TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan
Seperti yang dikemukakan, bahwa system saraf terdiri dari system saraf
pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata
dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system
saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-
7
8
saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib
(autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan
parasymphatis (sistem saraf parasimpatis) (Pearce, 2011).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus
oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi
struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen
terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan piamater (Pearce, 2011).
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
a. Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior
rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan
cavum cranialis media.\
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla
cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat
sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat
pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba
sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam
daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut
sebagai ganglia basalis.
Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :
1) Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali
impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus
terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga
merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2) Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus
terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan
fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk
mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme, alat genital,
tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan
sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi
perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus
9
b. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa
cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang
berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar
dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada
12 pasang :
1) N. I : Nervus Olfaktorius
2) N. II : Nervus Optikus
3) N. III : Nervus Okulamotorius
4) N. IV : Nervus Troklearis
5) N. V : Nervus Trigeminus
6) N. VI : Nervus Abducen
7) N. VII : Nervus Fasialis
8) N. VIII : Nervus Akustikus
9) N. IX : Nervus Glossofaringeus
10) N. X : Nervus Vagus
11) N. XI : Nervus Accesorius
12) N. XII : Nervus Hipoglosus.
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan
system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent.
Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai
10
serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan parasimpatis (Pearce,
2011). Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
Proses demam
Ketridakseimbangan
Kelainan neurologis
potensial membrane
Hipertermia perinatal/prenatal
ATP ASE
Pengobatan perawatan
kejang Resiko cidera
Kondisi, prognosis, lanjut
Dan diit
B. Pengertian
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dalam Pellock (2014)
kejang demam merupakan gangguan neurologis akut yang paling umum terjadi pada
bayi dan anak-anak disebabkan tanpa adanya infeksi system saraf pusat. Kejang
demam terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk
pertama kalinya pada usia <6 bulan atau >3 tahun. Kejang demam dapat terjadi bila
suhu tubuh diatas 38oC dan suhu yang tinggi dapat menimbulkan serangan kejang.
Menurut Maria (2011), setiap anak dengan kejang demam memiliki ambang kejang
yang berbeda dimana anak dengan ambang kejang yang rendah terjadi apabila suhu
tubuh 38 derajat Celsius tetapi pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi
terjadi pada suhu 40 derajat Celsius bahkan bisa lebih dari itu. Demam dapat terjadi
setiap saat dan bisa terjadi pada saat setelah kejang serta anak dengan kejang demam
memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit demam control (Newton,
2015).
C. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti, demam sering disebabkan infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroententis, dan infeksi saluran
kemih (Lestari Titik, 2016:48). Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang
berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu sehingga
mengganggu fungsi normal otak dan juga dapat terjadi karena keseimbangan asam
12
basa atau elektrolit yang terganggu. Kejang itu sendiri dapat juga menjadi manifiesi
dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan (Panduan Penyusunan asuhan
Profesional).
Kejang demam disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat yang
berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Umumnya berlangsung singkat dan
mungkin terdapat presdiposisi familial, dan beberapa kejadian kejang dapat berlanjut
melewati masa anak – anak dan mungkin dapat mengalami kejang non demam pada
kehidupan selanjutnya (Panduan Penyusunan asuhan Profesional) (Lestari Titik,
2016:48).
Kejang pada neonatus dan anak bukanlah suatu penyakit, namun merupakan
suatu gejala penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang atau adanya
kelainan susunan saraf pusat. Penyebab utama kejang adalah kelainan bawaan di otak
sedangkan penyebab sekundernya adalah gangguan metabolik atau penyakit lain
seperti penyakit infeksi. Negara berkembang, kejang pada neonatus dan anak sering
disebabkan oleh tetanus neonatus, sepsis, meningitis, ensefalitis, perdarahan otak dan
cacat bawaan. Penyebab kejang pada neontaus, baik primer maupun sekunder
umumnya berkaitan erat dengan kondisi bayi didalam kandungan dan saat proses
persalinan serta masamasa bayi baru lahir. Menurut penelitian yang dilakukan diIran,
penyebab kejang demam dikarena infeksi virus dan bakteri (Dewi, 2014).
D. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan paru –
paru dan di teruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Dari uraian tersebut dapat
diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-),
akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang
di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan diluar sek, maka terdapat perbedaan potensial membran
yang disebut potensial membran dari neuron ( Ngastiyah, 2014:165).
13
E. Gejala Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan saraf pusat, misalnya: tonsilitis, Otitis media akut, bronkitis furunkulosis dan
lain – lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik,
klonik fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri, begitu kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf
(Ngastiyah,2014:167).
Djamaludin (2010), Menjelaskan bahwa tanda pada anak yang mengalami kejang
adalah sebagai berikut :
1) Suhu badan mencapai 39 derajat Celcius
14
F. Pemeriksaan Diagnostik
Ngastiyah (2014), menjelaskan bahwa terdapat 4 faktor untuk menangani kejang
demam diantaranya adalah pemberantasan kejang secepat mungkin, pengobatan
penunjang, memberikan pengobatan rumat serta mencari dan mengobati penyebab.
1. Memberantas kejang secepat mungkin
Pada saat pasien datang dalam keadaan kejang lebih dari 30 menit maka diberikan
obat diazepam secara intravena karena obat ini memiliki keampuhan sekitar 80-
90% untuk mengatasi kejang demam. Efek terapeutinya sangat cepat yaitu kira-
kira 30 detik dampai 5 menit. Jika kejang tidak berhenti makan diberikan dengan
dosis fenobarbital. Efek samping obat diazepam ini adalah mengantuk, hipotensi,
penekanan pusat pernapasan, laringospasme dan henti jantung (Newton, 2013).
2. Pengobatan penunjang yaitu dengan melepas pakaian ketat yang digunakan
pasien, kepala pasien sebaiknya dimiringkan untuk mencegah aspirasi isi lambung,
usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen dan bila
perlu dilakukan inkubasi atau trakeostomi serta penghisapan lender harus
dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran,
suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Berikut
tindakan pada saat kejang : (1) baringkan pasien ditempat yang rata, kepala
dimiringkan dan pasangkan sudip lidih yang telah dibungkus kasa atau bila ada
guedel lebih baik; (2) singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien dan
lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan seperti ikat pinggang dan gurita;
(3) bila suhu tinggi berikan kompres secara intensif; (4)setelah pasien bangun dan
sadar berikan minum hangat; (5)isap lendir sampai bersih, berikan oksigen boleh
sampai 4L/menit dan jika pasien upnea lakukan tindakan pertolongan; (Ngastiyah,
2014).
15
3. Pengobatan rumat, pada saat kejang demam telah diobati kemudian diberikan
pengobatan rumat. Mekanisme kerja diazepam sangat singkat, yaitu berkisar
antara 45-60 menit sesudah di suntik. Oleh karena itu harus diberikan obat
antiepileptik dengan daya kerja lebih lama misalnya fenobarbital atau
defenilhidantoin. Fenobarbital diberikan langsung setalh kejang berhenti dengan
diazepam. Lanjutan pengobatan rumat tergantung dari pada keadaan pasien.
Pengobatan ini dibagi menjadi dua bagiam yaitu profilaksis intermiten dan
profilaksis jangka panjang (Natsume, 2016).
4. Mencari dan mengobati penyebab. Etiologi dari kejang demam sederhana maupun
epilepsi biasanya disebabkan oleh infeksi pernapasan bagian atas serta otitis media
akut. Cara untuk penanganan penyakit ini adalah dengan pemberian obat antibiotik
dan pada pasien kejang demam yang baru datang untuk pertama kalinya dilakukan
pengambilan pungsi lumbal yang bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan
terdapat infeksi didalam otak seperti penyakit miningitis (Arief, 2015).
Patel (2015), menjelaskan bahwa orang tua harus di ajari bagaimana cara
menolong pada saat anak kejang dan tidak boleh panik serta yang pentingadalah
mencegah jangan sampai timbul kejang serta memberitahukan orang tua tentang apa
yang harus dilakukan jika kejang demam berlanjut dan terjadi di rumah dengan
tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter yang telah mengandung
antikonvulsan, anak segera diberikan obat antipiretik bila orang tua mengetahui anak
mulai demam dan jangan menunggu suhu meningkat serta pemberian obat diteruskan
sampai suhu sudah turun selama 24 jam berikutnya (Ghassabian, et al. 2012). Jika
terjadi kejang, anak harus dibaringkan ditempat yang rata dan kepalanya dimiringkan
serta buka baju anak dan setelah kejang berhenti, pasien bangun kembali suruh minum
obat dan apabila suhu pada waktu kejang tersebut tinggi sekali supaya dikompres serta
beritahukan kepada orang tua pada saat anak mendapatkan imunisasi agar segera
beritahukan dokter atau petugas imunisasi bahwa anak tersebut menderita kejang
demam agar tidak diberikan pertusis (Patil, et al. 2012).
G. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparase. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang yang terjadi. Mula-mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak sehingga dapat
16
menyebabkan epilepsy. Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien
dengan kejang demam :
1. Pneumonia aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi mental
H. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
f. Pengobatan di rumah
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah. Pengobatan ini
dibagi atas 2 golongan yaitu :
1) Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari diberikan obat
campuran anti konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan pada anak
bila menderita demam lagi
3) Profilaksis jangka panjang
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup
di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian
hari.
I. Pencegahan
Pencegahan kejang demam adalah tindakan menghilangkan penyebab
ketidaksesuaian yang potensial atau situasi yang tidak dikehendaki (Hadi, 2007).
Pencegahan yang harus dilakukan pada anak yang mengalami kejang demam adalah
sebagai berikut :
1. Imunisasi adalah dengan sengaja memasukkan vaksin yang berisi mikroba hidup
yang sudah dilemahkan pada balita yang bertujuan untuk mencegah dari berbagain
macam penyakit. Imunisasi akan memberikan perlindungan seumur hidup pada
balita terhadap serangan penyakit tertentu. Apabila kondisi balita kurang sehat
bisa diberikan imunisasi karena suhu badannya akan meningkat sangat tinggi dan
berisiko mengalami kejang demam. Berbagai jenis vaksinasi atau imunisasi yang
saat ini dikenal dan diberikan kepada balita dan anak adalah vaksin poliomyelitis,
vaksin DPT (difteria, pertusis dan tetanus), vaksin BCG (Bacillus Calmette
Guedrin), vaksin campak (Widjaja, 2009).
2. Orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengamati anak
dengan cara jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak karena benda
tersebut justru dapat menyumbat jalan napas, anak harus dibaringkan ditempat
yang datar dengan posisi menyamping bukan terlentang untuk menghindari
bahaya tersedak, jangan memegangi anak untuk melawan, jika kejang terus
berlanjut selama 10 menit anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat
dan setelah kejang berakhir jika <10 menit anak perlu dibawa ke dokter untuk
18
meneliti sumber demam terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang
berat dan anak terus tampak lemas (Lissauer, 2013).
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Hal – hal yang perlu dikaji antara lain :
2) Pola eliminasi
3) Pola tidur
Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya tidur
serta kebiasaan sebelum tidur
5) Pola aktifitas
Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng.
2) Riwayat kelahiran
Kelahiran spontan atau dengan bantuan – bantuan, aterm atau
premature. Perlu juga ditanyakan berat badan lahir, panjang badan,
ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana.
4) Tumbuh kembang
Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai
dengan tingkat usia, baik perkembangan emosi dan sosial.
5) Imunisasi
Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur pemberiannya.
Apakah imunisasi lengkap, jika belum apa alasannya.
5) Riwayat psikologis
20
e. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala
2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38 C, nadi cepat,
pernafasan (mungkin dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis)
3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise
4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit
5) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut serta
kebersihannya
6) Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra
7) Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media Akut /
Kronis
8) Hidung umumnya tidak ada kelainan
9) Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis
10) Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada
11) Paru – paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan
12) Jantung : Umumnya normal
13) Abdomen : Mual – mual dan muntah
14) Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak
15) Ekstremitas : Ada kelainan / tidak.
Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut
dikelompokkan. Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data
khusus (Carpenito, 1997). Data dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis,
data sosial dan spiritual. Sedangkan data khusus adalah data yang bersifat khusus,
misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen dan sebagainya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses
infeksi, reduksi aliran darah ke otak
b. Resiko injury b/d adanya kejang
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d edema serebral, ditandai
dengan perubahan tingkat keadaan, kehilangan memori, perubahan respons
motorik/sensori, gelisah, perubahan tanda vital.
21
3. Perencanaan
Resiko injuri b/d pergerakan yang Setelah dilakukan tindakan Environment Management
tidak terkontrol saat kejang keperawatan selama 3x24 jam (Manajemen lingkungan)
diharapkan injuri tidak terjadi
Sediakan lingkungan yang aman
dengan kriteria hasil:
untuk pasien
Risk Kontrol Identifikasi kebutuhan keamanan
pasien, sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi kognitif pasien dan
Klien riwayat penyakit terdahulu pasien
terbebas dari cedera Menghindarkan lingkungan yang
Klien berbahaya (misalnya memindahkan
mampu menjelaskan perabotan)
cara/metode untuk mencegah Memasang side rail tempat tidur
injury/cedera Menyediakan tempat tidur yang
22
Hipertermi b/d efek langsung dari Setelah dialakukan tindakan Fever treatment
sirkulasi endotoksin pada keperwatan selama 3x24 jam Monitor suhu sesering
hipotalamus diharapkan tidak terjadi mungkin
peningkatan suhu dengan kriteria Monitor IWL
hasil : Monitor warna dan suhu
Thermoregulation kulit
Monitor tekanan darah, nadi
Suhu tubuh dan RR
dalam rentang normal Monitor penurunan tingkat
Nadi dan RR kesadaran
dalam rentang normal Monitor WBC, Hb, dan Hct
Tidak ada Monitor intake dan output
perubahan warna kulit dan Berikan anti piretik
tidak ada pusing, merasa Berikan pengobatan untuk
nyaman mengatasi penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat
23
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien
yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
5. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu : a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
28