Isra' Mi'raj PDF
Isra' Mi'raj PDF
Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi setelah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam mendapat
siksaan amat berat dari para penentang dakwah dan berbagai cobaan yang menimpa beliau
dalam mempertahankan iman. Berawal dari wafatnya Khadijah r.a kemudian Abu Thalib
karena pengepungan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Allah Subhanahu Wata’ala
berkenan membawa Hamba-Nya sekaligus Utusan-Nya dalam perjalanan Imani yaitu
perjalanan Isra’ dan Mi’raj. Perjalanan yang disertai dengan jasad dan ruh Nabi Muhammad
SAW (Ibrahim, 2008, h. 94).
Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram menuju Masjidil
Aqsha. Sebagaimana dalam firman Allah yang diawali dengan bacaan Subahana (Mahasuci)
adalah untuk menunjukkan kekaguman. Kekaguman itu sendiri adalah gambaran keadaan
kaum yang tidak mempercayainya. Bagaimana mereka tidak percaya, padahal Allah SWT
yang menjalankan, yang tidak bisa dilemahkan oleh apapun yang ada di langit dan bumi ini.
Sehingga Allah SWT melanjutkan firman-Nya dengan Asraa (menjalankan), diawali dengan
hamzah ta’adiyah (bermakna transitif) yang bermaksud bahwa pelakunya adalah Allah SWT.
lalu yang dijalankan Allah SWT adalah (‘Abdihi). ‘Abd mempunyai beberapa makna,
diantaranya; (1) Hamba adalah semua yang terdiri dari jasad dan ruh. (2) Makhluk Allah
SWT yang hanya memiliki ketaatan. (3) Kemuliaan yang tidak bisa dikalahkan oleh
kemuliaan lain, “cukuplah bagiku kebanggaan bahwa Engkau adalah Tuhan bagiku, dan
cukup mulia jika aku menjadi hamba bagi-Mu” (Ibrahim, 2008, h. 94).
Mi’raj adalah perjalanan naiknya Nabi Muhammad SAW setelah Isra’ ke alam yang
tinggi yaitu hingga langit ketujuh sampai sidratil muntaha. Sidrotil Muntaha adalah suatu
tempat yang tidak bisa dijangkau oleh ilmu pengetahuan manusia dan tidak dapat diketahui
hakikat sebenarnya oleh siapapun selain beliau sendiri. Dan terdapat Jannah Al-Ma’wa
didekat Sidratil Muntaha. Sebagai tanda kekuasaan Allah SWT, dalam perjalanannya tersebut
Rasulullah SAW ditemani oleh Malaikat Jibril dengan kendaraan yang disebut dengan Buroq.
Kemudian setelah melalui beberapa kejadian disana, Nabi Muhammad SAW kembali lagi ke
Masjidil Haram (Jabbar & Ulfah, 1997, h. 54 & 43).