Anda di halaman 1dari 28

Tinjauan Pustaka

Cara Perawatan Bayi Baru Lahir dari Ibu Penderita COVID-19

Oleh:

Dea Afrila S.Ked

NIM. 1930912320141

Pembimbing:

dr. Meriah Sembiring, Sp.A

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
September, 2020
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2

A. Definisi .......................................................................................... 2

B. Etiologi .......................................................................................... 4

C. Epidemiologi ................................................................................. 5

D. Cara Penularan............................................................................... 8

E. Patogenesis ................................................................................... 10

F. Manifestasti Klinis ........................................................................ 12

G. Diagnosis ...................................................................................... 13

H. Pencegahan dan Kontrol Infeksi .................................................... 14

I. Perawatan dan Tatalaksana ........................................................... 15

BAB III PENUTUP .................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 22

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gambaran Struktur Virus Corona .............................................. 5

Gambar 2.2 Peta Persebaran Global pasien terkonfirmasi COVID................ 6

Gambar 2.3 Akumulasi Data Harian............................................................. 6

Gambar 2.4 Peta Persebaran Zonasi Risiko COVID-19 di Indonesia ............ 8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pada awal Desember 2019, dilaporkan serangkaian kasus pneumonia dengan

penyebab yang tidak diketahui muncul di Wuhan, China. Pada 3 Januari 2020,

penyebab penyakit ini berhasil diidentifikasi, yaitu virus corona jenis baru yang

kemudian diberi nama SARS CoV-2. Pada 11 Februari 2020, WHO secara resmi

memberi nama penyakit ini Corona Virus Disease-2019 (COVID-19). 1,2

COVID-19 adalah infeksi pernafasan akut yang disebabkan Severe Acute

Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS CoV-2) yang merupakan coronavirus

jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. 3

Penyebaran COVID-19 sangat cepat terjadi. Pada desember 2019 hingga

januari 2020 saat awal kasus terjadi, dilaporkan terdapat 41 kasus terkonfirmasi

hanya di Wuhan. China. Hingga saat ini (1 September 2020) dilaporkan terdapat

25.327.098 kasus terkonfirmasi di seluruh dunia.4

Sampai saat ini, situasi di dunia dan Indonesia masih dalam risiko COVID-

19 yang sangat tinggi. Ibu hamil dan neonatus yang baru lahir tak lepas dari

masalah ini. Oleh karena itu tenaga kesehatan perlu mengetahui mengenai

tatalaksana dan perawatan bayi di masa pandemic COVID-19.

1
BAB II
ISI

A. Definisi

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah infeksi pernafasan akut yang

disebabkan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS CoV-2)

yang merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi

sebelumnya pada manusia. 3

Definisi klinis COVID-19 menurut pedoman covid terbaru yang diterbitkan

tanggal 13 Juli 2020, yaitu kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi. istilah

yang digunakan pada pedoman sebelumnya adalah Orang Dalam Pemantauan

(ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG).5

1. Kasus Suspek, seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:

a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)*

DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat

perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan

transmisi lokal**

b. Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* DAN pada 14 hari terakhir

sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus

konfirmasi/probable COVID-19.

c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat*** yang membutuhkan

perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan

gambaran klinis yang meyakinkan

2
Catatan :

Istilah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) saat ini dikenal kembali dengan istilah

kasus suspek. * ISPA yaitu demam (≥38oC) atau riwayat demam; dan disertai

salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit

tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat

** Negara/wilayah transmisi lokal adalah negara/wilayah yang melaporkan

adanya kasus konfirmasi yang sumber penularannya berasal dari wilayah yang

melaporkan kasus tersebut. Negara transmisi lokal merupakan negara yang

termasuk dalam klasifikasi kasus klaster dan transmisi komunitas, dapat dilihat

melalui situs https://www.who.int/emergencies/diseases/novelcoronavirus-

2019/situation-reports

Wilayah transmisi lokal di Indonesia dapat dilihat melalui situs

https://infeksiemerging.kemkes.go.id.

2. Kasus Probable

Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS***/meninggal dengan gambaran klinis

yang meyakinkan COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan laboratorium

RT-PCR.

3. Kasus Konfirmasi

Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan

dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:

a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)

b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)


3
B. Etiologi

Virus corona (CoVs) adalah keluarga besar dari virus RNA rantai tunggal

yang dapat menginfeksi burung, mamalia hingga manusia, dan menyebabkan

penyakit pernafasan, gastrointestinal, hepar hingga saraf. Sebagai virus RNA

terbesar, CoVs kemudian terbagi menjadi empat, yaitu alfa-coronavirus, beta-

coronavirus, gamma- coronavirus, delta-coronavirus. Dari keempatnya beta-

coronavirus terdiri dari beberapa virus corona penting yang dapat menginfeksi

manusia, seperti severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV),

Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV), dan yang terbaru

adalah SARS-CoV-2, yang menyebabkan COVID-19. SARS CoV2 adalah virus

corona ketujuh yang ditemukan, dan memiliki 70% persamaan genetik dengan

virus SARS COV. 6,7,8

Virus corona adalah virus ber-enveloped dan memiliki asam ribonukleat

rantai tunggal dengan diameter kira-kira 60-140nm. Bagian luar permukaannya

mengandung spike dengan panjang 9-12nm dan tampak seperti mahkota dibawah

mikroskop. Pada permukaannya terdapat empat struktur protein utama yaitu spike

(S), envelope (E), membran (M), dan nucleocapsid (N). Glikoprotein S memiliki

kemampuan untuk menempel pada reseptor Angiotensin-Converting Enzym 2

(ACE-2), yang membantu fusi envelope virus dengan membran sel inang sehingga

partikel virus dapat masuk ke dalam sel inang (Gambar 2.1). 6,7

4
Gambar 2.1 Gambaran Struktur Virus Corona.1

Seperti virus corona yang lain, SARS CoV 2 juga merupakan virus zoonosis

yang sepertinya berasal dari kelelawar sebagai host utama. Beberapa penelitian

menyebutkan ular, mink (cerpelai) dan pangolin (trenggiling) berpotensi menjadi

host intermediet dalam penularan virus SARS CoV-2.6,8

C. Epidemiologi

Pada awal Desember 2019, dilaporkan serangkaian kasus pneumonia dengan

penyebab yang tidak diketahui muncul di Wuhan, China. Beberapa pasien awal

tersebut dilaporkan mengunjungi pasar hewan laut Huanan yang juga menjual

berbagai macam hewan liar. Pada 3 Januari 2020, penyebab penyakit ini berhasil

diidentifikasi, yaitu virus corona jenis baru yang kemudian diberi nama SARS

CoV-2. Pada 11 Februari 2020, WHO secara resmi memberi nama penyakit ini

Corona Virus Disease-2019 (COVID-19). 1,2

5
Pada awalnya, sejak kasus pertama di Wuhan pada 8 Desember 2019, hingga

munculnya kasus baru diluar Wuhan pada 13 Januari 2020, terkonfirmasi 41 pasien

menderita COVID-19. Kasus ini kemudian semakin menyebar ke bagian China

yang lain, hingga secara global menyebar ke enam benua. Hingga saat ini (1

September 2020) dilaporkan terdapat 25.327.098 kasus terkonfirmasi, termasuk

848,255 kematian akibat COVID-19 diseluruh dunia (gambar 2.2).4,9

Gambar 2.2. Peta Persebaran Global pasien terkonfirmasi COVID4

Di Indonesia sendiri, kasus pertama dilaporkan pada 2 Maret 2020, dimana

terdapat 2 orang terkonfirmasi COVID-19. Pada 31 maret 2020, dilaporkan kasus

terkonfirmasi mencapai 1.528 dengan angka kematian 136 kasus, dimana angka

case fatality rate (CFR) mencapai 8.9%, jauh lebih tinggi dibandingkan China

(4%). Saat ini (1 September 2019), dilaporkan kasus terkonfirmasi mencapai

177.571 kasus dengan angka kematian 7.505 kasus (CFR 4.22%). Hingga saat ini

6
masih terus terjadi kenaikan jumlah kasus terkonfirmasi, kasus sembuh dan kasus

meninggal (Gambar 2.3) 10,11,12

Gambar 2.3 Akumulasi Data Harian; pasien terkonfirmasi COVID-19, pasien


dirawat, pasien sembuh dan pasien meninggal.12

Jumlah dan penyebaran kasus tertinggi terjadi di DKI Jakarta, sebesar 40.987

kasus (23.1%), dan Jawa Timur, dengan kasus 33.893 (19.1%). Kalimantan selatan

berada diurutan ke 6 dengan jumlah kasus 8.357 (4.7%), dengan jumlah kematian

355 kasus. Data terbaru menunjukkan di Indonesia, daerah dengan risiko kenaikan

kasus tinggi terjadi pada 65 daerah (12.65%), sedangkan risiko sedang 230 daerah

(44.75%) (Gambar 2.4). (Satgas)

Dari keseluruhan kasus, jumlah anak-anak (usia 0-17 tahun) yang terinfeksi

COVID-19 lebih sedikit dibandingkan orang dewasa. Di Amerika, jumlah anak-

anak yang terinfeksi per tanggal 1 September 2020 adalah 1.7% anak usia 0-4

tahun dan 6.4% anak usia 5-17 tahun dari seluruh kasus terkonfirmasi. Di

Indonesia sendiri jumlah anak terinfeksi per 1 September 2020 adalah 2.3% anak

usia 0-5 tahun dan 7% anak usia 6-18 tahun. Angka ini meningkat terutama sejak

bulan maret dan masih bisa terus bertambah mengingat tes konfirmasi lebih

7
diprioritaskan pada orang dewasa. Selain itu angka masuk rumah sakit pada anak

karena COVID-19 lebih rendah dibandingkan orang dewasa, sehingga mungkin

COVID-19 pada anak memiliki gejala yang lebih ringan dibandingkan pada orang

dewasa12,13

D. Cara Penularan

Secara garis besar cara penularan virus SARS CoV-2 di komunitas dapat

melalui dua media, yaitu udara, atau permukaan. Virus diudara dibawa melalui air

liur, sekret pernafasan atau droplet yang keluar saat orang yang terinfeksi batuk,

bersin atau bicara. Virus tersebut dapat masuk langsung ke mata, hidung atau

mulut orang yang sehat (resipien) jika jarak cukup dekat atau jatuh dan menempel

selama beberapa hari dipermukaan (meja, kursi, pegangan tangga, pintu dll). Mata

hidung dan mulut merupakan rute masuk primer yang menyebabkan infeksi karena

virus dapat langsung masuk ke mukus membrane dan jaringan epitel saluran

pernafasan untuk bereplikasi.14,15

Di udara, virus dapat ditularkan melalui transmisi droplet atau aerosol.

Droplet adalah partikel berukuran 5-10 µm yang menempuh jarak pendek sebelum

jatuh, sedangkan aerosol adalah droplet nuklei, partikel berukuran ≤ 5µm, ringan,

dapat melayang jauh dan menetap lama diudara. Aerosol yang menyebar jauh dan

dalam jangka waktu lama tetap menular saat melayang diudara disebut penularan

airborn. Penelitian menyebutkan bahwa pada komunitas, penyebaran terutama

disebabkan oleh droplet pernafasan dibandingkan dengan airborn. Droplet yang

keluar dapat masuk secara langsung melalui mata hidung dan mulut apabila kontak

dekat (1 meter) dengan orang yang terinfeksi. Penularan melalui airborn masih

8
diperdebatkan, namun penularan airborn mungkin terjadi selama dilakukan

prosedur medis yang dapat menghasilkan aerosol seperti resusitasi kardiopulmonar,

intubasi endotrakea, open suctioning, bronkosopi, nebulisasi dan pemakaian

ventilator non invasif, sehingga risiko penularan airborn tertinggi berada di tempat

pelayanan kesehatan.15,16,17

Selain melalui udara, penularan juga dapat melalui permukaan benda yang

terkena virus dari droplet yang terjatuh, atau dari tangan orang terinfeksi yang

terkena droplet setelah bersin atau batuk, Virus dapat masuk ke tubuh jika resipien

memegang permukaan yang terdapat virus kemudian menyentuh mata, hidung atau

mulut dengan tangan yang terkontaminasi.15

Beberapa penelitian menyebutkan kemungkinan adanya penularan melalui

fekal oral dan adanya replikasi virus dalam saluran gastrointestinal karena

ditemukannya virus dalam feses. Hal ini perlu menjadi perhatian terutama untuk

bayi, balita dan anak-anak terutama mereka yang belum toilet-training untuk

menjaga kebersihan dan higienitas anak dan lingkungan. 18

Penularan virus SARS CoV-2 ke neonates diperkirakan terjadi terutama

melalui droplets selama periode setelah kelahiran saat neonates terpapar oleh ibu

dan pengasuh dengan COVID-19. Penularan vertikal dari ibu pada bayi selama

periode kehamilan masih diragukan. Tidak ada neonatus yang terdokumentasi

mengalami infeksi intrauterine pada kasus SARS dan MERS. Pada penelitian

SARS CoV-2, dilakukan pengujian virus pada ASI, cairan amnion, darah plasenta,

dan swab tenggorokan pada neonatus dengan ibu yang terinfeksi, dan didapatkan

hasil negatif untuk semua sampel.19.20

9
E. Patogenesis

Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan

dari hewan ke manusia. Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host

yang biasa ditemukan untuk Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan

sumber utama untuk kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS) dan

Middle East respiratory syndrome (MERS). 21,22

Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya. Virus

tidak bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah menemukan

sel host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host

diperantarai oleh Protein S yang ada dipermukaan virus. Protein S penentu utama

dalam menginfeksi spesies host-nya serta penentu tropisnya. Pada studi SARS-

CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2

(angiotensinconverting enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan

nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum

tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel

endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi

replikasi gen dari RNA genom virus. Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana

sintesis virus RNA melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus.

Tahap selanjutnya adalah perakitan dan pelepasan virus. 21,22

Setelah terjadi transmisi dari luar, virus masuk ke saluran napas atas

kemudian bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya).

Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan

virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel

10
gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul

penyakit sekitar 3-7 hari. 21,22

Studi pada SARS menunjukkan virus bereplikasi di saluran napas bawah

diikuti dengan respons sistem imun bawaan dan spesifik. Faktor virus dan system

imun berperan penting dalam patogenesis. Pada tahap pertama terjadi kerusakan

difus alveolar, makrofag, dan infiltrasi sel T dan proliferasi pneumosit tipe 2. Pada

rontgen toraks diawal tahap infeksi terlihat infiltrat pulmonar seperti bercak-bercak.

Pada tahap kedua, organisasi terjadi sehingga terjadi perubahan infiltrat atau

konsolidasi luas di paru. Infeksi tidak sebatas di sistem pernapasan tetapi virus juga

bereplikasi di enterosit sehingga menyebabkan diare dan luruh di feses, juga urin

dan cairan tubuh lainnya. 21,22

Studi terbaru menunjukkan peningkatan sitokin proinflamasi di serum seperti

IL1B, IL6, IL12, IFNγ, IP10, dan MCP1 dikaitkan dengan inflamasi di paru dan

kerusakan luas di jaringan paru-paru pada pasien dengan SARS. 21,22

Terdapat beberapa penyebab yang dapat menjelaskan alasan bayi mempunyai

gejala yang lebih ringan dan prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan dewasa.

Satu hipotesis terkait dengan pematangan dan fungsi reseptor. Angiotensin-converting-

enzyme (ACE)-2 telah terbukti menjadi target utama virus SARS-CoV-2. Pada

neonatus, ada kemungkinan bahwa aktivitas reseptor belum matang atau ada

peningkatan aktivitas ACE-2. Hipotesis lain adalah rasio CD4 dan CD8 yang lebih

tinggi pada neonatus. Telah diamati bahwa laki-laki yang lebih tua dengan infeksi

COVID-19 memiliki jumlah CD4 yang rendah. Bayi memiliki rasio CD4 dan CD8

yang tinggi. Perbedaan proporsi limfosit ini terkait dengan perubahan dan involusi

11
timus pada bayi. Selain itu, ekspresi CD27 dull pada bayi mempunyi sifat yang dapat

beradaptasi dengan suatu patogen.27

F. Manifestasi Klinis

Gejala klinis pada bayi baru lahir terinfeksi, terutama pada bayi preterm,

mungkin tidak spesifik dan termasuk pada sindrom gangguan pernafasan akut,

ketidakstabilan suhu, disfungsi gatstrointestinal - kardiovaskular, dan dominan

kearah masalah pernafasan. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa infeksi SARS-

CoV-2 pada nenonatus bukanlah hal yang umum. Jika neonatus terinfeksi,

sebagian besar menunjukkan tidak ada gejala, atau gejala ringan (tidak

memerlukan alat bantu nafas) seperti demam, lesu, batuk, pilek, nafas cepat,

muntah, diare dan poor feeding.20,23

Review oleh De Rose (2020) menyebutkan bayi baru lahir dari ibu

terkonfirmasi COVID-19 menunjukkan berbagai masalah seperti sesak nafas,

sianosis, demam, intoleransi makan, muntah, merintih, dan kemerahan dikulit.

Namun sebagian besar kasus memiliki hasil tes negatif virus SARS CoV-2. Dari

keseluruhan kasus, terdapat 3 bayi dinyatakan positif dengan gejala letargi dan

demam. Satu pasien lahir preterm 31 minggu dan membutuhkan ventilator. Dari

ketiga kasus terkonfirmasi tersebut, neonatus yang sakit paling parah mungkin

merupakan gejala dari premature, asfiksia dan sepsis, bukan dari infeksi COVID-

19.24,25

G. Diagnosis

Bayi baru lahir perlu dicurigai SARS CoV-2 jika24:

12
a. Terkait dengan cluster wabah atau terpajan kerabat yang terinfeksi SARS-

CoV-2 (termasuk anggota keluarga, staf medis, dan pengunjung);

b. Lahir dari ibu yang dicurigai atau terkonfirmasi infeksi SARS-CoV-2 antara

14 hari sebelum melahirkan dan 28 hari setelah melahirkan

c. Hasil laboratorium menunjukkan limfositopenia atau pencitraan dada

menunjukkan temuan yang khas.

CDC menganjurkan tes laboratorium dilakukan pada semua neonatus yang

lahir dari ibu dengan curiga atau sudah terkonfirmasi COVID-19 dan tidak

memandang apakah terdapat tanda infeksi pada neonatus atau tidak. Apabila

neonatus memiliki gejala infeksi, maka petugas kesehatan harus

mempertimbangkan diagnosis alternatif.20

Tes laboratorium yang direkomendasikan untuk menegakan diagnosis

COVID-19 adalah tes RNA virus SARS-CoV-2 dengan Reserve Transcription

Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dengan swab nasofaring, orofaring dan

hidung.Tes serologi tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis infeksi akut pada

neonatus. Tes dilakukan saat usia nenoatus sekitar 24 jam. Jika hasil tes negative,

maka tes diulang saat usia bayi 48 jam. Untuk neonatus asimtomatik yang

diperkirakan akan dipulangkan pada usia <48 jam, satu tes dapat dilakukan

sebelum dipulangkan, antara usia 24-48 jam.20

Di daerah dengan kapasitas pengujian terbatas, pengujian harus

diprioritaskan untuk neonatus dengan tanda-tanda yang mengarah ke COVID-19

serta neonatus dengan paparan virus SARS-CoV-2 yang membutuhkan tingkat

perawatan yang lebih tinggi atau yang diharapkan menjalani rawat inap dalam

13
waktu yang lama (> 48-72 jam). Waktu pengujian yang optimal setelah lahir belum

diketahui. Pengujian awal dapat menyebabkan hasil positif palsu (misalnya, jika

lubang hidung, nasofaring dan / atau orofaring neonatus terkontaminasi oleh

SARS-CoV-2 RNA dalam cairan ibu) atau negatif palsu (misalnya, RNA mungkin

belum dapat dideteksi segera setelah terpapar setelah lahir.20

H. Pencegahan dan kontrol infeksi

Saat menangani Ibu hamil yang terinfeksi, kamar bersalin dan ruang operasi

harus dipersiapkan secara khusus, dengan ruangan tekanan negative jika

memungkinkan. Dokter juga harus mengenakan alat pelindung diri. Jika neonatus

lahir tanpa gejala dan hasil tes ibu negatif virus SARS CoV-2, maka ibu dan bayi

dapat dirawat bersama. Namun jika hasil tes ibu positif COVID-19 dan butuh

dimasukkan ke ruang isolasi, maka pencegahan ketat untuk droplet atau kontak

perlu dilakukan. Banyak guideline yang menganjurkan bayi untuk diisolasi di

ruang isolasi bayi khusus COVID-19 hingga hasil jelas, meskipun beberapa

mengizinkan bayi bersama ibunya dengan kontrol infeksi ketat (seperti jarak 2

meter antara bed ibu dan bayi, dan juga pencegahan kontak dan droplet saat

menyusui).24

Semua bayi dengan probable atau terkonfirmasi COVID-19 harus diisolasi

atau dikelompokkan dalam satu kamar (jika memungkinkan) selama setidaknya 14

hari. Kamar karantina harus dilengkapi dengan sistem udara ruangan isolasi, dan

karena tingkat infeksius SARS-CoV-2 yang sangat tinggi, direkomendasikan

menggunakan ruang isolasi tekanan negatif walaupun jarang. Tindakan

14
pengendalian infeksi standar dan tambahan harus diterapkan segera, seperti

kebijakan pembatasan pengunjung dan jalur yang dilindungi.24

I. Perawatan dan Tatalaksana

Bayi yang baru lahir rentan terhadap infeksi SARS CoV-2 virus dikarenakan

fungsi imunitasnya yang belum sempurna, sehingga tindakan pencegahan

penularan dari Ibu ke bayi, serta ke tenaga kesehatan perlu dilakukan dan

diperhatikan.28

Tatalaksana dalam perawatan neonatus dilakukan berdasarkan status

maternal. Idealnya, Ibu dengan status suspek, probable atau terkonfirmasi COVID-

19 harus bersalin di rumah sakit rujukan COVID-19. Setelah terminasi kehamilan,

status ibu sudah harus dapat dipastikan apakah pasien COVID-19 atau bukan

dengan pemeriksaan RT-PCR Ibu tersangka COVID-19 (PDP, dalam istilah

terbaru adalah suspek), maka semua tindakan dan perawatan dilakukan dalam

isolasi fisik (mencegah penularan droplet), dengan menggunakan APD tingkat 2.

Sedangkan untuk Ibu yang terkonfirmasi COVID-19, maka semua tindakan yang

memicu aerosol dilakukan dalam ruang isolasi dengan menggunakan APD tingkat

3. Jika status maternal tidak jelas, tidak termasuk suspek atau terkonfirmasi, maka

semua tindakan perawatan dalam isolasi fisik risiko rendah dengan menggunakan

APD tingkat 2 hingga ditentukan status maternal apakah COVID atau non-

COVID.29

Bayi yang baru lahir akan segera dilakukan pelayanan neonatal esensial 0-

6 jam segera setelah lahir, Pelayanan neonatal esensial yaitu; pemotongan dan

perawatan tali pusat, Inisiasi menyusui dini (IMD), injeksi Vitamin K, Pemberian

15
salep /tetes mata antibiotic dan imunisasi hepatitis B. Pada neonatus dari ibu suspek,

probable ataupun terkonfirmasi COVID-19, terjadi perubahan dalam pelayanan

neonatal esensial. Pada pemotongan dan perawatan tali pusat, tindakan penundaan

penjepitan tali pusat tidak dilakukan. Bayi dikeringkan seperti biasa dan segera

dimandikan setelah kondisi stabil tanpa menunggu 24 jam. Tindakan IMD masih

menjadi perdebatan. Namun pada Panduan Klinis yang dikeluarkan IDAI pada juni

2020, pada pasien suspek atau probable COVID-19, pemberian IMD dapat

dilakukan atas keputusan bersama kedua orang tua setelah menimbang baik

buruknya serta mengerti mekanisme penularan COVID-19. Pada Ibu terkonfirmasi

COVID-19 atau bayi secara klinis tidak stabil, tindakan IMD tidak dilakukan.

Tindakan pelayanan neonatal esensial lain tetap dilakukan.28,29

Bayi yang lahir dari ibu suspek dan konfirmasi COVID-19 dilakukan

perawatan di ruang isolasi khusus COVID-19 terpisah dari ibunya (tidak rawat

gabung). Rawat gabung dapat dilakukan pada bayi yang lahir dari ibu yang

dicurigai COVID-19 namun tidak masuk kriteria suspek, probable atau

terkonfirmasi. Ibu dan bayi harus memenuhi protokol kesehatan ketat seperti

menjaga jarak minimal 2 meter, ibu rutin mencuci tangan sebelum dan sesudah

memegang bayi. Ibu harus memakai masker bedah dan menggunakan tirai pemisah.

Kamar perawatan juga harus dalam kondisi yang baik, dan rutin dibersihkan

dengan disinfektan.28,29 Protokol kesehatan ini berbeda dari WHO yang sejak awal

menganjurkan untuk rawat gabung pada bayi dengan Ibu suspek atau terkonfirmasi

COVID-19.30

16
WHO merekomendasikan ibu dan bayi harus diperbolehkan untuk tetap

bersama selama rawat inap sepanjang hari dan melakukan kontak kulit ke kulit,

termasuk perawatan metode kanguru, terutama segera setelah lahir dan selama

menyusui, baik ibu atau bayi dicurigai atau terkonfirmasi COVID-19.30 Neonatus

yang lahir dari ibu yang dicurigai atau terkonfirmasi COVID-19 harus disusui

dalam waktu 1 jam setelah lahir dengan menerapkan prinsip pencegahan infeksi.

Ibu dengan COVID-19 yang menyusui dan melakukan interaksi kulit dengan kulit

atau perawatan kangguru harus menjaga kebersihan untuk menghindari tertularnya

virus tersebut kepada bayinya, dengan cara : (1) ruangan harus terisolasi, tidak

diperbolehkan untuk dikunjungi teman atau keluarga lain, (2) Bayi harus

dipastikan berjarak aman sejauh 2 meter, (3) Ibu harus menggunakan masker bedah

saat menyusui dan melakukan kontak erat dengan bayi baru lahir, (4) Ibu harus

menjaga kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak atau memegang bayi atau

anak, (5) rutin membersihkan dan mendisinfeksi permukaan atau bagian tubuh atau

alat yang digunakan ibu dengan bayi. Jika ibu menggunakan alat pompa elektrik

atau pun manual untuk mengeluarkan ASI, ibu harus membersihkan tangan

sebelum menyentuh pompa atau bagian botol dan mengikuti rekomendasi untuk

menjaga kebersihan pompa setelah digunakan.31.32

Pertimbangan pemberian ASI pada neonatus disepakati juga oleh IDAI. ASI

merupakan asupan nutrisi optimal pada bayi baru lahir sehat maupun sakit.

Pemberian ASI dimasa pandemic perlu mempertimbangkan kemungkinan

penularan bayi oleh ibu dengan suspek atau terkonfirmasi COVID-19. Pemberian

ASI merupakan keputusan bersama orang tua, petugas kesehatan dan keluarga

17
dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko yang perlu dihadapi. Terdapat tiga

pilihan cara pemberian ASI untuk bayi dengan ibu suspek atau terkonfurmasi

COVID-19.29

Pilihan pertama, pada ibu dengan kondisi klinis berat dan tidak mungkin

menyusui, atau memerah ASI, bayi perlu dipisahkan dengan Ibu. ASI bisa

didapatkan dari donor, atau dapat mengganti nutrisi dengan susu formula. Jika ibu

dapat memerah ASI, ASi dapat dipompa untuk mempertahankan produksi, namun

ASI tetap akan dibuang hingga dua kali pemeriksaan rapid dalam selang waktu 24

jam negatif.29

Pilihan kedua, pada Ibu dengan kondisi klinis ringan-sedang, jika keluarga

memilih mengurangi risiko penularan dengan tidak melakukan rawat gabung, Ibu

dapat memenugi kebutuhan nutrisi bayi dengan ASI perah. Ibu perlu memakai

masker selama memerah. Ibu mencuci tangan dengan air dan sabun minimal 20

detik sebelum dan sesudah memerah. Ibu juga perlu membersihkan pompa serta

semua wadah yang bersentuhandenganASI setiap selesai. 29

Pilihan ketiga, pada Ibu dengan kondisi klinis tidak bergejala atau ringan,

tidak mungkin dilakukan rawat terpisah, atau keluarga meminta rawat bersama ibu

dan anak, maka pilihan pemberian nutrisinya adalah menyusui langsung. Ibu

menggunakan masker bedah, mencuci tangan dan membersihkan oayudara dengan

sabun dan air. Setelah selesai menyusui, ibu perlu menjaga jarak 2 meter dari

bayinya untuk mencegah penularan. 29

Bayi yang dirawat gabung sebaiknya diletakkan di inkubator. Apabila tidak

ada, kain pemisah dapat digunakan. Pada fasilitas kesehatan yang tidak

18
memfasilitasi RT-PCR, maka pencegahan penularan harus terus dilakukan hingga

terjadi penurunan gejala, ibu tidak panas tanpa penurun panas serta rapid test

negatif dua kali berturut-turun dengan selang waktu minimal 24 jam. 29

Bayi diperbolehkan pulang setelah dua kali berturut turut pemeriksaan apus

nasofaring dengan selang waktu minimal 24 jam dan sesuai protokol pemulangan

neonatus setempat. Ibu dapat mengasuh bayinya kembali setelah tidak panas 3 hari

berturut turut tanpa obat penurun panas, menunjukkan perbaikan gejala (minimal

7 hari dari gejala pertama kali muncul) dan rapid test dua kali berturut turut negatif

dengan selang waktu minimal 24 jam. Ibu tetap memberlakukan perilaku hidup

bersih dan sehat serta tetap menggunakan masker. Selama ibu tidak diperbolehkan

merawat bayinya, sebaiknya pengasuhan bayi dilakukan oleh orang yang sehat dan

tidak menderita COVID 19 serta ibu tetap menjaga jarak 2-meter dari bayinya. 29

19
BAB III

PENUTUP

SARS-CoV-2 merupakan penyebab penyakit COVID-19 yang telah menjadi

pandemi global. Jumlah kasus dan angka kematian terus meningkat pada setiap

harinya. Tingkat penularan dari virus ini sangat tinggi . Bayi yang lahir dari Ibu

dengan suspek atau terkonfirmasi COVID-19 memiliki risiko yang besar untuk

tertular. Penularan virus SARS CoV-2 ke neonates diperkirakan terjadi terutama

melalui droplets selama periode setelah kelahiran saat neonates terpapar oleh ibu

dan pengasuh dengan COVID-19. Penularan secara vertical didalam kandungan

belum terbukti terjadi. Karena hal itu, diperlukan protokol kesehatan yang jelas

dalam perawatan neonatus dari Ibu suspek atau terkonfirmasi COVID-19.

Saat akan melahirkan, ibu hamil terinfeksi virus SARS CoV-2 perlu

mendapatkan tempat persalinan khusus. Apabila ibu terkonfirmasi positif maka

bayi perlu dimasukkan ke ruang isolasi khusus covid-19 terpisah dari ibunya dan

tidak dilakukan inisiasi menyusui dini. Neonatus yang lahir, baik terdapat gejala

maupun tidak, perlu diperiksakan tes RT-PCR saat usia bayi 24 jam. Apabila

tedapat gejala yang cukup berat, maka bayi dipindahkan ke ruang ICU neonatus

khusus COVID-19. Bayi yang tidak bergabung dengan ibunya, tetap mendapatkan

ASI yang diperah. Bayi tanpa gejala atau gejala ringan dipantau selama 3-28 hari,

setelah sehat dapat diperlakukan seperti bayi normal sambal tetap menjalankan

protokol kesehatan. Sedangkan bayi sakit dibawa ke rumah sakit untuk penanganan

lebih lanjut.

20
.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Jin Y, Yang H, Ji W, Wu W, Chen S, Zhang W, Duan G. Virology,


epidemiology, pathogenesis, and control of COVID-19. Viruses. 2020
Apr;12(4):372.

2. Dong Y, Mo X, Hu Y, Qi X, Jiang F, Jiang Z, Tong S. Epidemiology of


COVID-19 among children in China. Pediatrics. 2020 Jun 1;145(6).

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia . Panduan Pelayanan Kesehatan


Balita Pada Masa Tanggap Darurat Covid-19 Bagi Tenaga Kesehatan. 2020

4. World Health Organization. Coronavirus Disease 2019 (Covid-19): Situation


Report, Dashboard: 2020. From https://covid19.who.int/

5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pencegahan dan


pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit. 2020.

6. Sarvepalli D. Coronavirus Disease 2019: A Comprehensive Review of


Etiology, Pathogenesis, Diagnosis, and Ongoing Clinical Trials. Cureus.
2020 May;12(5).

7. Zu ZY, Jiang MD, Xu PP, Chen W, Ni QQ, Lu GM, Zhang LJ. Coronavirus
disease 2019 (COVID-19): a perspective from China. Radiology. 2020 Feb
21:200490.

8. Wu D, Wu T, Liu Q, Yang Z. The SARS-CoV-2 outbreak: what we know.


International Journal of Infectious Diseases. 2020 Mar 12.

9. Sun J, He WT, Wang L, Lai A, Ji X, Zhai X, Li G, Suchard MA, Tian J, Zhou


J, Veit M. COVID-19: epidemiology, evolution, and cross-disciplinary
perspectives. Trends in Molecular Medicine. 2020 Mar 21.

22
10. Tosepu R, Gunawan J, Effendy DS, Lestari H, Bahar H, Asfian P. Correlation
between weather and Covid-19 pandemic in Jakarta, Indonesia. Science of
The Total Environment. 2020 Apr 4:138436.

11. Setiati S, Azwar MK. COVID-19 and Indonesia. Acta Medica Indonesiana.
2020 Jan 1;52(1):84-9.

12. Satgas Tatalaksana Covid 19. Jumlah Terpapar Covid-19 Di Indonesia.


Jakarta: 2020.)

13. Center for Disease Control and Prevention (CDC) : Demographic Trends of
COVID-19 cases and deaths in the US reported to CDC : 2020. From
https://covid.cdc.gov/covid-data-tracker/#demographics)

14. World Health Organization. Transmission of SARS-CoV-2: implications for


infection prevention precautions: scientific brief, 09 July 2020. World Health
Organization; 2020

15. West R, Michie S, Rubin GJ, Amlôt R. Applying principles of behaviour


change to reduce SARS-CoV-2 transmission. Nature Human Behaviour.
2020 May 6:1-9.

16. Sankar J, Dhochak N, Kabra SK, Lodha R. COVID-19 in Children: Clinical


Approach and Management. Indian Journal of Pediatrics. 2020 Apr 27:1.

17. Zimmermann P, Curtis N. Coronavirus infections in children including


COVID-19: an overview of the epidemiology, clinical features, diagnosis,
treatment and prevention options in children. The Pediatric infectious disease
journal. 2020 May;39(5):355.

18. Heller L, Mota CR, Greco DB. COVID-19 faecal-oral transmission: Are we
asking the right questions?. Science of The Total Environment. 2020 Apr
25:138919.

23
19. Lu Q, Shi Y. Coronavirus disease (COVID‐19) and neonate: What
neonatologist need to know. Journal of medical virology. 2020
Jun;92(6):564-7.

20. CDC. Covid-19 Response Team. Evaluation and Management


Considerations for Neonates at Risk for COVID-19 (Sept 2, 2020).
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/caring-for-newborns.html.
Accessed Sept 2, 2020.

21. Yuliana Y. Corona virus diseases (Covid-19): Sebuah tinjauan literatur.


Wellness And Healthy Magazine. 2020 Mar 6;2(1):187-92.

22. Indonesia Pdp. Pneumonia Covid-19: Diagnosis & Penatalaksanaan Di


Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2020

23. Li F, Feng ZC, Shi Y. Proposal for prevention and control of the 2019 novel
coronavirus disease in newborn infants. Archives of Disease in Childhood-
Fetal and Neonatal Edition. 2020 Mar 4.

24. De Rose DU, Piersigilli F, Ronchetti MP, Santisi A, Bersani I, Dotta A,


Danhaive O, Auriti C, Study Group of Neonatal Infectious Diseases of The
Italian Society of Neonatology (SIN). Novel Coronavirus disease (COVID-
19) in newborns and infants: what we know so far. Italian Journal of
Pediatrics. 2020 Dec;46:1-8.

25. Zeng L, Xia S, Yuan W, Yan K, Xiao F, Shao J, Zhou W. Neonatal early-
onset infection with SARS-CoV-2 in 33 neonates born to mothers with
COVID-19 in Wuhan, China. JAMA pediatrics. 2020 Mar 26.

26. Burhan E, Susanto AD, Nasution SA, Ginanjar E, Pitoyo CW, Susilo A,
Firdaus I, Santoso A, Juzar DA, Arif SK, Wulung NG. Protokol Tatalaksana
COVID-19. Tim COVID-19.April 2020

24
27. Dumpa V, Kamity R, Vinci AN, Noyola E, Noor A. Neonatal Coronavirus
2019 (COVID-19) Infection: A Case Report and Review of Literature.
Cureus. 2020:1-6.

28. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Bagi Ibu Hamil,


Bersalin, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir di Era Pandemic. Revisi 1;2020.

29. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Panduan klinis tata laksana COVID-19 pada
anak. Ed 3. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2020.

30. World Health Organizataion. Clinical management COVID-19. WHO; 2020.


p.39-44.

31. Giulani C., Volsi P. L., Brun E., Chiambretti A., Giandalia A., Tonutti L., et
al. Breastfeeding during the COVID-19 pandemic : suggestion on behalf of
woman study group of AMD. Diabetics research and clinical practice.
2020;165:108239.

32. Wang L., Shi Y., Xiao T., Fu J., Feng Xing, Mu D., et al. Breastfeeding of
infants born to mothers with COVID-19: a rapid review. Ann Transl
Med.2020:8(10):618.

25

Anda mungkin juga menyukai