TINJAUAN PUSTAKA
6
7
2.1.1.2 Epidemiologi
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak.
WHO memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang dengan angka
kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15-20% per
tahun pada golongan usia balita. Menurut WHO kurang lebih 13 juta anak
balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut
terdapat di negara berkembang, di mana ISPA merupakan salah satu
penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap
tahun. Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta, China 21 juta, Pakistan
10 juta dan masing-masing 6 juta episode di Bangladesh dan Indonesia. Dari
semua kasus yang terjadi di masyarakat sekitar 7-13% kasus berat dan
memerlukan perawatan rumah sakit. ISPA merupakan salah satu penyebab
utama kunjungan pasien di Puskesmas sekitar 40%-60% dan rumah sakit
15%-30% (Dongky dan Kadriati, 2016).
Periode prevalensi pada lima provinsi di Indonesia dengan kasus
ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,70%), Papua (31,10%),
Aceh (30 %), Nusa Tenggara Barat (28,30%) dan Jawa Timur (28,30%).
Karakteristik penduduk dengan ISPA tertinggi di Indonesia terjadi pada
kelompok umur 1-4 tahun (25,80%). Penyakit ini lebih banyak dialami pada
kelompok masyarakat golongan menengah ke bawah (Farapti dan
Mahendrayasa, 2018).
ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
penyakit menular di dunia. Angka mortalitas ISPA mencapai 4,25 juta
setiap tahun di dunia (Najmah, 2016). Di Indonesia episode penyakit batuk
pilek pada balita diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun),
artinya seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3-6
kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa
angka kesakitan di kota cenderung lebih besar dari pada di desa. Hal ini
8
et al, 2014). Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan Rahman dan
Nur (2015) anak yang tidak diberi ASI secara eksklusif secara
signifikan lebih banyak terkena ISPA dibandingkan dengan anak yang
diberi ASI secara eksklusif.
3. Status Imunisasi
Faktor yang tidak kalah penting mempengaruhi angka kejadian
ISPA adalah kelengkapan imunisasi. Bayi yang diimunisasi lengkap
terutama imunisasi campak, akan menurunkan risiko terjadinya
pneumonia sebagai komplikasi dari penyakit campak dan penyebab
mortalitas tertinggi pada ISPA (Husein dan Suratini, 2014).
4. Sanitasi Rumah
Pemukiman penduduk yang padat dan tidak tertata dengan baik
akan mempengaruhi kualitas sanitasi rumah di wilayahnya. Hal ini
menyebabkan terganggunya pencahayaan, kelembaban, dan sirkulasi
udara di dalam rumah. Akibatnya, kondisi tersebut dapat meningkatkan
risiko terjadinya ISPA (Gapar et al, 2015).
5. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Faktor risiko ISPA selain gizi buruk, polusi udara dalam ruangan,
kurangnya imunisasi campak dan kurangnya pemberian ASI eksklusif
adalah BBLR (Kemenkes RI, 2012). Pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan Husein dan Suratini (2014) juga didapatkan data bahwa
terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian ISPA pada anak.
Pada anak dengan BBLR, zat-zat protektif atau zat imun yang dibentuk
belum sempurna sehingga lebih mudah mengalami penyakit infeksi
terutama pneumonia dan penyakit infeksi saluran pernapasan lainnya.
11
e. Mineral
Kadar mineral ASI adalah 0,15-0,25%. Salah satu kandungan mineral
dalam ASI adalah besi. Kandungan besi di dalam ASI tidak terlalu banyak,
tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi, karena besi terserap dengan
lebih baik. Selama 4 bulan pertama atau lebih simpanan besi selama
kehidupan janin mengkompensasi defisiensi ASI. Meskipun selama masa
pertumbuhan kebutuhan kalsium dan fosfor besar, imbangan yang cukup
dipertahankan pada ASI, walaupun kadar mineralnya rendah.
f. Vitamin
Kadar vitamin ASI bervariasi sesuai dengan asupan makanan ibu. ASI
biasanya berisi cukup vitamin C, jika ibu mengkonsumsi makanan yang
sesuai, dan ASI cukup akan vitamin D, jika ibu cukup tepapar sinar matahari
atau berpigmen gelap. ASI juga mengandung vitamin K, vitamin A, dan
vitamin B kompleks yang cukup untuk kebutuhan bayi pada usia bulan
pertama.
6. Karbohidrat ASI
Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula) dan kandungannya lebih
banyak dibanding dengan susu pada mamalia lainnya atau sekitar 20-30 %
lebih banyak dari susu sapi. Salah satu produk dari laktosa adalah galaktosa
yang merupakan makanan yang sangat vital bagi jaringan otak yang sedang
tumbuh. Laktosa meningkatkan penyerapan kalsium yang sangat penting
untuk pertumbuhan tulang. Laktosa juga meningkatkan pertumbuhan bakteri
usus yang baik yaitu Lactobacillus bifidus. Fermentasi laktosa menghasilkan
asam laktat yang memberikan suasana asam dalam usus bayi sehingga
menghambat pertumbuhan dari bakteri patogen.
7. Protein ASI
Protein utama ASI adalah whey (mudah dicerna), sedangkan protein
utama susu sapi adalah kasein (sukar dicerna). Rasio whey dan kasein jika
dibandingkan, dalam ASI adalah 60:40, sedangkan dalam susu sapi rasionya
20:80. ASI tentu lebih menguntungkan bayi, karena protein whey lebih
mudah dicerna dibanding kasein. ASI mengandung alfa-laktalbumin,
sedangkan susu sapi mengandung lactoglobulin dan bovine serum albumin
yang sering menyebabkan terjadinya alergi pada bayi. Selain itu, pemberian
ASI eksklusif dapat mencegah bayi dari alergen karena setelah 6 bulan usus
bayi mulai bersifat lebih protektif.
ASI juga mengandung lactoferin sebagai pengangkut zat besi dan
sebagai sistem imun usus bayi dari bakteri patogen. Laktoferin membiarkan
flora normal usus untuk tumbuh dan membunuh bakteri patogen. Zat imun
lain dalam ASI adalah suatu kelompok antibiotik alami yaitu lysosyme.
Protein istimewa lainnya yang hanya terdapat di ASI adalah taurine yang
diperlukan untuk pertumbuhan otak, susunan saraf, juga penting untuk
pertumbuhan retina. Sementara susu sapi tidak mengandung taurine sama
sekali.
19
Bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif akan lebih rentan untuk terkena
penyakit kronis, seperti jantung, hipertensi, dan diabetes setelah ia dewasa.
Pemberian ASI eksklusif selain bermanfaat bagi bayi juga bermanfaat bagi
ibu di antaranya sebagai kontrasepsi alami saat ibu menyusui dan sebelum
menstruasi, menjaga kesehatan ibu dengan mengurangi risiko terkena kanker
22
payudara, dan membantu ibu untuk menjalin ikatan batin kepada anak.
Pemberian ASI dapat membantu mengurangi pengeluaran keluarga untuk
membeli susu formula yang harganya mahal (Yusrina dan Devy, 2016).
2.1.3 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Bayi
Usia 6-12 Bulan
Pemberian ASI terbukti efektif dalam mencegah infeksi pada pernapasan dan
pencernaan. Hal ini sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh Softic dkk
(2008) dalam Abbas dan Haryati (2019) dengan mengobservasi anak yang berusia
6 bulan yang ketika lahir memiliki BBLR dan usia kelahiran kurang dari 37
minggu. Sebanyak 612 kuesioner dibagikan dan didapat sebanyak 493 responden
yang bersedia mengisi kuesioner. Dari hasil kuesioner didapatkan sebanyak 395
anak mengkonsumsi ASI eksklusif dan 98 anak mengkonsumsi susu formula.
Hasil yang ditemukan yaitu anak yang mengkonsumsi susu formula lebih rentan
mengalami infeksi pernapasan dan pencernaan jika dibandingkan dengan yang
mengkonsumsi ASI eksklusif.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2018) menyimpulkan bahwa
bayi usia 6-12 bulan yang tidak diberikan ASI eksklusif berpengaruh 2,4 kali
terhadap kejadian ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Maulina (2019) yang
menemukan hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA pada bayi
(p=0,001) bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif memiliki risiko
lebih tinggi untuk terkena ISPA.
PUNYA FANI
Pemberian ASI merupakan
hal penting pada bayi
terutama pemberian ASI
awal
24
juga merangsang
perkembangan sistim
kekebalan bayi. Dengan
adanya zat anti infeksi
dari ASI, maka bayi ASI
eksklusif akan terlindung
dari berbagai macam infeksi
baik
yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur atau
parasit dan ASI juga
mengandung zat anti
peradangan (Nur dan Abd
Rahman, 2015).
29
PUNYA FANI
Pemberian ASI merupakan
hal penting pada bayi
terutama pemberian ASI
awal
(kolostrum) karena kaya
dengan antibodi yang
mempunyai efek terhadap
penurunan
risiko kematian. ASI
berguna untuk
perkembangan sensorik dan
kognitif, mencegah bayi
30
Pemberian ASI Eksluklusif Kejadian ISPA pada bayi usia 6-12 bulan