Anda di halaman 1dari 25

1

MAKALAH SEJARAH INDONESIA


“Sejarah Kerajaan Sriwijaya & Kerajaan Buleleng dan Dinasti
Wedawarman”
TUGAS HARIAN SEJARAH INDONESIA

Karya Tulis Ini Disusun Untuk


Memenuhi Nilai Sejarah Indonesia

Oleh:
Ghifari Fatthan Al-Farizi Sulaiman
M. Rezgi Alieza
Wirandito Sarwono
Auliya Frisca
Rifa Aurelia Putri
Hadiya Zalfa A.
X-MIPA-1

SMA NEGERI 47 JAKARTA


2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang selalu
melimpahkan karunia-Nya. Berkat karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ini.

Pada proses penyusunan karya tulis ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
alami. Penulis harus berterima kasih kepada narasumber yang telah mendukung
penulis untuk mengerjakan karya tulis ini.

Karya tulis ini berjudul “Sejarah Kerajaan Sriwijaya & Kerajaan Buleleng dan
Dinasti Wedawarman" dan disusun oleh penulis untuk memenuhi nilai tugas
Sejarah Indonesia.

Penulis paham bahwa karya tulis ini masih memiliki kekurangan dan tentunya
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran Anda.
Penulis dengan senang hati menanggapinya.

Akhir kata, semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi para pembaca. Amin.
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................5
BAB II................................................................................................................7
PEMBAHASAN..................................................................................................7
2.1.1 Historiografi Kerajaan Sriwijaya...................................................................................7
2.1.2 Lokasi Kerajaan.............................................................................................................7
2.1.3 Sumber Sejarah............................................................................................................8
2.1.4 Sumber Cina.................................................................................................................8
2.1.5 Sumber Lokal atau Dalam Negeri.................................................................................9
2.1.6 Masa Keemasan.........................................................................................................17
2.1.7 Masa Kemunduran.....................................................................................................17
2.1.8 Sejarah Berdirinya Kerajaan Buleleng........................................................................19
2.1.9 Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa..............................20
2.1.10 Kehidupan Sosial Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa..........................21
2.1.11 Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa.....................23
2.1.12 Kehidupan Agama Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa........................23
2.1.13 Keruntuhan Dinasti Warmadewa..........................................................................24

BAB III.............................................................................................................25
PENUTUP........................................................................................................25
3.1 Kesimpulan...................................................................................................25
3.2 Saran............................................................................................................26
4

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-


benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama
bagi raja-raja yang memerintah. Sedangkan ilmu sejarah adalah ilmu yang
digunakan untuk mempelajarai peristiwa penting masa lalu manusia.
Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang
sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Sejarah
merupakan topik ilmu yang menarik dan mengajarkan banyak hal yang
sangat penting, terutama mengenai keberhasilan dan kegagalan dari para
pemimpin, sistem perekonomian yang pernah ada bentuk-bentuk
penerintahan, dan hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang
sejarah. Dari sejarah kita dapat mempelajari apa saja yang memengaruhi
kemajuan dan kejatuhan sebuah negara ataupin sebuah peradaban. Sejarah
sangat penitng dalam kehidupan suatu bangsa, karena sejarah merupakan
gambaran kehidupan masyarakat di masa lampau. Dari sejarah kita dapat
lebih mengetahui peristiwa atau kejadian yang terjadi di masa lampau.
Peristiwa yang terjadi di masa lampau tersebut dijadikan pedoman dan
acuan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di masa kini dan yang
akan datang.

Indonesia merupakan bangsa majemuk yang kaya akan sejarah dan


kebudayaan. Potensi tersebut merupakan salah satu modal sebagai sebuah
bangsa yang besar. Di Indonesia terdapat banyak suku dan memiliki ciri
khas dan keunikan tersendiri, hal ini ditunjukkan dengan adanya sejarah,
kebudayaan, tradisi atau adat yang berbeda di setiap daerah. Semua
kekayaan bangsa tersebut merupakan harta yang tak ternilai harganya.
Namun banyak kalangan masyrakat yang sudah mulai melupakan atau mulai
5

menghilangkan nilai sejarah dan kebudayaan bangsa. Khususnya pada


kalangan remaja, mereka kadang beranggapan bahwa dengan belajar sejarah
itu kuno.

I.2 Rumusan Masalah

 Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya?

 Di mana lokasi Kerajaan Sriwijaya?

 Dari manakah sumber-sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya?

 Apa sajakah bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan


Sriwijaya?

 Bagaimana hubungan regional dan luar negeri Kerajaan


Sriwijaya?

