Anda di halaman 1dari 14

Naskah diterima : 16 Nopember 2010 Revisi Pertama : 25 Nopember 2010 Revisi Terakhir : 5 Desember 2010

ARTIKEL

Gula Merah Tebu: Peluang Meningkatkan Kesejahteraan


Masyarakat Melalui Pengembangan Agroindustri Pedesaan
Sukardi
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Gedung Fateta Lantai II Kampus IPB Darmaga

ABSTRAK
Tanaman tebu sangat potensial untuk terus dikembangkan untuk menghasilkan
berbagai produk-produk agroindustri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain
gula pasir, dari tanaman tebu masih terdapat sejumlah produk agroindustri lain yang
masih terbuka untuk dikembangkan, salah satunya adalah gula merah tebu. Agroindustri
gula merah tebu bisa dijadikan alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
di pedesaan yang sekaligus dapat diandalkan untuk mengembangkan potensi daerah
dan mengurangi laju urbanisasi. Hal tersebut sangat memungkinkan karena proses
produksi gula merah dari tanaman tebu dapat dilakukan dalam lingkup usaha mikro dan
kecil dengan peralatan dan perlengkapan produksi yang mudah diperoleh. Ditinjau dari
aspek bisnis, gula merah tebu cukup menjanjikan mengingat kebutuhan akan gula merah
tebu yang masih luas untuk kebutuhan berbagai industri, seperti industri kecap, jamu,
makanan, dan kebutuhan rumah tangga. Selain itu, ditinjau dari rantai pasok (supply
chain) pengembangan agroindustri gula merah tebu akan memacu kegiatan ekonomi
di pedesaan baik ke arah hulu berupa kegiatan penyediaan bahan baku dan kebutuhan
produksi lainnya maupun ke hilir berupa kegiatan pemasaran dan produksi produk-
produk agroindustri lainnya.
kata kunci : gula merah tebu, rantai pasok, agroindustri.
ABSTRACT
Sugar cane is one of the perennial crops that are prospective to be developed further
to produce a variety of agroindustrial products to fulfill the needs of the society. Basically,
there are more than 50 types of agroindustrial products that can be derived from sugar
cane other than sugar. One of the products is brown sugar of the sugar cane. This type
of product can be viewed as opportunities to develop alternatives for improving economic
activities in the society, especially the rural society so as to increase the attractiveness
of the rural area for the people and to minimize urbanization. This conjecture is based
on the fact that technologically brown sugar can be processed in the simple and affordable
manner so that it gives chances to the micro and small scale businesses to develop their
production activities. From the business point of view, the development of brown sugar
from sugar cane is profitable and beneficiary. Its market is still open especially for soya
sauce industry, traditional medicines (jamu), foods, and other household needs. In
addition, from the supply chain insight, the development of brown sugar can accelerate
the rural economy, not only the upstream activities such as the procurement of raw
materials, but also the downstream areas such as marketing activities and production
lines of other agroindustrial products.
keywords : brown sugar of the sugar cane, supply chain, agroindustry.

PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 317-330 317


I. PENDAHULUAN karena semakin meluasnya areal tebu rakyat,
ula merah merupakan salah satu seperti yang banyak dijumpai di Jawa Tengah,
G kebutuhan pangan hampir setiap
masyarakat Indonesia, baik untuk kebutuhan
Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Kalimantan
Barat. Perkembangan sentra-sentra produksi
rumah tangga maupun untuk kebutuhan gula merah tebu tentu sangat positif dilihat
industri. Dengan semakin beragam dan dari segi pemanfaatan bahan baku tebu yang
berkembangnya kebutuhan masyarakat, biasanya karena adanya kelebihan produksi
kebutuhan akan gula merah akhir-akhir ini tebu yang tidak terserap oleh pabrik gula besar
dirasakan semakin meningkat. Adanya yang memproduksi gula putih. Secara nasional
peningkatan ini tentu memerlukan upaya-upaya sentra-sentra produksi gula merah tersebut di
untuk memenuhinya, yang salah satunya dapat atas mencakup lebih dari 70 persen dari total
ditempuh dengan mengeksplorasi sumber- produksi gula merah nasional. Dari perspektif
sumber bahan baku yang dapat dijadikan gula pengembangan usaha pedesaan, produksi
merah. Secara umum masyarakat telah gula merah tebu mampu memberikan harapan
mengetahui berbagai bahan hasil pertanian keuntungan yang memadai.
yang dapat dijadikan bahan baku gula merah, Terbukanya peluang ekspor untuk produk
antara lain kelapa, aren, siwalan, dan nipah. gula merah tebu juga semakin menguntungkan
Dari sumber-sumber ini gula merah dapat industri gula merah tebu. Salah satu industri
diproses dengan cara menyadap nira dari gula merah tebu di Kediri, Jawa Timur,
sumber-sumber tadi kemudian memanaskan merupakan salah satu contoh industri gula
nira tersebut sampai diperoleh gula merah. merah yang telah mencapai pasar ekspor ke
Bahan hasil pertanian lain yang dapat dijadikan
Jepang. Kebutuhan gula merah tebu di Jepang
bahan baku gula merah adalah tebu. Untuk
cukup besar, karena selain mengimpor gula
memperoleh gula merah dari tebu, terlebih
merah tebu dari Indonesia, Jepang pun masih
dahulu tebu tersebut harus dipress untuk
mendatangkan dari Cina, Korea, India, dan
menghasilkan nira yang kemudian dipanaskan.
Bolivia (Ehman, 1998). Untuk bisa masuk ke
Pada umumnya gula merah tebu pasar ekspor tentu gula merah tebu harus
diproduksi oleh industri-industri rumah tangga memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan
yang biasanya dilakukan secara turun-temurun oleh masing-masing negara pengimpor, selain
dan dengan menggunakan peralatan yang juga harus telah memenuhi standar mutu
sederhana bahkan ada yang masih nasional SNI. Jika industri-industri gula merah
menggunakan bantuan tenaga hewan. tebu di Indonesia, terutama yang berada di
Sebenarnya gula merah tebu tidak hanya
sentra-sentra produksi, mampu meningkatkan
diproduksi di Indonesia, tetapi juga di India,
kualitas gula merah tebu yang dihasilkan, maka
Cina, Pakistan, Bangladesh, Afrika Timur,
tidak mustahil gula merah tebu akan menjadi
Bolivia, Jepang, dan Amerika Selatan. Di
salah satu produk andalan daerah untuk
beberapa daerah dan negara gula merah tebu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dikenal dengan nama daerah, misalnya gula
sekitar.
merah tebu dari Sumatera Barat dikenal
dengan nama Gula Saka, di India dan II. TANAMAN TEBU
Bangladesh dikenal dengan nama Gur, di Tebu adalah salah satu tanaman pangan
Afrika disebut Jaggery, di Amerika Selatan yang bersifat perennial (memiliki kemampuan
disebut Panela, dan di Jepang dikenal dengan tumbuh berulang-ulang setelah dipanen) yang
Black Sugar atau Kuro Sato. Di pasar memiliki potensi pengembangan diversifikasi
internasional gula merah dikenal dengan produk yang cukup beragam. Masyarakat luas
sebutan Brown Sugar. mengenal tebu hanya sebagai bahan baku
Beberapa sentra produksi gula merah gula pasir di Pabrik-Pabrik Gula (PG) besar.
tebu di Indonesia sudah semakin banyak Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku PG,

318 PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 317-330


di Indonesia tebu umumnya dipanen setelah tebang optimal adalah 12 bulan. Apabila
berumur sekitar satu tahun. Panen dapat dilakukan penebangan sebelum atau sesudah
berlangsung sampai lima bulan dari bulan Mei berumur 12 bulan akan didapatkan produksi
atau Juni sampai bulan September atau gula yang lebih rendah sebagaimana
Oktober. Tetapi, pada dasarnya tebu dapat ditunjukkan pada Tabel 1.
dipanen sepanjang tahun. Di dalam proses produksi gula pabrik-
Di dalam batang tanaman tebu terdapat pabrik gula (PG) besar pemanenan atau
zat gula dengan kadar maksimum mencapai penebangan tebu merupakan rangkaian dari
20%. Berbagai hasil penelitian menunjukkan dua kegiatan utama yang tidak dapat
bahwa kisaran pertumbuhan tanaman tebu dipisahkan, yaitu kegiatan penebangan dan
(Saccharun officinarum L.) yang normal pengangkutan tebu dari kebun ke pabrik.
membutuhkan fase vegetatif selama enam Umumnya kegiatan yang ada dalam sistem
sampai tujuh bulan. Setelah fase vegetatif, penebangan banyak melibatkan faktor-faktor
tebu memerlukan dua sampai empat bulan lain yang saling terkait sehingga membutuhkan
kering (curah hujan bulanan kurang dari 100 perencanaan yang matang dalam
mm) untuk proses pemasakan tebu. Tanaman pelaksanaannya. Faktor-faktor yang dimaksud
tebu lazim ditebang pada umur rata-rata 12- diantaranya adalah tingkat kemasakan tebu,
14 bulan. Supriadi (1986) didalam Astika (1994) keadaan fisik tebu di lapang, fasilitas
m e n y a ta k a n b a h w a r e n d e m e n t e b u transportasi, tenaga kerja dan kapasitas giling
berhubungan dengan umur tebang tebu. Umur pabrik.

Tabel 1. Pengaruh waktu penebangan terhadap rendeman dan produksi tebu

Sumber: Supriadi (1986) didalam Astika (1994).

Gula Merah Tebu: Peluang Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pengembangan Agroindustri Pedesaan (Sukardi) 319
Gambar 1. Kegiatan tebang, muat, dan angkut tebu ke pabrik gula dalam rangkaian proses
produksi gula putih.

Setelah penebangan, kemudian dilakukan kerusakan yang dapat menyebabkan


pengangkutan tebu dari kebun menuju pabrik kehilangan hasil (produksi gula) baik berupa
untuk diolah lebih lanjut menjadi gula. Kegiatan penurunan bobot tebu maupun penurunan
pengangkutan tebu harus dilakukan dengan rendemen tebu. Hal ini penting diperhatikan
cepat dan aman dalam arti tidak menimbulkan karena sebagai produk pertanian komoditas
kerusakan atau kehilangan nira pada tebu tebu bersifat cepat rusak sehingga tebu yang
selama pengangkutan sehingga potensi sudah ditebang harus segera diangkut ke
kehilangan produksi gula dapat diminimalisir. pabrik untuk segera digiling. Secara teori harus
Informasi penting yang diperlukan untuk dapat diupayakan agar tenggang waktu maksimum
mengangkut tebu ke pabrik dengan cepat dan antara penebangan dan penggilingan
aman adalah faktor cuaca, jadwal tebang tebu, hendaknya tidak lebih dari 36 jam. Tebu yang
kapasitas penebangan, kapasitas alat angkut, terlalu lama dibiarkan di kebun atau di
laju pengangkutan, waktu antri (di kebun emplasement pabrik (caneyard) akan
ataupun di pabrik), waktu bongkar dan waktu mongering, sehingga gula yang tersimpan
yang diperlukan untuk perjalanan dari dan ke dalam tebu terurai. Hal ini akan menyebabkan
pabrik. Dengan demikian sistem pengangkutan bobot tebu dan produksi hablur turun dan
tebu merupakan sinkronisasi dari perencanaan tetesnya menjadi lebih banyak (Hanyokrowati,
di kebun dan pabrik gula. 1994 dalam Siregar, 2003). Proses Tebang
Secara umum, dapat dikatakan bahwa Muat Angkut (TMA) merupakan teknis
dalam penebangan dan pengangkutan tebu, operasional terakhir setelah proses budidaya
hal yang terpenting dan perlu diupayakan tebu dalam satu siklus pertumbuhannya
adalah menghindari terjadinya berbagai sehingga menempatkan kegiatan operasional

320 PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 317-330


TMA itu sangat penting dan menentukan kinerja aren, lontar atau siwalan dan tebu. Mengingat
rangkaian budidaya tebu sebagai penghasil sumber-sumber bahan baku nira yang
dan pemasok bahan baku industri gula. demikian beragam, produksi gula merah telah
Sebenarnya dari tanaman tebu ini tidak lama dikenal di berbagai daerah, antara lain
hanya gula pasir atau gula putih yang dapat di Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah,
dikembangkan, tetapi ada lebih dari 50 jenis Jawa Timur, dan Kalimantan Barat. Gula merah
produk agroindustri lainnya yang prospektif yang berasal dari Sumatera Barat, Jawa
yang dapat dikembangkan baik untuk pangan, Tengah, dan Jawa Timur umumnya diproses
pakan, pupuk, obat-obatan, kosmetik, energi, dengan menggunakan bahan baku tebu atau
maupun komponen kendaraan bermotor. Siwalan, sedangkan dari Jawa Barat biasanya
Produk-produk tersebut tentu membutuhkan menggunakan bahan baku nira kelapa atau
tingkat-tingkat penguasaan teknologi yang aren.
berbeda-beda. Dalam situasi dan kondisi Mutu gula merah terutama ditentukan oleh
masyarakat yang terus berkembang, tanaman penampilannya, yaitu bentuk, warna, dan
tebu merupakan salah satu tanaman yang kekerasan. Kekerasan dan warna gula sangat
memiliki potensi dan prospek untuk dipengaruhi oleh mutu nira, terutama setelah
peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat proses fermentasi (Sardjono, 1986). Gula
yang diharapkan akan mengangkat merah memiliki tekstur dan struktur yang
kesejahteraan masyarakat secara umum kompak, serta tidak terlalu keras sehingga
terutama di pedesaan. mudah dipatahkan dan memberi kesan lunak.
Salah satu produk agroindustri asal tebu Selain itu gula merah juga memiliki aroma dan
yang dapat dikembangkan untuk mengangkat rasa yang khas. Rasa manis pada gula merah
kesejahteraan masyarakat perdesaan dengan disebabkan karena gula merah mengandung
tingkat penguasaan teknologi yang sederhana beberapa jenis senyawa gula seperti sukrosa,
adalah gula merah. Bagi sebagian besar fruktosa, dan maltosa (Santoso, 1988). Selain
masyarakat istilah gula merah tebu mungkin itu, gula merah memiliki sifat-sifat yang spesifik,
masih terdengar asing. Hal ini tidak sehingga peranannya tidak dapat digantikan
mengherankan karena selama ini masyarakat oleh jenis gula lainnya. Gula merah memiliki
lebih banyak mengenal gula kelapa atau gula rasa sedikit asam karena adanya kandungan
aren. Selain itu, konsumen gula merah tebu asam-asam organik. Adanya asam-asam ini
sementara ini memang masih terbatas pada menyebabkan gula merah mempunyai aroma
industri, yaitu industri kecap dan industri jamu. yang khas, sedikit asam dan berbau karamel.
Untuk kedua jenis industri pengguna gula Rasa karamel diduga disebabkan adanya
merah tebu ini, gula merah tebu dipandang reaksi karamelisasi akibat panas selama
sebagai salah satu bahan baku yang tidak pemasakan. Karamelisasi juga menyebabkan
bisa digantikan karena selain memberikan cita timbulnya warna coklat pada gula merah
rasa dan performance yang khas, secara bisnis (Nengah, 1990). Kecukupan pemasakan dapat
gula merah tebu memberikan kontribusi mempengaruhi mutu gula yang dihasilkan.
terhadap harga produk yang kompetitif. Pemasakan gula yang terlalu lama biasanya
III. GULA MERAH akan menghasilkan gula yang keras dengan
warna coklat tua, sedangkan bila pemasakan
Gula merah merupakan hasil olahan dari
kurang hasilnya akan lembek dan mudah
nira dengan cara menguapkan airnya,
meleleh (Nengah, 1990).
kemudian dicetak. Gula merah adalah gula
yang berbentuk padat dan berwarna coklat Warna merupakan salah satu faktor yang
kemerahan sampai dengan coklat tua. Nira menentukan kualitas penampakan bahan
yang digunakan untuk memproduksi gula pangan di samping bentuk dan ukuran. Pada
merah biasanya berasal dari tanaman kelapa, gula merah, warna dijadikan sebagai salah

Gula Merah Tebu: Peluang Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pengembangan Agroindustri Pedesaan (Sukardi) 321
satu faktor kualitas produk. Sardjono (1986) lebah, daun kering, dan serangga lainnya
dan Balai Penelitian Kimia Semarang (1978) (Dyanti, 2002). Ukuran lubang cukup halus
mengemukakan bahwa gula merah yang sehingga efektif untuk menyaring kotoran
warnanya lebih cerah dianggap kualitasnya yang lembut.
lebih baik. Pengolahan dengan pemanasan (iii) P e m u r n i a n . P a d a a w a l p r o s e s
menyebabkan gula merah memiliki warna yang pemasakan, nira ditambah kapur (CaO)
bervariasi dari kuning hingga coklat tua, tetapi sebanyak 0,1 kg untuk satu wajan nira.
pada umumnya berwarna coklat kemerahan. Pemberian kapur pada saat pemasakan
Menurut Nengah (1990), warna merah dengan suhu tinggi (>70°C) bertujuan
terbentuk karena adanya reaksi pencoklatan untuk meningkatkan pH nira sehingga
(browning) selama pengolahan, baik melalui dapat mematikan kerja enzim invertase,
reaksi Maillard maupun reaksi karamelisasi. dan juga memisahkan kotoran-kotoran
Agar diperoleh warna merah yang baik, kering, seperti tanah dan serat-serat halus batang
berwarna kekuningan, keras dan padat (tidak tebu yang ikut bersama nira. Kotoran-
lembek) sebaiknya pH nira sebelum diolah kotoran yang terpisah dan mengapung di
diatur antara 5,5 - 6,5. Di luar kisaran tersebut
atas nira kemudian dibuang. Kotoran-
gula sukar mengkristal (BALITKA, 1989).
kotoran hasil pemisahan tersebut dikenal
Menurut Dachlan (1984), untuk memperoleh
dengan istilah tante.
warna gula kekuningan, sebelum nira
(iv) P e m a s a k a n / P e m a n a s a n . U n i t
dipanaskan perlu ditambahkan kira-kira 5 gram
pemasakan nira dapat berupa wajan
Na-metabisulfit untuk setiap 25 liter nira. Selain
terbuat dari besi dan berdiameter 90 cm.
itu, penggunaan api jangan terlalu besar tetapi
Bagase kering dan sekam dijadikan
cukup untuk mendidihkan nira dan nyala api
sebagai sumber bahan bakar untuk
diusahakan stabil.
pemasakan. Proses pemasakan ini
Sejauh ini, di masyarakat pada umumnya, dilakukan dengan perapian sedang agar
gula merah diperoleh melalui proses gula yang terbentuk berwarna coklat
pengolahan secara tradisional sederhana yang muda. Bila pemanasan terlalu tinggi
pada prinsipnya adalah proses penguapan proses pemasakan cepat, namun gula
nira dengan cara pemanasan sampai menjadi yang terbentuk akan berwarna coklat tua
produk padat. Tahapan proses pengolahan sampai kehitaman sebagai akibat
nira pada pembuatan gula merah tebu adalah terjadinya browning dan karamelisasi
sebagai berikut: ataupun gula gosong. Sebaliknya bila
(i) P e n e r i m a a n n i r a d a r i s ta s i u n pengapiannya kurang panas, proses
pengepresan. Penerimaan nira harus pemasakan berjalan lambat dan
diusahakan bersih dan selama dalam melelahkan. Semakin lama waktu
perjalanan dari stasiun pengepresan ke pemasakan, suhu nira pun akan semakin
tempat pengolahan, penampung atau meningkat hingga mencapai titik 100-
wadah nira harus dalam keadaan tertutup. 110°C. Selama proses pemasakan akan
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terbentuk banyak buih. Untuk menghindari
masuknya kotoran dan benda-benda asing meluapnya buih yang berlebihan, wajan
baik berupa tanaman yang patah, ditutup dengan chubung yang terbuat dari
serangga atau benda-benda lainnya. anyaman bambu, sehingga tidak akan
(ii) Penyaringan. Penyaringan dilakukan terjadi pencampuran buih nira dari satu
dengan menggunakan saringan yang wajan ke wajan yang lain. Chubung
terbuat dari logam anti karat (stainless tersebut baru akan dibuka kembali pada
steel). Tujuan penyaringan adalah untuk saat nira sudah hampir matang yang
memisahkan kotoran-kotoran seperti ditandai oleh volume nira berkurang

322 PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 317-330


hampir setengahnya dan jumlah buih diperuntukkan untuk konsumsi langsung
semakin sedikit. Apabila selama didesain berukuran 3 x 3 x 3 cm. Untuk
pemasakan buih yang muncul banyak, membuat sepotong gula merah berbentuk
maka ditambahkan minyak kelapa atau kubus dengan sisi 5 dan 3 cm diperlukan
kelapa parut. Menurut Jatmika dkk., (1990) sebuah cetakan dengan ukuran 5 x 5 x 5
minyak kelapa berfungsi sebagai penurun cm3 dan 3 x 3 x 3 cm3. Proses pembuatan
tegangan permukaan antara buih dan cetakan dapat disederhanakan dan
cairan nira sehingga peluapan buih dapat dipercepat dengan mendesain model alat
dicegah. Selain itu memberikan kesan cetak dari kertas. Proses desain seperti
empuk pada gula merah. Natrium ini dimaksudkan pula untuk menghemat
metabisulfit ditambahkan ke dalam wajan penggunaan bahan-bahan.
pengentalan dengan tujuan agar gula (vi) Pendinginan. Pendinginan dilakukan di
merah yang dihasilkan memiliki warna ruang terbuka tetapi memiliki sanitasi yang
kuning kecoklatan atau tidak terlalu gelap. baik. Gula merah tebu yang telah tercetak
Penambahan bahan-bahan tersebut dapat dibiarkan dalam cetakan sampai benar-
berperan untuk menghasilkan produk akhir benar dingin dan padat sempurna.
yang lebih keras dan mudah dicetak. Sungkup kawat kasa digunakan sebagai
Selain itu, buih juga dapat dikurangi penutup agar gula merah yang telah dingin
dengan cara menggunakan anyaman dari terhindar dari pencemaran berupa kotoran,
bambu yang diletakkan di tengah-tengah lalat atau binatang lainnya.
wajan. Pemasakan umumnya (vii) Penutup Kemasan Primer. Setelah gula
memerlukan waktu 3-4 jam. Nira yang merah benar-benar dingin dan padat
sudah masak memiliki ciri-ciri berwarna sempurna, bagian atas kemasan primer
coklat muda, mulai mengental, sedikit tersebut dapat dilipat untuk penutupan.
berbuih, dan suhunya >120°C. Untuk Untuk kemasan primer digunakan
mengukur kematangan pekatan nira dapat aluminium foil. Dengan pengintegrasian
dilakukan dengan cara meneteskan nira proses pencetakan dan pengemasan ini,
pada air dingin. Apabila nira memadat maka gula merah berbentuk kubus akan
dan mengeras berarti nira tersebut sudah benar-benar higienis, tidak terkena
matang. Pengukuran tersebut juga dapat sentuhan tangan pekerja selama dalam
dilakukan dengan mengangkat cairan gula pemasakan dan pengemasan. Tujuan
sampai terdapat benang-benang gula pengemasan primer ini adalah untuk
(Dyanti, 2002). memperpanjang umur simpan gula merah
(v) Pencetakan. Pada proses selanjutnya, tebu dan mencegah terjadinya penurunan
proses pencetakan dipadukan dengan mutu gula akibat penyerapan air.
proses pengemasan, yaitu pengemasan (viii) Pengemasan Sekunder dan Pelabelan.
primer. Bentuk gula merah tebu yang Akhirnya, jika dikehendaki potongan-
dikehendaki berbentuk kubus dengan potongan gula merah berbentuk kubus
pertimbangan mudah untuk dikemas dan yang telah terbungkus dengan aluminium
dapat ditumpuk secara rapi dan kompak. foil perlu untuk dimasukkan ke dalam
Hal ini cukup penting agar produk yang kemasan sekunder. Ukuran kemasan
dihasilkan dapat tampil beda dengan sekunder dapat bermacam-macam
produk gula merah lainnya. Gula merah tergantung pilihan berapa potong yang
tebu yang diperuntukkan sebagai bahan kita inginkan dalam satu kemasan.
baku pembuatan kecap didesain Sebelum kemasan sekunder tersebut
berukuran cukup besar 5 x 5 x 5 cm, digunakan, terlebih dahulu diberi label
sedangkan gula merah yang supaya lebih menarik. Label ini sebagai

Gula Merah Tebu: Peluang Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pengembangan Agroindustri Pedesaan (Sukardi) 323
media promosi produk secara visual. pada dasarnya adalah upaya untuk ”mengusir”
Media ini akan menginformasikan tentang air tersebut dari nira. Dengan semakin
komposisi, status kehalalan, kegunaan banyaknya air yang terusir (teruapkan) dari
produk, tanggal dan kode produksi, serta nira, maka tingkat kemanisan nira pun akan
tanggal kadaluarsa. semakin meningkat. Demikian pula tingkat
kekentalan (viscositas) nira semakin meningkat.
IV. P E R K E M B A N G A N T E K N O L O G I
Jika jumlah air yang teruapkan mendekati
PENGOLAHAN GULA MERAH
maksimum, maka yang tertinggal hanyalah
Teknologi pengolahan gula merah seperti komponen padat. Itulah sebabnya mengapa
yang diuraikan di atas telah lama dikenal gula merah yang kita kenal bersifat padat dan
secara turun temurun dari generasi ke keras padahal bahan bakunya cair.
generasi. Di beberapa daerah di Jawa Barat
Walaupun prinsip teknologi pengolahan
dan Banten, para pengrajin gula merah dari
gula merah sama, tetapi tahap-tahap yang
nira kelapa dan nira aren (dalam bahasa Sunda
dilalui untuk menyiapkan atau memperoleh
disebut lahang) umumnya membuat gula
niranya berbeda. Nira kelapa dan nira aren
merah dengan cara memanaskan nira tersebut
diperoleh dengan cara menyadap mayang
di atas tungku kayu bakar. Karena caranya
kelapa atau mayang aren selama kurang lebih
yang memang masih tradisional, maka untuk
12 jam. Sebaliknya, nira tebu (sugarcane
jumlah nira antara 10-15 liter lama proses
juice) diperoleh dari proses pengepresan
pembutan gula merah seperti ini bisa berjalan batang tebu yang telah cukup umur (sekitar
sampai empat atau lima jam. satu tahun). Sebelum ditemukan mesin-mesin
Secara prinsip dapat dikatakan bahwa pengepres tebu, nira tebu diperoleh dengan
teknologi pengolahan gula adalah segala upaya alat press tradisional yang digerakan dengan
untuk memisahkan komponen-komponen gula bantuan tenaga hewan, seperti kerbau, sapi,
dari komponen-komponen non gula yang ada atau kuda. Perbedaan cara memperoleh nira
di dalam bahan baku gula. Di dalam nira kelapa ini tentu bisa menjadi dasar pertimbangan
atau nira aren komponen non gula yang untuk mengembangkan usaha atau bisnis gula
dominan adalah air, sehingga proses merah terutama dari segi kuantitas, kualitas,
pemanasan yang dilakukan oleh para pengrajin dan kepraktisan.

Gambar 2. Proses penguapan air dari nira sehingga dihasilkan gula siap cetak (gula cetak)
atau awur (gula semut)

324 PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 317-330


Gambar 3. Proses pengepresan tebu untuk mendapatkan nira tebu dengan menggunakan
mesin press tiga silinder yang digerakan motor bertenaga diesel.

Mesin giling tebu (mesin press) yang komponen gula yang terbuang bersama
umumnya digunakan memiliki 3 buah rol baggase. Tepat atau tidaknya pengaturan jarak
gilingan (silinder). Prinsip kerja mesin antar silinder dapat dilihat dari baggase, yaitu
penggiling adalah menekan batang tebu antara jika bagasse yang dihasilkan lebih kering,
gilingan 1 dan 2 (lihat Gambar 4). Roda gigi maka pengaturan jarak telah tepat.
1, 2 dan 3 bergerak berlawanan arah, sehingga Selanjutnya, nira yang dipress dari tebu
batang tebu akan hancur karena terjepit, dan akan dialirkan dan ditampung dalam wajan-
kemudian nira akan terperas (terekstrak). Nira wajan dengan kapasitas tertentu kemudian
keluar dari sekat antara gilingan 2 dan 3, dipanaskan dengan menggunakan tungku
sedangkan ampas tebu (bagasse) akan keluar pemanas yang berbahan bakar baggase.
diantara gilingan 1 dan 3. Pengaturan jarak Salah satu teknologi untuk menguapkan air
antara ketiga silinder dalam mesin press dari nira yang banyak digunakan para pengrajin
menentukan jumlah nira yang akan diperoleh. gula merah di Jawa adalah teknologi yang
Pengoperasian mesin press dengan jarak disebut sistem multiplepan yang dikembangkan
antar silinder yang tepat akan meningkatkan industri pengolahan gula merah di India.
jumlah nira. Semakin banyak nira terekstrak Dengan menggunakan teknologi multiple pan
dari tebu, maka akan semakin sedikit nira ditampung dalam beberapa buah wajan

Gambar 4. Skema susunan rol (silinder) pada penggilingan tebu

Gula Merah Tebu: Peluang Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pengembangan Agroindustri Pedesaan (Sukardi) 325
(biasanya berjumlah sembilan) yang disusun secara kontinu. Di beberapa tempat di Jawa
secara berurutan dalam struktur memanjang. Tengah (Pati dan Rembang), agroindustri gula
Wajan pertama adalah wajan yang berada di merah tebu mampu mengolah nira dari dua
atas sumber panas (tungku), sedangkan wajan ton tebu (setara kurang lebih 700 liter) dalam
terakhir adalah wajan yang dekat dengan waktu sekitar empat jam. Teknologi pengolahan
cerobong asap (lihat Gambar 5). Nira dalam gula merah tebu dengan sistem multiple pan
wajan-wajan tersebut kemudian dipanaskan kini sedang dikembangkan untuk peningkatan
secara berjenjang sesuai dengan jumlah panas efisiensi penggunaan bahan bakar dan waktu
yang diterima. proses, yaitu dengan menggunakan boiler dan
Sistem multiple pan adalah sistem yang mengubah wajan menjadi tangki nira.
cukup efisien dalam hal penggunaan bahan Kualitas gula merah tebu yang dihasilkan
bakar dan pemanfaatan panas yang dihasilkan. dari teknologi di atas cukup baik walaupun
Mekanisme kerja sistem ini adalah bahwa nira masih ada beberapa komponen mutu yang
yang berada persis di atas sumber panas perlu diperbaiki, misalnya kadar sukrosa. Hal
(wajan pertama) akan matang lebih dahulu. ini terkait erat dengan kualitas tebu yang
Kemudian nira matang tersebut dikeluarkan dipanen. Jika kualitas tebu yang digunakan
dari wajan untuk dicetak dalam bentuk-bentuk dipanen tepat waktu, maka kadar sukrosa
yang dikendaki (silinder, mangkok, atau ceper). dengan sendirinya akan tinggi. Selain itu,
Setelah wajan ini kosong, kemudian nira dari faktor-faktor lain seperti lamanya tebu
wajan kedua terdekat ke sumber panas akan menunggu sebelum dipress setelah ditebang
dipindahkan ke wajan pertama yang kosong harus pula mendapat perhatian. Tebu
tadi dengan menggunakan gayung. Proses sebaiknya segera dipress setelah ditebang
pematangan nira ini akan lebih cepat karena dan tidak boleh menunggu lebih dari 30 jam.
sebelumnya nira ini sudah dalam kondisi Tabel 2 menunjukkan perbandingan antara
setengah matang atau hampir matang. kualitas gula merah dari beberapa daerah
Demikian seterusnya, proses pemanasan nira penghasil gula merah dibandingkan dengan
sampai menjadi gula siap cetak dilakukan standar mutu gula merah berdasarkan SNI.

Gambar 5. Skema model teknologi pengolahan gula merah tebu sistem multiple pan yang
diadopsi dari India.

326 PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 317-330


Tabel 2. Perbandingan kualitas gula merah tebu dari berbagai daerah

Pada Tabel 2 terlihat bahwa semua contoh industri jamu yang terus meningkat. Di
gula dari beberapa daerah tersebut memiliki Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat dan di
kadar air yang sesuai dengan SNI. Komponen Jawa Tengah bahkan beberapa pengrajin
kimia yang mempengaruhi kadar air gula merah sudah melakukan diversifikasi produknya
tebu adalah fruktosa karena merupakan gula menjadi gula semut untuk memenuhi
pereduksi yang bersifat higroskopis. Kadar air kebutuhan konsumen rumah tangga. Dengan
gula merah mempengaruhi tekstur gula merah demikian, prospek pasar untuk gula merah
tebu. Untuk komponen mutu lainnya, hampir tebu ini dapat terus diupayakan untuk
semua contoh gula memenuhi standar SNI, dikembangkan.
kecuali kadar sukrosa yang umumnya masih Dari segi pemasaran, ada beberapa pola
jauh sekalipun contoh dari Kediri telah rantai tataniaga gula merah tebu. Pola yang
melampaui standar. Kadar sukrosa sangat umum adalah para pengrajin bertindak sebagai
dipengaruhi oleh waktu tunda giling. Dengan produsen yang hasil produksinya kemudian
demikian dapat dikatakan bahwa untuk
akan ditampung oleh pedagang pengumpul.
meningkatkan kadar sukrosa, pengrajin gula
Dari pedagang pengumpul gula merah tebu
di Madiun, Lawang, dan Balingka perlu
kemudian dipasok ke padagang besar yang
memperhatikan waktu tunda giling, sehingga
selanjutkan akan dikirim ke industri-industri
tebu yang digiling benar-benar tebu yang segar.
kecap dan jamu. Pola yang lain adalah dari
V. PROSPEK PASAR DAN PELUANG para pedagang pengumpul dipasok ke para
BISNIS GULA MERAH TEBU pengecer yang selanjutnya ke konsumen
Peluang pasar bagi gula merah tebu langsung. Pola yang lainnya adalah produsen
sangat terbuka lebar khususnya untuk bertindak sekaligus sebagai pedagang yang
memenuhi kebutuhan industri kecap dan langsung menjual produknya ke konsumen.

Gambar 6. Pola rantai tataniaga gula merah tebu.

Gula Merah Tebu: Peluang Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pengembangan Agroindustri Pedesaan (Sukardi) 327
Menurut keterangan para pengrajin dan Dengan modal investasi sekitar Rp. 100 juta,
pengumpul gula merah di Jawa Tengah, dapat didirikan sebuah agroindustri kecil gula
kebutuhan gula merah tebu untuk industri merah dengan kapasitas 3 ton tebu per hari.
pengguna setiap tahunnya diperkirakan tidak Dengan rendemen 10%, maka industri kecil
kurang dari 3000 ton. Jumlah ini belum ini telah berkontribusi sebanyak 300 kg gula
termasuk konsumen langsung yang jumlahnya merah tebu per hari. Tenaga kerja yang
sulit diketahui karena belum terpola dan tercatat diperlukan untuk menjalankan sebuah
dengan baik. Salah satu upaya yang dapat agroindustri kecil gula merah berkisar antara
dilakukan adalah menjadikan gula merah tebu 5 sampai 10 orang yang bertindak sebagai
sebagai salah satu produk ekspor seperti yang tenaga tebang, tenaga angkut, tenaga press
dilakukan oleh pengrajin di Kediri yang sudah tebu (giling), tenaga masak, dan tenaga cetak.
rutin mengekspornya ke Jepang. Gula merah Dengan demikian, agroindustri ini pun
tebu bisa menjadi salah satu komoditi ekspor berkontribusi dalam upaya mengurangi tingkat
hanya jika para pengrajinnya berupaya terus pengangguran yang sekaligus dapat
menerus memperbaiki kualitas, kuantitas, dan memperlancar pasokan bahan baku
efisiensi produksinya. Faktor ini sangat penting agroindustri hilir seperti industri kecap,
dalam perdagangan ekspor mengingat makanan dan minuman, dan jamu.
sejumlah pengalaman dalam bidang Secara perhitungan bisnis, agroindustri
agroindustri bahwa produk-produk ekspor gula merah tebu dapat dikatakan prospektif.
tersebut tertolak karena syarat kualitas tidak Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan pada
terpenuhi. Demikian juga sering terjadi berbagai pola praktek bisnisnya (Lihat Tabel
kepercayaan terhadap ekspor agroindustri 3). Ada empat pola yang bisa dijalankan.
menurun karena kontinuitas pasokan tidak Pola I adalah tebu diperoleh dari kebun tebu
terjamin yang disebabkan kuantitas yang juga milik sendiri, Pola II adalah tebu diperoleh dari
tidak terjamin. kebun lahan sewa, Pola III adalah tebu
Dari jumlah kebutuhan gula merah tebu diperoleh dengan cara membeli tebu dari orang
di dalam negeri dan adanya peluang ekspor lain, dan Pola IV adalah tebu diperoleh dengan
dapat dikatakan bahwa sebenarnya cara kerjasama dengan PG besar. Berikut
agroindustri gula merah tebu merupakan salah adalah hasil perhitungan dengan asumsi
satu agroidustri pilihan untuk mengangkat produksi perhari berjalan dalam kapasitas
kesejahteraan masyarakat di pedesaan. sekitar 2,5 ton tebu.

Tabel 3. Profitabilitas berbagai pola agribisnis gula merah tebu

Sumber: Priyono (2006)

328 PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 317-330


Dari gambaran hasil perhitungan tersebut Model Optimasi Fuzzy. Tesis Fakultas
terlihat bahwa pengembangan agroindustri Pascasarjana, IPB.
gula merah tebu dalam pola-pola yang bisa Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
dilakukan memberikan potensi keuntungan 2005. Prospek dan arah pengembangan
bagi pengembangan ekonomi di perdesaan. agribisnis tebu. BPPT-Departemen Pertanian,
Dari kemungkinan perolehan keuntungan per Jakarta.
kg antara Rp. 600,- sampai Rp. 2.000,- jumlah Balai Penelitian Kimia Semarang. 1978. Laporan
keuntungan yang diinginkan untuk Penelitian tentang Pengawetan Nira dalam
Pembuatan Gula Kelapa dalam Dyanti, Riana.
meningkatkan kesejahteraan dapat dikaitkan
2002. Studi Komparatif Gula Merah Kelapa
dengan kapasitas giling per hari. Selain itu, dan Gula Merah Aren. Skripsi Jurusan
pengembangan agroindustri ini pun akan Teknologi pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi
memacu kegiatan ekonomi ke hulu dan ke Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
hilir, yaitu berkembangnya kegiatan supply BALITKA. 1989. Potensi Nira Tanaman Palma
bahan baku tebu, bahan pembantu, mesin dan sebagai pasok Gula non Tebu. Laporan
peralatan agroindustri, dan pengembangan bulanan balai penelitan dan pengembangan
industri-industri pangan. Dachlan, M. A. 1984. Proses Pembuatan Gula
VI. PENUTUP Merah. Balai penelitian dan pengembangan
Industri, BBHIP. Bogor
Sebagai negara pertanian, Indonesia
Dyanti, R. 2002. Studi Komparatif Gula Merah kelapa
memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat dan Gula Merah Aren. Skripsi Jurusan
beragam untuk diolah dan dikelola dalam Teknologi pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi
upaya menciptakan kesejahteraan dan Pertanian, IPB. Bogor.
keharmonisan di masyarakat. Artikel ini telah Jatmika, A., M. A. Hamzzah dan D. Siahaan. 1990.
mengulas salah satu peluang yang dapat Alternatif produk Olahan dari Nira kelapa.
dimanfaatkan dari tanaman tebu untuk Dalam Nurlela, Euis. 2002. Kajian Faktor-faktor
membuka lapangan usaha masyarakat di yang Mempengaruhi Pembentukan Warna
pedesaan sekaligus memenuhi permintaan Gula merah. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan
gula merah baik untuk kebutuhan industri dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
maupun konsumsi langsung. Di Jawa Tengah, Bogor.
Jawa Timur, dan Sumatera Barat pengusahaan Lestari, AP. 2006. Pengaruh waktu tunda giling
gula merah tebu telah menjadi kegiatan usaha tebu dan penambahan natrium metabisulfit
utama sebagian masyarakat. Kegiatan usaha terhadap mutu gula merah tebu. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB.
ini dapat pula dikembangkan di daerah-daerah
lain yang memiliki potensi tebu, seperti Jawa Lutfi, TB. 2007. Sistem penunjang keputusan
diversifikasi produk tebu di PT. PG Rajawali
Barat, Lampung, Kalimantan, dan Sulawesi.
II, Unit PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat.
Salah satu keunggulan dari tebu sebagai bahan F a k u l ta s Te k n o l o g i P e r ta n i a n , I P B .
baku gula merah dibandingkan dengan bahan-
Nengah, I. K. P. 1990. Kajian Reaksi Pencoklatan
bahan baku yang lain seperti kelapa, aren,
Termal pada Proses Pembuatan Gula merah
dan siwalan adalah supply-nya yang cukup dari Aren. Tesis. Program Studi llmu Pangan,
mudah dan singkat. Untuk memenuhi Pasca Sarjana. IPB.
permintaan dalam negeri, kualitas gula merah Prihandana, R. 2005. Dari pabrik gula menuju
yang dihasilkan telah cukup memenuhi industry berbasis tebu. Proklamasi Publishing
persyaratan. Akan tetapi, untuk memenuhi House, Jakarta.
permintaan ekspor, kualitas, kuantitas, dan Priyono, S. 2006. Analisa kondisi usaha dan
kontinutas masih memerlukan peningkatan. rancang ulang tataletak industry gula merah
tebu (studi kasus di Kecamatan Kebonsari,
DAFTAR PUSTAKA Kabupaten Madiun. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB.
Astika, I.W. 1994. Optimasi Jadwal Tanam Tebu Santoso, H. B.1988. Pembuatan Gula Kelapa.
Bagi Pabrik Gula di Lahan Kering dengan Penerbit Kanisius. Jakarta. Dalam Dyanti,

Gula Merah Tebu: Peluang Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pengembangan Agroindustri Pedesaan (Sukardi) 329
Riana. 2002. Studi Komparatif Gula Merah
kelapa dan Gula Merah Aren. Skripsi Jurusan BIODATA
Teknologi pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Sukardi, adalah staf pengajar pada Departemen
Pertanian, IPB. Bogor.
Teknologi Industri Pertanian (TIN), Fakultas
Sardjono. 1986. Pengembangan Peralatan untuk
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Pengembangan Serbuk Gula Merah. Balai
Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil sejak tahun 1987. Beliau menyelesaiakan
Pertanian. Dalam Nuriela, Euis. 2002. Kajian pendidikan sarjana (S1) pada tahun 1984 dalam
Faktor-faktor yang Mempengaruhi bidang Teknologi Industri Pertanian IPB dan
Pembentukkan Warna Gula merah. Skripsi. pendidikan Master (S2) pada tahun 1995 dalam
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas
bidang Manajemen Agribisnis IPB serta
Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
menamatkan pendidikan Doktor (S3) pada tahun
Sudiatso. 1982. Bertanam tebu. Departemen
Agronomi, Faperta, IPB. 2003 dalam bidang Teknik Industri, Wichita State
University, Kansas. Kajian-kajian tentang
Sukardi, Romli, M., Suprihatin, 2007. Peningkatan
kualitas produksi gula merah tebu di kabupaten pengembangan industri pertanian (agroindustri)
Rembang dan Madiun. Departemen Teknologi telah banyak dilakukan bersama-sama dengan
Industri Pertanian, IPB. mahasiswa S1, S2, dan S3 termasuk kajian -
Sukardi, Suprihatin, Sunarti, TC, 2007. kajian tentang pengembangan agroindustri gula.
Pengembangan agroindustri gula merah tebu Selain itu, kajian-kajian yang menyangkut rantai
untuk pemberdayaan masyarakat di
nilai dan rantai pasok agroindustri pun menjadi
Kecamatan Teluk Keramat, Kabupaten
Sambas, Kalimantan Barat. Departemen perhatiannya dalam beberapa tahun terakhir
Teknologi Industri Pertanian, IPB. ini.
Suprihatin, Sukardi, Romli, M. 2006. Pengembangan
agroindustri potensial di Propinsi Banten.
Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB.

330 PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 317-330

Anda mungkin juga menyukai