Anda di halaman 1dari 34

Journal Reading

Care of Newborns Born to Mothers with Covid-19 infection

; A Review of Existing Evidence

Oleh :

Dea Afrila, S. Ked


1930912320141

Pembimbing :

dr. Meriah Sembiring, Sp.A

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Agustus, 2020
Ringkasan

Latar Belakang: Pandemi baru penyakit Coronavirus 2019 (COVID 19) telah

mendatangkan musibah bagi keluarga dan kesejahteraan masyarakat. Sangat penting

untuk membahas perawatan bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi COVID-19

berdasarkan pedoman internasional terbaru dan pedoman nasional negara-negara

dengan kejadian kasus COVID-19 tertinggi.

Tujuan: Kami membahas cara merawat bayi baru lahir dari ibu yang dicurigai atau

terinfeksi COVID-19 dengan menggunakan bukti yang ada.

Metode: Terhitung mulai 16 April 2020, kami telah meninjau artikel dan pedoman

terkait COVID-19 di bidang kesehatan reproduksi, ibu, dan kesehatan bayi baru

lahir. Tinjauan kami menghasilkan 10 kategori (i) risiko prosedur diagnostik pada ibu

yang dicurigai pada kesehatan janin/bayi, (ii) risiko penularan intrauterin atau

pascapartum ke janin/bayi, (iii) metode dan waktu persalinan yang tepat pada wanita

dengan terkonfirmasi COVID-19, (iv) penjepitan tali pusat dan kontak kulit dengan

kulit, (v) manifestasi klinis bayi yang terinfeksi, (vi) konfirmasi infeksi pada terduga

neonatus/bayi, (vii) petunjuk perawatan bayi dan cara memberi makan (viii)

memandikan bayi, (ix) kriteria pemulangan bayi dari rumah sakit, (x) dampak isolasi

terhadap kesehatan mental ibu.

Hasil: Temuan kami menunjukkan bahwa kemungkinan penularan COVID-19

intrauterin atau perinatal masih dipertanyakan dan ambigu. Namun, yang telah

disepakati dalam teks dan pedoman yang ada adalah bahwa kontak dekat ibu dan bayi

setelah lahir dapat menularkan virus ke bayi melalui droplet atau mikrodroplet.

1
Kesimpulan: Berdasarkan temuan kami, disarankan untuk memisahkan bayi dari ibu

yang dikonfirmasi (atau dicurigai) terinfeksi COVID-19 setidaknya selama 2

minggu. Karena motivasi dan situasi stabil ibu mengizinkan menyusui selama isolasi,

ibu yang terinfeksi harus diajarkan tentang keterampilan ekspresi payudara, masalah

payudara yang umum, gejala infeksi bayinya, dan prinsip kebersihan diri untuk

melindungi bayi dari infeksi COVID-19.

Pengantar

Penyakit Coronavirus baru 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh sindrom

pernapasan akut parah Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) telah menyebar ke seluruh

dunia.1 Pandemi COVID-19 telah menjadi tantangan kritis bagi kesehatan masyarakat,

penelitian, dan komunitas medis di seluruh dunia. SARS-CoV-2 menyebar melalui

droplet atau sekresi hidung ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin, dengan bukti

yang ada menunjukkan bahwa rute potensial penyebarannya melalui mikrodroplet yang

dilepaskan saat berbicara .1,2 Mikrodroplet ini dapat bertahan 20 menit atau lebih di

udara yang sirkulasinya tidak berjalan dengan baik, sehingga menjaga jarak sosial,

memakai masker yang sesuai dan sirkulasi udara yang baik dapat membantu

mengurangi risiko infeksi.2 Sebagian besar pasien memiliki gejala ringan atau sedang

dan pulih tanpa memerlukan perawatan khusus, tetapi orang dengan kondisi yang

mendasari seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), atau kanker

cenderung akan memperburuk perjalanan klinis Covid.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 27 Mei 2020 lebih dari 5 juta

kasus yang dikonfirmasi dilaporkan secara global dengan >340.000 jumlah kematian,

sebagian besar dari Amerika Serikat (AS).1 Di Kawasan Mediterania Timur, Iran

2
dianggap sebagai pusat COVID-19 dengan insiden 140.000 kasus yang dikonfirmasi

dengan korban meninggal sebanyak 7508 per 27 Mei 2020.3

Menurut tinjauan sistematis, COVID-19 dapat memengaruhi 1% hingga 5% anak-

anak dengan kemungkinan lebih besar untuk menunjukkan kondisi ringan atau

asimtomatik daripada orang dewasa.4,5,7 Bukti menunjukkan bahwa COVID-19 terjadi

pada anak-anak dengan masa pemulihan yang cepat dengan masa inkubasi yang jauh

lebih pendek, dan prognosis penyakit yang lebih baik dibandingkan dengan dengan

orang dewasa.8,9 Anak-anak tanpa disadari juga berpotensi menjadi pembawa virus,

karena mereka dapat menularkan virus tersebut melalui tinja¸ hal ini dapat terjadi dalam

waktu dua minggu setelah gejala pernapasan membaik.  Hal inilah yang menyebabkan

pada penelitian oleh Xing et all untuk memperingatkan tentang penyebaran infeksi di

antara anak-anak setelah taman kanak-kanak dan sekolah dibuka kembali.6

Selama pandemi COVID-19, wanita hamil dan bayi baru lahir merupakan populasi

yang rentan.10 Sampai saat ini, meskipun tidak ada informasi berbasis bukti yang kuat

yang menunjukkan jika wanita hamil memiliki peluang lebih besar untuk mengalami

sakit akibat COVID-19 daripada masyarakat umum, Sudah diketahui dengan pasti

bahwa wanita hamil berisiko lebih besar terkena penyakit serius akibat virus dari

keluarga yang sama dengan COVID-19 dan infeksi pernapasan virus lainnya seperti

influenza.14 Selain itu, beberapa ahli percaya bahwa kasus yang dilaporkan sejauh ini

terlalu terbatas untuk meyakinkan tentang virulensi infeksi COVID-19 di antara

populasi ini.15 Misalnya, dalam sebuah penelitian oleh Yin et all terhadap 31 wanita

hamil, ditemukan bahwa. wanita hamil lebih cenderung memiliki bentuk COVID-19

3
yang parah dan kritis.16 Penelitian lain telah melaporkan tingkat keparahan penyakit

yang sama pada wanita hamil dan tidak hamil.8,11,13

Di antara populasi ini, perubahan adaptif kardiopulmoner muncul selama

kehamilan (misalnya peningkatan denyut jantung dan volume stroke, dan penurunan

kapasitas residual paru) yang dapat meningkatkan risiko hipoksemia dan berkontribusi

pada peningkatan keparahan.14 Dengan demikian, penyedia layanan kesehatan harus

mempertimbangkan wanita hamil dan bayinya sebagai populasi berisiko tinggi dalam

strategi pengendalian dan pencegahan selama pandemi terkait paru seperti pada

COVID-19.11,17,20 Salah satu masalah utama terkait dengan COVID-19 adalah dampak

yang dapat terjadi pada bayi baru lahir dan konsekuensi yang

merugikan.17 Kekhawatiran tentang cara merawat bayi setelah lahir, seperti menyusui,

vaksinasi, atau skrining neonatal adalah salah satu perhatian utama ibu selama pandemi