 Siapakah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan


Sriwijaya?

 Aspek kehidupan apa saja yang terkandung di dalam


Kerajaan?

 Apa yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan?

 Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Buleleng?

 Bagaimana kehidupan politik Kerajaan Buleleng masa


Dinasti Warmadewa?

 Bagaimana kehidupan sosial Kerajaan Buleleng masa


Dinasti Warmadewa?

 Bagaimana kehidupan ekonomi Kerajaan Buleleng masa


Dinasti Warmadewa?

 Bagaimana kehidupan agama Kerajaan Buleleng masa


Dinasti Warmadewa?
6

BAB II

PEMBAHASAN

II.1.1 Historiografi Kerajaan Sriwijaya

Nama Kerajaan           : Sriwijaya

Ibukota                        : Palembang

Bahasa                         : Melayu Kuno, Sansekerta

Agama                         : Budha, Hindu

Pemerintahan              : Monarki

Sejarah                        : Didirikan pada tahun 600-an M

II.1.2 Lokasi Kerajaan

Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah membawa


kejayaan kepulauan Nusantara di masa lampau. Bukan saja dikenal di
wilayah Indonesia, tetapi hampir setiap bangsa yang berada jauh di luar
Indonesia mengenal Kerajaan Sriwijaya. Hal ini disebabkan karena letak
Sriwijaya yang sangat strategis dan dekat dengan jalur perdagangan antar
bangsa yakni Selat Malaka. Selat Malaka pada masa itu adalah jalur
perdagangan ramai yang menghubungkan pedagang-pedagang Cina dengan
India maupun Romawi.

George Coedes, seorang sejarawan, menulis karangan berjudul Le


Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan
bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih
lanjut, Coedes juga menetapkan bahwa letak ibukota Sriwijaya adalah
Palembang, dengan bersandar pada anggapan Groeneveldt dalam
7

karangannya, Notes on the Malay Archipelago and Malacca, Compiled from


Chinese Source, yang menyatakan bahwa, San-fo-ts‘I adalah Palembang
yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi atau
sekitar kota Palembang sekarang.

Dari tepian Sungai Musi di Sumatera Selatan, pengaruh Kerajaan


Sriwijaya semakin meluas. Mencakup wilayah Selat Malaka, Selat Sunda,
Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, Jawa Barat
(Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra.

II.1.3 Sumber Sejarah

Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan


Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.

II.1.4 Sumber Cina

Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China pertama kali


pada tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu terdapat
lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para
pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan
oleh para pendeta Budha di pusat ajaran agama Budha, India. I-tsing tinggal
selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu ia
berangkat ke Nalanda, India. Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-
tsing kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama beberapa tahun untuk
menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina.
Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang datang
secara rutin ke Cina, yang terakhir pada tahun 988 M.

1. Sumber Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama Sribuza,
Sabay atau Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan
tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan
Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat
banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh,
8

kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi


lainya. Bukti lain yang mendukung adalah ditemukannya perkampungan-
perkampungan Arab sebagai tempat tinggal sementara di pusat Kerajaan
Sriwijaya.

2. Sumber India
Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari
kerajaan-kerajaan di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola.
Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan
sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti
tersebut dinyatakan bahwa Raja Nalanda yang bernama Raja Dewa
Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai gantinya,
kelima desa tersebut wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan
Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Di samping menjalin
hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin
hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India
Selatan. Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra Chola ingin
menguasai Selat Malaka.

4. Sumber lain
Pada tahun 1886, Beal mengemukakan pendapatnya bahwa Shih-li-fo-
shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi. Sumber
lain, yakni Kern, pada tahun 1913 M telah menerbitkan tulisan mengenai
Prasasti Kota Kapur, prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di
Pulau Bangka. Namun, saat itu, Kern menganggap Sriwijaya yang
tercantum pada prasasti itu adalah nama seorang raja, karena Cri biasanya
digunakan sebagai sebutan atau gelar raja.

II.1.5 Sumber Lokal atau Dalam Negeri

Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh


raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya
sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
Prasasti itu antara lain sebagai berikut.
9

1. Prasasti Kota Kapur


Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M,
menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minana
dengan perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan 200 peti perbekalan,
serta 1.213 tentara yang berjalan kaki. Sumber lain menyatakan prasasti ini
berisi tentang penaklukan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Sriwijaya.
Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka.

2. Prasasti Kedukan Bukit


Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa raja Sriwijaya
bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang
berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan
Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu
kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu
sangat strategis untuk perdagangan.

3. Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang pembuatan
Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.

