Terapi obat-obatan (medikamentosa/diet).
Penderita hemoroid derajat I dan derajat II dapat ditolong dengan tindakan local sederhana
disertai dengan nasihat tentang makan.Mengajurkan kepada penderita sebaiknya mengkonsumsi
makanan yang berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan. Makanan ini membuat gumpalan
isi usus menjadi besar namun lunak sehingga mempermudah proses buang air besar dan
mengurangi mengejan berlebihan. Supositoria dan salep anus diketahui tidak memiliki efek yang
bermakna kecuali efek anestetik astringen.Hemoroid interna yang mengalami prolaps yang
dikarenakan odem umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan tirah
baring dan kompres local untuk mengurangi pembengkakan (Kasron & Susilowati, 2018).
b)         Skleroterapi.
Penatalaksanaan ini dengan cara menyuntikkan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5%
fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam jaringan areolar yang
longgar dibawah hemorid interna.Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dan garis mukokutan
dengan jarum panjang melalui ansoskop. Tindakan tersebut tidak akan menimbulkan nyeri jika
loka penyuntikan tepat. Terapi yang efektif untuk hemoroid dengan derajat I dan II bisa
dilakukan dengan sklerotikdan memberikan informasi mengenai makanan yang harus
dikonsumsi penderita hemoroid merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I
dan II, tidak tepat untuk hemoroid parah atau yang mengalami prolps (Kasron & Susilowati,
2018).
c)         Ligasi dan gelang karet.
Wasir atau ambeien yang sudah membesar dan mengalami prolaps dapat ditangani dengan cara
ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa diatas hemoroid yang
menonjol dijepit dan ditarik aatau dihisap ketabung ligator khusus.Gelang karet didorong dari
ligator dan ditempatkan secara rapat disekeliling mukoa pleksus hemoroidalis tersebut.Pada satu
kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam
jarak waktu 2-4 minggu.Hambatan yang menyulitkan dalam tindakanini adalah timbulnya rasa
nyeri karena terkenanya garis mukokutan.Untuk menghilangkan dan mengurangi nyeri maka
gelang tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan.Nyeri yang hebat dapat pula
disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya 7-10
hari (Kasron & Susilowati, 2018)
b.      Terapi bedah.
Terapi bedah dilakukan pada penderita yang meangalami keluha menahun dan pada penderita
hemoroid derajat III dan IV.Pasien hemoroid dengan derajat IV yang dibarengi dengan
thrombosis dan merasakan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi. Ada
tiga tindakan bedah yang tersedia yaitu:
1.      Bedah konvensional.
a)      Teknik Milligan – Morgan.
Basis masa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari
rectum.Lalu dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis.
Hemostat kedua ditempatkan dital terhadap hemoroid eksterna. Incise elips dibuat dengan scalpel
melalui kulit dan mukoa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus. Hemoroid dieksisi
secara keseluruhan. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup
secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana
b)      Teknik Whitehead.
Teknik dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan
mengadakan reseksi sirkuler tehadap mukosa daerah itu
c)      Teknik Langenbeck.
Teknik ini dilakukan dengan cara menjepit internus radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur
dibawah klem dengan cat gut chromic no 2/0, lalu eksisi jaringan diatas klem. Lalu lepaskan
klem dan jepitan jelujur dibawah klem diikat.Teknik ini sering digunakan karena caranya mudah
dan tidak mengandung risiko pembentukan jaringan part sekunder yang biasa menimbulkan
stenosis
2.      Bedah Laser.
Bedah ini menggunakan laser.Pada bedah laser disaat dilakukan pemotongan, maka pembuluh
jaringan terpatri dan tidak terbuka sehingga tidak banyak darah yang dikeluarkan, tidak banyak
luka dan dengan nyeri yang minimal.Pada bedah laser, nyeri berkurang karena saraf rasa nyeri
ikut terpatri.Dianus terdapat banyak saraf. Pada bedah konvensional setelah operasi akan
merasakan nyeri sekali karena pada saat memotong jarngan, serabut saraf terbuka akibat serabut
saraf tidak mengerut sedangkan selabungnya mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabat
saraf dan selubung saraf menempel jadi satu seperti terpatri sehingga serabut saraf tidak terbuka.
Untuk hemoroidektomi dibutuhkan daya laser 12-14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas
operasi direndam cairan antiseptic. Dalam waktu 4-6 minggu, luka akan mengering
3.      Bedah Stapler / PPH (Procedure For Prolaps Hemorroids).
Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, teridiri
dari lingkaran depan dan pendorong dibelakangnya. Pada dasarnya hemoroid merupakan
jaringan alami yang terdapat disaluran anus fungsinya sebagai bantalan saat buang air
besar.Kerjasama antara jaringan hemoroid dengan sfingter ani untuk melebar dan mengerut
menjamin terkontrolnya keluaran cairan dan kotoran dari dubur.Teknik PPH ini mengurangi
prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya keatas garis mukokutan dan mengambalikan
jaringan hemoroid keposisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan
sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.
