Anda di halaman 1dari 44

Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel

otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental
atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah,
1985 : 858) .
Kejang adalah kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera.Diagnosa secara
dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah,
yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga paramedis dituntut untuk
berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan
kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh
secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah :
Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan
jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga
tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar kejang demam pada anak?
2. Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat kejang demam pada anak?
C. Tujuan Penulisan
1.Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui konsep dasar kejang demam pada anak
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat kejang demam pada anak
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep dasar kejang demam
b. Memahami seperti apa asuhan keperawatan gawat darurat sistem persarafan pada pasien
anak dengan kejang demam
c. Mampu membuat pengkajian pada pasien anak dengan kejang demam
d. Mampu membuat diagnosa pada pasien anak dengan kejang demam
e. Mampu membuat perencanaan pada pasien anak dengan kejang demam
f. Mampu melaksanakan implementasi pada pasien anak dengan kejang demam
g. Mampu menilai evaluasi pada pasien anak dengan kejang demam

1
D. Manfaat
1. Untuk mahasiswa: diharapkan makalah ini bisa bermamfaat sebagai bahan pembanding dalam
pembuatan tugas serupa.
2. Untuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan
asuhan keperawatan pada kasus yang serupa.
3. Untuk instansi: agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal.
4. Untuk masyarakat: sebagai bahan informasiuntuk menambah pengetahuan kesehatan.

BAB II
PEMBAHASAN

I. Konsep Dasar Teori Kejang Demam


A. Defenisi
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C)
yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam
terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Kejang demam lebih sering
didapatkan pada laki-laki dari pada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki (Judha & Rahil, 2011).
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38°C). Kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono &
Sukarmin, 2009).

2
Pada saat mengalami kejang, anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku,
dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, nafas akan terganggu, dan
kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali.
Serangan kejang pada penderita kejang demam dapat terjadi satu, dua, tiga kali atau lebih selama
satu episode demam. Jadi, satu episode kejang demam dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau lebih
serangan kejang.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering dijumpai pada anak usia di
bawah umur 5 tahun.

B. Klasifikasi
Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Terdapat perbedaan kecil dalam penggolongan
tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang
berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya (Lumbantobing, 2004).

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang demam sederhana
antara lain :
a. Berlangsung singkat (< 15 menit)
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik.
c. Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang demam kompleks
antara lain :
a. Berlangsung lama (> 15 menit).
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya melibatkan salah satu
bagian tubuh.
c. Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
d. Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. Kejang klonik yaitu
gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh.

C. Etiologi

3
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian besar anak dipicu
oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu demam
diatas 38,8oC dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan
suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis
media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam
antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).
Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada anak. Demam sering
disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, otitis media
akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang
kejang yang berbeda. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C bahkan kurang,
sedangkan padaanak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40°C
bahkan lebih.
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam,
demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergik atau
keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
(Dewanto et al, 2009).
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (IDAI, 2009)
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 18 bulan
3. Temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang
4. Lamanya demam.
5. Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (IDAI, 2009)
6. Adanya gangguan perkembangan neurologis
7. kejang demam kompleks
8. riwayat epilepsi dalam keluarga
9. lamanya demam

4
D. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi di pecah menjadi CO2 dan
air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan
luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion K+ dan sangat sulit dilalui oleh ion Na+ dan elektrolit lainya kecuali ion Cl-. Akibatnya
konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan energi dan bantuan enzim
NA-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi, atau
aliran listrik dari sekitarnya. Perubahanpatofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15%.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam
yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan
pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuhmengalami bahaya secara sistemik. Naiknya

5
pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain
seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran
mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat
merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron . Peningkatan potensial inilah yang
merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel.
Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga
timbul kejang.
Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot
ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap
injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Price, 2005).

E. Tanda Dan Gejala


Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul pada
penderita kejang demam :
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Beberapa detik
setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian
anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (penurunan
kesadaran)
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga dapat kita
jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 kriteria antara lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang saja).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan.
6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih setelah suhu
normal tidak dijumpai kelainan
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

6
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat
dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Umumnya
kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi
setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.(Judha & Rahil,
2011)

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaannya meliputi:
1. Darah
a. Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200mq/dl)
b. BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan predisposisi
kejang
d. Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e. Natrium (N 135-144 meq/dl)
2. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,pendarahan
penyebab kejang
3. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbaik (di bawah 2
tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala
5. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal.
6. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral
oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa kontras.

G. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan Saat Terjadi Kejang Demam
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin
dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

7
a. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok, karena justru
benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat.
f. Setelah kejang berakhir, anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber
demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus
tampak lemas.
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan bahwapenatalaksanaan yang
dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:
a. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan
dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-0,75
mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg
BB/ kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg (per IV ) 10 mg ( Per
rektal) pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 5-10 mg (Per IV) 10-15 mg ( per
rektal) pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50
mg persuntikan. Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit
kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama.
Apabila masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi
diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
b. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring, pakaian
dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan intubasi
endotrakeal atau trakeostomi.
c. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
d. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake dan
output cairan selama 24 jamperlu dilakukan, karena pada penderita yang beresiko
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat

8
penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan intraklanial
juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu dihindari.
e. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi yaitu
perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke benda yang mempunyai derajat
yang lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas
yang banyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh
darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan pemberian
antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/kg BB/hari (terbagi dalam 3 kali pemberian).
f. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-obatan
untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai
keadaan membaik.Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh
yang lain dengan craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih
15° (posisi tubuh pada garis lurus)
g. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca pemberian
diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada
neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas
dengan tehnik pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital
dengan dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian) hari
berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian.
h. Pengobatan penyebab.
Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah kenaikan suhu tubuh akibat
infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil maka pemeriksaan seperti angka
leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis
mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak
dengan kejang demam.

2. Setelah Kejang Demam Berhenti


Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan pengobatan
intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat
yang diberikan berupa :

9
a. Antipiretik
Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB diberikan 4 kali atau tiap 6 jam.
Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek samping berupa hiperhidrosis. Ibuprofen
10 mg/kgBB diberikan 3 kali (8 jam).
b. Antikonvulsan
Berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam untuk
menurunkan resiko berulangnya kejang atau diazepam rectal dosis 0,5 mg/kgBB
sebanyak 3 kali per hari.

3. Pencegahan Kejang Demam


a. Pencegahan Primordial
Pencegahan Primordial yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi
terhadap kasus kejang demam pada seorang anak dimana belum tampak adanya faktor
yang menjadi risiko kejang demam. Upaya primordial dapat berupa:
1) Penyuluhan kepada ibu yang memiliki bayi atau anak tentang upaya untuk
meningkatkan status gizi anak, dengan cara memenuhi kebutuhan nutrisinya. Jika
status gizi anak baik maka akan meningkatkan daya tahan tubuhnya sehingga dapat
terhindar dari berbagai penyakit infeksi yang memicu terjadinya demam.
2) Menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan. Jika lingkungan bersih dan sehat akan
sulit bagi agent penyakit untuk berkembang biak sehingga anak dapat terhindar dari
berbagai penyakit infeksi.
b. Pencegahan Primer
Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang anak
mengalami kejang demam. Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok yang mempunyai
faktor risiko. Dengan adanya pencegahan ini diharapkan keluarga/orang terdekat dengan
anak dapat mencegah terjadinya serangan kejang demam.
Upaya pencegahan ini dilakukan ketika anak mengalami demam. Demam merupakan
faktor pencetus terjadinya kejang demam. Jika anak mengalami demam segera kompres
anak dengan air hangat dan berikan antipiretik untuk menurunkan demamnya meskipun
tidak ditemukan bukti bahwa pemberian antipiretik dapat mengurangi risiko terjadinya
kejang demam.

10
c. Pencegahan Sekunder
Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami kejang
demam. Adapun tata laksana dalam penanganan kejang demam pada anak meliputi:
1) Pengobatan Fase Akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan
nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah
aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung
terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur,
bila perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus
diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian
antipiretik. Pemberantasan kejang dilakukan dengan cara memberikan obat antikejang
kepada penderita. Obat yang diberikan adalah diazepam. Dapat diberikan melalui
intravena maupun rektal.
2) Mencari dan mengobati penyebab
Pada anak, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut, otitis
media, bronkitis, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Untuk mengobati penyakit infeksi
tersebut diberikan antibiotik yang adekuat. Kejang dengan suhubadan yang tinggi juga
dapat terjadi karena faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu
pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi) diindikasikan pada anak penderita
kejang demam berusia kurang dari 2 tahun. Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan
atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah
dan elektrolit. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak
yang mempunyai risiko untuk mengalami epilepsi.
3) Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang
Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena menakutkan keluarga
dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat
2 cara profilaksis, yaitu:
a) Profilaksis intermitten pada waktu demam
Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan
pada saat penderita demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus dapat

11
cepat masuk dan bekerja ke otak. Obat yang dapat diberikan berupa diazepam,
klonazepam atau kloralhidrat supositoria.
b) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari
Indikasi pemberian profilaksis terus menerus adalah:
(1)Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan
perkembangan neurologis.
(2)Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua
atau saudara kandung.
(3)Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap. Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari
12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah
kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya
epilepsi di kemudian hari. Obat yang dapat diberikan berupa fenobarbital dan
asam valproat.
d. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya kecacatan,
kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita kejang demam mempunyai risiko untuk
mengalami kematian meskipun kemungkinannya sangat kecil. Selain itu, jika penderita
kejang demam kompleks tidak segera mendapat penanganan yang tepat dan cepat akan
berakibat pada kerusakan sel saraf (neuron). Oleh karena itu, anak yang menderita kejang
demam perlu mendapat penanganan yang adekuat dari petugas kesehatan guna mencegah
timbulnya kecacatan bahkan kematian.

