Anda di halaman 1dari 14

Resume Buku

PEMIKIRAN POLITIK DALAM Al-Quran

TUGAS INI UNTUK MEMENUHI TUGAS INDIVIDU


MATA KULIAH AGAMA ISLAM

Disusun Oleh :

Alpherazht Atlanticho L 1910412097

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2019

1
 Identitas Buku

Judul Asli : Ushulul-Fikris-Siyaasi Al-Qur’aanil-Makki

Penulis : Dr. Tijani Abdul Qadir Hamid

Penerbit : Daarul-Basyiir lin-Nasyri wat-Tauzi’

Tahun : 1995 M

Judul : Pemikiran Politik Dalam Al-Qur’an

Penerjemah : Abdul Hayyie al-kattani

Jumlah Halaman : 280 Halaman

Penerbit : Gema Insani Press

Tahun Terbit : Dzulhijjah 1421 H/ Maret 2001 M (Cetakan Pertama)

2
 Resume Singkat Isi Buku

1. Pemikiran Politik Dalam Al-Qur’an

Di kalangan pakar Islam, terdapat tiga pemikiran yang berkembang

tentang masalah: apakah Al-Quran berpretensi mengatur kehidupan sosial politik

umat manusia, atau tidak. Kelompok pertama mengatakan bahwa Islam adalah

agama yang lengkap mengatur segala aspek kehidupan manusia -termasuk politik.

Karena itu, Al-Quran, sebagai pedoman hidup umat Islam, juga memuat ihwal

sistem politik yang harus diterapkan manusia.

Kelompok ini diwakili oleh, antara lain, Al-Maududi, Sayyid Quthb, dan

Hasan al-Banna -pendiri dan pemuka Ikhwanul Muslimin. Kelompok kedua

berpendapat bahwa Al-Quran tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan

-dan tidak mengatur- masalah-masalah politik. Menurut kelompok ini, Nabi

Muhammad SAW hanyalah utusan Tuhan, dan tidak diutus untuk menjadi

pemimpin politik.

Ke dalam kelompok kedua itu terhisablah, antara lain, Thaha Husein dan

Ali Abdurraziq. Kelompok ketiga berpendapat bahwa Al-Quran bukan buku

politik yang mengatur secara rinci masalah-masalah kenegaraan. Namun, sebagai

pedoman hidup bagi manusia, Al-Quran tidak melupakan sama sekali

pembicaraan tentang masalah kenegaraan dan pemerintahan.

Adapun mengenai bentuk dan sistemnya, Al-Quran menyerahkan

sepenuhnya kepada manusia sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Ini

3
terlihat pada pandangan-pandangan Husein Haykal, Abduh, Fazlur Rahman, dan

Muhammad Natsir. Pandangan kelompok terakhir ini, tampaknya, lebih ''masuk

akal'' dan dapat diterima.

Kehadiran Al-Quran tidak terlepas dari sistem sosial politik masyarakat

Quraisy Mekkah yang despotik dan eksploitatif. Dalam bukunya, Major Themes

of the Qur'an, Fazlur Rahman (1919-1988), tokoh neo-modernis Islam asal

Pakistan, mengatakan bahwa sejak periode awal, Al-Quran sudah menegaskan

cita-citanya untuk menegakkan sebuah masyarakat yang etis, demokratis, dan

egaliter.

Pengarang buku ini, seorang pemikir politik Islam dari Sudan, masuk ke

dalam kelompok ketiga. Sebagaimana halnya Rahman, Tijani juga menarik

benang merah bahwa Al-Quran sudah membicarakan masalah politik ini sejak

periode Mekkah. Tijani mengambil contoh surat Al- A'raf (surat ketujuh dalam Al-

Quran). Ia membagi surat ini menjadi tiga bagian.

Bagian awal memuat kerangka deskriptif tentang kedudukan manusia di

muka bumi, dan apa saja yang harus dilakukannya. Bagian kedua memuat kisah-

kisah para rasul Allah yang menyampaikan risalah-Nya. Pada bagian ini

dijelaskan pokok-pokok pemikiran politik Al-Quran tentang latar belakang sosio-

historis masyarakat yang dihadapi para rasul tersebut, seperti Nuh, Hud, Shaleh,

Syu'aib, dan Musa..

Ada benang merah yang dapat ditarik dari pertengahan surat Al-A'raf ini.

