Anda di halaman 1dari 14

GEOLOGI DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN

GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL,


DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Wahyu Dwi Aryanto1), dan Djauhari Noor2)

ABSTRAK

Tujuan penelitian geologi daerah Gedangsari dan sekitarnya, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah
Istimewa Jogyakarta adalah untuk mengetahui sejarah perkembangan bentangalam (paleogeografi), sejarah
perkembangan cekungan, dan sejarah perkembangan tektonik daerah penelitian. Metodologi penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi pustaka, penelitian lapangan, analisa laboratorium dan studio yang keseluruhan
dituangkan dalam sebuah laporan Tugas Akhir.

Hasil yang dicapai dalam penelitian dan pemetaan geologi daerah Gedangsari dan sekitarnya, Kecamatan Gedangsari,
Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta serta hasil analisis kestabilan terowongan pada Unit
Pertambangan Emas Pongkor, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah sebagai berikut:
Geomorfologi daerah penelitian berdasarkan morfogenesanya dapat dibagi menjadi 2 (dua) satuan geomorfologi, yaitu:
(1). satuan geomorfologi perbukitan homoklin yang berstadia dewasa dan (2). satuan geomorfologi dataran aluvial
berstadia muda. Pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian adalah berpola trellis yang dikontrol oleh struktur
perlapisan berupa struktur homoklin dan stadia erosi sungainya berada pada tahapan muda dan dewasa.Satuan batuan
yang terdapat di daerah penelitian dari tua ke muda adalah satuan batuan batupasir, batulanau, batulempung, tufa dan
breksi Formasi Kebo-Butak yang berumur Oligosen Akhir dan diendapkan pada lingkungan laut terbuka dengan
mekanisme arus turbid pada kipas bawah laut bagian “Channeled portion of suprafan lobes on mid fan - - upper fan
channel fill”. Selaras diatas Formasi Kebo-Butak diendapkan satuan batuan batupasir tufan, batulempung, tufa, tufa
lapili dan breksi batuapung Formasi Semilir berumur N 4 – N6 atau kala Miosen Awal Bagian Bawah – Miosen Awal
Bagian Tengah diendapkan pada kedalaman 200 – 600 meter atau bathyal bawah dengan mekanisme arus turbit pada
kipas bawah laut bagian “smooth – channelled portion of supra fan lobes on mid fan”. Selaras diatas Formasi Semilir
diendapkan satuan batuan breksi gunungapi, aglomerat dan batupasir tufaan Formasi Nglanggran pada kala Miosen
Awal Bagian Akhir – Miosen Tengah Bagian Bawah yang diendapkan di lingkungan darat – laut dangkal. Satuan aluvial
merupakan satuan termuda berupa material lepas ukuran lempung hingga bongkah dan dijumpai menutupi satuan-satuan
batuan yang lebih tua yang dibatasi oleh bidang erosi.

Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur kekar, struktur homoklin dan sesar geser jurus.
Struktur kekar berupa kekar gerus (shear fracture) dan kekar tarik (tensional joint). Struktur lipatan berupa struktur
homoklin dan struktur patahan berupa sesar geser jurus Sampang, sesar geser jurus Terban, sesar geser jurus Nglegi,
sesar geser Jurus Hargomulyo dan sesar geser jurus Mertelu. Keseluruhan struktur geologi di daerah penelitian terjadi
dalam satu periode tektonik yaitu pada kala Miosen Tengah Bagian Tengah - Pleistosen dengan arah gaya utama N 1850
E atau arah Utara – Selatan.