H. Komplikasi
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara lain:
1. Kejang Demam Berulang.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode
demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam yaitu :

12
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
b. Riwayat kejang demam dalam keluarga
c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam
d. Riwayat demam yang sering
e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
2. Kerusakan Neuron Otak.
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang akhirnya
menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu tubuh yang makin meningkat
sejalan dengan meningkatnya aktivitas otot sehingga meningkatkan metabolisme otak. Proses
di atas merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung
kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan neuron otak.
3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat.
4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan kejang
demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :
a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
5. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta wajah pada
salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (kejang
demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas.

13
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Survey Primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen
segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari
Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
a. Airway maintenance dengan cervical spine protection
b. Breathing dan oxygenation
c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
d. Disability-pemeriksaan neurologis singkat
e. Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa setiap
langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika

14
langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat
melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran
tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai
pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary
survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk
perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian
intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment,
intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., &
Pletz, 2009)
a. A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang
dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh  Hipotalamus
menginterpretasikan impuls menjadi demam  Demam yang terlalu tinggi merangsang
kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat lagi
mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang
membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu.
Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi
kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika
tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan.
Diagnosa:
- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd spasme jalan nafas
- Risiko aspirasi bd penurunan reflek menelan
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan

15
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler

b. B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya  lebih
15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat
untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya
asidosis.
Diagnosa:
- Gangguan pertukaran gas
- Gangguan ventilasi spontan
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua
dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih
kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan
fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Evaluasi :
- RR dalam batas normal
- Tidak terjadi asfiksia
- Tidak terjadi hipoxia

c. C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga


meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian
hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
Tindakan yang dilakukan :

16
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua
dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih
kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan
fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin  kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
Evaluasi :
- Tidak terjadi gangguan peredaran darah
- Tidak terjadi hipoxia
- Tidak terjadi kejang
- RR dalam batas normal
d. Disability
Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau karakteristik dari
epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa bingung, dan tidak teringat kejadian saat
kejang
- Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
e. Exposure
Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah ada cedera
tambahan akibat kejang, dan periksa suhu tubuh pasien untuk mengetahui suhu tubuh
yangmana kejang mungkin disebabkan atau didahului oleh terjadinya demam.
Diagnosa:
- Risiko ketidakefektifan termoregulasi
Tindakan:
- Temukan adanya tanda-tanda kemungkinan terjadinya fraktur akibat kejang yang
dialami

17
- Berikan suhu ruangan yang sesuai untuk pasien dengan gangguan termoregulasi.

2. Survey sekunder
a. Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
c. Riwayat penyakit:
Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai
serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi,
kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai
hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan
obat-obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien mengalami
gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak
berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan
dengan orang lain.
1) Riwayat kesehatan
2) Riwayat keluarga dengan kejang
3) Riwayat kejang demam
4) Tumor intrakranial
5) Trauma kepala terbuka, stroke
d. Riwayat kejang :
1) Bagaimana frekuensi kejang.
2) Gambaran kejang seperti apa
3) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
4) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
5) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
6) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher : Sakit kepala, leher terasa kaku
2) Thoraks : Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas

18
3) Ekstermitas : Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas,
perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
4) Eliminasi : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post iktal
terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
5) Sistem pencernaan : Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak.
Selain pengkajian tersebut, focus pengkajian pada sekondari survey adalah sebagai
berikut.
Menurut Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah:
1) Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang
terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot
2) Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
3) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).
4) Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan
aktifitas kejang.
5) Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat
trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
6) Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.

19
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
7) Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat,
peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.

2. Diagnosa
1. Risiko aspirasi
2. Ketidakefektifan termoregulasi
3. Gangguan ventilasi spontan

20
3. Intervensi keperawatan
DIAGNOSA SLKI SIKI RASIONAL
Risiko Aspirasi SLKI SIKI
Definisi:berisiko menglami Luaran utama : Intervensi utama :
masukknya ekresi Tingkat aspirasi Pencegahan aspirasi
gasrintestinal, sekresi 1. Tingkat kesadaran Observasi
orofaring, benda cair meningkat □ Monitor tingkat □ Agar bisa menentukan
atau padat ke dalam 2. Kemampuan kesadaran, batuk, tindakan yang akan
saluran trakeobronkhial menelan meningkat muntah, dan kemauan dilakukan
akibat disfungsi 3. Kebersihan mulut menelan
mekanisme proteksi meningkat □ Monitor status □ Untuk memberikan
sauran nafas 4. Dyspnea menurun pernafasan terapi pernafasan
Factor risiko 5. Kelemahan otot □ Monitor bunyi nafas, □ Agar mengetahui
□ Penurunan tingkat menurun terutama setelah apakah ada gangguan
kesadaran 6. Akumulasi secret makan/minum pernafasan saat px
□Penuruna reflek menurun makan/minum
muntah 7. Wheezing menurun □ Periksa residu gaster □ Agar tidak terjadi
□Gangguan menelan 8. Batuk menurun sebelum memberi kepenuhan dalam perut
9. Penggunaan otot asupan oral
□Disflagia
bantu nafas □ Periksa kepatenan □ Agar tidak terjadi
□Keruakan mobilitas menurun selang nasoogastrik kerusakan selang
gastrointestinal 10. Sianosis menurun sebelum memberi
□Sfingter esophagus 11. Gelisah menurun asupan oral
bawah inkompeten 12. Frekuensi napas Terapiutik
□Perlambatan membaik □ Posisikan semi fowler □ Untuk menghindari
pengosongan lambung □ Pertahankan posisi tersumbatnya selang
□Terpasangnya selang semi fowler yang terpasang dan
nasogasatrik atau mempertahankan
□ Pertahankan kepatenan kepatenan jalan nafas
jalan nafas □ Agar tidak terjadi
□ Lakukan pengisapan apnea pd px
jalan nafas jika
produksi secret □ Agar jalan nafas px

21
berlebihan bersih
□ Sediakan suction
diruangan
□ Agar jika suction
diperlukan segera,
□ Hindari memberi gampang untuk
makanan melalui diambil
selang gastrointestinal, □ Untuk menghindari
jika residu terlalu penuhnya lambung
banyak
□ Berikan makanan
dalam bentuk kecil
Edukasi
□ Anjurkan makan secara □ Agar mudah untuk
perlahan masuk dan dicerna
□ Ajarkan strategi
menegah aspirasi □ Agar tidak tersedak
□ Ajarkan Teknik
mengunyah atau □ Agar px bisa secara
menelan mandiri
□ Agar makanan yg
dimakan bisa tercreena
dengan baik
Termoregulasi tidak efektif SLKI SIKI
Luaran utama : Intervensi utama :
Definisi: kegagalan Termoregulasi Regulasi temperature
mempertahankan suhu 1. menggigil menurun Observasi
tubuh dalam rentang 2. kejang menurun □ monitor suhu bayi □ untuk mengetahui
normal 3. kulit merah menurun sampai stabil perkembangan bayi
4. akrosianosis menurun □ monitor suhu tubuh □ untuk mengetahui
Penyebab : 5. konsumsi O2 menurun anak tiap 2 jam sekali perkembangan anak
□ stimulasi pusat 6. piloerekssi menurun □ monitor TD, respirasi
termoregulasi 7. vasokonstriksi perifer dan nadi

22
hipotalamus 8. kutis memorata □ monitor warna kulit □ untuk mengetahui
□ fluktuasi suhu menurun dan suhu kulit perkembangan TTV
lingkungan 9. pucat menurun □ monitor dan catat tanda pasien
□ proses penyakit 10. takikardia menurun gejala hipotermia dan
□ proses penuaan 11. takipnea menurun hipertermia
□ dehidrasi 12. bradikardia terapiutik
□ ketidaksesuaian meningkat □ pasang alat pemantau □ untuk mengetahui
pakaian untuk suhu 13. dasar kuku sianosis suhu kontinu perkembangan px
lingkungan menurun □ tingkatkan asupan □ untuk menghidrasi
□ peningkatan kebutuhan 14. hipoksia menurun cairan dan nutrisi yang tubuh pasien dan
o2 15. suhu tubuh membaik adekuat menghindari
□ perubahan laju 16. kadar gula darah hipertermia
metabolism membaik □ gunakan matras □ untuk menurunkan
□ suhu tubuh ekstreem 17. pengisian kapiler hangat, selimut hangat, suhu tubuh
□ ketidakadekuatan membaik dan penghangat
suplay lemak subkutan 18. ventilasi membaik ruangan untuk
□ bb ekstrem 19. td membaik menaikkan suhu
□ efek agen far □ gunakan Kasur idngin, □ untuk menurunnkan
water sirculating suhu tubuh
blankets untuk
menurunkan suhu
tubuh
edukasi
□ jelaskan cara
encegahan heat
exhaustion dan heat □ agar keluarga px dan
storke pasien bisa bertindak
□ jelaskan cara secara mandiri
pencegahan hipotermia
karena terpapar udara
dingin
kolaborasi
□ kolaborasi pemberian □ untuk menurunkan

23
antipieretik, jika perlu suhu tubuh

Gangguan ventilasi SIKI


spontan Intervensi utama :
Definisi : penurunan Dukungan ventilasi
cadangan energi yang SLKI Observasi
mengakibatkan Luaran utama : □ Indentifikasi adanya
individu tidak mampu Ventilasi spontan kelelahan otot bantu □ agar mengetahui ada
bernapas secara 1. volume tidal meningkat napas atau tidaknya lemah pd
adekuat 2. dispnea meningkat □ Indentifikasi efek otot
Penyebab : 3. penggunaan otot bantu perubahan posisi □ untuk mengetahui
□ gangguan metabolism napas terhadap status perubahan pada
□ kelelahan otot 4. gelisah meningkat pernapasan pernapasan
pernapasan 5. PCO2 membaik □ Monitor status
6. Po2 membaik respirasi dan □ agar mengetahui
7. PO2 membaik oksigenasi (mis. oksigen dalam darah
8. tekikardia membaik Frekuensi dan kedalam
napas, penggunaan otot
bantu napas, bunyi
napas tambahan,
saturasi oksigen)
Terapeutik
□ Pertahankan kepatenan □ agar pernapasan tetap
jalan napas baik
□ Berikan posisi semi □ agar pasien lebih
Fowler atau Fowler merasa nyaman
□ Fasilitasi mengubah □ agar pasien lebih
posisi senyaman merasa nyaman
mungkin
□ Berikan oksigenasi □ agar pernapasan tetap
sesuai kebutuhan (mis. baik
nasal kanul, masker
wajah, masker

