Anda di halaman 1dari 22

Referat

MACAM GANGGUAN JIWA

Oleh:

Dea Afrila 1930912320141

Pembimbing:

dr. Nadia Sevirianty,Sp.Kj

BAGIAN/KSM ILMU KEDOKTERAN JIWA

FK UNLAM-RS JIWA SAMBANG LIHUM

BANJARMASIN

Juli, 2020
DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL ................................................................................................... i

DAFTARISI ...............................................................................................................ii

BABI PENDAHULUAN........................................................................................... 1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ................................................................................2

BABIII PENUTUP..................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

gangguan pikiran, tingkah laku dan persepsi di mana individu tidak mampu menyesuaikan

diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Pengertian seseorang

tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor

penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial.1

Faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa sangat beragam tergantung pada

macam atau jenis gangguan jiwa yang dialami. Secara umum gangguan jiwa disebabkan

karena adanya tekanan psikologis yang disebabkan oleh adanya tekanan dari luar individu

maupun tekanan dari dalam individu. Beberapa hal yang mampu sebagai penyebab adalah

ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini, serta ada beberapa

stigma mengenai gangguan jiwa.1,2

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa

merupakan suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada

fungsi jiwa. Mehami macam gangguan jiwa merupakan bagian yang sangat penting untuk

mengetahui keseluruhan gangguan jiwa.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Jiwa

1. Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu suatu perubahan pada fungsi

jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan

pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial. 3

Menurut UU.RI No.18, 2014 gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana seseorang

mengalami gangguan dalam pikiran,perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk

sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan

penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Riset

Kesehatan Dasar. Jakarta :Kemenkes RI. Kemenkes RI.4

Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat

adanya distorsi emosi sehingga ditentukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Hal ini

terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan. Gangguan jiwa adalah gangguan yang

mengenai satu atau lebih fungsi jiwa. Ganguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh

terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).

Gangguan jiwa ini menimbulkan stres dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya.1,2

Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III adalah sindrom

atau pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang

secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya

(impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia . Fungsi

2
yang dimaksud adalah terkait perilaku, psikologik atau biologik. 1

Pada konsep gangguan jiwa dari PPDGJ dapat dirumuskan bahwa di dalam Konsep

Gangguan jiwa, didapatkan 3 butir-butir terkait gejala klinis:

1. Adanya Gejala Klinis yang bermakna, yaitu :

a. Sindrom atau Pola Perilaku.

b.Sindrom atau Pola Psikologik.

2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress) yang dapat berupa rasa nyeri,

tidak nyaman, tidak tenteram, terganggu, disfungsi organ tubuh, dll.

3. Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas pada aktivitas sehari-hari untuk

perawatan diri dan kelangsungsungan hidup seperti mandi, makan, berpakaian, kebersihan

diri, dll.2

2. Penyebab Gangguan Jiwa

Penyebab gangguan jiwa terbagi atas dua faktor yaitu faktor predisposisi dan

presipitasi yang meliputi biologis, psikologis dan sosial.1,2

a. Faktor Biologis

1) Keturunan

Keturunan merupakan peran yang pasti sebagai penyebab yang belum jelas, karena

keturunan memliki keterbatasan dalam mengakibatkan kepekaan untuk seseorang mengalami

gangguan jiwa tetapi sangat ditunjang dengan faktor lingkungan yang tidak sehat.1

2) Tempramen

Seseorang yang terlalu peka atau sensitif biasanya memiliki masalah kejiwaan dan

ketegangan yang cenderung dapat mengalami gangguan jiwa. 1

3
3) Penyakit atau cedera pada tubuh

Penyakit-penyakit tertentu misalnya kanker, jantung, dan sebagainya kemungkinan

dapat menyebabkan munculnya perasaan murung, sedih. Demikian pula pada seseorang yang

cacat tubuh tertentu kemungkinan merasa rendah diri. Hal itulah yang dapat menjadi salah

satu faktor penyebab gangguan jiwa.2

4) Jasmaniah

Beberapa penelitian menyatakan bentuk tubuh seseorang berhubungan dengan

ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh gemuk/endoform cenderung akan

menderita psikosa manik epresif, sedang yang kurus/ectoform cenderung akan menjadi

skizofrenia.1

b. Faktor Psikologis

Pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan akan mempengaruhi sikap ,