Kata Kunci : Geomorfologi, Stratigrafi, Struktur Geologi, dan Sejarah Geologi

1. PENDAHULUAN Berdasarkan adanya perbedaan hubungan stratigrafi dan


umur formasi yang terdapat di Zona Pegunungan
1.1. Latar Belakang Selatan Bagian Barat tersebut, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dan pemetaan geologi di
Penelitian geologi di Zona Pegunungan Selatan telah daerah Gedangsari dan sekitarnya, Kecamatan
banyak dilakukan oleh para peneliti, antara lain Bothe Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah
(1929); Van Bemmelen (1949); Sumarso dan Istimewa Jogyakarta, dimana penelitian ini ditujukan
Ismoyowati (1975); dan Surono Dkk (1992). Hasil untuk mengetahui dan memastikan posisi stratigrafi
penelitian dari ke-empat peneliti tersebut diatas masih antara formasi-formasi yang ada serta umur dari batuan-
terdapat ketidak sepakatan terutama mengenai umur batuan yang terdapat di daerah penelitian.
dan hubungan stratigrafi dari setiap formasi yang
terdapat di Zona Pegunungan Selatan Bagian Barat.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 1


1.2. Maksud dan Tujuan satuan batuan, lingkungan pengendapan dan
hubungan stratigrafinya.
Penelitian geologi daerah Gedangsari dan Sekitarnya, 3. Struktur geologi yang berkembang di daerah
Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, penelitian yang cukup menarik dimana batuan
Daerah Istimewa Yogyakarta dimaksudkan untuk batuan-batuan yang lebih tua terangkat ke
memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan permukaan berada diatas batuan yang lebih muda.
pendidikan sarjana strata satu (S-1) pada Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan. 2. GEOMORFOLOGI
Adapun tujuan dari penelitian dan pemetaan geologi di
daerah Gedangsari, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten 2.1. Fisiografi
Gunung Kidul, Daerah Istimewa Jogyakarta adalah
mengetahui keadaan geologi daerah tersebut yang Menurut Van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Tengah
mencangkup sejarah perkembangan bentangalam bagian selatan bagian barat meliputi kawasan
(paleogeografi), sejarah perkembangan cekungan, dan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan
sejarah perkembangan tektonik. Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi dua zona,
yaitu: Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan.
1.3. Letak dan Luas Daerah Penelitian
Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah
Secara administrasi daerah penelitian berada di wilayah (Central Depression Zone) Pulau Jawa. Zona ini
Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, ditempati oleh kerucut G. Merapi (± 2.968 m). Kaki
Daerah Istimewa Jogyakarta. Secara geografis daerah selatan - timur gunungapi tersebut merupakan dataran
penelitian dibatasi oleh batas-batas lintang dan bujur Yogyakarta - Surakarta ( ± 100 m sampai 150 m) yang
sebagai berikut: 108047’38” - 108050’15” Bujur Timur tersusun oleh endapan aluvium asal G. Merapi. Di
dan 7027’00” - 7028’00” Lintang Selatan. Luas sebelah barat Zona Pegunungan Selatan, dataran
wilayah penelitian adalah 7 km x 7 km atau seluas 49 Yogyakarta menerus hingga pantai selatan Pulau Jawa,
km2dan berdasarkan pembagian Peta Rupabumi yang melebar dari Pantai Parangtritis hingga K. Progo.
Indonesia daerah penelitian termasuk kedalam Peta Aliran sungai utama di bagian barat adalah K. Progo dan
Rupa Bumi Lembar Klaten No. 1408-331; Lembar K. Opak, sedangkan di sebelah timur adalah K.
Jabung No. 1408-318; Lembar Ceper No. 1408-332 dan Dengkeng yang merupakan anak sungai Bengawan
Lembar Cawas No.1408-319 skala 1:25.000 terbitan Solo.
Bakosurtanal dan berdasarkan Peta Geologi, daerah
penelitian termasuk kedalam Peta Lembar Surakarta dan Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran
Giritontro skala 1:100.000 tahun 1992 yang diterbitkan Yogyakarta-Surakarta di sebelah barat dan utara,
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur,
Bandung. Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di
sebelah barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran
1.4. Metodologi Penelitian Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di
bagian utara berupa gawir Baturagung. Bentuk
Metodologi penelitian yang dipakai dalam penelitian Pegunungan Selatan ini hampir membujur barat-timur
dan pemetaan geologi daerah Gedangsari dan sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-selatan