4. Prasasti Karang Berahi


Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah pedalaman
Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.

5. Prasasti Ligor
Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu kota
Ligor yang difungsikan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat
Malaka.

6. Prasasti Nalanda
Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir
dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya
melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu,
Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas
10

Kerajaan Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa


Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk
membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.

7. Prasasti Telaga Batu


Prasasti ini ditemukan di sekitar Palembang pada tahun 1918 M.
Berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh kepala
ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil
tempat keluar air) di bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti ini
digunakan untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para
calon pejabat. Dalam prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air yang
dialirkan ke batu dan keluar melalui cerat tersebut. Sebagai sarana untuk
upacara persumpahan, prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat
kerajaan, maka diduga kuat Palembang merupakan pusat Kerajaan
Sriwijaya.

8. Negara Maritim
Dalam upaya mewujudkan cita-cita agar Sriwijaya menjadi kerajaan
Maritim, perluasan kerajaan dilakukan untuk menguasai jalur perdagangan
di Selat Malaka dan Selat Sunda yang merupakan jalur perdagangan dan
pelayaran yang sangat penting. Keberhasilan Sriwijaya berkuasa atas semua
selat itu menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa tunggal jalur
aktivitas perdagangan dunia yang melalui Asia Tenggara.

Armada Sriwijaya yang kuat dapat menjamin keamanan aktivitas


pelayaran dan perdagangan. Armada Sriwijaya juga dapat memaksa perahu
dagang untuk singgah di pusat atau di bandar-bandar Kerajaan Sriwijaya.
Semakin ramainya aktivitas pelayaran dan perdagangan menjadikan
Sriwijaya sebagai tempat pertemuan para pedagang atau pusat perdagangan
di Asia Tenggara. Pengaruh dan peranan Kerajaan Sriwijaya semakin besar
di lautan. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya juga melakukan
hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, sampai ke China di sebelah
utara, dan Laut Merah serta Teluk Persia di sebelah barat.
11

9. Kehidupan Politik
Salah satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan adalah
melakukan perkawinan dengan kerajaan lain.  Hal ini dilakukan oleh
penguasa Sriwijaya, Dapunta Hyang pada tahun 664 M dengan
Sobakancana, putri kedua raja Kerajaan Tarumanegara.

Saat kerajaan Funan di Indo-China runtuh, Sriwijaya memperluas


daerah kekuasaannya hingga bagian barat Nusantara. Di wilayah utara,
melalui kekuatan armada lautnya, Sriwijaya mampu mengusai lalu lintas
perdagangan antara India dan Cina, serta menduduki Semenanjung Malaya.
Kekuatan armada terbesar Sriwijaya juga melakukan ekspansi wilayah
hingga ke Pulau Jawa, Brunei atau Borneo. Hingga pada abad ke-8,
Kerajaan Sriwijaya telah mampu menguasai seluruh jalur perdagangan di
Asia Tenggara.

Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem


pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Ada tiga syarat utama untuk menjadi raja
Sriwijaya, yaitu :

1. Samraj, artinya berdaulat atas rakyatnya.

2. Indratvam, artinya memerintah seperti Dewa Indra yang


selalu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.

3. Ekachattra, artinya mampu memayungi (melindungi)


seluruh rakyatnya.

Berikut daftar silsilah para Raja Kerajaan Sriwijaya :

 Dapunta Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683


M, Prasasti Talangtuo 684 M)

Berita mengenai raja ini diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit tahun
683 M dan Prasasti Talangtuo tahun 684 M. Pada masa pemerintahannya,
Raja Dapunta Hyang Sri Yayanaga telah berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya sampai ke wilayah Minangatamwan, Jambi. Sejak awal
12

pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan


Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.

 Cri Indrawarman (berita Cina, 724 M)

 Rudrawikrama (berita Cina, 728 M)

 Wishnu (Prasasti Ligor, 775 M)

 Maharaja (berita Arab, 851 M)

 Balaputradewa (Prasasti Nalanda, 860 M)

Pada masa pemerintahan Balaputradewa, Kerajaan Sriwijaya


mengalami masa kejayaannya. Pada awalnya, Raja Balaputradewa adalah
raja dari kerajaan Syailendra (Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara
di Kerajaan Syailendra, antara Balaputradewa dan Pramodhawarni
(kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya),
Balaputradewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu, Raja
Balaputradewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja
Dharma Setru (kakak dari ibu Balaputradewa) yang tidak memiliki
keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputradewa disambut baik.
Kemudian ia diangkat menjadi raja.

 Cri Udayadityawarman (berita Cina, 960 M)

 Cri Udayaditya (Berita Cina, 962 M)

 Cri Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 1003. Prasasti


Leiden, 1044 M)

 Maraviyatunggawarman (Prasasti Leiden, 1044 M)

 Cri Sanggrama Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004


M)

Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mengalami ancaman dari


Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan
serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrama
13

Wijayatunggawarman berhasil ditawan. Namun, pada masa pemerintahan


Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama
Wijayatunggawarman dibebaskan kembali.

 Struktur Birokrasi

Kerajaan Sriwijaya menerapkan struktur birokrasi yang bersifat


langsung, karena raja berperan penting dalam pengawasan terhadap tempat-
tempat yang dianggap strategis. Raja dapat memberikan penghargaan
terhadap penguasa daerah yang setia dan sebaliknya dapat menjatuhi
hukumanterhadap penguasa daerah yang tidak setia kepada kerajaan.

Dalam beberapa prasasti disebutkan tentang pelaksanaan suatu


keputusan raja, lengkap dengan perincian hadiah atau sanksi yang dapat
diterima dalam suatu peristiwa. Selain itu, ditemukan prasasti-prasasti yang
mencatat masalah-masalah penyelesaian hokum sengketa antarwarga. Hal
yang menarik bahwa sebagian prasasti memuat ancaman-ancaman atau
kutukan-kutukan yang ditujukan kepada keluarga raja itu sendiri. Walaupun
kedengarannya aneh, namun ada pendapat yang menganggap bahwa hal itu
sangat mungkin terjadi, karena keluarga-keluarga raja yang menjadi
ancaman itu, kekuasaannya berada di luar pengawasan langsung dari raja
yang berkuasa.

 Kehidupan Ekonomi

Penguasaan Kerajaan Sriwijaya di urat nadi perhubungan pelayaran


dan perdagangan Asia Tenggara yaitu di Selat Malaka, mempunyai arti
penting bagi perekonomian kerajaan. Karena banyak kapal-kapal asing yang
singgah untuk menambah air minum, perbekalan makanan, istirahat, atau
melakukan aktivitas perdagangan. Karena bertambah ramainya kegiatan
perdagangan di Selat Malaka, Sriwijaya membangun ibukota baru di
Semenanjung Malaka, yaitu di Ligor yang dibuktikan dengan Parasasti
Ligor (755 M). Pendirian ibukota Ligor tersebut bukan berarti
meninggalkan ibukota di Sumatera Selatan, melainkan hanya untuk
14

melakukan pengawasan lebih dekat terhadap aktivitas perdagangan di Selat


Malaka atau menghindari penyeberangan yang dilakukan oleh para
pedagang melalui Tanah Genting Kra.

Menurut catatan asing, bumi Sriwijaya menghasilkan cengkeh,


kapulaga, pala, lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus,
gading, timah, emas, perak, kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan
penyu. Barang-barang tersebut dijual atau dibarter dengan kain katu, sutera
dan porselen melalui relasi dagang dengan Cina, India, Arab dan
Madagaskar.

 Kehidupan Sosial dan Budaya

Sriwijaya yang merupakan kerajaan besar penganut agama Budha,


serta merupakan pusat agama Budha yang penting di Asia Tenggara dan
Asia Timur. Agama Budha yang berkembang di Kerajaan Sriwijaya adalah
agama Budha Mahayana. Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta
bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) untuk belajar
agama Budha dari seorang guru bernama Dharmapala. Menurutnya,
Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar  India.

Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak ditemukan di


daerah Palembang, Jambi, Riau, Malaysia, dan Thailand. Ini disebabkan
karena Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang selalu berpindah-
pindah, tidak menetap di satu tempat dalam kurun waktu yang lama. Prasasti
dan situs yang ditemukan di sekitar Palembang, yaitu Prasasti Boom Baru
(abad ke7 M), Prasasti Kedukan Bukit (682 M), Prasasti Talangtuo (684 M),
Prasasti Telaga Batu ( abad ke-7 M), Situs Candi Angsoka, Situs Kolam
Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa. Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya
lainnya yang ditemukan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu
Candi Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II,
Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar batu, Candi Astono dan
Kolam Telagorajo, Situs Muarojambi. Di Lampung, prasasti yang
15

ditemukan adalah  Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Bungkuk (Jabung).


Di Riau, ditemukan Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Budha.

 Hubungan Regional dan Luar Negeri

Meskipun catatan sejarah dan bukti arkeologi jarang ditemukan, tetapi


beberapa menyatakan bahwa pada abad ke-7, Sriwijaya telah melakukan
kolonisasi atas seluruh Sumatra, Jawa Barat, dan beberapa daerah di
Semenanjung Melayu. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda,
menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan
perdagangan lokal yang mengenakan biaya atas setiap kapal yang lewat.
Palembang mengakumulasi kekayaannya sebagai pelabuhan dan gudang
perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, Melayu, dan India.

Kerajaan Jambi merupakan kekuatan pertama yang menjadi pesaing


Sriwijaya yang akhirnya dapat ditaklukkan pada abad ke-7 dan ke-9. Di
Jambi, pertambangan emas merupakan sumber ekonomi cukup penting dan
kata Suwarnadwipa (pulau emas) mungkin merujuk pada hal ini. Kerajaan
Sriwijaya juga membantu menyebarkan kebudayaan Melayu ke seluruh
Sumatra, Semenanjung Melayu, dan Kalimantan bagian Barat. Pada abad
ke-11 pengaruh Sriwijaya mulai menyusut. Hal ini ditandai dengan
seringnya konflik dengan kerajaan-kerajaan Jawa, pertama
dengan Singasari dan kemudian dengan Majapahit. Di akhir masa, pusat
kerajaan berpindah dari Palembang ke Jambi.

Pada masa awal, Kerajaan Khmer juga menjadi daerah jajahan


Sriwijaya. Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat
Thani, Thailand sebagai ibu kota terakhir kerajaan, walaupun klaim tersebut
tidak mendasar. Pengaruh Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom
That yang bergaya Sriwijaya. Setelah kejatuhan Sriwijaya, Chaiya terbagi
menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya, Thatong (Kanchanadit) dan
Khirirat Nikhom.
16

Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala,


terutama dalam bidang kebudayaan dan agama. Sebuah prasasti tertahun
860 M mencatat bahwa raja Balaputradewa mendedikasikan seorang biara
kepada Universitas Nalada, Pala. Relasi dengan dinasti Chola di India
selatan cukup baik dan menjadi buruk setelah terjadi peperangan di abad ke-
11.

Selain dengan Kerajaan Pala, Sriwijaya juga menjalin hubungan baik


dengan Kerajaan Cholamandala. Raja Sriwijaya yakni Raja Sanggrama
Wijayatunggawarman mendirikan sebuah biara (1006 M) di Kerajaan Chola
untuk tempat tinggal para bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya. Namun,
persaingan di bidang pelayaran dan perdagangan membuat keduanya
bermusuhan.Raja Rajendra Chola melakukan serangan ke Kerajaan
Sriwijaya sampai dua kali. Serangan pertama tahun 1007 M mengalami
kegagalan. Pada serangan kedua (1023 M) Kerajaan Chola berhasil merebut
kota dan bandar-bandar penting Sriwijaya, bahkan Raja Sanggrama
Wijayatunggawarman berhasil ditawan.

II.1.6 Masa Keemasan

Pada paruh pertama abad ke-10 yaitu antara masa jatuhnya Dinasti
Tang dan naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup
marak, terutama Fujian , Kerajaan Min dan negeri kaya  Guangdong,
Kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan
dari perdagangan ini. Pada tahun 903, penulis Muslim Ibn Batuah  sangat
terkesan dengan kemakmuran Sriwijaya. Daerah urban kerajaan meliputi
Palembang (khususnya Bukit Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.

II.1.7 Masa Kemunduran

Tahun 1025, Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India


selatan menaklukkan Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Kerajaan
Chola meneruskan penyerangan dan penaklukannya selama 20 tahun
berikutnya ke seluruh imperium Sriwijaya. Meskipun invasi Chola tidak
17

berhasil sepenuhnya, invasi tersebut telah melemahkan hegemoni Sriwijaya


yang berakibat terlepasnya beberapa wilayah dengan membentuk kerajaan
sendiri, seperti Kediri, sebuah kerajaan yang berbasiskan pada pertanian.

Antara tahun 1079 – 1088, orang Tionghoa mencatat bahwa Sriwijaya


mengirimkan duta besar dari Jambi dan Palembang. Tahun 1082 dan 1088,
Jambi mengirimkan lebih dari dua duta besar ke China. Pada periode inilah
pusat Sriwijaya telah bergeser secara bertahap dari Palembang ke Jambi.
Ekspedisi Chola telah melemahkan Palembang, dan Jambi telah
menggantikannya sebagai pusat kerajaan.

Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis


pada tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia
Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni Sriwijaya
dan Jawa (Kediri). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk
agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat Sriwijaya memeluk Budha.
Berdasarkan sumber ini pula dikatakan bahwa beberapa wilayah kerajaan
Sriwijaya ingin melepaskan diri, antara lain Kien-pi (Kampe, di utara
Sumatra) dan beberapa koloni di semenanjung Malaysia. Pada masa itu
wilayah Sriwijaya meliputi; Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong
(Trengganu), Ling-ya-ssi-kia (Langkasuka), Kilan-tan (Kelantan), Fo-lo-an,
Ji-lo-t’ing (Jelutong), Ts’ien-mai, Pa-t’a (Batak), Tan-ma-ling
(Tambralingga, Ligor), Kia-lo-hi (Grahi, bagian utara semenanjung
Malaysia), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-t’o (Sunda), Lan-wu-li (Lamuri
di Aceh), and Si-lan (Srilanka).

Pada tahun 1288, Singosari, penerus kerajaan Kediri di Jawa,


menaklukan Palembang dan Jambi selama masa ekspedisi Pamalayu. Di
tahun 1293, Majapahit pengganti Singosari, memerintah Sumatra. Raja ke-
4Hayam Wuruk memberikan tanggung jawab tersebut kepada
Pangeran Adityawarman , seorang peranakan Minang dan Jawa. Pada tahun
1377 terjadi pemberontakan terhadap Majapahit, tetapi pemberontakan
18

tersebut dapat dipadamkan walaupun di selatan Sumatra sering terjadi


kekacauan dan pengrusakan.

Kedudukan Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-


kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan,
seperti Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas
kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di
Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah
Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan lemahnya
kegiatan pelayaran dan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya.

Di masa berikutnya, terjadi pengendapan pada Sungai Musi yang


berakibat tertutupnya akses pelayaran ke Palembang. Hal ini tentunya
sangat merugikan perdagangan kerajaan. Penurunan Sriwijaya terus
berlanjut hingga masuknya Islam ke Aceh yang disebarkan oleh pedagang-
pedagang Arab dan India. Di akhir abad ke-13, Kerajaan Pasai di bagian
utara Sumatra berpindah agama Islam.

Maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan


kecil dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya
yang kecil dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit pada
tahun 1377 M.

II.1.8 Sejarah Berdirinya Kerajaan Buleleng

Kerajaan Buleleng dibangun berkat campur tangan dari I Gusti


Anglurah Panji Sakti yang saat kecil memiliki nama panggilan I Gusti Gede
Pasukan. Ayahnya sendiri bernama I Gusti Ngurah Jelantik dan ibunya
merupakan selir yang memiliki nama Ni Luh Pasek yang berasal dari Desa
Panji. Sebagai seseorang yang memiliki andil dalam membangun kerajaan
Buleleng, I Gusti Anglurah dibekali oleh suatu kekuatan sihir yang berasal
dari orang tuanya. Ayahnya sendiri, I Gusti Ngurah Jelantik merasa
19

terbebani dengan adanya kekuatan yang dimiliki karena itu bisa


membuatnya mencelakakan putra mahkota.

Dan karena hal itulah, I Gusti Ngurah Jelantik menyingkirkan I Gusti


Anglurah yang kala itu masih berusia 12 tahun ke daerah asal ibunya yaitu
Desa Panji. Dan pada saat itulah akhirnya I Gusti Anglurah Panji Sakti yang
berada di Den Bukit dan menguasai daerah tersebut membangun sebuah
kerajaan yang dinamakan Kerajaan Buleleng, yang mana kekuasaannya
tersebut meluas hingga ke ujung Timur Jawa. Setelah I Gusti Ngurah Panji
Sakti telah meninggal pada tahun 1704, barulah kerajaan Buleleng menjadi
mulai goyah karena adanya perbedaan pendapat oleh para putra-putranya
yang saling menyerang.

Pada tahun 1732, akhirnya kerajaan dikuasai oleh kerajaan Mengwi


yang mana diambil alih akibat kekalahan perang, namun pada tahu 1752
Kerajaan Buleleng kembali merdeka. Namun tak lama setelahnya, Kerajaan
Buleleng jatuh oleh kekuasaan kerajaan Karang asem pada tahun 1780 yang
mana dikuasai oleh I Gusti Gde Karang dan kemudian membangun sebuah
istana yang megah sebagai kerajaannya.