kebiasaan, dan sifat seseorang di kemudian hari. Faktor psikologik yang mempengaruhi yaitu

peran orang tua, interaksi oang tua dan anak, hubungan pekerjaan, hubungan di masyarakat,

dll.1

c. Faktor sosial

Faktor budaya bukan penyebab langsung yang dapat menyebabkan gangguan jiwa

namun aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang. Beberapa faktor sosial sebagai

penyebab gangguan jiwa yaitu:2

1) Cara membesarkan anak yang kaku, hubungan orang tua anak menjadi kaku dan tidak

hangat. Anak setelah dewasa akan sangat bersifat agresif, pendiam dan tidak akan suka

bergaul atau bahkan akan menjadi anak yang penurut. 2

2) Sistem nilai, perbedaan etika kebudayaan dan perbedaan sistem nilai moral antara masa

lalu dan sekarang akan sering menimbulkan masalah kejiwaan.2


4
3) Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi, dalam masyarakat

kebutuhan akan semakin meningkat dan persaingan semakin meningkat. Memacu orang

bekerja lebih keras agar memilikinya, jumlah orang yang ingin bekerja lebih besar sehingga

pegangguran meningkat (Yosep, 2013).1

3. Klasifikasi Gangguan Jiwa

Klasifikasi gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ (Pedoman Pengolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa) adalah sebagai berikut :

A. Gangguan Mental Organik ( Termasuk gangguan mentak simtomatik)

Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan

penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis tersendiri. Termasuk,

Gangguan mental simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder

dari penyakit/gangguan sistemik di luar otak (extracerebral). 2

1. Klasifikasi

a. F00-F03 = Demensia

b. F04-F07, F09 = Sindrom Amnesik dan Gangguan Mental Organik

2. Etiologi Gangguan Mental Organik

Faktor-faktor penyebab terjadinya gangguan mental organik antara lain:

penyakit/gangguan primer atau cidera otak, penyakit/gangguan sistemik yang secara

sekunder mempengaruhi otak, zat atau obat yang saat itu ada/ dalam waktu panjang

mempengaruhi obat.2

Etiologi primer berasal dari suatu penyakit di otak dan suatu cedera atau rudapaksa

otak atau dapat dikatakan disfungsi otak. Sedangkan etiologi sekunder berasal dari penyakit

sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.

5
Istilah organik merupakan sindrom yang diklasifikasikan dapat berkaitan dengan gangguan

atau penyakit sistemik atau otak yang secara bebas dapat didiagnosis sedangkan istilah

sismtomatik untuk gangguan mental organik yang pengaruhnya terhadap otak merupakan

akibat sekunder dari gangguan atau penyakit ekstra serebral sistemik seperti zat toksik

berpengaruh pada otak bisa bersifat sesaat atau jangka panjang.5

Gambaran utama gangguan mental organik yaitu:

1. Gangguan fungsi kognitif seperti daya ingat, daya pikir, daya belajar

2. Gangguan sensorium, misalnya gangguan keasadaran dan perhatian

3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang:

- persepsi (halusinasi)

- isi pikiran ( waham/delusi)

- suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas)

Blok Gangguan Mental Organik menggunakan 2 kode yaitu :

1. Sindrom psikologik

2. Gangguan yang mendasari2

B. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif

Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif adalah gangguan

yang sangat bervariasi luas dan berbeda keparahannya dari intoksikasi tanpa komplikasi dan

penggunaan yang merugikan sampai gangguan psikotik yang jelas dan demensia, tetapi

semua itu diakibatkan oleh karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan

atau tanpa resep dokter).2

Sistem kode pada gangguan mental ini yerbagi menjadi dua, yaitu :

- zat yang digunakan = karakter ke 2 dan 3

- keadaan klinis = karakter ke 4 dan 5


6
(misalnya, F10.03 = Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Alkohol,

intoksikasi akut dengan delirium).

Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan berdasarkan :

- data laporan individu,

- analisis objektif dari spesimen urin, darah, dan sebagainya

- bukti lain (adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan gejala klinis, atau

dari laporan pihak ketiga).2

Selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan lebih dari satu sumber,

yang berkaitan dengan penggunaan zat. Analisis objektif memberikan bukti yang paling

dapat diandalkan perihal adanya penggunaan akhir-akhir ini atau saat ini, namun data ini

mempunyai keterbatasan terhadap penggunaan zat di masa lalu atau tingkat penggunaan

saat ini.2,6

Banyak pengguna obat yang menggunakan lebih dari satu jenis obat namun bila

mungkin, diagnosis gangguan harus diklasifikasi sesuai dengan zat tunggal (kategori dan zat)

yang paling penting yang digunakannya (yang menyebabkan gangguan nyata), sedangkan

kode F19 (gangguan akibat penggunaan multipel) hanya digunakan bila pola penggunaan zat

psikoaktif benar-benar kacau dan sembarangan atau berbagai obat bercampur-baur.2

Penyalahgunaan obat lain selain zat psikoaktif, seperti pencahar atau aspirin, harus

diberi kode F55.- (penyalahgunaan zat yang tidak rnenyebabkan ketergantungan), dengan

karakter ke 4 menunjukkan jenis zat tersebut.2

Kasus gangguan mental (terutama delirium pada usia lanjut) akibat zat psikoaktif,

tetapi tanpa salah satu gangguan dalam blok ini (misalnya, pengunaan yang merugikan atau

sindrom ketergantungan) harus dimaksudkan dalam kode F00-F09. Bila keadaan delirium

bertumpang-tindih dengan suatu gangguan dalam blok ini, maka harus diberi kode F1x.3

7
atau F1x.4.2,6

Tingkat keterlibatan alkohol dapat ditunjukkan dengan menggunakan kode

tambahan dari Bab XX ICD-10: Y90 (ditetapkan dari kadar alkohol dalam darah) atau Y91

(ditetapkan dengan deraja in toksikasinya).2

1. Klasifikasi

a. Gangguan Mental Akibat Penggunaan Alkohol = F10

b.Gangguan Mental Akibat Penggunaan Alkohol Opioida/Kanabinoida/Kokain =

F11,F12,F14

c.Gangguan Mental Akibat Penggunaan Alkohol Sedativa/Hipnotika/Stimulansia

lain/Halusinogenika = F13,F15,F16

d.Gangguan Mental Akibat Penggunaan Alkohol Tembakau/Pelarut yang mudah

menguap/zat multipel dan zat psikoaktif lainnya = F17,F18,F19 2

C. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham

1. Skizofrenia

Suatu deskripsi sindrom dengan berbagai macam penyebab (banyak belum

diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah

akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik. dan sosial budaya. Pada

umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan

persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual

biasanya tetap terpelihara walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang

kernudian.2,7

a. Pedoman Diagnostik

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala

atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
8
(1) - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam

kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun kualitasnya

berbeda, atau

- “thought insertion or withdrawal" = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam

pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya.

-“thought broadcasting" = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum

mengetahuinya.

(2) - "delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan

tertentu dari Iuar, atau

-“delusion of influence” = waham tentang dirinya ,dipengaruhi oleh suatu kekuatan

tertentu dari luar, atau

-“delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap

suatu kekuatandari luar (tentang "dirinya" = secara jelas merujuk ke pergerakan

tubuh/anggota gerak atau ke pilkiran, tindakan, atau penginderaan khusus).

-“delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat

khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat. 2

(3) Halusinasi auditorik :

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang

berbicara), atau

-Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

(4) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak

wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu,

atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan

cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain). 2


9
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

(5) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham

yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,

ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari

selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.7

(6) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan, yang berakibat inkoherensi

atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.2,7

(7) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu, atau

fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

(8) Gejala-gejala "negatif', seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengkibatkan penarikan diri

dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal

tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.2

Adanya gejala-gejala khas-tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu

tatu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal) dan harus ada

suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa

aspek perilaku pribadi bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak

berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, dan penarikan diri secara sosial. 2,7

2. Gangguan Skizotipal

a. Pedoman diagnostik:

Rubrik diagnostik ini tidak dianjurkan untuk digunakan secara umum karena tidak

dibatasi secara tegas dengan skizofrenia simpleks atau dengan gangguan kepribadian

schizoid paranoid. BiIa istilah ini digunakan untuk diagnosis, tiga atau empat gejala khas

berikut ini harus sudah ada, secara terus menerus atau secara episodik, sedikitnya untuk 2
10
10
tahun lamanya :

(1) afek yang tidak wajar atau yang menyempit (individu tampak dingin dan acuh tak

acuh).

(2) perilaku atau penampilan yang aneh, eksentrik atau ganjil.

(3) hubungan sosial yang buruk dengan orang lain dan tendensi menarik diri dari pergaulan

social.

(4) kepercayaan yang aneh atau pikiran bersifat magik, yang mempengaruhi perilaku dan

tidak serasi dengan norma-nonna budaya setempat.

(5) kecurigaan atau ide-ide paranoid.

(6) pikiran obsesif berulang-ulang yang tak terkendali sering dengan isi yang bersifat

"dysmorphophobic" (keyakinan tentang bentuk tubuh yang tidak normal/buruk dan tidak

terlihat secara objektif oleh orang lain), seksual atau agresif.

(7) persepsi-persepsi pancaindera yang tidak lazim termasuk mengenai tubuh atau ilusi-

ilusi lain, depersonalisasi atau derealisasi.

(h) pikiran yang bersifat samar-samar, berputar- putar, penuh kiasansangat terinci dan

ruwet, atau stereotipik, yang bermanifestasi dalam pembicaraan yang aneh atau cara lain

,tanpa inkoheransi yang jelas dan nyata.

(i) sewaktu-waktu ada episode menyerupai keadaanpsikotik yang bersifat sementara

dengan ilusi, halusinasi auditorik atau lainnya yang bertubi-tubi, dan gagasan yang mirip

waham, biasanya terjadi tanpa provokasi dari luar.2

Individu harus tidak pernah memenuhi kriteria skizofrenia dalam stadium

manapun. Suatu riwayat skizofrenia pada salah seorang anggota keluarga terdekat

memberikan bobot tambahan untuk diagnosis ini, tetapi bukan merupakan suatu prasyarat.

3. Gangguan Waham

a. Pedoman Diagnistik:
11
11
- Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling

mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem waham)

harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi (personal) dan

bukan budaya setempat.

- Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap / "full-blown"

(F32.-) mungkin terjadi secara intermiten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut

menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu.

- Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak.

- Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang- kadang saja ada dan bersifat

sementara.

- Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran,

penumpulan afek, dsb.2,7

4. Klasifikasi

a. F20,F21,F23 = Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, Psikotik Akut Dan Sementara

b. F22,F24 = Gangguan Waham Menetap, Gangguan Waham Terinduksi

c. F25 = Gangguan Skizoafektif

d. F28,F29 = Gangguan Psikoaktif Non-Organik lainnya, atau YTT

D. Gangguan Suasana Perasaan ( Gangguan Afektif/Mood)

Gangguan suasana perasaan (gangguan afektif atau mood) merupakan sekelompok

gambaran klinis yang ditandai dengan berkurang atau hilangnya kontrol emosi dan

pengendalian diri. Perubahan afek ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada

keseluruhan tingkat aktivitas kehidupan dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder

terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut. 2

12
12
Kelainan fundamental dari kelompok gangguan ini berefek pada perubahan

suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang

menyertainya), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat).2,3

1. Klasifikasi

a. F30,F31 = Episode Manik, Gangguan Afektif Bipolar

b.F32,F39 = Episode Defresif, Gangguan Defresif Berulang, Gangguan Suasana Perasaan

(Mood/Afektif) Menetap/Lainnya/YTT

Gejala yang paling menonjol pada gangguan ini adalah peningkatan atau depresi

suasana hati. Bentuk paling ekstrim dari kegembiraan (mania) atau depresi (melankolis)

dan menghasilkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Gangguan mood sering disebut

gangguan afektif, karena afek adalah tampilan eksternal dari suasana hati, emosi yang

dirasakan secara internal. 2,5

Blok ini menguraikan gangguan afek pada semua kelompok usia, maka gangguan

yang terjadi pada masa kanak dan remaja harus diberi kode disini. Gangguan afektif

dibedakan menjadi , yaitu :

1. Episode tunggal atau rnultipel

2.Tingkat keparahan gejala:

- mania dengan gejala psikotik--> mania tanpa psikotik--> hipomania

- depresi ringan, sedang, berat banpa gejala psikotik- berat dengan gejala psikotik

