Anda di halaman 1dari 4

Nama : Azadi Aryo I

NIM : 20160530177
Mata Kuliah : Komunikasi Massa (Remedial)

Teori – Teori Komunikasi Massa

1. Teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Theory)


Teori jarum hipodermik disebut juga dengan Magic Bullet atau Stimulus Response Theory. Menurut teori
ini, media massa memiliki dampak yang sifatnya langsung, segera serta kuat terhadap khalayak massa.
Media massa pada kurun waktu 1940an hingga 1950an digambarkan memiliki pengaruh yang sangat
kuat terhadap perubahan perilaku. Teori ini mengasusmsikan bahwa media massa dapat mempengaruhi
sebagian besar kelompok orang-orang secara langsung dan seragam dengan cara membombardir
mereka dengan pesan-pesan yang sesuai yang dirancang untuk memantik respon yang diinginkan.

2. Teori Pengaturan Agenda (Agenda Setting Theory)


Teori pengaturan agenda merupakan salah satu teori yang menjelaskan efek kumulatif media. Beberapa
tokoh yang merumuskan teori ini adalah Bernard Cohen, Maxwell McCombs, dan Donald Shaw. Teori
pengaturan media menggambarkan kekuatan pengaruh media. Inti dari teori pengaturan media adalah
pembentukan kepedulian dan perhatian publik terhadap beberapa isu yang ditampilkan oleh media
berita. Terdapat dua asumsi dasar yang mendasari sebagian besar penelitian mengenai pengaturan
media yaitu bahwa pers dan media tidak merefleksikan kenyataan yang sebenarnya setelah dilakukan
penyaringan, dan konsentrasi media terhadap beberapa isu dan subyek mengajak publik untuk
menerima isu tersebut lebih penting daripada isu lainnya.

3. Teori Sistem Ketergantungan Media (Media Systems Dependency Theory atau Dependency


Theory)
Teori ini menyatakan bahwa media bergantung pada konteks sosial dan pertama kali dirumuskan
oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur (1976). Mereka memandang bahwa bertemunya media
dengan khalayak didasarkan atas tiga perspektif, yaitu perspektif perbedaan individual, perspektif
kategori sosial, dan perspektif hubungan sosial (Rakhmat, 2001 : 203).

4. Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory)


Teori yang diperkenalkan oleh Elisabeth Noelle-Neumann (1974) menggambarkan hubungan efek media
terhadap pembentukan opini publik dan pola perilaku demokratis. Frasa “spiral of silence” mengacu
pada bagaimana orang-orang yang cenderung untuk tetap diam ketika mereka merasa pandangannya
merupakan minoritas. Setiap individu yang melihat opininya sendiri diterima akan mengekspresikannya.
Sementara itu, mereka yang berpikir dirinya sebagai minoritas akan menekan pandangannya. Para
innovator dan agen perubahan tidak takut dalam menyuarakan pendapat yang berbeda sebagaimana
mereka tidak takut terhadap isolasi.

5. Teori Kesenjangan Pengetahuan (Knowledge Gap Theory)


Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Phillip Tichenor, George Donohue, dan Clarice Olien. Teori ini
menyatakan bahwa bertambahnya jumlah informasi mengenai suatu topik mengakibatkan
bertambahnya pula kesenjangan pengetahuan antara mereka yang mengetahui lebih banyak dan
mereka yang mengetahui lebih sedikit. Teori kesenjangan pengetahuan dapat membantu menjelaskan
berbagai penelitian yang menitikberatkan pada opini publik. Kesenjangan pengetahuan dapat
menghasilkan bertambahnya kesenjangan antara orang-orang yang memiliki status sosioekonomi yang
rendah dan orang-orang yang memiliki startus sosioekonomi yang tinggi.

6. Teori Studi Kultural Kritis (Critical Cultural Studies Theories)


Teori ini menitikberatkan pada peran sosial media massa dan bagaimana media dapat digunakan untuk
mendefinisikan hubungan kekuasaan diantara beragam subkultur dan menjaga status quo. Para ahli
meneliti bagaimana media berhubungan dengan berbagai masalah seperti ideologi, ras, kelas sosial, dan
gender. Kemudian,  media tidak hanya dilihat sebagai sebuah refleksi budaya tapi juga sebagai produser
budaya mereka sendiri. Penekanannya adalah pada bagaimana struktur sosial dan politik mempengaruhi
komunikasi bermedia dan bagaimana dampak hubungan kekuasaan dalam menjaga atau mendukung
kekuasaan tersebut dalam masyarakat.

7. Teori Sosial Kognitif (Social Cognitive Theory)


Teori sosial kognitif dibangun pertama kali oleh seorang psikolog Albert Bandura sekitar tahun 1960an.
Teori ini menitikberatkan pada bagaimana dan mengapa orang-orang cenderung untuk meniru apa yang
dilihat melalui media. Ini adalah teori yang fokus pada kapasitas kita untuk belajar dengan
mengalaminya secara langsung. Proses belajar melalui pengamatan ini bergantung pada sejumlah
faktor, yaitu kemampuan subyek untuk memahami dan mengingat apa yang ia lihat, mengidentifikasi
karakter bermedia, dan berbagai hal yang membimbing kepada proses pemodelan perilaku. Teori sosial
kognitif adalah salah satu teori yang paling sering digunakan untuk meneliti media dan komunikasi
massa.

8. Teori Pengembangan (Cultivation Theory)


Teori pengembangan adalah suatu pendekatan yang dibangun oleh Profesor George Gerbner. Ia
memulai proyek penelitian mengenai indikator-indikator budaya pada pertengahan tahun 1960an.
Penelitian ini untuk mengkaji apakah dan bagaimana menonton televisi dapat mempengaruhi ide atau
gagasan pemirsa mengenai dunia. Berdasarkan pendapat para peneliti, televisi adalah pendongeng
utama di dalam masyarakat masa kini. Selain itu, televisi juga telah menjadi sumber utama sosialisasi
bagi masyarakat. Televisi juga menampilkan sebuah mainstream atau pandangan yang seragam
mengenai dunia saat ini. Selain itu, terdapat beberapa tema yang secara konsisten diangkat ke layar
televisi yaitu kekerasaan, peran gender secara stereotype, dan berbagai macam program virtual lainnya.
Semakin sering seseorang menonton televisi maka akan ia akan semakin percaya bahwa bahwa
kenyataan yang ada dalam tayangan televisi sama dengan kenyataan yang ada dalam kehidupan nyata.
Karenanya, pemirsa kelas berat akan merasa bahwa dunia tempat ia tinggal adalah tempat yang paling
berbahaya.

9. Teori Dua Tahap (Two Step Flow Theory)


Teori dua tahap diformulasikan oleh Paul F. Lazarfeld dan kawan-kawan berdasarkan hasil survey
terhadap pemilih. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa hubungan sosial informal memegang
peranan dalam memodifikasi perilaku yang mana masing-masing individu memilah isi media kampanye.
Studi ini juga mengindikasikan bahwa berbagai ide atau gagasan seringkali mengalir dari radio dan surat
kabar kepada pemuka pendapat dan dari mereka kemudian disampaikan kepada masyarakat. Oleh
karena itu, kelompok sosial informal memiliki beberapa tingkatan dalam mempengaruhi orang-orang
dan cara mereka memilah isi media dan bertindak terhadapnya.

10. Teori Penggunaan dan Kepuasan (Uses and Gratification Theory)


Teori ini yang digagas oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevitch muncul sebagai reaksi
terhadap penelitian komunikasi massa tradisional yang menekankan pada pengirim dan pesan. Teori
penggunaan dan kepuasaan menekankan pada khalayak yang aktif dalam menggunakan media massa.
Yang menjadi poin utama teori penggunan dan kepuasan adalah orientasi psikologis dalam memenuhi
kebutuhan, motivasi, dan kepuasan pengguna media massa. Asumsi teori penggunaan dan kepuasaan
adalah menjelaskan penggunaan serta fungsi media bagi individu, kelompok, dan masyarakat secara
umum.

11. Teori Media (Medium Theory)


Teori media menitikberatkan pada karaketristik media itu sendiri lebih dari sekedar apa yang dikirimkan
atau bagaimana suatu informasi diterima. Dalam teori media, sebuah media tidaklah sesederhana
sebuah surat kabar, internet sebagai media informasi, kamera digital dan sebagainya. Lebih dari itu,
media merupakan lingkungan simbolis dari beberapa tindakan komunikatif.

12. Teori Kekayaan Media (Media Richness Theory)


Teori yang dianggap sangat mempengaruhi teori media paling tidak untuk media baru adalah teori
kekayaan media yang dicetuskan oleh Richard Daft dan Robert Lengel dalam sebuah artikel tahun 1986.
Teori kekayaan media didasarkan pada teori kontingensi dan teori proses informasi yang dicetuskan
oleh Galbraith (1977). Dua asumsi utama dari teori kekayaan media adalah orang-orang menginginkan
dapat mengatasi ketidakpastian dalam organisasi serta keberagaman media yang secara umum
digunakan dalam sebuah organisasi kerja lebih baik untuk menyelesaikan tugas dibandingkan yang lain.

13. Teori Konsistensi (Consistency Theories)


Festinger memformulasikan teori konsistensi yang membicarakan tentang kebutuhan orang-orang untuk
konsisten terhadap keyakinan dan penilaian yang dimiliki. Dalam rangka untuk mengurangi disonansi
yang dibentuk oleh inkonsistensi dalam kepercayaan, penilaian, dan tindakan, orang akan mengekspos
dirinya dengan beragam informasi yang konsisten dengan ide dan tindakan mereka serta menutup
bentuk-bentuk komunikasi lain.

14. Teori Difusi Inovasi (Diffusion of Innovations Theory)


Teori yang digagas oleh Bryce Ryan dan Neil Gross (1943) menitikberatkan pada proses dimana sebuah
ide baru dikomunikasikan melalui beragam saluran komunikasi diantara anggota suatu sistem sosial.
Model ini menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pikiran serta tindakan orang-orang serta
proses mengadopsi sebuah teknologi atau ide baru.
15. Teori Imperialisme Budaya (Cultural Imperialism Theory)

Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa (1987 : 99 -100), teori ini berasal dari teori
sekaligus bukti awal mengenai peran media dalam pembangunan nasional. Teori ini berpandangan
bahwa media dapat membantu modernisasi dengan memperkenalkan nilai-nilai barat dilakukan dengan
mengorbankan nilai-nilai tradisional dan hilangnya keaslian budaya lokal. Secara sederhana dapat
dikemukakan bahwa nilai-nilai yang diperkenalkan itu adalah nilai-nilai kapitalisme dan karenanya
proses imperialistis serta dilakukan secara sengaja, atau disadari dan sistematis, yang menempatkan
Negara yang sedang berkembang dan lebih kecil di bawah kepentingan kekuasaan kapitalis yang lebih
dominan.

Sumber: https://pakarkomunikasi.com/teori-komunikasi-massa

Anda mungkin juga menyukai