Dan setelah I Gusti Gede, raja selanjutnya yang berkuasa yaitu I Gusti
Panang Canang yang berkuasa hingga pada akhirnya harus pensiun pada
tahun 1821. Semakin berjalannya waktu, kerajaan Karangasem pun kian
melemah karena adanya beberapa kali pergantian raja yang menjadikan
kekuatan dari kerajaan Karangasem sangat lemah. Dan di tahun 1824 I
Gusti Made Karangasem akhirnya memerintah bersama dengan patih I Gusti
Jelantik hingga pada akhirnya Belanda mengambil kekuasaan kerajaan pada
tahun 1849.

Ditahun 1846, Kerajaan Buleleng pada akhirnya diserang oleh


banyaknya pasukan Belanda, namun cukup mendapat perlawanan yang
cukup sengit dari pihak Buleleng yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik.
Namun pada akhirnya perang tak selesai begitu saja, karena pada tahun
1848, kembali lagi mendapatkan serangan oleh sejumlah pasukan Belanda
20

yang ingin menguasai daerah tersebut. Dan di serangan yang ketiga yaitu
pada tahun 1849 Belanda mampu untuk menghancurkan benteng Jagaraga
dan Kerajaan bisa diambil alih oleh Belanda. Karena itu, semenjak
kekalahan tersebut kerajaan diperintah oleh pihak Belanda.

II.1.9 Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa

Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa.


Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan
keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menaklukkan Kerajaan
Tarumanegara  di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari
Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan sebuah pemerintahan
baru di wilayah Buleleng.

Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana


Warmadewa. Udayana memiliki tiga putra, yaitu Airlangga,
Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak, Airlangga akan menjadi raja
terbesar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Menurut prasasti yang
terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin hubungan erat dengan
Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri
Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu
Sindok. Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya, yaitu
Marakatapangkaja.

Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber


kebenaran hukum karena ia selalu melindungi rakyatnya. Marakatapangkaja
membangun beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah satu
peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi
(Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya,
Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari Dinasti
Warmadewa. Anak Wungsu berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan
menanggulangi berbagai gangguan, baik dari dalam maupun luar kerajaan.
21

Dalam menjalankan pemerintahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan


penasihat pusat yang disebut Pakirankiran I Jro Makabehan. Badan ini
terdiri atas senapati dan pendeta Siwa serta Buddha. Badan ini berkewajiban
memberi tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang
muncul dalam masyarakat. Senapati bertugas di bidang kehakiman dan
pemerintahan, sedangkan pendeta mengurusi masalah sosial dan agama.

II.1.10 Kehidupan Sosial Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa

Para ahli memperkirakan keadaan masyarakat Buleleng pada masa


Dinasti Warmadewa tidak begitu jauh berbeda dengan masyarakat pada saat
ini. Pada masa pemerintahan Udayana, masyarakat hidup berkelompok
dalam suatu daerah yang disebut wanua. Sebagian besar penduduk yang
tinggal di wanua bermata pencaharian sebagai petani. Sebuah wanua
dipimpin seorang tetua yang dianggap pandai dan mampu mengayomi
masyarakat.

Pada masa pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi


menjadi dua kelompok besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar
kasta (jaba). Pembagian ini didasarkan pada kepercayaan Hindu yang dianut
masyarakat Bali. Raja Anak Wungsu juga mengenalkan sistem penamaan
bagi anak pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan nama pengenal
sebagai berikut.

 Anak pertama dinamakan wayan. Kata wayan berasal dari


wayahan yang berarti tua.

 Anak kedua dinamakan made. Kata made berasal dari


madya yang berarti tengah.

 Anak ketiga dinamakan nyoman. Kata nyoman berasal dari


nom yang berarti muda.

 Anak keempat dinamakan ketut. Kata ketut berasal dari tut


yang berarti belakang.
22

Selama pemerintahan Anak Wungsu, peraturan dan hukum ditegakkan


dengan adil. Masyarakat diberi kebebasan berbicara. Jika masyarakat ingin
menyampaikan pendapat, mereka didampingi pejabat desa untuk
menghadap langsung kepada raja. Kebebasan tersebut membuktikan Raja
Anak Wungsu sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Jiwa
seperti inilah yang seharusnya dilakukan pemimpin pada saat itu.

Masyarakat Buleleng sudah mengembangkan berbagai kegiatan


kesenian. Kesenian berkembang pesat pada masa pemerintahan Raja
Udayana. Pada masa ini kesenian dibedakan menjadi dua, yaitu seni keraton
dan seni rakyat. Dalam seni keraton dikenal penyanyi istana yang disebut
pagending sang ratu. Selain penyanyi dikenal pula kesenian patapukan
(topeng), pamukul (gamelan), banwal (gadelan), dan pinus (lawak). Adapun
jenis kesenian yang berkembang di kalangan rakyat antara lain awayang
ambaran (wayang keliling), anuling (peniup suling), atapukan (permainan
topeng), parpadaha (permainan genderang), dan abonjing (permainan
angklung).