3. Dengan atau tanpa gejala somatik2

E. Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform, dan Gangguan Terkait Stress

Gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan terkait stres,

dikelompokkan menjadi satu dengan alasan bahwa dalam sejarahnya ada hubungan dengan

perkembangan konsep neurosis dan berbagai kemungkinan penyebab psikologis.2


13
13
Konsep mengenai neurosis secara prinsip tidak lagi digunakan sebagai patokan dalam

pengaturan penggolongan, meskipun dalam beberapa hal masih diperhitungkan untuk

memudahkan mereka yang terbiasa menggunakan istilah neurotik dalam mengidentifikasi

berbagai gangguan tersebut.2,3

Gangguan Somatoform memiliki ciri utama yaitu adanya keluhan-keluhan fisik

yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik meskipun sudah

berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak

ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak

untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik

dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan

depresi. Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan

penyebab keluhan-keluhannya menimbulkan frustrasi dan kekecewaan pada kedua belah

pihak.2

1. Klasifikasi

a. F40,F4 = Gangguan Anxietas Fobik atau Lainnya atau YTT

b. F42 = Gangguan Obsesif-Kompulsif

c.F43,F45,F48 = Reaksi Terhadap Stress Berat dan Gangguan Penyesuaian, Gangguan

Somatoform, Gangguan Neurotik Lainnya

d. F44 = Gangguan Disosiatif (Konversi)

F. Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor

Fisik

Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik

adalah meliputi gangguan makan, gangguan tidur non organik, disfugsi seksual bukan

disebabkan oleh gangguan atau penyakit organik, gangguan mental dan perilaku yang
14
14
berhubungan dengan masaa nifas YTK, faktor psikologis dan perilaku yang berhubungan

dengan gangguan atau penyakit YDK, penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan

ketergantungan, serta sindrom perilaku YTT yang berhubungan dengan gangguan fisiologis

dan faktor fisik.2,8

1. Klasifikasi

a. F50-F55,F59 = Gangguan Makan, Gangguan Tidur, Disfungsi Seksual atau Gangguan

Perilaku Lainnya.

G. Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa

Blok ini rnencakup berbagai kondisi klinis yang berrnakna pola perilaku yang

cendrung menetap, dan merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang dan

cara-cara berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa dari kondisi dan pola

perilaku tersebut berkernbang sejak dini dari masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya

sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup, sedangkan yang

lainnya didapat pada kehidupan selanjutnya.2

1. Klasifikasi

a. F60-F69 = Gangguan Kepribadian, Gangguan Kebiasaan dan Impuls, Gangguan

Identitas atau Prefensi Seksual

H. Retardasi Mental

Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau

tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa

perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh,

misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. 2

Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan

fisik lainnya. Hendaya perilaku adaptif selalu ada, tetapi dalam lingkungan sosial
15
15
terlindung dimana sarana pendukung cukup tersedia, hendaya ini mungkin tidak tampak

sama sekali pada penyandang retardasi mental ringan. 2

Karakter keempat ini digunakan untuk menentukan luasnya hendaya perilaku, bila

hal ini bukan disebabkan oleh suatu gangguan lain yang menyertai:

-F7x.0 = Tidak ada, atau terdapat hendaya perilaku minimal

-F7x.1 = Terdapat hendaya perilaku yang bermakna dan memerlukan perhatian atau terapi

-F7x.8 = Hendaya perilaku lainnya

- F7x.9 =Tanpa penyebutan dari hendaya perilaku

Bila penyebab retardasi mental diketahui, maka suatu kode tambahan dari ICD-10

harus digunakan (misalnya F72 Retardasi Mental Bertambah E00 Sindrom Defisiensi

Yodium Kongenital)

1.Pedoman Diagnostik Retardasi Mental

Tingkat kecerdasan (inteligensia) bukan satu-satunya karakteristik, melainkan

harus dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Meskipun

ada kecenderungan umum bahwa semua keterampilan ini akan berkembang ke tingkat yang

sama pada setiap individu, namun dapat terjadi suatu ketimpangan yang besar, khususnya

pada penyandang retardasi mental.2,9

Orang tersebut mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang

tertentu (misalnya bahasa), atau mungkin mempunyai suatu area keterampilan tertentu yang

lebih tinggi (misalnya tugas visuo-spasial sederhana) yang berlawanan dengan latar belakang

adanya retardasi mental berat. Keadan ini menimbulkan kesulitan pada saat menentukan

kategori diagnosis.2

Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia,

termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan dengan latar belakang

budayanya), dan hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis yang pasti, harus ada penurunan
16
16
tingkat kecerdasan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap

tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari-hari.1,2

Gangguan jiwa dan fisik yang menyerta retardasi mental, mempunyai pengaruh

besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya. Penilaian

diagnostik adalah terhadap kemampuan umum bukan terhadap suatu area tertentu yang

spesifik dari hendaya atau keterampilan. 2

I. Gangguan Perkembangan Psikologis

Gangguan Perkembangan Psikologis umumnya mempunyai gambaran sebagai

berikut:

(1) Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak

(2) Adanya hendaya atau kelambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat

dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan

(3) Berlangsung secara terus-menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang khas

bagi banyak gangguan jiwa.1,2

Pada sebagian besar kasus,fungsi-fungsi yang dipengaruhi termasuk bahasa,

keterampilan "visuo-spatial" dan/atau koordinasi motorik. Yang khas adalah hendayanya

berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia anak (walaupun defisit yang lebih

ringan sering menetap sampai masa dewasa.2

J. Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset pada Masa Kanak dan Remaja

Secara definitif, anak dengan gangguan emosi dan perilaku (childarien with

emotional and behavior disorder) atau anak tunalaras adalah anak yang mengalami

kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang

berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya,


17
17
sehingga merugikan dirinya maupun karenanya memerlukan pelayanan pendidikan

khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.2,10

1. Karakteristik

a. Ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor intelektualitas, alat

indaria maupun kesehatan.

b. Ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara kepuasan dalam menjalin

hubungan dengan teman sebaya dan pendidik.

c. Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang dibawah keadaan normal.

d. Mudah terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan atau depresi

e. Kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau ketakutan-ketakutan

yang diasosiasikan dengan permasalahan-permasalahan pribadi atau sekolah.2,10

2. Klasifikasi

a. F90-F98 = Gangguan Hiperkinetik, Gangguan Tingkah Laku, Gangguan Emosional

atau Fungsi Sosial Khas, Gangguan “Tic” atau Gangguan Perilaku dan Emosional Lainnya.

18
18
BAB III

PENUTUP

Macam gangguan jiwa begitu beragam dan terbagi atas jenis-jenis gangguan jiwa.

Mehami dan mempelajari macam gangguan jiwa merupakan bagian yang sangat penting

untuk mengetahui keseluruhan dari gangguan jiwa yang ada. Mempelajari pengetahuan

dan informasi mengenai macam gangguan jiwa diharapkan dapat menambah ilmu

pengetahuan dan tentunya menjadi motivasi yang akan menjadi kunci sebagai alat

penyembuhan terhadap penderita yang mengalami gangguan jiwa.

19
19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawan F. Gambaran Karakteristik pada Pasien Gangguan Jiwa. Purworejo:


Universitas Muhammadiyah Purwokerto.2016.

2. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-V.JP,


Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan). Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.2013

3. Depkes RI. Buku Pedoman Kesehatan Jiwa. Jakarta: Depkes.2010.

4. Kemenkes RI. Kemenkes RI. 2014. UU RI No. 18 .Jakarta.2014

5. Amir N. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2013.

6. Manullang B.S, Hutasoit H.B.K. Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif
Multipel pada Pria Muda Usia 19 Tahun.Lampung: FK Universitas Lampung.2019.

7. Novitayani S. Karakteristik Pasien Skizofrenia dengan Riwayat Rehospitalisasi.Aceh: FK


Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.2016.
8. Ayuningtyas D. Misnaniarti. Rayhani M. Analisis Situasi Kesehatan Mental pada Masyarakat
di Indonesia dan Strategi Penanggulanggannya. Depok: Universitas Indonesia.2018.
9. Alfiarini. Mulyana N. Ishartono. Modal Sosial Dalam Penanganan Penderita Retardasi
Mental. Universitas Padjajaran.2017.

10. Yumpi F. Identifikasi Kebutuhan untuk Perancangan Intervensi Anak Gangguan Emosi dan
Perilaku. Jember: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember.2017.

20

Anda mungkin juga menyukai