PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan oleh karena
terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina akibat adanya cairan di
dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat
atau membran vitreoretina. Terdapat tiga tipe utama ablasio retina, yakni ablasio
regmatogen, ablasio traksi, dan ablasio eksudatif. Jenis ablasio yang paling sering terjadi
dari ketiga tipe tersebut adalah ablasio regmatogen. Juga merupakan salah satu kasus
emergensi oftalmologi karena dapat menyebabkan kebutaan jika tidak ditangani dengan
segera 1,2
Pada dasarnya ablasio retina adalah suatu kelainan mata bilateral, sehingga harus
diperiksa dan ditangani kedua mata. Biasanya ablasio retina ini adalah suatu kelainan
yang berhubungan dengan meningkatnya usia dan miopia tinggi, di mana akan terjadi
perubahan degeneratif pada retina dan vitreus. Diperkirakan prevalasi retina adalah 1
kasus dalam 10.000 populasi. Prevalansi meningkat pada beberapa keadaan seperti Miop
tinggi, afakia/pseudofakia dan trauma. Pada penderita-penderita ablasio retina ditemukan
adanya miopia sebesar 55%, degenerasi Lattice 20-30%, trauma 10-20% dan
afakia/pseudofakia 30-40%.2
Pada janin 1 bulan akan terbentuk optik vesikel secara bilateral, yang kemudian
akan melipat ke dalam membentuk optic cup, rongga vesikel ini berhubungan dengan
ventrikel otak. Optic cup ini akan mengalami invaginasi lebih lanjut dan meninggalkan
rongga potensial di antara lapisan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina yang
merupakan tempat terjadinya ablasio retina pada dewasa. 2
1
retina terjadi kira-kira 5-16 per 1000 kasus diikuti oleh penyebab operasi katarak, dan ini
terdiri dari sekitar 30 - 40 % dari semua ablasio retina yang dilaporkan.1,2,3, 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi dan Fisiologi Bola Mata dan Retina
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian
depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk
dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga jaringan yaitu
sklera, jaringan uvea, dan lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling
dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane
neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi ransangan pada saraf optic dan
diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga
retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.5
2
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang
semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding
bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris,
dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada sistem temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi
nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membrana Bruch, koroid, dan
sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat
fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila
dilihat dengan oftalmoskop. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen
retina dan terdiri atas lapisan:5,6
Retina mendapatkan suplai darah dari dua sumber yaitu koriokapiler yang berada
tepat di luar membrana Bruch, yang mensuplai sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta
cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang mensuplai dua per tiga sebelah dalam.5,6
3
Gambar 2 : Lapisan pada retina6
Mata berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan
sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor
mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan
oksipital. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan
untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea
sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan
serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina
perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan
sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa
makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik)
sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang,
digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).5,6
4
II. Definisi
Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina
dengan dari sel epitel retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.5
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Ada tiga
klasifikasi ablasio retina yaitu ablasi retina regmatogenosa, ablasi retina eksudatif, ablasi
retina traksi (tarikan).5
5
Pada pemeriksaan fundoskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi)
bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil
terlihat adaya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata
rendah dan dapat meninggi bila terjadi neovaskular glaukoma pada ablasi retina
adalah pembedahan. Sebelum pembedahan, pasien dirawat dengan mata ditutup.
Pembedahan dilakukan secepat mungkin dan sebaiknya antara 1-2 hari.5
Terdapat juga pre-evaluasi untuk menilai derajat atau luas robekan yang
terjadi pada ablsio retina regmatogenosa (ARR) yaitu Lincoff Rules. 17
Rule 1 Rule 2
Rule 3 Rule 4
Rule 1- Temporal superior atau nasal. ARR: Sekitar 98% kasus robekan primer
seluas kurang dari sudut jam 1.30 dari bagian atas.
6
Rule 2- Seluruh atau bagian atas ARR melewati sudut jam 12 Meridian: Sekitar
93% kasus robekan pada sudut jam 12 meridian.
Rule 3- Ablasio bagian bawah: sekitar 95% kasus robekan pada bagian atas ARR
sebagai petanda diskus bagian atas terjadi robekan.
Rule 4- bullous bawah: Tipe ini merupakan lanjutan dari robekan bagian atas17
7
tanpa rasa sakit. Pada badan kaca, terdapat jaringan fibrosis yang dapat
disebabkan diabetes mellitus proliferatif, trauma, trauma dan perdarahan badan
kaca akibat bedah atau infeksi. Pengobatan ablasi akibat tarikan di dalam kaca
dilakukan dengan melepaskan tarikan jaringan parut atau fibrosis di dalam badan
kaca dengan tindakan yang disebut sebagai vitrektomi.5
8
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi
dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif
(ablasio regmatogenosa).
2. Terjadi akibat akumulasi cairan subretinal dengan tanpa adanya robekan retina
ataupun traksi pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma
retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran pembuluh
darah sehingga berkumpul di bawah retina. Walaupun jarang terjadi, bila
cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi, yang
dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)
10
dan floaters muncul karena vitreus telah menarik retina, menghasilkan sensasi
kilatan cahaya, dan sering ketika robekan terjadi akan terjadi perdarahan ringan ke
dalam vitreus yang menyebabkan munculnya bayangan bintik hitam. Ketika
kedua gejala ini muncul, maka mata harus diperiksa secara detail dan lengkap
hingga ditemukan dimana lokasi robekan retina. Terkadang, robekan kecil dapat
menyebabkan perdarahan vitreus yang luas yang menyebabkan kebutaan
mendadak.8
3. Shadows
Saat robekan retina terjadi, pasien seharusnya segera mencari pengobatan
medis dan pengobatan efektif. Namun beberapa pasien tidak segera mencari
pengobatan medis atau bahkan malah mengabaikan gejala yang dialami. Memang
dalam beberapa saat gejala akan berkurang, tetapi dalam kurun waktu beberapa
hari hingga tahunan akan muncul bayangan hitam pada lapangan pandang perifer.
Jika retina yang terlepas berada pada bagian atas, maka bayangan akan terlihat
pada lapangan pandang bagian bawah dan dapat membaik secara spontan dengan
tirah baring, terutama setelah tirah baring pagi hari. Kehilangan penglihatan
sentral atau pandangan kabur dapat muncul jika fovea ikut terlibat. terlibat.8
Saat anamnesis, penting juga untuk menanyakan riwayat trauma, apakah terjadi
bebrapa bulan sebelum gejala muncul atau bertepatan dengan timbulnya gejala.
Perhatikan juga riwayat operasi, termasuk ekstraksi katarak, pengangkatan benda asing
intraokuler atau prosedur lain yang melibatkan retina. Tanyakan juga mengenai kondisi
pasien sebelumnya, seperti pernah atau tidak menderita uveitis, perdarahan vitreus,
ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik. Riwayat penyakit mata dalam keluarga
juga penting untuk diketahui. 9
11
c. Periksa ketajaman penglihatan
d. Periksa konfrontasi lapangan pandang
e. Periksa metamorfopsia dengan tes Amsler grid
f. Pemeriksaan slit lamp untuk melihat ada atau tidaknya pigmen pada vitreus (Shafer’s
sign)
g. Periksa tekanan bola mata
h. Lakukan pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi (pupil harus dalam keadaan dilatasi)
Pada oftalmoskopi, retina yang terlepas akan terlihat putih dan edema dan
kehilangan sifat transparansinya. Pada ablasio regmatogen, robekan retina berwarna
merah terang dapat terlihat. Biasanya muncul pada setengah bagian atas retina pada regio
degenerasi ekuator. Pada ablasio tipe traksi, ablasio bullosa akan terlihat bersamaan
dengan untaian retina berwarna abu-abu. Pada tipe eksudatif akan terlihat adanya deposit
lemak massif dan biasanya disertai dengan perdarahan intraretina.11
Pada pemeriksaan Ultrasound mata, jika retina tidak dapat tervisualisasi karena
katarak atau perdarahan, maka ultrasound A dan B-scan dapat membantu mendiagnosis
ablasio retina dan membedakannya dengan ablasio vitreus posterior. USG dapat
membantu membedakan regmatogen dari non regmatogen. Pemeriksaan ini sensitif dan
spesifik untuk ablasio retina tetapi tidak dapat membantu untuk menentukan lokasi
robekan retina yang tersembunyi.10
12
retinoskisis biasanya halus tanpa disertai sel-sel pigmen vitreus. Permukaan ablasio retina
biasa berombak-ombak dengan sel-sel pigmen di dalam vitreus.6
VIII. Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah mengembalikan kontak antara
neurosensorik retina yang terlepas dengan RPE dan eliminasi kekuatan traksi. Berbagai
metode operasi yang akan dilakukan bergantung dari lokasi robekan, usia pasien,
gambaran fundus, dan pengalaman ahli bedah. 12
Pembedahan dibagi ke dalam dua kategori, yakni : 13
1. Konvensional : melibatkan eksplan material ke rongga bola mata
2. Vitrektomi : pembuangan vitreus, menurunkan gaya traksi. Vitreus
kemudian digantikan dengan minyak silikon atau gas sebagai tamponade
robekan. 14
a. Scleral Buckling
Pembedahan Scleral buckling adalah metode pendekatan ekstraokuler
dengan membuat lekukan pada dinding mata untuk mengembalikan kontak
dengan retina yang terlepas. Sebuah silikon dengan konfigurasi yang sesuai
diposisikan dengan jahitan pada sklera bagian luar di atas lekukan buckle dinding
13
bola mata. Proses perlengketan kembali ini dapat diperkuat oleh drainase cairan
subretina, meskipun manuver ini tidak dibutuhkan pada semua kasus. Robekan
tunggal ditangani dengan cryotherapy atau terapi laser untuk menjamin penutupan
permanen. Angka keberhasilan scleral buckling untuk melekatkan kembali retina
dan memulihkan penglihatan terbilang tinggi. Penelitian terbaru yang melibatkan
190 mata, angka keberhasilan metode ini mencapai 89% untuk operasi tunggal.15
Komplikasi cryotherapy adalah vitreoretinopathy proliferative (PVR),
uveitis, cystoid edema makula, perdarahan intraokular, dan nekrosis chorioretinal.
Komplikasi operasi scleral buckling adalah iskemia (segmen anterior dan
posterior), infeksi, perforasi, strabismus, erosi atau ekstrusi eksplan, mengerutnya
makula, katarak, glaukoma, vitreoretinopathy proliferative (4%), dan kegagalan
(5-10%). Scleral buckling memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi.
Prognosis visual akhir tergantung pada keterlibatan makula. Prognosis lebih buruk
jika makula terlepas. 16
14
Gambar 6: Prosedur Scleral Buckling 15
b. Pneumatic Retinopexy
Pada metode ini, gas inert atau udara diinjeksi ke dalam vitreus. Dengan
cara ini, retina akan terlekat kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau
sesudah injeksi gas atau koagulasi laser dilakukan di sekitar defek retina setelah
perlekatan retina. Metode ini sangat cocok digunakan pada kondisi ablasio dengan
satu robekan retina pada bagian atas perifer fundus (arah jam 10 hingga jam 2). 12
Gambar 8: Tiga port Pars Plana Vitrektomi (PPV) a) Dua port superior
membenarkan laluan untuk suction-cutter (vitrector), suatu fiberoptic
endoilluminator, dan instrumen lain dengan infusi cairan secara melewati port
yang ketiga. b) Vitrektomi yang mengeluarkan traksi vitreus anterior pada
horshoe tear. c) Pandangan panoramic pada penanganan endolaser. d)
intraokuler tamponade dilihat pada daerah superior15
16
1. Konvensional : Gas, Liquid (Cairan)
2. Penemuan terbaru : Minyak silikon,
3. Masih dalam penilitian: Polimer (Hydrogel), Implantasi 21
Tipe Perbandingan
Konvensional Gas
Biasanya digunakan intra-operasi pada prosedur fluid air
exchange
Mudah didapatkan, murah
Masa intraokular pendek (2-3 hari)
Liquid (cairan)
Lebih stabil berbanding gas, mendapan ke posterior
Masa intraokular lebih panjang dari gas
Dapat bersifat anti-inflamasi
Terdapat resiko post operasi proliferasi vitreoretinopati
Penemuan Minyak silikon
terbaru Indeks refraksi 1,4
Biasa digunakan untuk durasi penggantian vitreous yang
lama (3-6 bulan)
Komplikasi:emulsifikasi,dekompensasikornea,keratopati,
katarak dan glaucoma
Masih dalam Polimer (Hydrogel)
penilitian Hampir menyerupai konsistensi vitreous alami
Cairan bening, biokompatibilitas
Kekurangan:dapat menimbulkan reaksi immunologis setelah
beberapa minggu diinjeksi serta dicurigai dapat menembus
ke ruang retina yang robek
Implantasi
17
Biokompatibilitas namun mungkin dapat menimbulkan
insiden katarak
IX. Prognosis
Retina dapat berhasil direkatkan kembali dengan satu kali operasi pada 85%
kasus. Salah satu kasus yang berhasil ditangani, dimana regio makula ikut mengalami
ablasio, tidak dapat sepenuhnya dikembalikan fungsi penglihatan sentralnya, meskipun
biasanya lapangan pandang perifer dapat kembali normal. Derajat pemulihan penglihatan
sentral sebagian besar bergantung pada durasi terlepasnya makula sebelum operasi
dilakukan. Bahkan bila retina telah terlepas selama dua tahun, masih ada kemungkinan
untuk mengembalikan penglihatan navigasi yang berguna. Penyebab utama kegagalan
dari operasi perlekatan retina modern adalah vitreoretinopati proliferatif, yang ditandai
dengan terbentuknya skar yang berlebihan setelah operasi perlekatan retina dilakukan,
dengan adanya formasi membran traksi fibrosa dalam mata yang menyebabkan ablasio
retina. 8
Ketika operasi retina gagal, operasi selanjutnya dibutuhkan dan pada sebagian
pasien dibutuhkan tindakan serial operasi. Jika ada kemungkinan dilakukan lebih dari
satu kali operasi, maka sebaiknya sudah diinformasikan kepada pasien sebelum
8
pengobatan mulai dilakukan.
Prekursor untuk ablasio retina adalah posterior vitreous detachment (PVD),
retinal breaks simptomatik, retinal breaks asimptomatik, degenerasi lattice, serta fibrosis
dan traksi zonula jumbai retina. Karena re-attachment spontan sangat jarang maka
hampir semua pasien dengan ablasio retina regmatogen akan semakin mengalami
kehilangan visus kecuali detasemen tersebut diperbaiki. Saat ini, lebih dari 95% dari
ablasio retina regmatogen dapat berhasil diperbaiki, meskipun lebih dari satu prosedur
mungkin diperlukan. Pengobatan retinal breaks sebelum retinal detachment yang
signifikan telah terjadi biasanya mencegah perkembangan, tidak rumit dan menghasilkan
visual yang sangat baik. Diagnosis awal dari ablasio retina juga penting karena tingkat
keberhasilan re-attachment lebih tinggi dan hasil visual yang lebih baik jika makula tidak
terlepas. Keberhasilan pengobatan memungkinkan pasien untuk mempertahankan
18
kemampuan mereka untuk membaca, bekerja, menyetir, merawat diri, dan menikmati
kualitas hidup yang lebih baik.19
X. Komplikasi
Jika pengobatan tertunda, perlepasan retina secara parsial dapat berlanjut sampai
seluruh retina terlepas. Ketika hal ini terjadi, penglihatan normal tidak dapat dipulihkan,
dan penurunan ketajaman visual atau kebutaan terjadi pada mata yang terkena.
Komplikasi lain dapat mencakup perdarahan ke dalam mata (perdarahan vitreous),
glaukoma (sudut tertutup), peradangan, infeksi, dan jaringan parut akibat operasi.
Kehilangan persepsi cahaya juga dapat terjadi. 20
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami
komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati
proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih
lanjut. 1,7
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and Asbury’s General Opthalmology. 16th ed.
New York : McGraw-Hill. 2004.
2. Sovani I. Artikel Teknik Bakel Sklera pada Ablasio Retina. Jakarta. 1998.
3. Chang Huan J. In : Retinal Detachment. The Journal Of The American Medical
Association. 2012.
4. Kwon O. W., Roh M. I., Song J. H. Retinal Detachment and Proliferative
Victreoretinopathy. In. Retinal Pharmacotheraphy. Britain : Saunders-Elsevier. 2010.
Page 148-51.
5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Cetakan ke-2. 2015. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
6. Riordan Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and Asbury’s General Opthalmology. 17th ed.
New York : McGraw-Hill. 2007.
7. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003: 117-
121.
8. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, et al. In : Common Eye Disease And Their
Management. 3rd ed. London : Springer-Verlag. 2006. Page 103-10.
9. Pandya HK. In : Retinal Detachment. 2013. (Cited on 2013). Available from URL
http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview
10. Chern KC. In : Emergency Opthalmology A Rapid Treatment Guide. New York :
McGraw-Hill. 2002.
11. Lang GK. In : Opthalmology A Short Textbook. New York : Thieme Stuttgart. 2002.
Page 328-30.
12. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, et al. In : Pocket Atlas Of Opthalmology. New York :
Thieme Stuttgart. 2006. Page 2-6, 172-7.
13. Sehu KW, Lee WR. In : Opthalmology Pathology An Ilustrated Guide For Clinician.
New York : Blackwell Publishing. 2005. Page 204, 236-8.
20
14. Juliana Prazeres, Octaviano Magalhães Jr., Luiz F. A. Lucatto, et. Al. Heavy Silicone Oil
as a Long-Term Endotamponade Agent for Complicated Retinal Detachments Journal.
2014
15. Amico DJ. In : Primary Retinal Detachment. New England Journal Medicine. 2008. Page
359, 22, 2346-56
16. Alasil Tarek, Eljammal Sam, Scartozzi Richard, et al. In : Rhegmatogenous Retinal
Detachment. Cases Journal. 2008.
17. J. García-Arumía, V. Martínez-Castillob, A. Boixaderab, et al. Rhegmatogenous retinal
detachment treatment guidelines journal. 2013
18. Ferenc Kuhn, Bill Aylward. Rhegmatogenous Retinal Detachment: A Reappraisal of Its
Pathophysiology and Treatment Journal. 2013
19. Posterior vitreous detachment, retinal breaks, and lattice degeneration. San Francisco.
(Cited on 2013). Available from URL http://one.aao.org/preferred-practice-
pattern/posterior-vitreous-detachment-retinal-breaks-latti-5
20. Retinal detachment. United States. (Cited on 2014). Available from URL
https://www.mdguidelines.com/retinal-detachment
21. Shorya Vardhan Azad, Deepankur Mahajan, Sidrath Sain et al. Delhi Journal of
Ophtalmology - Viterous Substitutes. 2012
21