II.1.11 Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa

Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor


pertanian. Keterangan kehidupan ekonomi masyarakat Buleleng dapat
dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat beberapa
istilah yang berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti sawah,
parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), mmal (ladang di
pegunungan), dan kasuwakan (pengairan sawah). Pada masa pemerintahan
Marakatapangkaja kegiatan pertanian berkembang pesat. Perkembangan
tersebut erat kaitannya dengan penemuan urut-urutan menanam padi, yaitu
mbabaki (pembukaan tanah), mluku (membajak), tanem (menanam padi),
matun (menyiangi), ani-ani (menuai padi), dan nutu (menumbuk padi). Dari
keterangan tersebut sangat jelas bahwa pada masa pemerintahan
Marakatapangkaja penggarapan tanah sudah maju dan tidak jauh berbeda
dengan pengolahan tanah pada masa ini.
23

Perdagangan antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini


ditandai dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan
kegiatan perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas dagang yang
terkenal dari Buleleng adalah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan
bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan tiga puluh
ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut
membuktikan bahwa perdagangan pada saat itu sudah maju sebab kuda
merupakan binatang besar sehingga memerlukan kapal besar pula untuk
mengangkutnya.

II.1.12 Kehidupan Agama Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa

Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng.


Akan tetapi, tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat
Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan penemuan beberapa bangunan
pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa
pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai
berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di
Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama
Buddha di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti
arca Buddha di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.

Agama Hindu dan Buddha mulai mendapatkan peranan penting pada


masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan Brahmana Buddha
diangkat sebagai salah satu penasihat raja. Sesuai dengan kepercayaan
Hindu, raja dianggap penjelmaan (inkarnasi) dewa. Dalam prasasti Pohon
Asem dijelaskan Anak Wungsu merupakan penjelmaan Dewa Hari (Wisnu).
Bukti ini menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan rakyat Buleleng
merupakan penganut waisnawa, yaitu pemuja Dewa Wisnu. Selain agama
Hindu dan Buddha, di Buleleng berkembang sekte-sekte kecil yang
menyembah dewa-dewa tertentu, misalnya sekte Ganapatya (penyembah
Dewa Gana) dan Sora (penyembah dewa Matahari).
24

II.1.13 Keruntuhan Dinasti Warmadewa

Banyak spekulasi mengenai mundur dan hancurnya dinasti


Warmadewa, akan tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa hal yang
menjadikan mundurnya dinasti Warmadewa karena adanya kerajaan baru
yang terbentuk. Dan kerajaan Buleleng merupakan kerajaan yang disebut
sebagai penyebabnya runtuhnya kerajaan Warmadewa yang menggantikan
dinasti Warmadewa. Namun kerajaan Buleleng sendiri hancur akibat dari
serangan VOC pada tahun 1850.

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar di


Indonesia, bahkan dijuluki sebagai pusat agama Hindu di luar India.

Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya.
Terbukti dari sebutan negara maritimnya.

Sejarah Kerajaan Sriwijaya dapat diakses dari prasasti-prasasti


peninggalan kerajaan baik di dalam maupun di lur negeri serta dari berita-
berita asing.

Kerajaan Buleleng dibangun berkat campur tangan dari I Gusti


Anglurah Panji Sakti yang saat kecil memiliki nama panggilan I Gusti gede
Pasukan. Ayahnya sendiri bernama I Gusti Ngurah Jelantik dan ibunya
merupakan selir yang memiliki nama Ni Luh Pasek yang berasal dari Desa
Panji.
25

Sebagai seseorang yang memiliki andil dalam membangun kerajaan


Buleleng, I Gusti Anglurah dibekali oleh suatu kekuatan sihir yang berasal
dari orang tuanya. Ayahnya sendiri, I Gusti Ngurah Jelantik merasa
terbebani dengan adanya kekuatan yang dimiliki karena itu bisa
membuatnya mencelakakan putra mahkota.

Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng.


Akan tetapi, tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat
Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan penemuan beberapa bangunan
pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa
pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai
berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di
Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama
Buddha di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti
arca Buddha di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.

III.2 Saran

Saran untuk para siswa dan teman sebaya saya, agar jangan
melupakan sejarah bangsa kita, dan berusaha dan melestarikan peninggalan
sejarah yang ada di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai