Anda di halaman 1dari 8

TAHAP-TAHAP PENYEMBUHAN FRAKTUR

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut :

1. Stadium Pembentukan Hematom :


 Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari
pembuluh darah yang robek
 Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
 Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
2. Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :
 Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi
fraktur
 Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
 Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang
 Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
 Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
3. Stadium Pembentukan Kallus :
 Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
 Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
 Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu
 Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
4. Stadium Konsolidasi :
 Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah
menyatu
 Secara bertahap menjadi tulang mature
 Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan
5. Stadium Remodeling :
 Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks
fraktur
 Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
 Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih
ada tanda penebalan tulang
Proses Penyembuhan Tulang

Proses penyembuhan fraktur pada tulang terdiri atas lima fase, yaitu :

1. Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur
dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar
diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan
akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke
dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler
tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal
dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan
lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari
sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik
yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak
terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah
beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi
jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang
sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar
yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.
Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan
polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk
tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven
bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya
penyembuhan fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan
kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang.
Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian
dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang
sumsum.

KOMPLIKASI FRAKTUR

Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri  atau akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik
a.   Komplikasi umum

Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan
fungsi pernafasan.

Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca
trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme,
berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak,
trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren

b.      Komplikasi Lokal          

Komplikasi dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,
sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi
lanjut.

 Pada Tulang

1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.


2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau
bahkan non union

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada
fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan
kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi

 Pada Jaringan lunak

1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena
edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan
pemasangan elastik
2. Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang
menonjol

 Pada Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu.
Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul
sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama
akan menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).

 Pada  pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada
robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan
berhenti spontan.

Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau
manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada
pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh
darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti
pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu
dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi. Sindroma kompartemen
terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai
bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut
Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat
sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.

Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara
periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann.  Gejala
klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut
nadi hilang) dan Paralisis

 Pada saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan


akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus.

Komplikasi lanjut

Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan
terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.

 Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung
fraktur,

Terapi  konservatif selama 6 bulan  bila  gagal dilakukan  Osteotomi. Bila lebih 20
minggu  dilakukan cancellus grafting  (12-16 minggu)

 Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan
diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi
untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat
jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan,
proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.

Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas,
hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak
memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan
penyakit tulang (fraktur patologis)

 Mal  union

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.  Tindakan


refraktur atau osteotomi koreksi .

 Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union
(infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis
mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot

 Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,
sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan
antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara
pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap.

PROGNOSIS
Pada umumnya fraktir femur lebih besar / sering di derita oleh laki-laki dewasa dan
laki-laki muda / pada pria  dari apada kaum wanita karena faktor aktivitas yang lebih
cenderung. Dan biasanya untuk laki-laki dewasa di akibatkan oleh adanya kecelakan /
trauma lansung seperti kecelakan pada kendaraan bermotor / karena adanya benturan
yang keras / jatuh dari ketinggian. Kemudian fraktur ( femur ) biasanya juga di alami
oleh kaum gerontik karena faktor patologik.
1. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7.
Jakarta : Widya Medika.1995
2. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif
Watampone. 2007
3. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.
4. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta
: EGC.2000.

Anda mungkin juga menyukai