Yakni, pembangkangan dan perlawanan terhadap kebenaran akan berakhir pada

4
kehancuran suatu masyarakat, atau negara. Kisah para rasul itu menunjukkan

bahwa masyarakat yang mereka hadapi pada umumnya menolak kebenaran,

berlaku sewenang-wenang terhadap orang yang lemah, hidup mewah dan berfoya-

foya, tidak memiliki kepedulian sosial, dan tidak menjalankan fungsi kontrol

terhadap kekuasaan. Akibatnya, mereka mengalami siksaan yang mahahebat dari

Allah.

Barulah pada bagian akhir surat ini Tuhan menghibur Nabi supaya tidak

terlalu kecewa oleh pembangkangan masyarakat Quraisy Mekkah. Mereka juga

akan mengalami nasib yang sama dengan umat-umat sebelumnya, karena sistem

politik, ekonomi, dan sosial yang mereka bangun sangat rapuh dan tidak berbeda

dengan masyarakat yang dihadapi para rasul sebelum Muhammad.

Buku ini mengombinasikan politik dan tafsir. Dalam buku ini, pengarang

mengkaji masalah filsafat politik dengan berpijak pada kerangka tafsir tematik

(mawdhu'i) Al-Quran. Tijani mengelaborasi Al-Quran periode Mekkah, sebuah

upaya yang langka dilakukan para pengarang lain. Di sinilah letak keistimewaan

buku ini.

Dalam resume ini saya mungkin akan sedikit membahas tentang ayat-ayat

al-Qur’an surah Al-A’raaf sajah, karena jika diresum keseluruhan mungkin kertas

15 halaman tidak cukup untuk menuangkan pemikiran dalam buku ini. Sedangkan

isi dari keseluruhan buku mungkin singkatnya telah disampaikan diatas, meskipun

memang itu masih sangat kurang lengkap.

5
Pemikiran politik secara khusus mengkaji segi kekuasaan; bagaimana

sampai pada kekuasaan itu (baik secara sukarela maupun dengan paksaan

kekuasaan)? Bagaimana mengaturnya? Bagaimana hubungan individu dengan

kekuasaan itu? Politik juga mengkaji “Undang-Undang Dasar” yang mengatur

hubungan organisasi antara lembaga-lembaga kekuasaan politik (eksekutif,

legistalif, dan yudikatif). Dalam buku ini penulis mengkaji tentang pokok-pokok

politik. Pokok-pokok politik ini adalah pembukaan redaksional yang mungkin

ditujukan kepada masyarakat Quraisy yang dikehendaki untuk diubah dari

kejahiliahan kepada islam pada masa periode Mekah.

Dalam perkembangan pemikiran politik, ada beberapa aliran pemikiran

yang memiliki pengaruh, diantaranya:

a. Idealisme Platoisme

Idealisme platoisme mengembalikan undang-undang dalam masyarakat

kepada sumber idealnya yang lebih tinggi dari sumber yang digunakan oleh

peganisme kuno. Namun, sumber Plato bagi undang-undang itu dituduh misterius

dan tidak jelas, sebagaimana kita lihat, dan sama sekali tidak akrab dengan

manusia.

b. Mazhab Tauhid Islam

Aliran ini berpendapat sebaliknya dengan idealisme Platoisme bahwa

materi yang menjadi bahan pembentukan alam adalah hakikat yang bentuknya

independe dari pemikiran. Dalam hal ini kewajiban pemerintah dan kekuasaan

hukum tertinggi dalam teori akidah tauhid ini semata-mata untuk Allah saja.

Sebagian orang berkata bahwa mazhab tauhid Islam dapat memutuskan mata

6
rantai sejarah dan lupa untuk mengambil pelajaran darinya. Ini adalah pekataan

yang bertolak dari dasarnya. Karena jika memperhatikan al-Qur’an, kita akan

mendapatkan kebenarannya. Untuk memperjelasnya kita harus memperhatikan

ayat-ayat dari Al-Qur’an periode mekah yang artinya:

“ia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.

Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri.

dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah

kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak

lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.” (faathir : 39)

Atau

“dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. jika Dia

menghendaki niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa

yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah

menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain.”(al-An’aam :133)

Dan

“dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia

meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,

untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya

Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang.”(al-An’aam : 165)

7
Ayat-ayat ini bukan edaksional yang hanya ditunjukan kepada muslimin

dan kaum kafirin. Namun, ia adalah redaksi yang ditunjukan bagi manusia secara

umum dan memberikan pengertian dengan amat jelas bahwa gerakan sejarah dan

perkembangannya terjadi oleh perbuatan manusia dengan kehendak bebasnya,

yang berakhir pada kekuatan peradaban di ata bumi atau berakhir pada

kehancuran dan kefanaan untuk digantikan oleh makhluk lain.