COVID-19.21

Penularan virus pernapasan ibu pada neonatal terjadi terutama melalui kontak

dekat, transmisi melalui droplet (pengasuh, anggota keluarga, dan pengunjung

keluarga), infeksi yang didapat di rumah sakit, dan paparan sumber infeksi dari tempat

umum.22 Saat ini tidak jelas apakah COVID-19 dapat melintasi jalur transplasenta ke

janin. Dalam rangkaian kasus terbatas yang dilaporkan hingga saat ini, tidak ada bukti

virus yang ditemukan dalam ASI wanita yang terinfeksi COVID-19 yang dapat

ditularkan melalui ASI (yaitu adanya SARS-CoV-2 dalam ASI). 23 Mirip dengan ibu

mereka, bayi baru lahir tampaknya merupakan populasi berisiko tinggi terhadap infeksi

COVID-19 karena sistem kekebalan yang lemah. Selain itu, potensi penularan SARS-

4
CoV-2 antara bayi baru lahir yang terinfeksi menimbulkan kekhawatiran lain selama

pandemi ini.8

Komisi Kesehatan Nasional China (2020) juga merekomendasikan penundaan

kunjungan tindak lanjut rutin bayi selama karantina ketat pada awal Februari. Mereka

memasang aplikasi di smartphone orang tua dan meminta mereka untuk memantau

bilirubin kulit bayi mereka.25

Di Iran, dokter anak dari Research Institute for Children's Health telah

mengembangkan algoritme berdasarkan standar diagnostik dan terapeutik untuk

merawat anak-anak yang diduga menderita COVID-19 (anak-anak yang mengalami

batuk kering, demam, dengan atau tanpa demam).26 Tidak ada statistik akurat mengenai

jumlah bayi yang terinfeksi COVID-19 di Iran dan sekitarnya, tetapi mengingat

COVID-19 lebih menular daripada Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan

Middle East Respiratory Syndrome (MERS), bayi tidak kebal terhadap infeksi dan

mereka berisiko lebih besar tertular oleh orang tua atau pengasuhnya. 18 Tampaknya

merancang algoritme dan strategi seperti itu untuk bayi baru lahir dapat sangat

berguna. Di sini, kami membahas cara merawat bayi baru lahir dari ibu yang dicurigai

atau terinfeksi COVID-19 menggunakan bukti yang ada.

Metode

Pencarian literatur secara sistematis yang diterbitkan dari 1 Januari 2020 hingga 30

Maret 2020 dilakukan menggunakan dua database elektronik termasuk PubMed dan

Google Scholar. Selain itu, kami mencari pernyataan atau pedoman dari Pusat

Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS dan WHO. Pencarian diperbarui

pada 14 April 2020. Pencarian didasarkan pada kata kunci yang diambil dari sistem

5
Mesh, termasuk COVID-19 dan kehamilan; SARS-CoV-2 dan kehamilan; Coronavirus

dan kehamilan; 2019-nCoV dan kehamilan; dan kemudian COVID-19 semua dan yang

setara dengan menyusui, perawatan neonatal dan bayi baru lahir seperti COVID-19 dan

menyusui; SARS-CoV-2 dan perawatan neonatal; Gambar 1 dan bayi baru

lahir. COVID-19 dan perawatan neonatal dan sebagainya.

Seperti yang ditunjukkan pada diagram alir 1, selama periode ini, dari 1.461

artikel yang terkait dengan COVID-19 yang didapat dari basis data pencarian dan

literatur kami, 57 artikel memenuhi syarat karena membahas tentang COVID-19 dan

kesehatan reproduksi. Satu artikel dihapus karena berbahasa Prancis.27 Kami meninjau

hanya bagian abstrak dari makalah karena teks lengkapnya dalam bahasa Cina. 28-30 Satu

makalah dihapus di tingkat ini karena seluruhnya ditulis dalam bahasa Cina.31 Kami

juga meninjau makalah abu-abu dengan menelusuri medRxiv dan surat untuk editor.

Hasil

Risiko prosedur diagnostik pada ibu yang suspek COVID-19 terkait kesehatan

janin / bayi.

Citra computed tomography (CT) menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi

dalam mendeteksi kemungkinan virus pada pneumonia yang disebabkan oleh SARS-

CoV-2. Prosedur diagnostik ini telah digunakan pada wanita hamil yang diduga

terinfeksi COVID-19.12 Hal ini membuat ibu menjadi cemas terhadap dampak COVID-

19 dimulai sejak masa janin, karena ibu mengkhawatirkan dampak buruk dari radiasi

akibat CT terhadap kesehatan janinnya. Menurut data dari American College of

Radiology dan American College of Obstetricians and Gynecologists, ketika CT scan

data tunggal dilakukan untuk ibu yang suspek Covid-19, kadar radiasi ke janin hanya

6
antara 0,01 dan 0,66 mGy yang dapat diabaikan, sedangkan efek radiasi yang berbahaya

seperti pada pemeriksaan mikrosefali, hambatan pertumbuhan janin dan gangguan

kognitif pada janin / bayi diamati dengan dosis lebih tinggi dari 610 mGy. Oleh karena

itu, wanita hamil harus diyakinkan bahwa prosedur diagnostik tidak akan

membahayakanjanin/bayinya.17

Risiko penularan intrauterin atau pascapartum ke janin / bayi

Mengenai pengaruh infeksi ibu terhadap kesehatan janin. Pada penelitian Chen et

al dengan mempelajari 9 wanita hamil dengan pneumonia yang disebabkan oleh

COVID-19 dan didapatkan hasil mereka tidak menemukan adanya kematian janin,

kematian neonatal, atau asfiksia saat lahir. Skor Apgar pada neonatal normal. Cairan

ketuban, darah tali pusat, swab tenggorokan, dan ASI diperiksa dalam enam dari

sembilan kasus ini, yang dilaporkan negatif untuk SARS-CoV-2.12

Penelitian yang dilakukan oleh Fan dkk dengan memeriksa plasenta, darah tali

pusat, cairan ketuban, dan ASI dari dua dokter penderita COVID-19. Mereka tidak

mendeteksi SARS-CoV-2, pada kasus tersebut. Satu bayi mengalami demam ringan dan

limfopenia tiga hari setelah lahir. Pada hari keempat dilakukan pemeriksaan CT yang

menunjukkan terjadi kekaburan difus terlihat di kedua paru-paru bayi, tetapi tidak ada

konsolidasi yang tidak merata pada gambar tersebut. Bayi tersebut merespons

pengobatan antibiotik dan keluar dari rumah sakit pada hari ke-8.

Pada bayi kedua hanya terlihat pneumonia ringan dan limfopenia dan bayi tersebut

merespons antibiotik dalam dua hari. Dalam tindak lanjut berturut-turut tidak ditemukan

jejak SARS-CoV-2 dalam ASI. Para peneliti menyimpulkan bahwa kedua kasus

tersebut menunjukkan risiko rendah penularan intrauterin dan vertikal, tetapi setiap bayi

7
mungkin berisiko tinggi karena penularan virus dapat terjadi dari ibu ke anak setelah

lahir.32 Wang et al  juga tidak menemukan bukti virus COVID-19 pada kehamilan dan

bayi dari ibu yang terinfeksi.33

Schwartz dan Graham percaya bahwa dalam beberapa kasus, infeksi virus dapat

ditularkan ke bayi melalui jalan lahir atau selama menyusui, tetapi mekanisme ini

sangat tidak biasa dalam kasus infeksi virus.34 Cao et al menyimpulkan bahwa tidak ada

informasi tentang penularan virus dari ibu ke janin / bayi selama periode perinatal dan

persalinan pervaginam, dan juga tidak ada bukti penularan intrauterine yang telah

dilaporkan sejauh ini.8 Selain itu, peneliti lain belum mengkonfirmasi penularan vertikal

virus dari ibu yang terinfeksi ke bayi baru lahir .19,35

Zhang et al. menggunakan data 81.026 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi di

Cina, mengidentifikasi 4 infeksi neonatal yang dikonfirmasi dengan asam nukleat. Pada

saat timbulnya penyakit, dua bayi baru lahir diisolasi dan dua lainnya tidak

diisolasi. Temuan penulis mendukung potensi penularan intrauterine.30

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Zhu et al mereka menemukan bahwa

sembilan bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi COVID-19 memiliki swab pada faring

negatif yang diuji dengan reaksi berantai polimerase transkripsi balik waktu nyata (rRT-

PCR), yang mendukung anggapan bahwa virus Corona SARS-CoV-2 tidak dapat

ditularkan secara vertikal dari ibu ke bayi. Namun demikian, mereka

merekomendasikan bahwa karena ukuran sampel penelitian yang terbatas, penelitian

lebih lanjut diperlukan untuk mencapai kesimpulan yang kuat tentang penularan vertikal

SARS-CoV-2. 

8
Pada penelitian Zhu et ini ditemukan fetal distress pada 6 bayi. Oleh karena itu,

peneliti berasumsi bahwa peristiwa ini mungkin terkait dengan COVID-19. Jadi,

sebelum melahirkan dari ibu yang terinfeksi, sebaiknya ginekolog meminta spesialis

neonatal yang ahli resusitasi, bersiap di ruang bersalin. 22 Bayi termuda telah terinfeksi

COVID-19 tiga puluh jam setelah lahir. Bayi tersebut lahir pada 2 Februari 2020 di

sebuah rumah sakit di Wuhan, China, dari seorang ibu yang sedang sakit, dan pada 5

Februari dikabarkan bahwa bayi tersebut telah terkonfirmasi terinfeksi COVID-

19. Tanda-tanda vital bayi stabil, tanpa demam atau batuk, tetapi ia mengalami sesak

napas, pemeriksaan pada hati abnormal, dan radiografi abnormal.34

Pada sembilan wanita di Rumah Sakit Zhongnan di Cina, sampel darah utuh,

serum, swab , urin, dan feses diuji. Selain itu, ASI dari kesembilan ibu diuji untuk RNA

terkait SARS-CoV-2. Semua tes yang disebutkan di atas dilaporkan negatif. Demikian

pula, di Rumah Sakit Tongji, sampel dari dua bayi baru lahir dan ASI dari ibu mereka

yang terinfeksi diuji dan dilaporkan negatif untuk RNA SARS-CoV-2.34

Dalam sebuah studi retrospektif Zhang et al. membandingkan hasil neonatal dari

dua kelompok ibu, termasuk 16 ibu dengan infeksi COVID-19 terkonfirmasi dan 45 ibu

sehat. Semuanya melahirkan pada usia 36 minggu melalui operasi caesar. Tidak ada

bayi yang terinfeksi setelah lahir dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara bayi

baru lahir dalam hal gawat neonatal, mekonium dalam cairan ketuban, dan asfiksia

neonatal.30 Dalam studi lain, Yin et al tidak dapat mendeteksi keberadaan SARS-CoV-2

dalam cairan ketuban, plasenta, tenggorokan neonatal, dan sampel usap anal dan ASI

dari 31 ibu yang terinfeksi.16

9
Chen et al. Dalam studi usapan dari tenggorokan tiga bayi yang ibunya terinfeksi

COVID-19 pada akhir kehamilan, ditemukan bahwa semua sampel negatif untuk asam

nukleat COVID-19. Tidak ada temuan patologis yang ditemukan di plasenta bayi-bayi

ini dan mereka negatif untuk asam nukleat SARS-CoV-2.11 Dalam laporan terbaru dari

13 bayi baru lahir yang lahir dari ibu yang terinfeksi, 1 dari 9 sampel tinja dan 1 dari 3

sampel ASI positif mengandung asam nukleat Coronavirus.38

Di Iran, terdapat laporan kasus bayi berusia 15 hari yang terinfeksi COVID-

19. Bayi mengalami demam, berkeringat, masalah pernapasan, dan motilitas, tetapi

tidak ada batuk atau pilek dan gejala gastrointestinal yang terdeteksi. Bayi itu dirawat di

unit perawatan intensif bayi baru lahir (NICU). Orangtuanya baru-baru ini batuk,

demam, dan berkeringat. Bayi itu dinyatakan positif COVID-19. Bayi tersebut keluar 6

hari setelah dirawat di rumah sakit, dengan kondisi yang baik. Para peneliti

menyarankan bahwa karena berbagai gejala klinis dan laboratorium yang mungkin

dialami bayi, maka masuk akal jika kami melakukan rt-PCR untuk bayi dengan gejala

infeksi COVID-19.34

Menurut laporan kasus yang diterbitkan dalam Journal of American Medical

Association (JAMA) seorang bayi lahir pada 22 Februari 2020, dari seorang ibu dengan

operasi caesar di sebuah rumah sakit di Wuhan, Cina. Keputihan ibu negatif untuk

Coronavirus. Bayi tidak memiliki gejala abnormal dan gambar CT paru-paru serta tes rt-

PCR usap faring negatif, tetapi bayi memiliki tingkat Immunoglobulin G (IgG) dan

Immunoglobulin G (IgM) yang tinggi antara 2 jam dan 16 hari setelah lahir. Bayi itu

diisolasi di ruang bertekanan negatif dan keluar dari rumah sakit pada 18 Maret. Penulis

menyimpulkan bahwa peningkatan kadar IgG pada bayi mungkin merupakan tanda

10
infeksi ibu atau bayi, dan kadar IgM yang tinggi serta bukti laboratorium dari

peradangan dan Tes hati yang abnormal dapat menunjukkan bahwa bayi tersebut

terinfeksi COVID-19 di dalam rahim ibu.40 Lackey dkk menekankan bahwa antibodi

IgM yang ada dalam serum bayi negatif SARS-CoV-2 tidak dapat melewati penghalang

plasenta. Dengan demikian, temuan ini menunjukkan bahwa bayi mengalami infeksi

(dan produksi antibodi ini) di dalam rahim.41

Metode dan waktu persalinan yang tepat pada wanita dengan COVID-19

Cara melahirkan ditentukan oleh indikasi tertentu dan tidak ada manfaat dalam

melakukan operasi caesar untuk semua pasien COVID-19.10,32,42 Namun, sebagian besar

penelitian telah melaporkan bahwa operasi caesar dilakukan untuk wanita hamil yang

terinfeksi COVID-19.11,12,22,30,32,43,44 Wu et al. dalam rangkaian kasus mereka dari 13

wanita hamil Cina dengan COVID-19 menyimpulkan bahwa persalinan pervaginam

mungkin merupakan pilihan persalinan yang aman karena pada semua wanita spesimen

sekresi vagina negatif untuk virus Corona baru .38

Mengenai waktu persalinan untuk wanita dengan COVID-19, dinyatakan bahwa

virus tersebut bukan merupakan indikasi persalinan, tetapi pada kasus gejala ibu yang

parah, dianjurkan untuk menghentikan kehamilan. 19,42 Jika gejala ibu parah dan usia

kehamilan kurang dari 23 hingga 24 minggu - saat janin belum dapat hidup - dianjurkan

untuk menghentikan kehamilan.19,42 Jika usia janin antara 26 dan 34 minggu, waktu

persalinan akan ditentukan oleh kondisi ibu dan janin. Jika janin berusia 34 minggu atau

lebih, karena kemungkinan besar untuk bertahan hidup, persalinan prematur terlambat

dimungkinkan.42 Dengan demikian, logis bagi wanita yang sedang hamil pada trimester

11
ketiga, untuk menunda persalinan.32 Jika gejala ibu ringan, kehamilan dapat dipantau

secara ketat dan dilanjutkan sampai cukup bulan.42

Penjepitan tali pusat dan kontak kulit ke kulit

International Society of Ultrasound in Obstetrics & Gynecology (ISUOG) dan

bukti yang ada merekomendasikan bahwa tali pusat harus dijepit dengan cepat untuk

mengurangi risiko penularan vertikal dan bayi harus dikirim ke fasilitas resusitasi untuk

evaluasi oleh dokter spesialis anak.17,29 Meskipun demikian, Royal College of

Obstetricians and Gynecologists (RCOG) merekomendasikan penjepitan tali pusat dapat

dilakukan secara rutin karena selama persalinan pervaginam kecil kemungkinannya

risiko penularan vertikal berubah dengan satu menit perfusi melalui

plasenta. Kemungkinan besar, penularan COVID-19 terjadi pada periode postpartum

dan melalui jalan normal.45 Selain itu, penelitian dari AS menyatakan bahwa penjepitan

tali pusat tertunda (DCC) tidak meningkatkan risiko penularan vertikal, dan oleh karena

itu, harus dilakukan setidaknya selama 60 detik jika bayi kuat. Namun, di beberapa

tempat, penjepitan tali pusat lebih disukai misalnya ketika ibu menunjukkan gejala

(demam, batuk, dan gejala pernapasan lainnya), untuk meminimalkan paparan di ruang

bersalin.10

Mengenai kontak kulit-ke-kulit, WHO merekomendasikan bahwa ibu atau bayi

dengan suspek, kemungkinan, atau terkonfirmasi COVID-19 dapat tetap bersama-sama

dengan kontak kulit-ke-kulit, terutama segera setelah lahir selama inisiasi

menyusui.10 Namun demikian, beberapa ahli tidak merekomendasikan kontak kulit-ke-

kulit antara ibu dan bayi baru lahir pada saat terinfeksi COVID-19 [ 47 ] karena mereka

percaya bahwa penularan SARS-Cov-2 melalui kontak kulit-ke-kulit tidak dapat

12
terjadi. Secara keseluruhan, tampaknya pengambilan keputusan bersama dengan orang

tua sebelum melahirkan mengenai potensi risiko dan manfaat kontak kulit-ke-kulit

adalah pilihan terbaik.10

Manifestasi klinis bayi yang terinfeksi

Bayi baru lahir mungkin tertular SARS-Cov-2 melalui kontak dekat dengan pasien

yang terinfeksi atau pembawa virus tanpa gejala. Penyakit ini mungkin memiliki onset

yang berbahaya dan tidak spesifik.33 Misalnya, pada bayi prematur gejala mungkin tidak

spesifik dan termasuk ketidakstabilan suhu tubuh, gejala gastrointestinal, dan masalah

pernafasan termasuk demam, batuk, pilek, mual dan muntah, diare, dan sakit

perut. Sejumlah bayi juga dapat mengalami sindrom gangguan pernapasan

akut.4,8 Gejala lainnya adalah kelesuan dan intoleransi makan.10

Pada bayi baru lahir yang terinfeksi, gejala awal mungkin berupa demam, batuk,

atau diare. Meskipun penularan COVID-19 secara vertikal belum terkonfirmasi, namun

infeksi perinatal dapat menyebabkan persalinan prematur, gangguan pernapasan,

trombositopenia yang disertai dengan fungsi hati yang tidak normal, bahkan

kematian.22 Misalnya, gangguan pernapasan onset lambat telah dijelaskan pada beberapa

bayi 1-3 minggu setelah lahir dan / atau keluar dari rumah sakit.10

Konfirmasi infeksi pada bayi / bayi yang dicurigai COVID-19

Pada ibu yang terinfeksi, bayi harus dites pada atau lebih dari 24 jam setelah

lahir.10 Usap terpisah dari nasofaring, orofaring, dan rektum direkomendasikan. Tes

kedua 24 jam kemudian mungkin berguna untuk konfirmasi.10

Bayi yang terinfeksi COVID-19 cenderung memiliki gejala klinis ringan dan

temuan CT imaging-nya tidak khas seperti orang dewasa, oleh karena itu, diagnosis

13
COVID-19 harus dibuat berdasarkan tiga temuan utama yaitu CT imaging, riwayat

epidemiologis, dan deteksi asam nukleat.48

Menurut Shah et al. Sistem klasifikasi dan definisi kasus infeksi SARS-CoV-2,

infeksi kongenital pada bayi baru lahir hidup akan dipastikan dalam kondisi sebagai

berikut: (i) bila terdapat deteksi virus oleh PCR dalam darah tali pusat atau darah

neonatal yang diambil dalam 12 jam pertama lahir atau cairan ketuban dikumpulkan

sebelum pecah ketuban (ii) Infeksi neonatal yang didapat dari intrapartum dapat

dikonfirmasikan bila ada deteksi virus dengan rt-PCR di usap nasofaring saat lahir dan

usia 24-48 jam (iii) infeksi neonatal yang didapat setelah melahirkan dapat dipastikan

ketika ada deteksi virus dengan rt-PCR di usap nasofaring / rektal pada ≥48 jam

kelahiran pada bayi baru lahir yang sampel pernapasannya dites negatif oleh rt-PCR saat

lahir .49

Instruksi perawatan bayi dan cara memberinya makan

American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan US CDC

merekomendasikan pemisahan ibu dan bayi di ruang terpisah jika ibu terinfeksi atau

diduga mengalami infeksi.23,50 Pedoman sementara CDC untuk menyusui pada ibu yang

terinfeksi atau dicurigai juga menyatakan bahwa jika ibu ingin menyusui bayinya dapat

dilakukan dengan cara memompa atau manual dengan tangan. 51 WHO

merekomendasikan bahwa wanita dengan COVID-19 dapat menyusui bayinya langsung

melalui payudaranya atau dia dapat menyusui bayinya dengan ASI atau menggunakan

ASI donor.52

Konsensus Ahli China percaya bahwa semua bayi yang dicurigai atau terinfeksi

(termasuk bayi yang lahir dari ibu hamil yang terinfeksi / dicurigai) harus dirawat di

14
NICU.29 Secara umum, semua bayi sebelum masuk ke NICU harus diskrining untuk

COVID-19 dengan mengumpulkan riwayat klinis dan non-klinis dari orang tua

mereka. Bayi berisiko tinggi harus diisolasi setidaknya 14 hari di ruang terpisah. Bayi

lebih rentan terhadap infeksi karena sistem kekebalannya yang masih berkembang,

sehingga kewaspadaan standar harus dilakukan dalam perawatan bayi sampai statusnya

ditentukan.29 Komisi Kesehatan Nasional Republik Rakyat Cina merekomendasikan

bahwa bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi atau dicurigai mengidap COVID-19

harus diisolasi dalam unit yang dirancang untuk merawat mereka hingga 14

hari. Mereka juga menekankan bahwa ibu tidak boleh menyusui bayinya dengan ASI

sampai mereka sembuh.53

Sesuai petunjuk Kementerian Kesehatan dan Pendidikan Kedokteran Iran, ibu yang

dicurigai COVID-19 tidak dilarang menyusui, jika diagnosis ibu sudah pasti bayi harus

dikarantina selama 2 minggu dan ibu boleh menyusui bayinya olehnya. ASI atau susu

formula atau ASI donor, tergantung kondisi ibu.54 Menurut petunjuk sementara dari

International Society of Ultrasound in Obstetrics & Gynecology (ISUOG), jika ibu

sangat sakit maka pemisahan ibu dan bayi adalah pilihan terbaik, dan pemerasan ASI

harus dilakukan untuk menjaga produksi ASI. Jika ibu asimtomatik dan memiliki

penyakit ringan dan sedang rawat inap maka pemberian ASI dapat dilakukan dengan

bantuan ibu dan penyedia layanan kesehatan.17 RCOG memiliki pedoman yang kurang

ketat dan merekomendasikan agar ibu yang terinfeksi atau dicurigai tidak perlu

dipisahkan dari bayinya dan mereka dapat tetap bersama selama masa nifas. Ibu dapat

memerah ASInya dan kemudian memberi makan bayi melalui pengasuh.45

15
 Para ahli USA mengklasifikasikan hubungan antara ibu dan bayi dan nutrisi bayi,

berdasarkan preferensi orang tua, jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit, dan status

ekonomi masyarakat. Secara umum, mereka telah memperkenalkan tiga opsi kepada

orang tua dan penyedia layanan kesehatan. Pilihan ini berkisar dari susu formula dan

ASI perah hingga menyusui langsung.10 Menurut Italian Society of Neonatology (SIN)

dan Union of European Neonatal & Perinatal Societies (UENPS), jika ibu yang

terinfeksi atau dicurigai tidak bergejala saat melahirkan, rawat inap dimungkinkan dan

menyusui langsung diperbolehkan tetapi jika ibu terlalu sakit untuk melakukan

perawatan bayi baru lahir, bayi baru lahir harus dirawat secara terpisah dan tetap

diberikan ASI.55 Rincian lebih lanjut tentang pedoman ini diberikan pada Tabel 1 .

16
17

Me
mandikan Bayi

Mandi dini untuk meminimalkan pajanan dapat dipertimbangkan pada bayi baru

lahir cukup bulan yang lahir dari ibu yang dicurigai atau dipastikan terinfeksi COVID-

19.10

Kriteria kepulangan bayi dari rumah sakit

Jika bayi positif tetapi tanpa gejala, ia dapat dipulangkan tetapi mungkin perlu

dikarantina di rumah. Jika bayi negatif dan asimtomatik, ia dapat dipulangkan untuk

dirawat oleh pengasuh yang tidak terinfeksi dan asimtomatik.56 Jika bayi positif dan

bergejala, suhu harus normal selama lebih dari tiga hari, gejala pernapasan dan temuan

radiografi harus menunjukkan peningkatan yang signifikan dan swab hidung, faring,

dan sputum, harus negatif untuk COVID-19 selama dua hari berturut-turut (yaitu

terpisah 24 jam).

Dampak isolasi pada kesejahteraan mental ibu

Karena pemisahan ibu yang terinfeksi dari bayi dan kurangnya ASI dapat

menyebabkan ibu dan bayi kehilangan "ikatan", yang mengakibatkan lebih banyak stres

ibu selama masa nifas, disarankan agar penyedia layanan kesehatan, sebagai tambahan

untuk membantu kesehatan fisik ibu, juga mempertimbangkan kesehatan mental ibu dan

memfasilitasi dukungan mental selama krisis kesehatan ini.17

Diskusi dan kesimpulan

Kemungkinan penularan SARS-CoV-2 dari ibu ke janin saat ini menjadi konsep

yang sangat diperdebatkan dalam komunitas kedokteran perinatal. Kekhawatiran

tentang dampak COVID-19 pada janin dan bayi merupakan isu penting di bidang

kesehatan reproduksi dan kandungan. Menurut literatur, pilihan pertama dan aman

18
untuk mendiagnosis COVID-19 adalah CT scan dada karena sejauh ini dosis radiasi

yang dipancarkan ke janin dari CT sangat rendah dan tidak memiliki efek

berbahaya. Konsekuensi neonatal dari ibu dengan infeksi COVID-19 dilaporkan sama

dengan ibu yang tidak terinfeksi. Untuk alasan ini, para peneliti percaya bahwa

dibandingkan dengan sindrom pernapasan akut Coronavirus (SARS-CoV) dan sindrom

pernapasan Timur Tengah Coronavirus (MERS-CoV), yang dikaitkan dengan

konsekuensi serius pada ibu dan bayi, SARS-CoV-2 tidak dianggap tinggi. Virus

berisiko bagi ibu dan bayi dan sebagian besar bayi baru lahir yang lahir dari ibu dengan

infeksi SARS-CoV-2 tidak terinfeksi atau menunjukkan gejala ringan hingga sedang

saat lahir.49 Sampai tulisan ini dibuat, dalam penelitian terkait COVID-19, belum ada

laporan kematian bayi dan janin. Selain itu, cairan ketuban, darah lengkap, tali pusat,

plasenta, swab mulut, serum, urin, dan tinja bayi dilaporkan negatif untuk virus Corona.

Dalam penelitian yang dibahas, skor Apgar bayi dari ibu yang terinfeksi dilaporkan

normal setelah lahir. Namun, ada sedikit laporan gangguan pernapasan dan sindrom

gangguan pernapasan akut (ARDS) pada bayi dari ibu yang terinfeksi. Oleh karena itu,

melakukan penilaian cepat ini pada bayi pada 1 dan 5 menit setelah lahir dapat

membantu mengidentifikasi gejala khas dan potensial COVID-19.

Meskipun beberapa ahli telah mengesampingkan risiko penularan intrauterine,

yang lain telah berhati-hati tentang risiko ini.41 Mereka berpendapat bahwa meskipun

sampel negatif dari produk kehamilan dan bayi baru lahir membuat kemungkinan

penularan intrauterin kecil, laporan antibodi virus dalam darah bayi yang tes PCR-rt

negatif dan beberapa kasus gawat janin pada beberapa bayi dari ibu yang terinfeksi,

membuatnya sulit menarik kesimpulan yang pasti dalam hal ini.

19
Meskipun kemungkinan penularan prenatal untuk COVID-19 telah

dikesampingkan sebelumnya, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nie dan rekannya

pada 26 bayi baru lahir, melaporkan penularan perinatal pada satu bayi baru

lahir. Mereka menekankan bahwa kasus ini tidak bisa menjadi kasus penularan vertikal

karena darah tali pusat dan sampel plasenta keduanya negatif untuk SARS-CoV-

2.8,34,58 Oleh karena itu, baik penularan intrauterin dan penularan perinatal virus

keduanya masih belum jelas dan diperlukan lebih banyak penelitian untuk menarik

kesimpulan pasti tentang keduanya. 

Secara bersamaan, apa yang peneliti pahami dengan lebih jelas adalah risiko

signifikan penularan virus dari ibu ke bayi setelah lahir. Ini berarti bayi yang lahir dari

ibu dengan COVID-19 terkonfirmasi dapat tertular infeksi pasca persalinan. 59 Karena

alasan ini, menyusui telah dilarang meskipun dalam ASI ibu yang terinfeksi tidak ada

virus Corona. Selain larangan menyusui, bayi dianjurkan diisolasi dan dijauhkan dari

ibu setelah lahir kurang lebih selama dua minggu.

20
Gambar 1. Diagram alir studi.

21
Karena dropletmikro dapat menularkan virus ke bayi baru lahir, menyarankan ibu

untuk berpisah dari bayinya kedengarannya masuk akal. Menurut komunitas ilmiah

(misalnya WHO, SIN, ISOUG), setelah dua minggu diisolasi jika ibu yang terinfeksi

tidak sakit dan cenderung menyusui, ia dapat menyusui bayinya langsung dengan

ASInya. Mencuci tangan sebelum menyentuh bayi dan memakai masker wajah selama

menyusui adalah tindakan pencegahan paling efektif terhadap COVID-19.55 Pemberian

susu formula dapat diterapkan mengingat hampir tidak mungkin memberi makan bayi

dengan ASI. Meskipun para ilmuwan menyarankan bahwa memberi makan bayi dengan

ASI ibu bisa menjadi pilihan jika orang tua dan penyedia menerima risiko penularan,

mereka sangat menekankan bahwa di tempat yang kaya sumber daya, susu formula

lebih disukai.10

Terlepas dari pengaturan di mana ibu dirawat di rumah sakit, preferensi pemberian

susu formula mungkin agak bisa dimengerti. Karena pada ibu yang dirawat dengan obat

antivirus keamanan ASI masih belum diketahui. 10 Karena salah satu dari tiga sampel

ASI yang diuji dalam studi Wu et al. positif untuk asam nukleat Coronavirus, mereka

22
merekomendasikan bahwa keamanan ASI diselidiki dalam penelitian lebih lanjut. 38 Di

sisi lain, dalam pandemi Coronavirus, pemberian ASI diyakini harus didorong terutama

ketika ada kekurangan susu formula dan untuk mencegah trauma emosional pada bayi

yang sedang menyusui dan meningkatkan respon imun mereka oleh antibodi IgA

sekretori spesifik yang diproduksi dalam susu ibu yang terinfeksi.60

Menurut WHO, jika seorang wanita ingin mempertahankan suplai ASInya, dia

harus memompa dan memerah sekurang-kurangnya setiap 3 jam dan jika tampaknya

menurun setelah beberapa minggu, dia harus memerah setiap 30-60 menit dan

setidaknya setiap 3 jam selama malam. Rekomendasi penting lainnya dari WHO adalah

bahwa seorang wanita harus memerah ASInya karena payudara akan mudah sakit jika

orang lain mencoba memerahnya.61

Organisasi ini juga telah merekomendasikan bahwa pompa syringe lebih efisien

daripada pompa bola karet, dan lebih mudah untuk dibersihkan dan disterilkan

( Gambar 2).). Kerugian dari pompa bohlam karet adalah dapat dengan mudah

membawa infeksi, yang sangat berbahaya jika lebih dari satu wanita menggunakan

pompa yang sama. Untuk gelas pembersih atau peralatan lainnya, dalam kondisi normal,

WHO merekomendasikan untuk menuangkan air mendidih ke dalamnya selama

beberapa menit.61 Tetapi selama pandemi COVID-19, Marinelli dan Lawrence

menyarankan desinfektan wadah susu dengan agen viricidal yang terbuat dari natrium

hipoklorit terutama untuk melindungi dari penyebaran virus melalui permukaan wadah

ini.62 Tidak perlu mempasteurisasi ASI karena ASI dianggap aman, bukan sebagai

pembawa virus Corona.63

23
Menurut sebuah studi Cochrane inisiasi ekspresi ASI lebih cepat setelah lahir saat

tidak menyusui, relaksasi, pijat, menghangatkan payudara, ekspresi tangan, dan pompa

biaya lebih rendah mungkin sama efektif, atau lebih efektif, daripada pompa listrik

besar.64 Pernyataan ini memberi tahu kita bahwa menyusui membutuhkan banyak

kesabaran, keterampilan, dan motivasi dari ibu. Oleh karena itu, jika ibu kurang

terampil atau kondisi ibu secara umum kurang baik untuk memeras sendiri (sesuai

rekomendasi WHO), metode gizi lain, yaitu susu formula akan dipilih. Terkait hal ini,

Davanzo menyatakan bahwa praktik pemisahan rutin bayi baru lahir dari ibunya, dapat

merusak hubungan ibu-bayi dan sulit untuk memulai kembali menyusui.55

Selain ketidakmampuan ibu untuk memulai atau melanjutkan pemerahan ASI, ia

juga mungkin mengkhawatirkan keamanan ASInya. Oleh karena itu, penting untuk

meyakinkan ibu bahwa ASInya aman. Menariknya, hampir satu dekade yang lalu,

peneliti kedokteran hewan telah melaporkan deteksi beberapa antibodi terhadap

beberapa virus seperti Coronavirus dalam kolostrum sapi yang tidak diimunisasi, yang

terinfeksi secara alami.65 Para penulis menyatakan bahwa antibodi ini dapat

mengembangkan kekebalan pasif terhadap virus Corona pada anak sapi menyusui.65 

Selain itu, Davanzo percaya bahwa mengingat bukti ilmiah yang terbatas, ASI

tidak dapat dianggap sebagai wahana infeksi Coronavirus, tetapi mengandung beberapa

antibodi spesifik yang dapat membantu bayi menjadi lebih kuat melawan

virus.54 Selama wabah SARS, pada 130 hari setelah onset penyakit, antibodi SARS-CoV

terdeteksi dalam ASI wanita hamil, tanpa bukti adanya virus.62,66 Ini menyoroti

pentingnya penelitian lebih lanjut tentang antibodi ASI yang dapat memiliki peran

protektif dan mengarah pada kekebalan pasif pada bayi dari ibu yang terinfeksi. Poin

24
penting lainnya adalah kemungkinan gangguan pernapasan pada bayi prematur atau

cukup bulan dari ibu hamil yang mengalami infeksi serius atau kritis. Oleh karena itu,

semua ibu hamil yang terinfeksi COVID-19 harus dirawat di rumah sakit yang

dilengkapi dengan NICU.

Rekomendasi

 Menyusui dapat dilakukan pada ibu yang terinfeksi atau dicurigai COVID-

19. Hal ni harus didasarkan pada pengambilan keputusan yang diinformasikan

dan sesuai sepenuhnya dengan langkah-langkah pengendalian infeksi. Jika ada

kekhawatiran tentang kepatuhan terhadap tindakan pencegahan, atau orang tua

khawatir tentang keamanan susu, pemberian susu botol akan menjadi pilihan

yang lebih baik.

 Para orang tua harus diajarkan bahwa jika bayi berada dalam jarak dekat dengan

orang yang sakit, seperti ibunya, risiko penularannya sangat tinggi, sehingga ibu

yang terinfeksi dan orang yang dicurigai atau terinfeksi harus dijauhkan. Selain

itu, tidak ada yang boleh mengunjungi bayi kecuali orang tua dan pengasuh yang

sehat dengan alat pelindung diri (APD).

 Ibu harus dilatih tentang cara menyusuis (dengan ketiga metode tangan, jarum

suntik, atau pompa). Pada beberapa kali pertama pemerahan payudara, pelatih

harus mengamati ibu untuk memastikan bahwa ASI diperas dengan benar.

 Ibu dan anggota keluarga lainnya harus disarankan untuk mendisinfeksi pompa

atau wadah susu lainnya dengan bahan yang terbuat dari natrium hipoklorit.

25
 Sebelum dipulangkan, ibu harus diajari tentang kondisi yang dapat membantu

ASI keluar lebih baik selama pemerahan payudara, termasuk relaksasi, pijat, dan

menghangatkan payudara.

 Jika orang tua memutuskan untuk mengonsumsi susu formula karena alasan

seperti takut keamanan susu, ajari mereka cara membersihkan botol dengan baik.

 Karena bayi tidak menyusu, stasis ASI dapat menyebabkan masalah seperti

payudara penuh, nyeri payudara, dan peradangan pada payudara. Gejala masalah

ini harus dijelaskan kepada ibu. Selain itu, interval yang sesuai antara

pemerahan payudara dan cara mendisinfeksi peralatan, seperti botol atau pompa,

setelah setiap menyusui harus diajarkan kepada orang tua.

 Orang yang akan merawat bayi selama dua minggu isolasi harus diajari cara

menyusui bayi dan prinsip kebersihan diri harus ditekankan, termasuk mencuci

tangan dan APD secara teratur.

 Karena gejala timbulnya infeksi pada bayi mungkin nonspesifik atau gangguan

gastrointestinal, jasi gejala ini harus diajarkan kepada pengasuh dan orang tua

dan mereka harus diperingatkan bahwa ketika mereka melihat gejala ini, bayi

harus diajari. segera dibawa ke ruang gawat darurat.

 Penggunaan masker yang tepat oleh orang tua dan pengasuh anak, jenis sarung

tangan, dan cara mencuci tangan yang benar harus menjadi prioritas utama.

 Tindak lanjuti deteksi gejala awal infeksi setelah keluar rumah melalui

panggilan telepon atau jaringan virtual.

 Orang tua harus diberi tahu tentang skrining nasional, vaksinasi, dan program

kunjungan rutin selama pandemi COVID-19.

26
 Peneliti harus memperkenalkan cara untuk membantu ibu melakukan ekspresi

payudara dengan lebih efektif dan mendorong mereka untuk terus melakukannya

hingga akhir masa isolasi bayi.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. 2020; [cited 2020 Jun 5].

2. Euro Times. 2020; [cited 2020 Jun 5].

3. Ludvigsson FJ. Systematic review of Covid-19 in children show milder cases and a


better prognosis than adults. Acta Pediatrica. 2020;109:1088–1095. 

4. Kam KQ, Yung CF, Cui L, et al. A well infant with coronavirus disease 2019


(COVID-19) with high viral load. Clin Infect Dis. 2020. DOI:10.1093/cid/ciaa201. 

5. Xing Y, Ni W, Wu Q, et al. Prolonged presence of SARS-CoV-2 in feces of


pediatric patients during the convalescent phase. medRxiv. 2020.
DOI:10.1101/2020.03.11.20033159. 

6. de Souza TH, Nadal JA, Nogueira RJN, et al. Clinical manifestnmations of children


with COVID-19: a systematic review. medRxiv. 2020.
DOI:10.1101/2020.04.01.20049833. 

7. Cao Q, Chen Y-C, Chen C-L, et al. SARS-CoV-2 infection in children:


transmission dynamics and clinical Characteristics. J Formos Med
Assoc. 2020;119(3):670–673. 

8. Rahimzadeh G, Ekrami Noghabi M, Kadkhodaei Elyaderani F, et al. 19 infection


in Iranian children: a case series of 9 pateints. J Pediatr Rev. 2020;8:139–144. 

9. Chandrasekharan P, Vento M, Trevisanuto D, et al. Neonatal resuscitation and


postresuscitation care of infants born to mothers with suspected or confirmed
SARS-CoV-2 infection. Am J Perinatol. 2020. DOI:10.1055/s-0040-1709688. 

10. Chen S, Huang B, Luo DJ, et al. Pregnant women with new coronavirus infection:


a clinical characteristics and placental pathological analysis of three cases.
Zhonghua 637 Bing Li Xue Za Zhi. 2020;49:E005. 

11. Chen H, Guo J, Wang P, et al. Clinical characteristics and intrauterine vertical


transmission potential of COVID‐19 infection in nine pregnant women: a
retrospective review of medical records. Lancet. 2020;395(10226):809–815. 

12. McIntosh K, Hirsch MS, Bloom A. Coronavirus disease 2019 (COVID-19).


UpToDate. 2020. 

13. Kourtis AP, Read JS, Jamieson DJ. Pregnancy and infection. N Engl J


Med. 2014;370(23):2211–2218. 

28
14. Jiao J. Under the epidemic situation of COVID-19, should special attention to
pregnant women be given? J Med Virol. 2020;1–2. DOI:10.1002/jmv.25771. 

15. Yin M-Z, Zhang L-j, Deng G-T, et al. Severe acute respiratory syndrome


coronavirus 2 (sars-cov-2) infection during pregnancy in china: a retrospective
cohort study. medRxiv. 2020. DOI:10.1101/2020.04.07.20053744. 

16. Poon LC, Yang H, Lee JCS, et al. ISUOG Interim Guidance on 2019 novel


coronavirus infection during pregnancy and puerperium: information for healthcare
professionals, ultrasound obstet Gynecol. Ultrasound Obstet
Gynecol. 2020;55(5):700–708. 

17. Vasylyeva O. Pregnancy and covid-19: a brief review. IJIPEM. 2020;5:8–13. 

18. Liang H, Acharya G. Novel corona virus disease (COVID-19) in pregnancy: what


clinical recommendations to follow? Acta Obstet Gynecol Scand. 2020;99(4):439–
442. 

19. Qiao J. What are the risks of COVID-19 infection in pregnant women?


Lancet. 2020;395(10226):760–762. 

20. Rashidi Fakari F, Simba M. Coronavirus pandemic and worries during pregnancy;


a letter to editor. Arch Acad Emerg Med. 2020;8(1):e21. 

21. Zhu N, Zhang D, Wang W, et al. A novel coronavirus from patients with


pneumonia in China, 2019. N Engl J Med. 2020;382(8):727–733. 

22. ACOG. Novel coronavirus 2019 (COVID 19). 2020; [cited 2020 March 13].

23. Pediatric Committee, Medical Association of Chinese People’s Liberation Army.


Emergency response plan for the neonatal intensive care unit during epidemic of
2019 novel coronavirus. Chin J Contemp Pediatr. 2020;22:91–95. 

24. Ma X, Zhu J, Du L. Neonatal management during coronavirus disease (COVID-


19) outbreak: Chinese experiences. Neo Reviews. 2020;21(5):e293–e297.

25. Karimi A, Rafiei Tabatabaei S, Rajabnejad M, et al. An algorithmic approach to


diagnosis and treatment of coronavirus disease 2019 (COVID-19) in children:
Iranian expert’s consensus statement. Arch Pediatr Infect Dis. 2019;8(2):e102400. 

26. Peyronnet V, Sibiude J, Deruelle P, et al. Infection with SARS-CoV-2 in


pregnancy. Information and proposed care. CNGOF, Gynecologie
Obst. 2020;48:436–443. 

29
27. Wang LS, Hu XJ, Zhou WH. An interpretation on perinatal and neonatal
management plan for prevention and control of SARS-CoV-2 infection (2nd
Edition). Zhongguo Dang Dai Er Ke Za Zhi. 2020;22(3):199–204.

28. Wang L, Shi Y, Xiao T, et al. Chinese expert consensus on the perinatal and


neonatal management for the prevention and control of the 2019 novel Coronavirus
infection. Ann Transl Med. 2020;8(3):1–8. 

29. Zhang L, Jiang Y, Wei M. Analysis of the pregnancy outcomes in pregnant women
with COVID-19 in Hubei Province. Am J Obstetr Gynecol. 2020;55(3):166–171. 

30. Pu J, Liu XX. Systematic perinatal management of the pregnant women and


neonates during the epidemic of COVID-19. Zhonghua Fu Chan Ke Za
Zhi. 2020;55(3):153–156.

31. Fan C, Lei D, Fang C. Perinatal transmission of COVID-19 associated SARS-


CoV-2: should we worry? Clin Infect Dis. 2020; pii: ciaa226.
DOI:10.1111/aogs.13867.

32. Wang S-s, Zhou X, Lin X-g, et al. Experience of clinical management for pregnant


women and newborn with novel coronavirus pneumonia in Tongji Hospital, China.
Curr Med Sci. 2020;40(2):285–285.

33. Schwartz DA. An analysis of 38 pregnant women with COVID-19, their newborn


infants, and maternal-fetal transmission of SARS-CoV-2: maternal coronavirus
infections and pregnancy outcomes. Arch Pathol Lab Med. 2020.
DOI:10.5858/arpa.2020-0901-SA.

34. Li Y, Zhao R, Zheng S, et al. Lack of vertical transmission of severe acute


respiratory syndrome coronavirus 2, China. Emerg Infect Dis. 2020;26(6):1335–
1336. 

35. Rasmussen SA, Jamieson DJ. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) and


pregnancy. Obstet Gynecol. 2020;135(5):999–1002. 

36. Sahu KK, Lal A, Mishra AK. COVID‐2019 and Pregnancy: a plea for transparent


reporting of all cases. Acta Obstetricia et Gynecologica. 2020;1–1.
DOI:10.1111/aogs.13850. 

37. Wu Y, Liu C, Dong L, et al. Coronavirus disease 2019 among pregnant Chinese


women: case series data on the safety of vaginal birth and breastfeeding.
BJOG. 2020. DOI:10.1111/1471-0528.16276. 

38. Kamali Aghdam M, Jafari N, Eftekhari K. Novel Coronavirus in a 15-day-old


neonate with clinical signs of sepsis, a case report. Infect Dis. 2020;1:1–3.

30
39. Dong L, Tian J, He S, et al. Possible vertical transmission of SARS-CoV-2 from an
infected mother to her newborn. JAMA. 2020;323(18):1846–1848. 

40. Lackey KA, Pace RM, William JE. SARS-CoV-2 and human milk: what is the


evidence? Matern Child Nutr. 2020;e13032:1–12. 

41. Chen D, Yang H, Cao Y, et al. Expert consensus for managing pregnant women


and neonates born to mothers with suspected or confirmed novel Coronavirus
(COVID-19) infection. Int J Gynecol Obstet. 2020;149(2):130–136. 

42. Mullins E, Evans D, Viner RM, et al. Coronavirus in pregnancy and delivery: rapid


review. Ultrasound Obstet Gynecol. 2020;55(5):586–592.

43. Liu H, Liu F, Li J, et al. Clinical and CT imaging features of the COVID-19


pneumonia: focus on pregnant women and children. Journal of Infection. 2020;1:5.

44. Royal College Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). Coronavirus (COVID-


19) Infection in Pregnancy. Version 1. 2020; [cited 2020 Jun 5].

45. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory


infection when COVID-19 disease is suspected. 2020; [cited 2020 Jun 5].

46. Ashokka B, Loh MH, Tan CH, et al. Care of the pregnant woman with COVID-19


in labor and delivery: anesthesia, emergency cesarean delivery, differential
diagnosis in the acutely ill parturient, care of the newborns, and protection of the
health care personnel. Am J Obstet Gynecol. 2020;9:e2:1–9.
DOI:10.1016/j.ajog.2020.04.005. 

47. Zhou Y, Yang GD, Feng K, et al. Clinical features and chest CT findings of


coronavirus disease 2019 in infants and young children. Zhongguo Dang Dai Er Ke
Za Zhi. 2020;22(3):215–220.

48. Shah PS, Diambomba Y, Acharya G, et al. Classification system and case


definition for SARS-CoV-2 infection in pregnant women, fetuses, and neonates.
Acta Obstet Gynecol Scand. 2020;99(5):565–568. 

49. Centers for Disease Control and Prevention. 2020; [cited 2020 Jun 5].

50. World Health Organization. 2020; [cited 2020 Jun 5].

51. National Health Commission of the People’s Republic of China. Notice on


strengthening maternal disease treatment and safe midwifery during the prevention
and control of new coronavirus pneumonia. 2020; [cited 2020 Jun 5].

31
52. Iranian Scientific Breastfeeding Promotion Society. Clinical guide to breastfeeding
in lactating mothers with confirmed, possible and suspected Covid-19 virus
infection. 2020; [cited 2020 Jun 5].

53. Davanzo R. Breast feeding at the time of COVID-19: do not forget expressed


mother’s milk, please. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2020.
DOI:10.1136/archdischild-2020-319149. 

54. Mimouni F, Lakshminrusimha S, Stephen A, et al. Perinatal aspects on the covid-


19 pandemic: a practical resource for perinatal–neonatal specialists. J
Perinatol. 2020;40(5):820–826.

55. Li F, Feng ZC, Shi Y. Proposal for prevention and control of the 2019 novel


coronavirus disease in newborn infants. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2020.
DOI:10.1136/archdischild-2020-318996. 

56. Nie R, Wang S-s, Yang Q, et al. Clinical features and the maternal and neonatal


outcomes of pregnant women with coronavirus disease 2019. medRxiv. 2020.
DOI:10.1101/2020.03.22.20041061. 

57. Spatz DL. Using the coronavirus pandemic as an opportunity to address the use of


human milk and breastfeeding as lifesaving medical interventions. J. Obstet.
Gynecol. neonatal Nurs. 2020;49(3):225–226. 

58. Hale T. Corona virus and breastfeeding, infant risk center, Texas Tech University
health sciences center, 19 Feb 2020.

59. WHO, UNICEF. Breastfeeding counselling: a training course. 1993; [cited 2020


Jun 5].

60. Marinelli KA, Lawrence RM. Safe handling of containers of expressed human


milk in all settings during the SARS-CoV-2 (COVID-19) Pandemic. J Hum Lact.

61. Davanzo R, Moro G, Sandri F, et al. Breastfeeding and coronavirus disease-2019:


ad interim indications of the Italian Society of Neonatology endorsed by the Union
of European Neonatal & Perinatal Societies. Matern Child Nutr. 2020.
DOI:10.1111/mcn.13010. 

62. Becker GE, Smith HA, Cooney F. Methods of milk expression for lactating


women. Cochrane Database Syst Rev. 2016;9:CD006170. 

63. Morshedi A, Rabbani M, Rezazadeh F, et al. Evaluation of antibodies levels


against Escherichia coli, rotavirus and coronavirus in the colostrum of non-
vaccinated cows in southern Tehran. Iran. Int J Vet Sci Res. 2010;4:217–219. 

32
64. Robertson CA, Lowther SA, Birch T, et al. SARS and pregnancy: a case report.
Emerging Infect Dis. 2004; 10(2):345–348. 

33

Anda mungkin juga menyukai