Anda di halaman 1dari 5

1.

Evaluasi kinerja dan penyusunan aknop bangunan embung di kecamatan ponjong,


kabupaten gunung kidul, daerah istimewa yogyakarta

Menilai bagaimana kinerja bangunan embung di ponjong dan berapa nilai aknop bangunan
embungnya, dengan menggunakan metode beberapa metode yaitu:

studi penelitian dan studi kasus,

Kecamatan Ponjong adalah salah satu daerah di Gunungkidul yang memiliki 14 bangunan
embung. Berdasarkan data yang diperoleh dari Opak Regional Serayu Tengah, bangunan embung di
wilayah Kecamatan Ponjong telah beralih fungsi, sehingga perlu dievaluasi kinerjanya. Dalam
penelitian ini, berbagai masalah akan dibahas di reservoir, tingkat kerusakan dan fungsi, operasi dan
pemeliharaan yang perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dan menghitung jumlah persyaratan
operasi dan pemeliharaan bangunan embung di Kabupaten Ponjong dengan analisis deskriptif.

Metodenya dengan melakukan pengamatan langsung ke bangunan embung yang ada.

analisis data

Analisis pembahasan berupa penyusunan RAB Analisis kebutuhan nyata operasi &
pemeliharaan AKNOP dan spesifikasi teknis

Berdasarkan hasil observasi dan analisis data dari lapangan, disimpulkan bahwa besarnya
nominal biaya penanganan pemeliharaan tidak dapat dijadikan acuan penentuan prioritas
penanganan karena besaran biaya juga tergantung dari ukuran embung sedangkan nilai kinerja
diperoleh berdasarkan kompleksibilitas fungsi dan manfaat embung terhadap lingkungan sekitar.

Pembahasan secara garis besar dan hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 14 bangunan, 6 bangunan memerlukan penanganan


pemeliharaan rutin, 1 bangunan memerlukan rehabilitasi ringan, dan 2 bangunan membutuhkan
penanganan rehabilitasi berat.

Dengan detail perhitungan tentang operasi dan pemeliharaan, harga upah dan bahan, serta
analisa harga satuan pemeliharaan yang telah dilakukan maka, Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan
Pemeliharaan (AKNOP) untuk 9 bangunan embung di Kecamatan Ponjong adalah Embung Bendo
sebesar Rp. 61.063.449,39, Embung Poko sebesar Rp. 26.616.820,21, Embung Bendo Gede sebesar
Rp. 246.368.707,19, Embung Ngrejek sebesar Rp. 151.566.918,48, Embung Klumpit sebesar Rp.
58.654.187,56, Embung Prampelan sebesar Rp. 15.979.162,47, Embung Kedokan sebesar Rp.
184.119.570,77 dan Embung Wetan sebesar Rp. 27.549.088,82.

2. Analisa Kelayakan Ekonomi Bendungan Randu Gunting

Pemerintah Pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Pemali- Juana. melakukan Proyek
Pembangunan Bendungan Randugunting Kabupaten Blora. untuk menanggulangi masalah
kekurangan air yang melanda Kabupaten Blora. Pada penelitian ini,menguji kelayakan proyek
bendungan Randugunting.
Objek penelitian berupa:

1. Biaya investasi untuk bendung randu gunting


Diperoleh berdasarkan perhitungan anggaran biaya sesuai dengan perencanaan
2. Biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&P) bendung randu gunting (AKNOP)

Hasil survei identifikasi Jaringan Irigasi Kedungsapen, telah ditemukan permasalahan yang jadi
skala prioritas di Jaringan Irigasi Tersebut meliputi :
1) Rumput-rumput yang tumbuh di area sepanjang bahu saluran
2) Endapan sedimen dalam saluran irigasi Kedungsapen.
3) Kerusakan tanggul saluran jaringan irigasi Kedungsapen.
3. Manfaat (benefit) untuk irigasi Pertanian dan Air Baku
Selanjutnya Analisa perhitungan dengan metode NPV, IRR, BCR, untuk mendapatkan nilai
kelayakan Bendungan Randugunting Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pembangunan
Bendungan Randugunting layak secara ekonomis dimana dalam keadaan normal NPV= Rp
255.501.892.069, B/C = 1,58 dan IRR= 17,70% bila terjadi perubahan biaya konstruksi naik 10% NPV=
Rp 211.811.147.589 , B/C = 1,44 dan IRR= 17,29%,dan bila terjadi kemunduran pelaksanaan 1 th
penyelesaian proyek NPV= Rp 9.054.721.240 , B/C = 1,02, dan IRR= 17,64% dari segi ekonomi layak
untuk dilaksanakan.

3. Kinerja dan angka kebutuhan nyata operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tambak desa
tluwuk kabupaten pati

Penelitian ini mengkaji bagaimana mempertahankan sistem jaringan irigasi tambak melalui
rangkaian proses yang sistematis, yakni menciptakan model penilaian kinerja (tools), menghitung
indeks kinerja di setiap komponen penilaian, mendapatkan kinerja jaringan tambak secara umum,
merekomendasikan bentuk kegiatan yang diperlukan, dan menghitung kebutuhan anggaran
berdasarkan bentuk kegiatan yang direkomendasikan.