Dalam bab kedua dibahas menenai Pokok-pokok Pemikiran Politik dalam

Al-Qur’an Periode Mekah. Seperti diketahui, Al-Qur’an tidak mengetengahkan

pemikiran dam prinsip-prinsip dalam bentuk konsep sistematis seperti dilakukan

para ahli logika dan filospf. Namun, ia mengetengahkannya secara bahasa dan

materiil melalui model-model aplikasi, seperti dilakukan leh seniman atau

sastrawan. Dalam bab ini penulis memilih surat al-A’raaf untuk mempermudah

kajian membagi surh ini menjadi tiga bagian, diantaranya:

A. Makna-makna bagian Pertama

Manusia seluruhnya adalah makhluk dan semua disiptakan dari jiwa yang

satu. Mereka juga diciptakan atas fitrah yang suci, yiatu Islam. Allah SWT telah

menempatkan mereka diatas muka bumi, serta menjadikan penghidupan mereka

di bumi itu.

Ayat yang menunjukan makna tersebut adalah :

“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya

Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang kepadanya. Maka setelah

dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah

8
Dia merasa ringan (Beberapa waktu). kemudian tatkala Dia merasa berat,

keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata:

"Sesungguhnya jika Engkau memberi Kami anak yang saleh, tentulah Kami

terraasuk orang-orang yang bersyukur". tatkala Allah memberi kepada keduanya

seorang anak yang sempurna, Maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah

terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha

Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (al-A’raaf : 189-190)

Ayat ini menerangkan bahwa manusia semuanya adalah diciptakan.

Penciptaan itu adalah diawali dari jiwa yang satu. Sebagian penafsir berpendapat

bahwa yang dimaksud dengan jiwa yang satu itu adalah Adam. Dan pasangannya

yang dimaksud adalah Hawa.

Sedangkan firman Allah SWT

“Allah berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati,

dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.”(al-A’raaf :25)

Sebagaimana ayat-ayat penciptaan berbicara tentang asal kehidupan

manusia, ayat-ayat tentang bumi ini juga berbicara tentang unsur-unsur pokok

penopang kehidupan. Yang bermakna bahwa kehidupan manusia berkaitan dengan

pembangunan bumi dengan tujuan untuk hidup.

Manusia seluruhnya mendapatkan perintah, oleh karena itu Allah SWT

akan mengutus kepada mereka rasul-rasul yang dipilih dari kalangan mereka

untuk menyampaikan perintah-Nya kepada mereka. Nash-nash yang menunjukan

hal itu :

9
“ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah

kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu

mengambil pelajaran (daripadanya).” (al-A’raaf : 3)

Redaksi yang ditunjukan Allah SWT kepada manusia didunia disampaikan

tidak secara langsung, namun melalui para rasul yang mempunyai tugas untuk

menjelaskan hukum-hukum itu, sehingga dengan itu mereka wajib diiuti.

Tindakan mengikuti para rasul bukan semata karena individu mereka, namun

karena kedudukan mereka sebagai duta antara sang khalik dan makhluk, untuk

membawa perintah takrif dari-Nya untuk makhluk-Nya.

“Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu Rasul-rasul daripada kamu

yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, Maka Barangsiapa yang bertakwa

dan Mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan

tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-A’raaf ; 35)

Pertama, kita menangkap, ayat-ayat itu menunjukkan bahwa para rasul

adalah “dari kalian”, artinya sama dengan kalian dalam kesatuan asal manusia

yang paling elementer. Kedua, kita mennagkap bahwa ayat itu menunjukkan

beberapa macam model aplikasi manusia terhadap ayat-ayat Allah. Ketiga, ayat

itu juga menunjukkan bahwa tugas para rasul adalah tugas yang terikat dengan

rentang waktu. Mereka pasti akan mati, sesuai dengan takdir manusia. Sementara

risalah-risalah yang mereka bawa tidak turut mati. Oleh karena itu, ayat itu

menegaskan keharusan mengikuti apa yang diturunkan, yaitu wahyu.

10
Bagaimana makna-makna ini menjadi pokok-pokok pemikiran politik?

Penulis mengatakan bahwa makna-makna ini yang diungkapkan pada

bagian awal surah al-A’raaf menjelaskan secara umum hakikat kedudukan

manusia, hakikat hubungannya bersama Allah, bersama alam materi, dan bersama

alam manusia. Namun, penulis menjelaskan pokok-pokok pemikiran politik dalam

Al-Qur’an periode Mekah sebagai berikut:

Pertama, manusia adalah makhluk dan Allah SWT-lah yang menciptakan

mereka dan mereka tidak menciptakan diri mereka sendiri. Hal itu secara

elementer dan jujur menuntut manusia untuk mengakui kekuaaan tertinggi yang

Mahakuasa untuk menciptakan Dia semata yang mempunyai kekuasaan

penciptaan itu.

Kedua, manusia diciptakan dari jiwa yang satu, yaitu jiwa Adam yang

berasal dari tanah. Hal ini berarti tidak ada satupun anak Adam ini yang berhak

untuk mengklaim mempunyai keistimewaan atas seseorang, ditinjau dari asal

ciptaan, juga dari sisi penisbatan diri kepada kekuasaan yang Mencipta dan

Melukiskan yang paling tinggi, yaitu Allah SWT.

Ketiga, manusia diciptakan dari fitrah yang suci. Untuk memperkuat

pengertian ini bahwa tabiat jiwa manusia dari penciptaan adalah selaras dengan

tabiat perintah ilahi. Keempat, Allah SWT telah menempatkan manusia di muka

bumi dan menciptakan penghidupan mereka disana. Kelima, ayat-ayat itu

menegaskan setelah menyebut kedudukan manusia di muka bumi dan persamaan

11
mereka di bawah lingkup taklif bahwa manusia adalah para khalifah rasul dalam

mewujudkan tauhid politik diatas muka bumi.

B. Makna-makna bagian kedua

Eksperimen Rasul-rasul terdahulu Sepanjang Sejarah

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia

berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu

selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu

akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (al-A’raaf : 59)

“dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah)

tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan

faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini)

sebelummu?". Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu

(kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang

melampaui batas.” (al-A’raaf : 80-81)

“jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth

dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; Sesungguhnya mereka adalah orang-

orang yang berpura-pura mensucikan diri."(al-A’raaf : 82)

“pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: "Sesungguhnya Musa ini adalah

ahli sihir yang pandai, yang bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari

negerimu". (Fir'aun berkata): "Maka Apakah yang kamu anjurkan?"(al-A’raaf :

109-110)

12
Berdasarkan eksperimen-eksperimen para rasul, penulis dapat

menyimpulkan:

1. Seluruh keberagaman dimulai dari “pewahyuan” uang dsampaikan

kepada manusia

2. Situasi dan kondisi tempat manusia hidup sebelum turunnya wahyu

adalah situasi dan kondisi yang tidak alami, yang dapat dijadikan

sebagai landasan untuk menympulkan nilai dan perilaku.

3. Bumi adalah tempat hidup, baik bagi mereka yang berusaha

menegakkan keadilan maupun bagi mereka yang membuat kerusakan.

4. Para rasul adalah manusia yang pertama kali membawa pemikiran

tentang negara dan berhukum kepada undang-undang yang tidak

diciptakan oleh seseorang atau bersifat personal.

5. Keinginan untuk berkuasa di muka bumi dan memimpin manusia

adalah inklinasi yang ada daalm fitrah manusia.

C. Makna Bagia Ketiga

“betapa banyaknya negeri yang telah Kami binasakan, Maka datanglah siksaan

Kami (menimpa penduduk)nya di waktu mereka berada di malam hari, atau di

waktu mereka beristirahat di tengah hari.” (al-A’raaf : 4)

“dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya

Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik.” (al-A’raaf : 102)

“Sesungguhnya pelindungku ialahlah yang telah menurunkan Al kitab (Al

Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (al-A’raaf : 196)

13
1. Karakteristik Negara Islam

Penulis menyimpulkan bahwa karakteristik negara Islam yaitu:

A. Negara islam adalah negara tauhid yang bebas. Selama keadilan diloyalitaskan

kepada Allah maka hasilnya penyatuan loyalitas tersebut akan membebaskan

manusia.

B. Diantara karakteristik negara Islam adalah negara yang diperuntukan buat

mabusia.

C. Negara Islam adalah negara undang-undang. Dinegara islam pemimpin

maupun rakyat bertahkim kepada syariat yang telah dikenal. Syariat yang

memiliki kaidah tematis dan eksistensi yang independen.

D. Negara Islam adalah bukan negara teokrasi. Negara islam terletak antara Al-

Qur’an dan umat.

2. Hubungan International dan Pengaruhnya Dalam Negara Rasulullah

SAW

Dalam bab buku ini tujuannya untuk mengamati dakwah Rasulullah saw.

Serta untuk mengamati proses penyimpangan yang telah terjadi pada agama

ibrahim dan nasib agama ibrahim. Akhirnya, menjadikan tauhid Ibrahim sebagai

titik awal bagi aktivitas politik Nabi serta metodologi beliau didalam melakukan

perubahan.

14

Anda mungkin juga menyukai