sekitarnya, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung mempunyai lebar lebih kurang 40 km.
Kidul, Yogyakarta ini meliputi 4 tahap, yaitu: (1) Tahap
Persiapan; (2). Tahap Pekerjaan Lapangan; (3). Tahap 2.2. Geomorfologi Daerah Penelitian
Pekerjaan Laboratorium dan Studio dan (4). Penulisan
Laporan. Berdasarkan pembagian zona fisiografi Van Bemmelen
(1949) serta memperhatikan bentuk-bentuk
1.5. Rumusan Permasalahan. bentangalam dan batuan-batuan yang menyusun
bentangalam yang ada di daerah penelitian, maka daerah
Penelitian yang dilakukan di daerah Gedangsari dan penelitian berada pada Zona Pegunungan
sekitarnya, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Selatan.Satuan geomorfologi daerah penelitian dapat
Kidul, Yogyakarta memiliki berbagai permasalahan dikelompokan menjadi 2 (dua) satuan geomorfologi
yang harus dapat dipecahkan, yaitu antara lain : berdasarkan genesa pembentukan bentangalam yang
1. Proses pembentukan bentangalam (geomor fologi) di dikemukakan oleh Davis (1954) dalam Thornburry
daerah penelitian yang dikendalikan oleh struktur, (1967) yaitu (Gambar 2.): (1).Satuan Geomorfologi
proses-proses geomorfologi dan stadia Perbukitan Homoklin; (2). Satuan Geomorfologi
geomorfiknya. Dataran Aluvial
2. Tatanan batuan yang terdapat di daerah penelitian,
baik penyebaran secara vertikal dan lateral, umur
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 2
batuan yang lebih tua berupa material lepas
berukuran lempung hingga bongkah. Satuan
geomorfologi dataran aluvial di daerah penelitian
tersebar dibagian utara lembar peta menempati
sekitar 16 % dari luas daerah penelitian dan pada
peta geomorfologi diberi warna biru. Morfometri
satuan ini dicirikan oleh bentuk bentang alam berupa
dataran dengan kelerengan berkisar antara 0% - 2%
dan berada pada ketinggian 125 - 135 mdpl. Proses-
proses geomorfologi yang teramati berupa material-
material hasil dari proses pelapukan dan erosi batuan
yang berasal dari hulu sungai yang kemudian
Gambar 1. Peta Gemorfologi Daerah Gedangsari Dsk., tertransportasikan oleh media air sungai dan
Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Bantul, terendapkan di daerah sekitar sungai dengan energi
Yogyakarta yang rendah, sehingga terbentuklah bentukan-
bentukan morfologi khas endapan alluvial ini seperti
1) Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin dataran banjir dan gosong-gosong pasir. Jentera
Genenetika satuan geomorfologi perbukitan geomorfik satuan geomorfologi dataran aluvial
homoklin yang terdapat di daerah penelitian dapat dikatakan berada dalam stadia geomorfik
dikontrol oleh struktur perlipatan yang menghasilkan muda dikarenakan proses-proses erosi dan
bentuk perbukitan yang memiliki jurus perlapisan sedimentasi masih terus berlangsung hingga saat ini.
berarah relatif barat – timur dan kemiringan lapisan
ke arah selatan. Satuan geomorfologi ini disusun oleh 2.2.1. Pola Aliran Sungai dan Genetika Sungai
batuan-batuan dari Formasi Kebo-Butak, Formasi
Semilir, dan Formasi Nglanggran dengan kedudukan Ditinjau dari aspek geologi yang mempengaruhi seperti
batuan yang homogen dan arah kemiringan lapisan kekerasan batuan dan struktur perlapisan batuan yang
batuan ke arah selatan. Satuan geomorfologi ini mengontrol pola pengaliran sungai yang terdapat di
menempati 85% dari luas daerah penelitian dan pada daerah penelitian, maka pola aliran sungainya dapat
peta geomorfologi diberi warna ungu. Secara dikatakan sebagai sungai yang berpola Trellis. Adapun
morfometri, satuan geomorfologi ini berada pada tipe genetika sungai yang berkembang di daerah
ketinggian antara 125 – 640 meter diatas permukaan penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu: (1).
laut dan kelerengan berkisar 100 - 350. Hasil dari sungai konsekuen; (2). sungai obsekuen dan (3). sungai
proses-proses eksogen (pelapukan, erosi/denudasi, subsekuen. Tipe genetika sungai konsekuen dapat
dan sedimentasi) yang teramati pada satuan diamati dengan jelas pada sungai Mertelu, sedangkan
geomorfologi ini berupa tanah sebagai hasil tipe genetika sungai obsekuen dapat diamati dengan
pelapukan batuan dengan ketebalan tanah berkisar 20 jelas pada sungaiNgalangdan tipe genetika sungai
cm - 5 meter. Hasil erosi dan denudasi yang bekerja subsekuen dapat diamati pada sungai Suru.
pada satuan geomorfologi ini menghasilkan bentuk
