Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK”

Dosen Pengampu : Ismail Fahmi, M.Kep, Ners, Sp.Kep MB

Disusun Oleh :

Kelompok II

1. Resti azaizah syaputri PO71201190007


2. Muhammad ananda yaniko PO71201190008
3. Dina permatasari PO71201190009
4. Dini permatasari PO71201190010
5. Nadia savitri PO71201190011
6. Wiyne Emilia pransisca PO71201190012

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TK II

POLTEKKES KEMENKES JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita, sehingga kami tim penyusun berhasil menyelesaikan makalah
sederhana ini. Shalawat dan salam marilah kita haturkan kepada junjungan besar kita, Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat nya dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Makalah ini disusun dengan tujuan agar mahasiswa dapat membaca dan  mempelajari
tentang “Penyakit Paru Obstruktif Kronik”. Kami menyadari bahwa tidak ada gading yang
tak retak. Makalah yang kami susun ini tak luput dari kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karenanya, kami sebagai tim penyusun sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Jambi, September 2020

Kelompok II

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar.............................................................................................................................i

Daftar isi.....................................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan......................................................................................................................1

A. Latar belakang.................................................................................................................1
B. Tujuan.............................................................................................................................1
C. Manfaat...........................................................................................................................2

Bab II Pembahasan......................................................................................................................3

A. Konsep penyakit..............................................................................................................3
1. Definisi......................................................................................................................3
2. Etiologi......................................................................................................................6
3. Patofisiologi..............................................................................................................8
4. Manifestasi klinis......................................................................................................8
5. Pemeriksaan penunjang ............................................................................................9
6. Komplikasi..............................................................................................................10
7. Penatalaksanaan......................................................................................................11
8. Pencegahan..............................................................................................................13
B. Konsep keperawatan.....................................................................................................14
1. Pengkajian ..............................................................................................................14
2. Diagnose..................................................................................................................18
3. Intervensi dan rasional............................................................................................18
4. Evaluasi...................................................................................................................22

Bab III Penutup.........................................................................................................................24

A. Kesimpulan...................................................................................................................24
B. Saran..............................................................................................................................24

Daftar pustaka..........................................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan
penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas
yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan
yang bersifat progresif (cepat dan berat)  ini disebabkan karena terjadinya Radang
kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang
cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan
keterbatasan aktifitas.
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi yang utama. Ada tiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal sebagai PPOM tersebut yaitu brinkhitis
kronis, emfisema paru, dan asma bronkhiale.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab
kematian terbanyak di negara dengan pendapatan tinggi sampai rendah. Menurut
World Health Organization (WHO), PPOK menempati urutan ke-4 dan ke-5 bersama
HIV/AIDS sebagai penyebab kematian utama di negara maju dan berkembang. Di
tahun 2004, terhitung 64 juta orang menderita PPOK di seluruh dunia dan di tahun
2005, 3 juta orang meninggal karena PPOK. Di Amerika Serikat, PPOK menyebabkan
masalah kesehatan berat dan beban ekonomi bahkan diperkiran pada tahun 2020 akan
menjadi penyebab kematian ke-3 terbanyak pada pria maupun wanita. Diperkirakan
juga di Amerika Serikat terdapat 16 juta penduduk terdiagnosa PPOK dan ada 14 juta
penduduk atau lebih yang belum terdiagnosa.

B. Tujuan
a. Tujuan umum
Memperoleh gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan dengan masalah
Penyakit paru obstruktif kronis.
b. Tujuan khusus
a) Memperoleh gambaran tentang pengkajian dengan masalah Penyakit paru
obstruktif kronis

1
b) Memperoleh gambaran tentang masalah dan diagnosa keperawatan dengan
masalah Penyakit paru obstruktif kronis.
c) Memperoleh gambaran tentang rencana keperawatan dengan masalah Penyakit
paru obstruktif kronis
d) Memperoleh gambaran tentang faktor penunjang dan faktor penghambat dalam
penerapan asuhan keperawatan dengan masalah Penyakit paru obstruktif
kronis

C. Manfaat
Secara teoritis diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan bagi pembaca khususnya mahasiswa keperawatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep penyakit
1. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah gangguan progresif lambat kronis
ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit reversibel,
tidak seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel pada asma. Penyakit Paru
Obstruksi Kronik adalah kelainan dengan klasifikasi yang luas, termasuk bronkitis,
brokiektasis, emfisema, dan asma. Ini merupakan kondisi yang tidak dapat pulih
yang berkaitan dengan dispnea pada aktivitas fisik dan mengurangi aliran udara .
(Suzanne C. Smeltzer, 2001).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan penyakit paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaraan patofisiologi utamanya. Bronkitis kronis, emfisema paru,
dan asma bronkial membentuk satu kesatuan yang disebut Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD). (Sylvia Anderson Price, 2005)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau
gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran
pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini
berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas
yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan
bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda. Akan tetapi menurut
PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK,
karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema
merupakan diagnosis patologi. Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis
yang ditandai oleh pembentukan mukus yang meningkat dan bermanifestasi
sebagai batuk kronik. Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis parenkim
paru yang ditandai oleh pembesaran alveoulus dan duktus alveolaris serta destruksi
dinding alveolar.
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah
sebagai berikut :
1) Bronkitis kronik

3
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi
paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddart, 2001)
2) Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu distensi abnormal ruang udara di luar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddart,
2001)
3) Asma
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana
trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner
& Suddart, 2001)
4) Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronik yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi
bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran
pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi
dan pembesaran nodus limfe. (Bruner & Suddart, 2001)
Anatomi Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara,
O2 masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan
kanan).
Pembagian paru-paru; paru-paru terdiri dari 2 (dua) bagian :
 Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra
superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh
lobulus.
 Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus
inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil
bernama segment.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada
lobus superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2
4
(dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus
inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal
yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam
tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini
bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus.
Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 -
0,3 mm.
Letak Paru-Paru
Paru-paru terletak pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah iiu tcrdapal lampuk
paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru
dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua) :
 Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
 Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga
paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat)
yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan
gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.
Pembuluh Darah Pada Paru
Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal
dinding 1/3 dan tebal ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan
kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui
arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dad aorta
melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya oksigen" (oxyge-nated)
dibandingkan dengan darah pulmonal yang relatif kekurangan oksigen.
Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri
pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan
ke paru-paru. Cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai
ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan

5
jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah
dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.
Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena
pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk
paru-paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung 02), sisa dari vena
pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang
mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai
persediaan darah ganda.
Kapasitas paru-paru.
Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara didalamnya.
Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
 Kapasitas total
Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-
dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa
hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang
 Kapasitas vital
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksima.l
Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara
sebanyak ± 5 liter
 Waktu ekspirasi
Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita
bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3
(2 1/2 liter)
 Jumlah pernapasan
Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 - 18 x/menit, Anak-anak
kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu
keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit,
pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan
napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu
rangsangan baik yang berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang
selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba
dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari
hidung dan mulut.

6
2. Etiologi
PPOK disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian
besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab utama timbulnya 80-
90% kasus PPOK. Faktor resiko lainnya termasuk keadaan sosial-ekonomi dan
status pekerjaan yang rendah, kondisi lingkungan yang buruk karena dekat lokasi
pertambangan, perokok pasif atau terkena polusi udara dan konsumsi alkohol yang
berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30-40 tahun paling banyak menderita
PPOK.
1) Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari
pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung
pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah
rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut
merokok.Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-
partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru
“terbakar”.Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor
resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru
dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat
mengganggu sistem imun dari janin tersebut.
2) Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3) Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan
4) Status sosio ekonomi dan status nutrisi
5) Usia
6) Infeksi saluran nafas berulang
7) Jenis kelamin
Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena
dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini
prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh
perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan
bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan
perokok pria.
8) Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

7
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu
bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk
memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP
memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar
ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2
juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya
3. Patofisiologi
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang
diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya
suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya
peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi
folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil
berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang
meningkat sesuai beratsakit.
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan
seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di
paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.
Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang akan menimbulkan kerusakan sel
dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar,
sehingga menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti
interleukin 8 dan leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte
chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen species (ROS). Faktor-faktor
tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan protease yang akan merusak
jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan
hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya
limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Mediator-
mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru.
Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang.
4. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda umum PPOK, yaitu :
8
1) Batuk produktif 
Batuk produktif ini disebabkan oleh inflamasi dan produksi mukusyang
berlebihan di saluran nafas.
a. Dispnea
Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat beraktivitas fisik.
Berhubungan dengan menurunnya fungsi paru-paru dan tidak
selalu berhubungan dengan rendahnya kadar oksigen di udara.
b. Batuk kronik 
Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang hanya terjadi pada pagi
hari saja kemudian berkembang menjadi batuk yang terjadi sepanjanghari.
Batuk biasanya dengan pengeluaran sputum dalam jumlah
kecil(<60ml/hari) dan sputum biasanya jernih atau keputihan. Produksi
sputum berkurang ketika pasien berhenti merokok
c. Mengi
Terjadi karena obstruksi saluran nafas
d. Berkurangnya berat badan
Pasien dengan PPOK yang parah membutuhkan kalori yang lebih besar
hanya untuk bernapas saja. Selain itu pasien juga mengalamikesulitan
bernafas pada saat makan sehingga nafsu makan berkurangdan pasien tidak
mendapat asupan kalori yang cukup untuk mengganti kalori yang terpakai.
Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya berat badan pasien.
e. Edema pada tubuh bagian bawah
Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary meningkatdan
ventrikel kanan tidak berkontraksi dengan baik. Ketika jantung
tidak mampu memompa cukup darah ke ginjal dan hati akan timbul edema
padakaki, kaki bagian bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga
dapatmenyebabkan edema pada hati atau terjadinya penimbunan cairan
pada abdomen (acites).
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Chest X-Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla
(emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal
ditemukan saat periode remisi (asthma)
b) Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dari
dispnea menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau
9
restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari
terapi, misal : bronchodilator.
c) TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun
pada emfisema.
d) FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas
vital. (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.
e) GDA : menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PaO2 menurun dan
PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi
seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori
ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
f) Bronchogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps
bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus
(bronchitis)
g) Darah Komplit : peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan
eosinofil (asthma).
h) Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,
pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
i) ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia
(bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis,
emfisema), axis QRS vertikal (emfisema)
j) Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,
mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi
program 
6. Komplikasi
1) Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2) Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3) Infeksi Respiratory

10
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4) Gagal Jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat
juga dapat mengalami masalah ini.
5) Cardiac Disritmia
timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6) Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
11
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1) Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi,
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,
maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut
terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan
peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi.
Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka
dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen
diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat
diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan
tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
2) Terapi jangka panjang di lakukan :
a) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
12
b) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas
tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif dari fungsi faal paru.
c) Fisioterapi

8. Pencegahan
hal yang teramat penting dalam penanganan PPOK adalah deteksi dini dan
pencegahan. Mengindari faktor-faktor pencetus PPOK seperti Mencegah
kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara dan zat-zat pencemar lebih penting dan
harus dilakukan sejak awal.

13
B. Konsep keperawatan
I) Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga
manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa
digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari
proses penyakit :
a. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
b. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
c. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
d. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
e. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
f. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang
patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
a. Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
b. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
c. Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
d. Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama
pernapasan?
e. Apakah tampak sianosis?
f. Apakah vena leher pasien tampak membesar?
g. Apakah pasien mengalami edema perifer?
h. Apakah pasien batuk?
i. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
j. Bagaimana status sensorium pasien?
k. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
A. Aktifitas dan istirahat
Gejalah :
1) keletihan, kelemahan, malaise

14
2) Ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari ,karena sulit
bernapas.
3) Ketidak mampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
4) Dispnea pada saat istrahat atau respons terhadap aktifitas atau latihan.
Tanda :
1) Keletihan
2) Gelisah, insomnia.
3) Kelemehan umum atau kehilangan massa otot.
B. Sirkulasi
Gejalah : pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda :
1) peningkatan TD
2) Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat, disritmia.
3) Destensi vena leher (penyakit berat).
4) Edema depanden, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
5) Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP
dada).
6) Warna kulit atau membran mukosa normal atau abu-abu atau sianosi, kuku
tabuh dan sianosis perifer.
7) Pucat dapat menunjukkan anemia.
C. Integritas Ego
Gejalah :
1) peningkatan factor resiko.
2) Perubahan pola hidup.
Tanda : ansietas, ketakutan, peka rangsang.
D. Makanan atau cairan
Gejalah :
1) mual/ muntah
2) Nafsu makan buruk/anoreksi (enfisema)
3) Ketidak mampuan untuk makan karena distress pernafasan.
4) Penurunan berat badan menetap (enfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis).
Tanda :
1) turgor kulit buruk
2) Edema dependen
15
3) Berkeringat
4) Penurunan Berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan(emfisema).
5) Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis).
E. Higiene
Gejalah : penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktifitas sehari-hari.
Tanda : kebersihan buruk, bau badan.

F. Pernafasan
Gejalah :
1) napas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada enfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode
berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidak mampuan untuk
bernapas (asma).
2) batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat
bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2
tahun. Produksi sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali
(bronchitis kronik).
3) Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini
meskipun dapat menjadi produktif (enfisema).
4) Riwayat peneumonia berulang, terpajan padsa polusi kimia/iritan
pernapasan dalam jangaka panjang (mis. Rokok) atau debu/asap (mis.
Asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji).
5) Factor keluarga dan keturunan, mis. Defisiensi alfa-antitripsin (enfisema).
6) Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda :
1) pernapasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, napas bibir (enfisema).
2) Lebih memilih posisi tiga titik (“tripot”) untuk bernapas (khususnya
dengan eksaserbasi akut bronchitis kronik).
3) Penggunaan otot bantu pernapasan. Mis. Meninggikan bahu, retraksi fosa
suprakklafikula, melebarkan hidung.
4) Dada : dapat terlihat hiperinflamasi dengan peninggian diameter AP
(bentuk barrel), gerakan diafragma minimal.

16
5) Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi(enfisema),
menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis), ronki, mengi
sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi
berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas (asma).
6) Perkusi : hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan
emfisema), bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa).
7) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
8) Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku, abu-abu keseluruhan,
warna merah (bronchitis kronik), “biru menggembung”). Pasien dengan
emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulit normal
meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
9) Tabuh pada jari-jari (emfisema).
G. Keamanan
Gejala :
1) Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan.
2) Adanya/berulangnya infeksi.
3) kemerahan/berkeringat (asma).
H. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
I. Interaksi sosial
Gejala :
1) Hubungan ketergantungan
2) Kurang sistem pendukung
3) Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat
4) Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

Tanda :

1) Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distres


pernafasan
2) Keterbatasan mobilitas fisik
3) Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
J. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala :
1) Penggunaan/penalagunaan obat pernapasan.
2) Kesulitan menghentikan merokok
17
3) penggunaan alcohol secara teratur.
4) kegagalan untuk membaik

Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 5,9 hari

Rencana Pemulangan:

1) Bantuan dalam berbelanja, tranportasi, kebutuhan perawatan diri,


perawatan rumah/mempertahankan tugas rumah.
2) Perubahan pengobatan/program teraupetik.

II) Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
e. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan
posisi.
g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
h. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman
terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
i. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas,
depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi.

III) Intervensi Keperawatan

18
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
1) Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
2) Intervensi keperawatan:
a) Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
b) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
c) Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau
IPPB
d) Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari
dan malam hari sesuai yang diharuskan.
e) Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok,
aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
f) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada
dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum,
kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada,
keletihan.
g) Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
h) Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap
influenzae dan streptococcus pneumoniae.

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,


bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
1) Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
2) Intervensi:
a) Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir
dirapatkan.
b) Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat.
Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan
tingkat toleransi pasien.
c) Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika
diharuskan.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi


19
1) Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
2) Intervensi keperawatan:
a) Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
b) Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
c) Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan
waspada kemungkinan efek sampingnya.
d) Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu
mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
e) Pantau pemberian oksigen.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


dengan kebutuhan oksigen.
1) Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari
aktivitas yang mungkin.
2) Intervensi keperawatan:
a) Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah,
pernapasan.
b) Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien
selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
c) Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan
menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya
yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
d) Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
e) Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program
latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
f) Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
g) Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah
baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
h) Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien
melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat,
dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.

20
i) Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan
waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali
sehari.

e. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual
muntah.
1) Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
2) Intervensi keperawatan:
a) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan
makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
b) Auskultasi bunyi usus
c) Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
d) Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
e) Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
f) Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
g) Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan


posisi.
1) Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi
2) Intervensi keperawatan:
a) Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
b) Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan
keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
c) Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
d) Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan
pasien.
e) Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia

g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat


peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
1) Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
2) Intervensi:

21
a) Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas
seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga
b) Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat,
istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea
berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
c) Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.

h. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman


terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
1) Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan
2) Intervensi keperawatan:
a) Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada
perawat.
b) Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
c) Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat
mengalami sesak.

i. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas,


depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
1) Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
2) Intervensi keperawatan:
a) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang
ditujukan pada pasien.
b) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
c) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi
pasien.
d) Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
e) Tingkatkan harga diri klien.
f) Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang
sangat menumpuk.

j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak


mengetahui sumber informasi.
1) Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya.
2) Intervensi keperawatan:
22
a) Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka
pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
b) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi
tentang sumber-sumber kelompok.

IV) Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien PPOK/PPOM adalah:
1) Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi nafas bersih tidak ada
dispnea dan sianosis.
2) Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
3) Mempertahankan atau meningkatkan berat badan.
4) Tidak adanya infeksi
5) Klien paham mengenai penyakitnya dan tindakan yang dilakukan.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan
karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang berbahaya (Gold, 2009).
PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asma bronchiale.
B. Saran
Adapun saran dari kami yaitu, untuk lebih memahami dan memperdalam
pengetahuan mengenai konsep medis dan konsep proses keperawatan dari PPOK,
pembaca bisa membuka referensi yang lebih lengkap.

24
DAFTAR PUSTAKA

Khaira, Fathia. 2013. Penyakit Paru Obstruktif Kronis. KTI. Semarang : Undip
Smeltzer. 2001. Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
Susanti, Dian. 2012. Penyakit Paru Obstruktif Kronis. Semarang : Unimus
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6.
Jakarta : EGC
http://dwisulistyowidi1.blogspot.com/2013/10/penyakit-paru-obstruktif-kronik-ppok.html

25

Anda mungkin juga menyukai