Awalnya jaringan hemoroid yangmengalami prolaps didorong ke atas terlebih dahulu dengan
menggunakan alat dilator kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat
stapler dimasukkan kedalam dilator.Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium dan
ditanamkan dibagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid
tersebut.Bagian jaringan yang berlebih masuk kedalam stapler. Dengan memutar sekrup yang
terdapay pada ujung alat, maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis.
Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti
sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya (Kasron & Susilowati, 2018, p. 414).
c.       Terapi.
Salep yang menggunakan analgesic untuk mengurangi nyeri atau gesekan pada waktu berjalan,
dan sedasi. Istirahat ditempat tidur dapat membantu mempercepat berkurangnya
pembengkakan.Apabila melakukan eksisi secara lengkap dengan hemoroidektomi dengan
anestesi local, maka pasien yang datang kurang dari 48 jam dapat ditolong dan kemungkinan
besar berhasil dengan baik.
Bila thrombus sudah dikeluarkan, kulit dieksisi berbentuk elips untuk mencegah bertautanya tepi
kulit dan pembentukan kembali thrombus dibawahnya. Nyeri segera hilang pada saat tindakan
dan luka akan sembuh dalam waktu singkat sebab luka berada diaerah yang kaya akan darah.
Dilatasi anus merupakan salah satu pengobatan pada hemoroid interna yang besar, prolaps,
berwarna biru dan sering berdarah atau yang biasa disebut hemoroid strangulasi.
Anastesi umum dilakukan pada pasien diletakkan pada posisi lateral kiri atau posisi litotomi.
Dengan hati-hati anus direnggangkan cukup luas sehingga dapat dilalui 6-8 jari.Untuk prosedur
ini diperlukan waktu yang cukup agar tidak merobek jaringan.Selama prosedur tersebut, fingter
anus dapat terasa memberikan jalan. Namun karena metode dilatasi menurut Lord ini kadang
disertai penyulit inkontinensia sehingga tidak dianjurkan (Kasron & Susilowati, 2018, p. 416).
2.      Diagnosa keperawatan
b.      Nyeri b.d peradangan pada pleksus hemoroidalis.
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
1.      Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma).
2.      Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan).
3.      Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur
operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).
Gejala & Tanda Mayor
Subjektif
1.      Mengeluh nyeri.
Objektif
1.      Tampak meringis.
2.      Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
3.      Gelisah
4.      Frekuensi nadi meningkat
5.      Sulit tidur.
Gejala & Tanda Minor
Subjektif
1.      Tidak tersedia
Objektif
1.      Tekanan darah meningkat.
2.      Pola nafas berubah
3.      Nafsu makan berubah
4.      Proses berfikir terganggu
5.      Menarik diri
6.      Berfokus pada diri sendiri
7.      Diaphoresis
Kondisi Klinis Terkait
1.      Kondisi pembedahan
2.      Cedera traumatis
3.      Infeksi
4.      Sindrom koroner akut
5.      Glaucoma
c.       Perfusi Perifer Tidak Efektif
Definisi: penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolism
tubuh.
Penyebab:
1.      Hiperglikemi.
2.      Penurunan konsenterasi hemoglobin.
3.      Penurunan aliran arteri/vena
4.      Kurang aktivitas fisik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
1.      Pengisian kapiler >3 detik.
2.      Nadi perifer menurun atau tidak teraba.
3.      Akral teraba dingin.
4.      Warna kulit pucat.
5.      Turgor menurun.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1.      Parastesia.
2.      Nyeri ekstremitas.
Objektif
1.      Edema.
2.      Penyumbatan luka lambat
3.      Bruit femoral.
Kondisi Klinis Terkait
1.      Tromboflebitis.
2.      Anemia.
3.      Thrombosis arteri.
4.      Varises.
5.      Thrombosis vena dalam
3.      Intervensi
a.       Konstipasi (Wilkinson, 2016, p. 97).
1)      Tujuan: konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh defekasi: pola eliminasi, feses lunak dan
berbentuk, mengeluarkan feses tanpa bantuan.
2)      Kriteria hasil :
a.       Pasien menunjukkan pengetahuan program defekasi yang dibutuhkan untuk mengatasi efek
samping obat.
b.      Pasien melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan mengejan.
c.       Pasien melihatkan hidrasi yang adekuat (mis, turgor kulit baik, asupan cairan kira-kira sama
dengan haluaran).
3)      Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
a)     Dapatkan data dasar mengenai program defekasi, aktivitas, medikasi, dan pola kebiasaan pasien.
b)    Kaji dan dokumentasikan:
Warna dan konsistensi feses pertama pascaoperasi frekuensi, warna, konsistensi feses.Keluarnya
flatus, adanya impaksi, ada/tidak ada bising usus dan distensi abdomen pada keempat kuadran
abdomen.
c)      Manajemen konstipasi (NIC)
1.   Kaji tanda dan gejala adanya ruptur usus atau peritonitis.
2.   Identifikasi faktor seperti pengobatan, tirah baring dan diet yang dapat menyebabkan atau
berkontribusi terhadap konstipasi.
Penyuluan untuk pasien/keluarga
a)      Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanul atau sungkup
Regulasi hemodinamik (NIC):
a)      Informasikan kepada pasien mekingkinan konstipasi akibat obat.
b)      Instruksikan pasien mengenai bantuan eliminasi defekasi yang dapat meningkatan pola defekasi
yang optimal diruma.
c)      Ajarkan pada pasien tentang efek diet (cairan dan serat) pada defekasi.
d)     Informasikkan pasien pentingnya menghindari mengejan selama defekasi untuk mencegah
perubahan pada tanda vital atau perdarahan.
e)      Berikan informasi mengenai etiologi masalah dan rasional tindakan kepada pasien.
Aktivitas Kolaboratif
a)      Konsultasikan dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diet.
b)      Konsultasi dengan dokter untuk memberikan bantuan eliminasi, sepert diet tinggi serat,pelunak
feses, enema, dan laksatif.
c)      Konsultasi dengan dokter tentang penurunan atau peningkatan frekuensi bising usus.
d)      Aktivitas Lain
a)      Anjurkan pasien untuk meminta obat nyeri sebelum defekasi untuk memfasilitasi pengeluaran
feses tanpa nyeri.
b)      Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang eliminasi defekasi pasien.
c)      Berikan privasi dan keamanan untuk pasien selama defekasi.
b.   Nyeri
1)      Tujuan: pasien mampu mengenali awitan nyeri, menggunakan tindakan pencegahan,
melaporkan nyeri dapat dikendalikan.
2)      Kriteria Hasil:
a)      Pasien mampu melakukan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan.
b)      Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang dengan skala (0-10).
c)      Mengenali faktor penyebab.
d)     Melaporakan nyeri pada tenaga kesehatan
e)      Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgetik maupun analgetik.
f)       Tidak mengalami gangguan pernapasan, denyut jantung atau tekanan darah.
3)      Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
1.      Pengkajian
a.    Gunakan laporan pasien untuk mengumpulkan informasi.
b.   Kaji skala nyeri yang dirsakan pasien dengan cara menilai nyeri dari skala 1-10.
c.    Manajemen nyeri (NIC):
a)      Kaji lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan dan
faktor prsipitasi nyeri.
b)      Observasi isyarat ketidaknyamanan.
Penyuluhan Keluarga dan Pasien
1.      Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak tercapai.
2.      Berikan informasi tentang nyeri, berapa lama akan berlangsung dan aktisipasi ketidaknyamanan
terhadap prosedur..
Aktivitas Kolaboratif
1.      Kolaborasikan dengan dokter pemberian analgetik.
Aktivitas Lain-lain
1.      Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kegaduhan.
c.    Perfusi perifer tidak efektif
1)      Tujuan: menunjukkan perfusi perifer yang dibuktikan dengan pengisian ulang kapiler.
2)      Kriteria Hasil:
a.       Kulit ekstremitas hangat.
b.      Tidak ada edema.
c.       Pasien mengidentifikasi perubahan gaya hidup yang diperlukan untuk meningkatkan perfusi
jaringan.
3)      Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
a.       Kaji warna dan suhu kulit.
b.      Kaji pengisian ulang kapiler.
Penyuluhan Untuk Pasien dan Keluarga
a.       Jelaskan manfaat latihan fisik teratur.
Aktivitas Kolaboratif
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberia terapi.
Aktivitas Lain
a.       Bagi asupan cairan yang diprograman secara tepat selama 24 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Kasron & Susilowati. (2018). Buku Ajar Anatomi dan Gangguan Sistem Pencernaan.
Jakarta: CV. Trans Info Media.
Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta Timur: CV. Trans
Info Medika.
Mutaqqin & Sari. (2013). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Septadiana & Veronica. (2015). Jurnal Kedokteran Gambaran Histopatologi Epitel
Transisional Kolorektal pada Pasien Hemoroid. Palembang: Fakultas Kedokteran
Universitas Sriijaya.
Setiati dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta Pusat:
Interna Publishing.
Sudoyo. ((2014)). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta Pusat:
Interna Publish.
Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai