Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan

Anatomi Dasar Otak Manusia (Pearce, 2011)

Seperti yang dikemukakan, bahwa system saraf terdiri dari system saraf
pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata
dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system
saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-

7
8

saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib
(autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan
parasymphatis (sistem saraf parasimpatis) (Pearce, 2011).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus
oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi
struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen
terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan piamater (Pearce, 2011).
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
a. Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior
rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan
cavum cranialis media.\
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla
cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat
sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat
pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba
sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam
daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut
sebagai ganglia basalis.
Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :
1) Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali
impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus
terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga
merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2) Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus
terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan
fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk
mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme, alat genital,
tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan
sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi
perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus
9

berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur


keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses
patologik ekstrakranium.
3) Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak
(superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas
cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi
stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke
cortex cerebri.

b. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa
cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang
berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar
dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada
12 pasang :
1) N. I : Nervus Olfaktorius
2) N. II : Nervus Optikus
3) N. III : Nervus Okulamotorius
4) N. IV : Nervus Troklearis
5) N. V : Nervus Trigeminus
6) N. VI : Nervus Abducen
7) N. VII : Nervus Fasialis
8) N. VIII : Nervus Akustikus
9) N. IX : Nervus Glossofaringeus
10) N. X : Nervus Vagus
11) N. XI : Nervus Accesorius
12) N. XII : Nervus Hipoglosus.
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan
system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent.
Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai
10

serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan parasimpatis (Pearce,
2011). Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :

1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya


2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus
symphatis
3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion
kolateral.
System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :

1) `Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak

Infeksi2)bakteri, Rangsang mekanik


Serabut saraf yang dicabangkan dan spinalis.
dari medulla biokimia,
virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan
elektrolit

Reaksi inflamasi Perubahan konsentrasi ion di


ruang ekstraseluler

Proses demam
Ketridakseimbangan
Kelainan neurologis
potensial membrane
Hipertermia perinatal/prenatal
ATP ASE

Resiko kejang Difusi Na + & K+


berulang

Pengobatan perawatan
kejang Resiko cidera
Kondisi, prognosis, lanjut

Dan diit

Kurang informasi, kondisi Lebih dari 15


Kurang dari menit
15 menit
Prognosis/pengobatan

Dan perawatan Perubahan suplay


darah ke otak
Kurang Infeksi bakteri,
pengetahuan virus dan parasit
Resiko kerusakan
Tidak menimbulkan sel neuron otak
gejala lain
Perfusi jaringan cerebral
tidak efektif
Cemas
11

Pathway Kejang Demam Sederhana ( Hidayat, 2012)

B. Pengertian
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dalam Pellock (2014)
kejang demam merupakan gangguan neurologis akut yang paling umum terjadi pada
bayi dan anak-anak disebabkan tanpa adanya infeksi system saraf pusat. Kejang
demam terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk
pertama kalinya pada usia <6 bulan atau >3 tahun. Kejang demam dapat terjadi bila
suhu tubuh diatas 38oC dan suhu yang tinggi dapat menimbulkan serangan kejang.
Menurut Maria (2011), setiap anak dengan kejang demam memiliki ambang kejang
yang berbeda dimana anak dengan ambang kejang yang rendah terjadi apabila suhu
tubuh 38 derajat Celsius tetapi pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi
terjadi pada suhu 40 derajat Celsius bahkan bisa lebih dari itu. Demam dapat terjadi
setiap saat dan bisa terjadi pada saat setelah kejang serta anak dengan kejang demam
memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit demam control (Newton,
2015).

C. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti, demam sering disebabkan infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroententis, dan infeksi saluran
kemih (Lestari Titik, 2016:48). Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang
berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu sehingga
mengganggu fungsi normal otak dan juga dapat terjadi karena keseimbangan asam
12

basa atau elektrolit yang terganggu. Kejang itu sendiri dapat juga menjadi manifiesi
dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan (Panduan Penyusunan asuhan
Profesional).
Kejang demam disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat yang
berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Umumnya berlangsung singkat dan
mungkin terdapat presdiposisi familial, dan beberapa kejadian kejang dapat berlanjut
melewati masa anak – anak dan mungkin dapat mengalami kejang non demam pada
kehidupan selanjutnya (Panduan Penyusunan asuhan Profesional) (Lestari Titik,
2016:48).
Kejang pada neonatus dan anak bukanlah suatu penyakit, namun merupakan
suatu gejala penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang atau adanya
kelainan susunan saraf pusat. Penyebab utama kejang adalah kelainan bawaan di otak
sedangkan penyebab sekundernya adalah gangguan metabolik atau penyakit lain
seperti penyakit infeksi. Negara berkembang, kejang pada neonatus dan anak sering
disebabkan oleh tetanus neonatus, sepsis, meningitis, ensefalitis, perdarahan otak dan
cacat bawaan. Penyebab kejang pada neontaus, baik primer maupun sekunder
umumnya berkaitan erat dengan kondisi bayi didalam kandungan dan saat proses
persalinan serta masamasa bayi baru lahir. Menurut penelitian yang dilakukan diIran,
penyebab kejang demam dikarena infeksi virus dan bakteri (Dewi, 2014).

D. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan paru –
paru dan di teruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Dari uraian tersebut dapat
diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-),
akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang
di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan diluar sek, maka terdapat perbedaan potensial membran
yang disebut potensial membran dari neuron ( Ngastiyah, 2014:165).
13

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan


bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya, perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan ( Ngastiyah, 2014:166).
Faktor genetik merupakan peran utama dalam ketentanan kejang dan dipengaruhi
oleh usia dan metoritas otak. Kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan akhirnya terjadi
hipoksemia., hiperkapnia, asidodosis laktat disebabkan oleh matabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otot meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada neuron dan terdapat gangguan perederan darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggalkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang
sedang berlangsung lama di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang
spontan. Karena itu kejang demam yang berlansung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Nurindah , 2014).

E. Gejala Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan saraf pusat, misalnya: tonsilitis, Otitis media akut, bronkitis furunkulosis dan
lain – lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik,
klonik fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri, begitu kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf
(Ngastiyah,2014:167).
Djamaludin (2010), Menjelaskan bahwa tanda pada anak yang mengalami kejang
adalah sebagai berikut :
1) Suhu badan mencapai 39 derajat Celcius
14

2) Saat kejang anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang napas dapat terhenti


beberapa saat
3) Tubuh termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai ke belakang
disusul munculnya gejala kejut yang kuat
4) Warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik ke atas
5) Gigi terkatup dan terkadang disertai muntah
6) Napas dapat berhenti selama beberapa saat
7) Anak tidak dapat mengontrol untuk buang air besar atau kecil.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Ngastiyah (2014), menjelaskan bahwa terdapat 4 faktor untuk menangani kejang
demam diantaranya adalah pemberantasan kejang secepat mungkin, pengobatan
penunjang, memberikan pengobatan rumat serta mencari dan mengobati penyebab.
1. Memberantas kejang secepat mungkin
Pada saat pasien datang dalam keadaan kejang lebih dari 30 menit maka diberikan
obat diazepam secara intravena karena obat ini memiliki keampuhan sekitar 80-
90% untuk mengatasi kejang demam. Efek terapeutinya sangat cepat yaitu kira-
kira 30 detik dampai 5 menit. Jika kejang tidak berhenti makan diberikan dengan
dosis fenobarbital. Efek samping obat diazepam ini adalah mengantuk, hipotensi,
penekanan pusat pernapasan, laringospasme dan henti jantung (Newton, 2013).
2. Pengobatan penunjang yaitu dengan melepas pakaian ketat yang digunakan
pasien, kepala pasien sebaiknya dimiringkan untuk mencegah aspirasi isi lambung,
usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen dan bila
perlu dilakukan inkubasi atau trakeostomi serta penghisapan lender harus
dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran,
suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Berikut
tindakan pada saat kejang : (1) baringkan pasien ditempat yang rata, kepala
dimiringkan dan pasangkan sudip lidih yang telah dibungkus kasa atau bila ada
guedel lebih baik; (2) singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien dan
lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan seperti ikat pinggang dan gurita;
(3) bila suhu tinggi berikan kompres secara intensif; (4)setelah pasien bangun dan
sadar berikan minum hangat; (5)isap lendir sampai bersih, berikan oksigen boleh
sampai 4L/menit dan jika pasien upnea lakukan tindakan pertolongan; (Ngastiyah,
2014).
15

3. Pengobatan rumat, pada saat kejang demam telah diobati kemudian diberikan
pengobatan rumat. Mekanisme kerja diazepam sangat singkat, yaitu berkisar
antara 45-60 menit sesudah di suntik. Oleh karena itu harus diberikan obat
antiepileptik dengan daya kerja lebih lama misalnya fenobarbital atau
defenilhidantoin. Fenobarbital diberikan langsung setalh kejang berhenti dengan
diazepam. Lanjutan pengobatan rumat tergantung dari pada keadaan pasien.
Pengobatan ini dibagi menjadi dua bagiam yaitu profilaksis intermiten dan
profilaksis jangka panjang (Natsume, 2016).
4. Mencari dan mengobati penyebab. Etiologi dari kejang demam sederhana maupun
epilepsi biasanya disebabkan oleh infeksi pernapasan bagian atas serta otitis media
akut. Cara untuk penanganan penyakit ini adalah dengan pemberian obat antibiotik
dan pada pasien kejang demam yang baru datang untuk pertama kalinya dilakukan
pengambilan pungsi lumbal yang bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan
terdapat infeksi didalam otak seperti penyakit miningitis (Arief, 2015).

Patel (2015), menjelaskan bahwa orang tua harus di ajari bagaimana cara
menolong pada saat anak kejang dan tidak boleh panik serta yang pentingadalah
mencegah jangan sampai timbul kejang serta memberitahukan orang tua tentang apa
yang harus dilakukan jika kejang demam berlanjut dan terjadi di rumah dengan
tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter yang telah mengandung
antikonvulsan, anak segera diberikan obat antipiretik bila orang tua mengetahui anak
mulai demam dan jangan menunggu suhu meningkat serta pemberian obat diteruskan
sampai suhu sudah turun selama 24 jam berikutnya (Ghassabian, et al. 2012). Jika
terjadi kejang, anak harus dibaringkan ditempat yang rata dan kepalanya dimiringkan
serta buka baju anak dan setelah kejang berhenti, pasien bangun kembali suruh minum
obat dan apabila suhu pada waktu kejang tersebut tinggi sekali supaya dikompres serta
beritahukan kepada orang tua pada saat anak mendapatkan imunisasi agar segera
beritahukan dokter atau petugas imunisasi bahwa anak tersebut menderita kejang
demam agar tidak diberikan pertusis (Patil, et al. 2012).

G. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparase. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang yang terjadi. Mula-mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak sehingga dapat
16

menyebabkan epilepsy. Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien
dengan kejang demam :
1. Pneumonia aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi mental

H. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.

1) Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).


2) Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah
20 menit.
b. Turunkan panas
1) Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
2) Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis
atau bila kejang demam berlangsung lama. 
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
17

f. Pengobatan di rumah
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah. Pengobatan ini
dibagi atas 2 golongan yaitu :
1) Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari diberikan obat
campuran anti konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan pada anak
bila menderita demam lagi
3) Profilaksis jangka panjang
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup
di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian
hari.

I. Pencegahan
Pencegahan kejang demam adalah tindakan menghilangkan penyebab
ketidaksesuaian yang potensial atau situasi yang tidak dikehendaki (Hadi, 2007).
Pencegahan yang harus dilakukan pada anak yang mengalami kejang demam adalah
sebagai berikut :
1. Imunisasi adalah dengan sengaja memasukkan vaksin yang berisi mikroba hidup
yang sudah dilemahkan pada balita yang bertujuan untuk mencegah dari berbagain
macam penyakit. Imunisasi akan memberikan perlindungan seumur hidup pada
balita terhadap serangan penyakit tertentu. Apabila kondisi balita kurang sehat
bisa diberikan imunisasi karena suhu badannya akan meningkat sangat tinggi dan
berisiko mengalami kejang demam. Berbagai jenis vaksinasi atau imunisasi yang
saat ini dikenal dan diberikan kepada balita dan anak adalah vaksin poliomyelitis,
vaksin DPT (difteria, pertusis dan tetanus), vaksin BCG (Bacillus Calmette
Guedrin), vaksin campak (Widjaja, 2009).
2. Orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengamati anak
dengan cara jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak karena benda
tersebut justru dapat menyumbat jalan napas, anak harus dibaringkan ditempat
yang datar dengan posisi menyamping bukan terlentang untuk menghindari
bahaya tersedak, jangan memegangi anak untuk melawan, jika kejang terus
berlanjut selama 10 menit anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat
dan setelah kejang berakhir jika <10 menit anak perlu dibawa ke dokter untuk
18

meneliti sumber demam terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang
berat dan anak terus tampak lemas (Lissauer, 2013).

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Hal – hal yang perlu dikaji antara lain :

a. Identitas pasien dan keluarga


1) Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa dan
alamat
2) Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan
bangsa
3) Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan
bangsa.
b. Kesehatan fisik
1) Pola nutrisi
Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat disertai
muntah. Perlu dikaji pola nutrisi sebelum sakit, porsi makan sehari – hari,
jam makan, pemberian makan oleh siapa, frekuensi makan, nafsu makan,
serta alergi terhadap makanan.

2) Pola eliminasi
3) Pola tidur
Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya tidur
serta kebiasaan sebelum tidur

4) Pola hygiene tubuh


Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong kuku
dan rambut

5) Pola aktifitas
Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng.

c. Riwayat kesehatan yang lalu


1) Riwayat prenatal
19

Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan


kehamilan, keluhan ibu saat hamil, kelainan kehamilan dan obat – obatan
yang diminum saat hamil.

2) Riwayat kelahiran
Kelahiran spontan atau dengan bantuan – bantuan, aterm atau
premature. Perlu juga ditanyakan berat badan lahir, panjang badan,
ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana.

3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi


Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa, pernahkah
menderita penyakit yang gawat.

Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada


keluarga yang pernah menderita kejang.

4) Tumbuh kembang
Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai
dengan tingkat usia, baik perkembangan emosi dan sosial.

5) Imunisasi
Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur pemberiannya.
Apakah imunisasi lengkap, jika belum apa alasannya.

d. Riwayat penyakit sekarang


1) Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul setelah 24
jam pertama setelah demam
2) Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu badan
meningkat
3) Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan dan
apabila pasien berada di rumah, tiindakan apa yang dilakukan untuk
mengatasi kejang.
4) Riwayat sosial ekonomi keluarga
Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota
keluarga dan masyarakat sekitarnya.

5) Riwayat psikologis
20

Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua


sehubungan dengan penyakit dan hospitalisasi.

e. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala
2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38 C, nadi cepat,
pernafasan (mungkin dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis)
3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise
4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit
5) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut serta
kebersihannya
6) Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra
7) Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media Akut /
Kronis
8) Hidung umumnya tidak ada kelainan
9) Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis
10) Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada
11) Paru – paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan
12) Jantung : Umumnya normal
13) Abdomen : Mual – mual dan muntah
14) Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak
15) Ekstremitas : Ada kelainan / tidak.
Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut
dikelompokkan. Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data
khusus (Carpenito, 1997). Data dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis,
data sosial dan spiritual. Sedangkan data khusus adalah data yang bersifat khusus,
misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen dan sebagainya.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses
infeksi, reduksi aliran darah ke otak
b. Resiko injury b/d adanya kejang
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d edema serebral, ditandai
dengan perubahan tingkat keadaan, kehilangan memori, perubahan respons
motorik/sensori, gelisah, perubahan tanda vital.
21

d. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penderita selama


kejang berhubungan dengan kurangnya informasi.

e. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan dan hospitalisasi

3. Perencanaan

Diagnosa Keperawatan NOC & Tujuan NIC

Resiko injuri b/d pergerakan yang Setelah dilakukan tindakan Environment Management
tidak terkontrol saat kejang keperawatan selama 3x24 jam (Manajemen lingkungan)
diharapkan injuri tidak terjadi
 Sediakan lingkungan yang aman
dengan kriteria hasil:
untuk pasien
Risk Kontrol  Identifikasi kebutuhan keamanan
pasien, sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi kognitif pasien dan
 Klien riwayat penyakit terdahulu pasien
terbebas dari cedera  Menghindarkan lingkungan yang
 Klien berbahaya (misalnya memindahkan
mampu menjelaskan perabotan)
cara/metode untuk mencegah  Memasang side rail tempat tidur
injury/cedera  Menyediakan tempat tidur yang
22

 Klien nyaman dan bersih


mampu menjelaskan factor  Membatasi pengunjung
resiko dari  Memberikan penerangan yang
lingkungan/perilaku personal cukup
 Mampu  Menganjurkan keluarga untuk
memodifikasi gaya hidup menemani pasien.
untukmencegah injury  Mengontrol lingkungan dari
 Mengg kebisingan
unakan fasilitas kesehatan  Memindahkan barang-barang yang
yang ada dapat membahayakan
 Mampu  Berikan penjelasan pada pasien dan
mengenali perubahan status keluarga atau pengunjung adanya
kesehatan perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

Hipertermi b/d efek langsung dari Setelah dialakukan tindakan Fever treatment
sirkulasi endotoksin pada keperwatan selama 3x24 jam  Monitor suhu sesering
hipotalamus diharapkan tidak terjadi mungkin
peningkatan suhu dengan kriteria  Monitor IWL
hasil :  Monitor warna dan suhu
Thermoregulation kulit
 Monitor tekanan darah, nadi
 Suhu tubuh dan RR
dalam rentang normal  Monitor penurunan tingkat
 Nadi dan RR kesadaran
dalam rentang normal  Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Tidak ada  Monitor intake dan output
perubahan warna kulit dan  Berikan anti piretik
tidak ada pusing, merasa  Berikan pengobatan untuk
nyaman mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
 Berikan cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat
23

paha dan aksila


 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap 2
jam
 Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu
kulit
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya kehangatan
tubuh
 Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan yang
diperlukan
 Berikan anti piretik jika
perlu
24

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Resiko ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan Peningkatan perfusi cerebral


jaringan cerebri b/d reduksi keperawatan selama 3x24 jam
 Berikan oksigen
aliran darah ke otak ketidakefektifan perfusi jaringan
 Monitor status respirasi
otak teratasi dengan kriteria hasil:
 Berikan obat-obatan terapeutik
Circulation status sesuai dengan advice dokter
Monitoring neurologi
25

Nerologis status  Monitor ukuran, kesimetrisan


reaksi pupil
 Monitor tingkat ksadaran
 Tekanan systole dan diastole  Monitor tingkat orientasi
dalam rentang yang  Monitor nilai gcs
diharapkan  Monitor TTV (TD, RR,N)
 Komunikasi jelas Cardiac care
 Pupil seimbang dan reaktif  Ukur tekanan darah bandingkan
 Bebas dari kejang kedua tangan, ukur dengan tidur
duduk kalau bisa.
 Evaluasi kualitas dan kesamaan
nadi sesuai indikasi.
 Catat kalau muncul adanya suara
mur-mur.
 Auskultasi bunyi napas
 Pantau frekwensi jantung dan
irama.
 Catat respon terhadap suatu bentuk
aktivitas.
 Berikan makanan porsi kecil dan
mudah dikunyah dan dicerna.
 Pantau perkembangan myocard
melalui ECG setiap hari.
Kurang pengetahuan b/d Setelah dilakukan tindakan
Teaching : disease Process
kurangnya informasi keperawatan selama …. Tingkat
pengetahuan klien dan keluarga  Berikan penilaian tentang

meningkat kriteria hasil : tingkat pengetahuan pasien tentang


proses penyakit yang spesifik
Kowlwdge : disease process  Jelaskan patofisiologi dari

Kowledge : health Behavior penyakit dan bagaimana hal ini


berhubungan dengan anatomi dan
 Pasien dan keluarga fisiologi, dengan cara yang tepat.
menyatakan pemahaman  Gambarkan tanda dan gejala
tentang penyakit, kondisi, yang biasa muncul pada penyakit,
26

prognosis dan program dengan cara yang tepat


pengobatan  Gambarkan proses penyakit,
 Pasien dan keluarga mampu dengan cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang  Identifikasi kemungkinan
dijelaskan secara benar penyebab, dengna cara yang tepat
 Pasien dan keluarga mampu  Sediakan informasi pada pasien
menjelaskan kembali apa tentang kondisi, dengan cara yang
yang dijelaskan perawat/tim tepat
kesehatan lainnya  Hindari harapan yang kosong
 Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
 Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan cara
yang tepat
 Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
 Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
Kecemasan berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction (penurunan
27

kurang pengetahuan dan keperawatan selama ….X24 jam kecemasan)


hospitalisasi kecemasan klien menurun dengan  Gunakan pendekatan yang
kriteria menenangkan
 Nyatakan dengan jelas harapan
 Anxiety control
terhadap pelaku pasien
 Coping
 Jelaskan semua prosedur dan apa
Kriteria Hasil :
yang dirasakan selama prosedur
 Klien mampu  Temani pasien untuk memberikan
mengidentifikasi dan keamanan dan mengurangi takut
mengungkapkan gejala  Berikan informasi faktual
cemas mengenai diagnosis, tindakan
 Mengidentifikasi, prognosis
mengungkapkan dan  Dorong keluarga untuk menemani
menunjukkan tehnik anak
untuk mengontol cemas  Lakukan back / neck rub
 Vital sign dalam batas  Dengarkan dengan penuh
normal perhatian
 Postur tubuh, ekspresi  Identifikasi tingkat kecemasan
wajah, bahasa tubuh dan  Bantu pasien mengenal situasi
tingkat aktivitas yang menimbulkan kecemasan
menunjukkan  Dorong pasien untuk
berkurangnya kecemasan mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien
yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
5. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu : a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
28

evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai b. Evaluasi somatif ,


merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan
SOAP.

Anda mungkin juga menyukai