24
rebreathing atau non
rebreathing)
□ Gunakan bag-valve □ untuk mengetahui
mask, jika perlu kondisi
Edukasi □ agar pasien bisa
□ Ajarkan melakukan melakukan secara
teknik relaksasi napas mendiri/bantuan klg
dalam □ agar pasien bisa
□ Ajarkan mengubah melakukan secara
posisi secara mandiri mendiri/bantuan klg
□ Ajarkan teknik batuk □ agar pasien bisa
efektif kalaborasi melakukan secara
Kolaborasi mendiri/bantuan klg
□ Kolaborasi pemberian □ agar tidak adanya
bronkhodilator, jika sumbatan
perlu

25
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan aplikasi secara langsung dari intervensi
keperawatan yang ditujukan pada pasien.
1. Contoh kasus asuhan keperawatan kejang demam
Ilustrasi Kasus :
Anak R, usia 3 tahun datang ke UGD ditemani orang tuanya dengan keadaan
kejanag, suhu tubuh 380C, dengan kedua tangan mengepal dan kedua tungkai bawah
bergetar seperti orang menggigil, mata tida mendelit ke atas, pasien seperti menyeringai,
tidak keluar busa dari mulut dan lidah tidak tergigit. Dan ini merupakan serangan kejang
yang kedua, serangan pertama waktu umur pasien 1 tahun setengah.
Demam terjadi sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
muncul tiba-tiba dan dirasakan terus menerus tetapi tidak terlalu tinggi. Tetapi pasien
tetap membawa anaknya berobat ke klinik dan diberi obat penurun panas namun tidak
ada perbaikan.
Pasien juga batuk sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk RS bersamaan dengan
demam. Batuknya tidak berdahak. batuknya jarang dan tidak menentu. Tidak ada pilek,
sakit telinga maupun cairan yang keluar dari telinga. Buang air besar dan air kecil tidak
ada keluhan.

a. Survei Primer :
1) Airway : tidak keluar busa dari mulut pasien, lidah tidak tergigit, tidak ada
sumbatan jalan nafas, mulut tampak menyeringai
2) Breathing : RR : 35x/mnt (regular), ada tanda- tanda hiapoksia berupa nafas
cepat.
3) Circulation : Nadi: 120 x/mnt (regular), menggigil.
4) Disability : Kesadaran pasien Apatis, kedua lengan ats dana tungkai bawah
bergetar seperti menggigil, nampak sakit sedang, tidak sesak
5) Eksposure : suhu tubuh : 380C, tidak terdapat luka atau fraktur akibat kejang

26
b. Survei Sekunder :
1) Identitas Pasien

MR No. : 03.34.64.27
Nama : An. R
Umur : 3 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Alamat : Jl. Tanjakan Auri Gempol RT/RW 11/02

2) Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama Tn. H Ny. S
Umur 32 thn 33 thn
Pekerjaan Wiraswasta Ibu rumah tangga
Agama Islam Islam
Perkawinan 1 1

Hubungan dengan orang tua : anak kandung

3) Anamnesa

Keluhan Utama :
Kejang

Keluhan tambahan :
Demam dan batuk

Riwayat Penyakit Sekarang :


Anak R, usia 3 tahun datang ke UGD ditemani orang tuanya dengan keadaan kejanag,
suhu tubuh 38.80C, dengan kedua tangan mengepal dan kedua lengan atas dan kedua
tungkai bawah bergetar seperti orang menggigil, mata tidak mendelik ke atas, pasien
seperti menyeringai, tidak keluar busa dari mulut dan lidah tidak tergigit.. Ibu pasien
mengaku sebelum kejang pasien mengalami demam tetapi tidak terlalu tinggi. Dan ini

27
merupakan serangan kejang yang kedua, serangan pertama waktu umur pasien 1 tahun
setengah.Demam terjadi sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
muncul tiba-tiba dan dirasakan terus menerus tetapi tidak terlalu tinggi. Tetapi pasien
tetap membawa anaknya berobat ke klinik dan diberi obat penurun panas namun tidak
ada perbaikan.
Pasien juga batuk sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk RS bersamaan dengan
demam. Batuknya tidak berdahak. batuknya jarang dan tidak menentu. Tidak ada pilek,
sakit telinga maupun cairan yang keluar dari telinga. Buang air besar dan air kecil tidak
ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami kejang yang didahului demam pada umur 1 tahun setengah
dan pernah sakit campak waktu umur 1 tahun.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteri - Peny. -
Jantung
Cacingan - Diare - Peny. Ginjal -
Demam - Kejang 1.5 thn Peny. Darah -
berdarah dema
m
Demam tifoid - Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili 1 thn Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Asma -

Riwayat Kejang
Kejang terjadi 1 kali selama 5 menit sampai di rumah sakit, Saat kejang tangan pasien
kanan dan kiri mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar
seperti orang menggigil. mata tidak mendelik keatas, pasien seperti menyeringai, tidak
keluar busa dari mulut pasien dan lidah tidak tergigit

Riwayat Penyakit Keluarga

28
Kedua orangtua pasien tidak memiliki riwayat kejang demam pada masa
kanakkanaknya. Tetapi kakak perempuan dari ibu memunyai riwayat kejang demam
waktu umur 1 tahun.

Riwayat Kehamilan :
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya kebidan, namun tidak setiap bulan.
Sakit selama hamil (-), demam (-), kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-), BAK sakit
dan anyang-anyangan (-), kencing manis (-), dan darah tinggi (-).

Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : spontan
Tempat lahir : rumah bersalin
Ditolong oleh : bidan
Masa gestasi : cukup bulan
Berat lahir : 3400 gram
Panjang lahir : 50 cm
Lahir normal, langsung nangis, sianosis (-), kejang (-)

Kelainan bawaan :
(-)

Riwayat imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal.
Vaksin Umur
0 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan 18
b
u
la
n
BCG √
DPT √ √ √ √
Polio √ √ √ √ √
Campak √
Hepatitis B √ √

29
Riwayat tumbuh kembang:
Tumbuh kembang anak sudah sesuai usianya

Riwayat makanan :
 ASI sejak lahir sampai umur 20 bulan
Frekuensi 4-6 kali perhari
 Makan pisang sejak umur 1 bulan
Frekuensi 2 hari sekali
 Makan nasi tim umur 6 bulan
Frekuensi 2 kali sehari

4) PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 20 Februari 2013


 Keadaan umum : pasien tampak kejang, mulut menyeringai, lengan
dan ketua tungkai tampak mengejang seperti menggigil.
 Kesadaran : Apatis.
 Frekwensi Nadi : 120 x/menit (reguler,kuat angkat)
 Frekwensi Pernafasan : 35 x/menit (reguler)
 Suhu tubuh : 38.8 °C
 Data Antropoemetri
√ Berat Badan : 18 kg
√ Tinggi Badan : tidak diketahui
 Kepala
• Kepala : bulat, normocephli
• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
simetris, refleks cahaya +/+, edem palpebra -/-
• Telinga : Normotia,liang telinga lapang/lapang, serumen -/-, sekret
-/-

30
• Hidung : Lapang, sekret -/-, deviasi septum (-), pernafasan cuping
hidung (-)
• Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-)
• Gigi geligi : tidak ada kelainan
• Lidah : tidak kotor
• Tonsil : T1 – T1, tenang : tenang, tidak hiperemis
• Faring : tidak hiperemis
• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar

Toraks
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris Retraksi (-)
• Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan sama
• Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor
• Auskultasi : Bising napas dasar vesikuler
Ronki -/-, Wheezing -/-
Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) normal : 4x/menit
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali cepat, limpa
dan hepar tidak teraba membesar
• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)
Kulit : ikterik (-), petechie (-)
Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas (-),Akral hangat,
sianosis tidak ada, capillary refill < 2 detik

5) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium 20 Februari 2013


Jenis Pemeriksaan Hasil

31
 Leukosit  5.1
 HB  9.5
 Hematokrit  28.5
 Trombosit  234

6) Analsia data

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : Kejang Risiko Aspirasi
 Ibu mengatakan
anak mengalami Kurang dari 15 menit
kejang dan panas
sedikit sesak nafas Kesadaran menurun
 Ibu mengatakan
anak panas sejak Reflek menelan menurun
beberapa hari yang
lalu disertai batuk
tidak berdahak Risiko aspirasi
DO :
 Kesadaran anak
menurun
 Tanda Vital : Suhu :
380C, RR : 35x/mnt,
N: 120x/mnt
 Anak mengalami
kejang, bibir
menyeringai, tangan
dan tungkai tampak
tegang dan anak
seperti menggigil
DS : Kejang Termoregulasi tidak
 Ibu mengatakan efektif
anak mengalamiKurang dari 15 menit/lebih
demam sejak satu
hari yang lalu terlu Metabolism meningkat
tinggi namun tidak
kunjung sembuh Suhu tubuh meningkat
DO :
 Anak tampakTermoregulasi tidak efektif
menggigil
 Suhu tubuh anak

32
meningkat
 Tanda Vital : S :
380C, RR : 35x/mnt,
N : 120x/mnt

33
7) Diagnosa Keperawatan :
Risiko Aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran
Ketidakefektifan termoregulasi b/d perubahan laju metabolisme akibat kejang d.d kejang, menggigil, suhu tubuh fluktuatif.

8) Rencana Keperawatan

DIAGNOSA SLKI SIKI RASIONAL


Risiko Aspirasi SLKI SIKI
Definisi:berisiko menglami Luaran utama : Intervensi utama :
masukknya ekresi Tingkat aspirasi Pencegahan aspirasi
gasrintestinal, sekresi 13. Tingkat kesadaran Observasi
orofaring, benda cair meningkat □ Monitor tingkat □ Agar bisa menentukan
atau padat ke dalam 14. Kemampuan kesadaran, batuk, tindakan yang akan
saluran trakeobronkhial menelan meningkat muntah, dan kemauan dilakukan
akibat disfungsi 15. Kebersihan mulut menelan
mekanisme proteksi meningkat □ Monitor status □ Untuk memberikan
sauran nafas 16. Dyspnea menurun pernafasan terapi pernafasan
Factor risiko 17. Kelemahan otot □ Monitor bunyi nafas, □ Agar mengetahui
□ Penurunan tingkat menurun terutama setelah apakah ada gangguan
kesadaran 18. Akumulasi secret makan/minum pernafasan saat px
□Penuruna reflek menurun makan/minum
muntah 19. Wheezing menurun □ Periksa residu gaster □ Agar tidak terjadi
□Gangguan menelan 20. Batuk menurun sebelum memberi kepenuhan dalam perut
21. Penggunaan otot asupan oral
□Disflagia
bantu nafas □ Periksa kepatenan □ Agar tidak terjadi
□Keruakan mobilitas menurun selang nasoogastrik kerusakan selang
gastrointestinal 22. Sianosis menurun sebelum memberi
□Sfingter esophagus 23. Gelisah menurun asupan oral
bawah inkompeten 24. Frekuensi napas Terapiutik
□Perlambatan membaik □ Posisikan semi fowler □ Untuk menghindari
pengosongan lambung □ Pertahankan posisi tersumbatnya selang

34
□Terpasangnya selang semi fowler yang terpasang dan
nasogasatrik atau mempertahankan
□ Pertahankan kepatenan kepatenan jalan nafas
jalan nafas □ Agar tidak terjadi
□ Lakukan pengisapan apnea pd px
jalan nafas jika
produksi secret □ Agar jalan nafas px
berlebihan bersih
□ Sediakan suction
diruangan
□ Agar jika suction
diperlukan segera,
□ Hindari memberi gampang untuk
makanan melalui diambil
selang gastrointestinal, □ Untuk menghindari
jika residu terlalu penuhnya lambung
banyak
□ Berikan makanan
dalam bentuk kecil
Edukasi
□ Anjurkan makan secara □ Agar mudah untuk
perlahan masuk dan dicerna
□ Ajarkan strategi
menegah aspirasi □ Agar tidak tersedak
□ Ajarkan Teknik
mengunyah atau □ Agar px bisa secara
menelan mandiri
□ Agar makanan yg
dimakan bisa tercreena
dengan baik
Termoregulasi tidak efektif SLKI SIKI
Luaran utama : Intervensi utama :
Definisi: kegagalan Termoregulasi Regulasi temperature

35
mempertahankan suhu 1. menggigil menurun Observasi
tubuh dalam rentang 2. kejang menurun □ monitor suhu bayi □ untuk mengetahui
normal 3. kulit merah menurun sampai stabil perkembangan bayi
4. akrosianosis menurun □ monitor suhu tubuh □ untuk mengetahui
Penyebab : 5. konsumsi O2 menurun anak tiap 2 jam sekali perkembangan anak
□ stimulasi pusat 6. piloerekssi menurun □ monitor TD, respirasi
termoregulasi 7. vasokonstriksi perifer dan nadi
hipotalamus 8. kutis memorata □ monitor warna kulit □ untuk mengetahui
□ fluktuasi suhu menurun dan suhu kulit perkembangan TTV
lingkungan 9. pucat menurun □ monitor dan catat tanda pasien
□ proses penyakit 10. takikardia menurun gejala hipotermia dan
□ proses penuaan 11. takipnea menurun hipertermia
□ dehidrasi 12. bradikardia terapiutik
□ ketidaksesuaian meningkat □ pasang alat pemantau □ untuk mengetahui
pakaian untuk suhu 13. dasar kuku sianosis suhu kontinu perkembangan px
lingkungan menurun □ tingkatkan asupan □ untuk menghidrasi
□ peningkatan kebutuhan 14. hipoksia menurun cairan dan nutrisi yang tubuh pasien dan
o2 15. suhu tubuh membaik adekuat menghindari
□ perubahan laju 16. kadar gula darah hipertermia
metabolism membaik □ gunakan matras □ untuk menurunkan
□ suhu tubuh ekstreem 17. pengisian kapiler hangat, selimut hangat, suhu tubuh
□ ketidakadekuatan membaik dan penghangat
suplay lemak subkutan 18. ventilasi membaik ruangan untuk
□ bb ekstrem 19. td membaik menaikkan suhu
□ efek agen far □ gunakan Kasur idngin, □ untuk menurunnkan
water sirculating suhu tubuh
blankets untuk
menurunkan suhu
tubuh
edukasi
□ jelaskan cara
encegahan heat
exhaustion dan heat □ agar keluarga px dan

36
storke pasien bisa bertindak
□ jelaskan cara secara mandiri
pencegahan hipotermia
karena terpapar udara
dingin
kolaborasi
□ kolaborasi pemberian □ untuk menurunkan
antipieretik, jika perlu suhu tubuh

9) Implementasi keperawatan

No Tgl/jam Implementasi Evaluasi


Dx
1, 2 - Melakukan pengkajian awal S:
dan anamnesa - ibu mengatakan anak demam sejak satu hari yang lalu, tidak kunjung
turun dan anak mulai kejang sejak 5 menit sebelum tiba di rumah sakit

O:
- RR: 35x/menit
- HR: 120x/menit
- Suhu : 38oC
- Anak kejang dan tidak sadarkan diri
1,2 - Melakukan penanganan S:-
kejang dengan memberikan O:
diazepam per rectal (stesolid) - obat masuk per rectal
5,4 mg - pasien kooperatif
1 - Memonitor kejang, dan S:-

37
tingkat kesadaran pasien O:
- Kejang pasien tampak berhenti
- Pasien tidak sadar

- Mempertahankan kepatenan S:-


jalan nafas pasien dengan O:
memberikan pasien posisi - Jalan nafas pasien paten
tidur dengan kepala - RR : 28x/mnt
hiperesktensi miring, pakaian - Pasien tampak lebih tenang
dilonggarkan.

2 - Memberikan obat antiperik S:-


berupa paracetamol untuk O:
menurunkan suhu tubuh - Obat masuk per oral
pasien dan pencegahan kejang
kembali
1,2 - Memonitor suhu tubuh dan S:-
tingkat kesadaran pasien O:
- Tingkat kesadaran pasien composmentis
- S : 370C, N : 100 x/mnt, RR : 26x/mnt
- Pasien tampak lebih nyaman dan tidak gelisah

38
10) Evaluasi

39
No Hari/tanggal Evaluasi TTD

1 S : ibu pasien mengatakan pasien nampak lebih nyaman, tidak kejang, tidak sesak dan kesulitan
bernafas
O: - pasien nampak tenang, tidak kejang, tidak kesulitan bernafas
- Kesadaran komposmenstis

Suhu : 370C
Nadi : 100x/menit
RR : 26x/menit
A:
- Risiko Aspirasi
P : Pertahankan kondisi pasien

2 S : ibu pasien mengatakan pasien nampak lebih nyaman, suhu tubuh berangsur normal
O : - pasien nampak tenang, suhu tubuh berangsur normal, pasien tampak nyaman
Suhu : 370C
Nadi : 100x/menit
RR : 26x/menit
A:
- Ketidakefektifan termoregulasi
P : Pertahankan kondisi pasien, lanjutkan iterfensi

40
E. Evaluasi
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997).
Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan
tindakan keperawatan yang dilakukan.
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam   meliputi pola pernafasan kembali efektif, suhu tubuh
kembali normal, anak menunjukkan rasa nymannya secara verbal maupun non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak
terjadi injury selama dan sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.                          
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan
disebut juga evaluasi tujuan jangka pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua
tindakan yang pencapaian tujuan jangka panjang.
Komponen tahapan evaluasi :
1. Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi
“ dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi
rencana asuhan keperawatan.
2. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan

41
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di seluruh proses keperawatan.
a. Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu.
b. Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua
c. Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga
d. Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan tahap empat.
e. Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang demam adalah perubahan potensial listrik cerebral yang berlebihan akibat kenaikan suhu dimana suhu rectal diatas 38°C
sehingga mengakibatkan renjatan kejang yang biasanya terjadi pada anak dengan usia 3 bulan sampai 5 tahun.Kejang demam dibagi
menjadi 2 golongan. Terdapat perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia
penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya . Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan
kejang demam kompleks (complex febrile seizure).
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan
morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
B. Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada umumnya dan mahasiswa keperawatan pada khususnya
mengetahui pengertian, tindakan penanganan awal, serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien anak dengan kejang demam.

42
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. . Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Media Aesculapius: Jakarta.


Doenges, Marillyn E, dkk. 2018. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
IDAI. 2019. Pedoman Pelayanan Medis.Hal: 253. Jakarta: IDAI.
Judha M & Rahil H.N. 2011. Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Krisanty P, dkk. 2018.Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Trans Info Media:Jakarta.
Price and Wilson. 2015. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta : EGC.
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1, Yogyakarta : Graha Ilmu

43
Pathway Kejang Demam

Infeksi bakteri, Rangsangan mekanik dan


virus, dan parasit biokimia. Gangguan
keseimbangan cairan dan
Reaksi inflamasi elektrolit

Proses demam
Perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstra seluler Kelainan neurologis
perinatal/prenatal

Ketidakseimbangan Perubahan difusi Na+ dan K+


potensial membran ATP
ASE
Perubahan beda potensial
Pelepasan muatan listrik membrane sel neuron
semakin meluas keseluruh
sel maupun membrane sel
sekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter
Kejang

44

Kurang dari 15 menit (KDS) Lebih dari 15 menit (KDK)

Anda mungkin juga menyukai