Metode penelitian ini melalui tiga tahap yaitu tahap perancangan model penilaian, tahap
penilaian kinerja dan tahap penyusunan AKNOP jaringan tambak di Desa Tluwuk, Kecamatan
Wedarijaksa, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.

Hasil penelitian menunjukkan telah berhasil diciptakan model penilaian kinerja sebagai alat
bantu (tools) yang berbasis PHP dan MySQL serta dapat digunakan pada jaringan reklamasi rawa
pasang surut (tambak) maupun rawa non pasang surut (rawa lebak) yang dapat digunakan oleh
lembaga maupun instansi yang membidangi irigasi rawa. Hasil penilaian kinerja jaringan irigasi
tambak Tluwuk pada periode pasang purnama didapatkan indeks kinerja saluran dan bangunan
sebesar 2,71 atau berfungsi 57,20%; dan kinerja tanggul pelindung dalam kondisi baik.

Untuk periode pasang perbani didapatkan indeks kinerja saluran dan bangunan sebesar 3,18
atau berfungsi 45,40%; dan kinerja tanggul pelindung dalam kondisi baik. Sesuai dengan kondisi
terakhir yakni pengamatan saat pasang perbani maka tindakan yang direkomendasikan terhadap
saluran dan bangunan air adalah rehabilitasi sedangkan tanggul pelindung berupa pemeliharaan.
AKNOP jaringan irigasi tambak Tluwuk adalah Rp 2.511.253.700,-. Implementasi dari AKNOP ini
diharapkan indeks kinerja tambak Tluwuk meningkatkan menjadi 1,00 atau berfungsi 100% baik saat
pasang purnama maupun pasang perbani.
4. PENENTUAN PRIORITAS KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN DAERAH IRIGASI
DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) (185A)

Metode ini menggunakan metode Analyctic Hierarcy Process (AHP). Dalam metode ini dilakukan
tahapan tahapan sebagai berikut : Menentukan kriteria-kriteria berdasarkan AKNOP, membuat
quisioner dan diisi oleh Pejabat yang berwenang pada Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi
Jawa Barat dan koordinator pelaksana pada serta mengolah data tersebut kedalam metode Analyctic
Hierarcy Process (AHP) sehingga dapat menyusun urutan prioritas dan alokasi biaya berdasarkan
kepentingan-kepentingan antar elemen tidak berdasar kepada Rupiah perhektar dan perkiraan-
perkiraan/pendekatan.

Hasil analisis dengan menggunakan metoda AHP ini diperoleh urutan yang kegiatan sesuai
dengan kondisi kepentingannya yang ditunjukkan oleh besaran bobot kegiatan untuk masing-
masing. Pada kasus ini prioritas urutan kegiatan dari urutan kesatu hingga urutan kedelapan
berdasarkan bobot adalah sebagai berikut : Pemeliharaan Berkala Swakelola (0.2548), Upah petugas
Lapangan (0.2416), Pemeliharaan Rutin (0.1927), Pemeliharaan Berkala Kontraktual (0.1088),
Perjalanan Dinas (0.0925), Peralatan Kantor ( 0.0526) ATK,Petugas Lapangan (0.0356), dan Peralatan
Mesin (0.0214). Metoda ini dapat digunakan untuk daerah irigasi lainnya dengan menggunakan
prosedur yang sama namun urutan prioritas yang didapat dapat berbeda.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Metode AHP (Analytic Hierarcy Process) dapat mengetahui
prioritas penanganan dan alokasi biaya, jika dana untuk penangan O & P tidak terpenuhi
berdasarkan AKNOP (Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan) Irigasi. Sehingga kegiatan
O & P Jaringan Irigasi mampu berjalan dengan optimal walaupun kondisi kemampuan pendanaan
yang terbatas. Metoda ini dapat digunakan untuk daerah irigasi lainnya dengan menggunakan
prosedur yang sama namun urutan prioritas yang didapat dapat berbeda.

5. PENILAIAN KINERJA SARANA DAN PRASARANA DAERAH IRIGASI (DI) DESA MUARA JALAI
KABUPATEN KAMPAR

Hasil Metode yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan air adalah metode Penmann
modifikasi.

Hasil Penilaian Di DI Muara Jalai menggunakan metode yang mengacuh ke Peraturan


Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat Nomor 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi
dan Pemeliharaan Irigasi, menjelaskan bahwa kinerja sistem irigasi dinilai berdasarkan 6 (enam)
parameter, yaitu :

1. Prasarana fisik
2. Produktivitas tanaman
3. Sarana penunjang
4. Organisasi personalia
5. Dokumentasi
6. Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.


12/PRT/M/2015 yang telah diterjemahkan ke dalam Indeks Kinerja Sistem Irigasi (IKSI) didapat
nilai indeks untuk DI Muara Jalai Kabupaten Kampar sebesar 63,65%.
Hasil penilaian indeks kinerja sarana dan prasarana daerah irigasi Muara Jalai lebih rinci yaitu
untuk prasarana fisik di peroleh nilai 31,44 %, produktivitas tanam 11,51 %, sarana penunjang
5,50 %, organisasi personalia 7,10 %, dokumentasi 2,50 %, dan Perkumpulan Petani Pemakai Air
(P3A) 5,60 %.

Berdasarkan ketetapan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat No.12/PRT/M/2015 untuk nilai indeks 63,65% masuk kedalam kategori
kinerja kurang dan perlu perhatian

6. AUDIT TEKNIS SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN AKNOP PADA DAERAH IRIGASI TUK KUNING

Kegiatan audit teknis untuk menganalisa kinerja jaringan irigasi DI. Tuk Kuning, mengetahui
rencana kegiatan terkait O&P, dan mengetahui pembiayaan dari rencana kegiatan secara nyata
tersebut.

Rekapitulasi usulan kegiatan DI. Tuk Kuning adalah sebagai berikut:

A. Rehabilitasi

a. Perbaikan Kegiatan rencana perbaikan pada DI

b. Penggantian Kegiatan rencana penggantian pada DI

c. Pemeliharaan Kegiatan rencana pemeliharaan pada DI

B. Operasi dan Pemeliharaan

a. Operasi Kegiatan rencana operasi pada DI

b. Pemeliharaan Kegiatan rencana pemeliharaan pada DI

Nilai indeks kinerja eksisting DI. Tuk Kuning yang merupakan hasil dari kegiatan audit teknis
adalah 56,31% yang berarti kinerja kurang dan perlu perhatian.

Kegiatan rehabilitasi meliputi perbaikan pasangan, perbaikan bagian pintu yang rusak,
pembuatan bangunan ukur, bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan bagi sadap, dan
bangunan terjun.

Sedangkan, rencana kegiatan pemeliharaan yang diperlukan DI. Tuk Kuning yaitu galian
sedimen, pembersihan vegetasi dan pengadaan nomenklatur. Jumlah biaya dari rencana
kegiatan yang diperlukan DI. Tuk Kuning adalah Rp2.201.702.081,15 dengan biaya rehabilitasi
sebesar Rp1.994.571.670,65 dan biaya O&P per tahun sebesar Rp207.130.410,58, sedangkan
biaya O&P per tahun per hektar sebesar Rp633.426,33.

7. IDENTIFIKASI ANGKA KEBUTUHAN NYATA OPERASI DAN PEMELIHARAAN BENDUNG DAN


DAN JARINGAN IRIGASI LOMAYA

PENELITIAN INI DILAKUKAN MENGIKUTI TAHAPAN BERIKUT;

( 1 ) IDENTIFIKASI KONDISI EKSISTING JARINGAN IRIGASI BERUPA KONDISI FISIK SALURAN


DENGAN MELAKUKAN PENELUSURAN LANGSUNG DILAPANGAN,
( 2 ) TAHAP IDENTIFIKASI RENCANA OPERASI DAN TAHAP PEMELIHARAAN ( O&P ) JARINGAN
IRIGASI LOMAYA SERTA TAHAP

( 3 ) PENYUSUNAN ANGKA KEBUTUHAN NYATA OPERASI DAN PEMELIHARAAN ( AKNOP )


JARINGAN IRIGASI LOMAYA.

KONDISI EKSISTING JARINGAN IRIGASI LOMAYA BERDASARKAN HASIL PROSENTASE ANGKA


KEBUTUHAN NYATA OPERASI DAN PEMELIHARAN (AKNOP) BERADA DALAM KONDISI TIDAK
BAIK. HAL INI DAPAT DILIHAT PADA HASIL PROSENTASE BIAYA PEMELIHARAAN BERKALA YAITU
SEBESAR 88 % DIBANDING DENGAN BIAYA OPERASI RUTIN DAN PEMELIHA RAAN RUTIN.

KEGIATAN OPRASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI LOMAYA MASIH BELUM SESUAI
HARAPAN, YAITU BAGAIMANA MENEKAN BIAYA PEMELIHARAAN BERKALA DENGAN
MININGKATKAN INTENSITAS SERTA BIAYA OPERASI RUTIN DAN PEMELIHA RAAN RUTIN. HAL INI
DILIHAT DARI PERBANDINGAN PROSENTASE BIAYA OPERASI RUTIN, PEMELIHARAAN RUTIN,
PEMELIHARAAN BERKALA YANG TIDAK PROPORSIONAL.

ANGKA KEBUTUHAN NYATA OPERASI DAN PEMELIHARAAN (AKNOP) JARINGAN IRIGASI


LOMAYA BELUM CUKUP OPTIMAL, TERARAH, DAN TEPAT GUNA. HAL INI TERLIHAT DARI HASIL
PERHITUNGAN BIAYA PEMELIHARAAN BERKALA YANG BESAR DIBANDINGKAN DENGAN BIAYA
OPERASI RUTIN DAN PEMELIHARAAN RUTIN YAITU SEBESAR RP. RP.4.217.799.709,00 DARI
TOTAL BIAYA RP.4.793.980.973,00.

Anda mungkin juga menyukai