bentangalam berupa alur-alur - bentuk lembah, hal 2.2.2. Stadia Erosi Sungai
ini tercermin dengan relief topografi dari satuan
geomorfologi yang bertekstur kasar, sedangkan hasil Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, proses erosi
sedimentasi pelapukan dan erosi umumnya masuk sungai di daerah penelitian secara umum pada tahapan
kedalam sistem pengaliran sungai yang terdapat di muda sampai tahapan dewasa. Stadia erosi sungai muda
penelitian dan diendapkan sebagai endapan dicirikan dengan aliran sungai yang menempati seluruh
permukaan dan endapan aluvial sungai. Stadia lantai dasar suatu lembah. Umumnya profil lembah
geomorfik satuan ini sudah berada dalam tahapan sungai yang berbentuk huruf “V” dan arus sungai
dewasa didasarkan pada bentuk bentangalamnya relative deras dengan proses erosi yang intensif ke arah
yang sudah mengalami perubahan yang cukup vertikal serta proses sedimentasi yang masih
signifikan dari bentuk asalnya akibat proses sedikit.Sungai-sungai yang memiliki stadium erosi
eksogenik (pelapukan dan erosi/denudasi) yang muda di daerah penelitian umumnya merupakan anak-
bekerja pada satuan ini. Hal ini tercermin dari anak sungai yang mengalir pada lereng-lereng bukit
bentuk-bentuk lembah yang lebar serta gawir yang antara lain sungai Suru. Stadia erosi sungai dewasa
terjal menunjukan tahapan dewasa. memiliki ciri-ciri adanya bentuk lembah sungai yang
melebar menyerupai huruf “U”, proses erosi kearah
2) Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial vertikal dan lateral sudah seimbang, dan bentuk sungai
Genetika satuan geomorfologi dataran aluvial yang sudah mulai bermeander serta mulai terbentuknya
terdapat di daerah penelitian merupakan hasil gosong pasir dan point bar. Sungai-sungai yang
pengendapan dari pelapukan dan erosi batuan- memiliki tahapan dewasa di daerah penelitian terutama
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 3
merupakan sungai-sungai utama antara lain sungai bervariasi dari andesit hingga dasit. Ketebalan
Kaligayam. formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter.Pada
umumnya, formasi ini miskin akan fosil. Namun,
2.3. Stratigrafi Sumarso dan Ismoyowati (1975) menemukan
fosil forminifera planktonik yang menunjukan umur
2.3.1. Stratigrafi Zona Pegunungan Selatan Bagian formasi ini adalah Miosen Awal - Miosen Tengah
Barat Bagian Bawah. Formasi Semilir ini menindih secara
selaras Formasi Kebo-Butak, namun secara setempat
Stratigrafi Zona Pegunungan Selatan telah banyak tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini
dikemukakan oleh beberapa peneliti yang membedakan menjemari dengan Formasi Nglanggran dan Formasi
stratigrafi wilayah bagian barat (Parangtritis - Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras oleh
Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari - Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992).
Pacitan). Penamaan litostratigrafi Zona Pegunungan
Selatan Bagian Barat menurut Surono, dkk., (1992) dari  Formasi Nglanggran
batuan yang tertua hingga termuda. Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di
sebelah selatan Desa Semilir. Batuan penyusunnya
 Formasi Wungkal-Gamping terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Pada
Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan umumnya Formasi Nglanggran ini juga miskin akan
batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan fosil. Sudarminto (1982, dalam Bronto dan Hartono
ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara (2001)) menemukan fosil foraminifera pada sisipan
batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. batulempung yang menunjukkan umur Miosen
Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal Awal. Sedangkan (Saleh, 1977, dalam Bronto dan
pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar Hartono, 2001) menemukan fosil foraminifera
di Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal, Desa planktonik pada sisipan batupasir yang menunjukkan
Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar umur Miosen Tengah bagian bawah. Sehingga
120 meter (Bronto dan Hartono, 2001).Di bagian disimpulkan bahwa umur formasi ini adalah Miosen
bawah, Formasi Wungkal-Gamping mengandung Awal - Miosen Tengah Bagian Bawah. Ketebalan
fosil foraminifera besar yang menunjukkan umur formasi ini di dekat Nglipar sekitar 530 meter.
Eosen Tengah bagian bawah sampai tengah. Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir dan
Sementara itu bagian atas formasi ini mengandung Formasi Sambipitu dan secara tidak selaras ditindih
asosiasi fosil foraminifera kecil yang menunjukkan oleh Formasi Oyo dan Formasi Wonosari. Dengan
umur Eosen Akhir. Jadi umur Formasi Wungkal- banyaknya fragmen andesit dan batuan beku luar
Gamping ini adalah Eosen Tengah sampai dengan berlubang serta mengalami oksidasi kuat berwarna
Eosen Akhir (Sumarso dan Ismoyowati, 1975). merah bata maka diperkirakan lingkungan asal
batuan gunungapi ini adalah darat hingga laut
 Formasi Kebo-Butak dangkal. Sementara itu, dengan ditemukannya
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. fragmen batugamping terumbu, maka lingkungan
Butak yang terletak di lereng dan kaki utara gawir pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan
Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian di dalam laut.
bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau,
batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian  Formasi Sambipitu
atasnya berupa perselingan batupasir dan Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu
batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat pada jalan raya Yogyakarta-Patuk-Wonosari
di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit- kilometer 27,8. Ketebalan Formasi Sambipitu ini
basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi mencapai 230 meter.Batuan penyusun formasi ini di
andesit.Pada Formasi Kebo-Butak, Sumarso dan bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian
Ismoyowati (1975) menemukan fosil-fosil tersebut ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang
menunjukkan umur Oligosen Akhir - Miosen Awal. berselang-seling dengan serpih, batulanau dan
Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan
yang dipengaruhi oleh arus turbid. Ketebalan dari ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di
formasi ini lebih dari 650 meter. bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung
bahan karbonat. Formasi Sambipitu mempunyai
 Formasi Semilir kedudukan menjemari dan selaras di atas Formasi
Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah Nglanggran. Umur formasi ini adalah Miosen
selatan Klaten. Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, Tengah (Bothe, 1929). Namun Suyoto dan Santoso
tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan (1986, dalam Bronto dan Hartono, 2001)
serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut menentukan umur formasi ini mulai akhir Miosen
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 4
Bawah sampai Awal Miosen Tengah. Kandungan  Endapan Permukaan
fosil bentoniknya menunjukkan adanya percampuran Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan
antara endapan lingkungan laut dangkal dan laut batuan yang lebih tua yang terbentuk pada Kala
dalam. Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas
sampai padu lemah, berbutir lempung hingga
 Formasi Oyo kerakal. Surono dkk. (1992) membagi endapan ini
Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan menjadi Formasi Baturetno, Aluvium Tua dan
penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan Aluvium.
napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur
didominasi oleh batugamping berlapis dengan 2.3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian
sisipan batulempung karbonatan. Batugamping
berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun Berdasarkan hasil pengamatan, pengukuran dan
kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang pemerian batuan-batuan yang tersingkap di daerah
mengandung fragmen andesit membulat. Ketebalan penelitian dan hasil dari analisis labolatorium, maka
formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya dapat disimpulkan bahwa tatanan stratigrafi yang ada di
menindih secara tidak selaras di atas Formasi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan
Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu batuan, dengan urutan batuan dari yang tertua hingga
serta menjemari dengan Formasi Oyo. Formasi Oyo termuda adalah sebagai berikut (Gambar 2):
umumnya berlapis baik. Sedangkan fosil
foraminifera planktonik menunjukkan umur Miosen
Tengah hingga Miosen Akhir (Bothe, 1929).
Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal
(zona neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.

 Formasi Wonosari
Formasi ini oleh Surono dkk.(1992) dijadikan satu
dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan
Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya
sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi
Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap baik di
daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk
bentang alam Subzona Wonosari dan topografi karts Gambar 2. Peta Geologi Daerah Gedangsari Dsk., Kecamatan
Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini Gedangsari, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan
stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan 1. Satuan Batuan Batupasir Selang Seling Batulanau,
Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari Batulempung, Tufa, dan Breksi.
dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh Penamaan satuan ini didasarkan pada ciri fisik
batuan karbonat yang terdiri dari batugamping litologi yang dijumpai di di lapangan, terutama
berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan disepanjang lintasan pemetaan, yaitu berupa
sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya perselingan batupasir, batulanau, batulempung, tufa
terdapat di bagian timur. Umur formasi ini adalah dan sisipan breksi.
Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan Satuan batuan ini tersingkap di bagian utara hingga
pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) bagian tengah lembar peta, dengan pelamparan
yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk, batuan berarah barat - timur. Satuan ini dapat
1992). dijumpai dan tersingkap baik terutama di sungai-
sungai dan di bagian tebing atau bahu jalan
 Formasi Kepek disepanjang jalan pedesaan yang ada di daerah
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, penelitian. Kedudukan lapisan batuan berkisar dari N
sekitar 11 kilometer di sebelah barat Wonosari. 850 E - N 1200 E dan kemiringan lapisan batuannya
Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah berkisar 200 - 240.Ketebalan satuan ini dihitung
barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan berdasarkan penampang geologi diperoleh tebal
penyusunnya adalah napal dan batugamping lebih besar dari 1925 meter, sedangkan ketebalan
berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter. Formasi Kebo-Butak menurut Surono (1994) adalah
Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur lebih dari > 650 meter.
Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga
Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut Ciri fisik satuan batuan ini mulai dari bagian bawah
dangkal (zona neritik). dicirikan oleh perselingan batupasir, batulanau dan
batulempung, dan tufa dengan ketebalan batupsir
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 5
berkisar 5-50 cm, batulanau 5-15 cm, dan ketebalan berumur lebih tua dari satuan batuan satuan batuan
batulempung berkisar 5-20 cm dan tufa dengan batupasir tufaan selang seling batulempung, tufa,
ketebalan berkisar 5-20 cm. Struktur sedimen yang tufa lapili dan breksi batuapung. Hasil analisa fosil
berkembang pada bagian bawah berupa paralel foraminifera planktonik pada satuan batuan batupasir
laminasi dan batupasir masif. Kearah bagian tengah tufaan selang seling batulempung, tufa, tufa lapili
satuan batuan ini dicirikan oleh mulai hadirnya dan breksi batuapung yang berada diatasnya
breksi didalam perselingan batupasir, batulempung, diperoleh umur kisaran N4 - N6 atau berumur Miosen
tufa, dengan ketebalan batupasir 10-30 cm, AwalBagian Bawah – Miosen Awal Bagian Tengah.
batulempung 10-25 cm, tufa 10-30 cm dan breksi 50- Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan
200 cm.Kearah bagian atas satuan batuan ini, bahwa umur satuan batuan batupasir selang seling
dicirikan oleh perselingan batupasir, batulempung batulanau, batulempung, tufa dan breksi lebih tua
dan tufa, sedangkan breksi sudah tidak dijumpai lagi. dari N4 - N6 atau lebih tua dari Miosen Awal Bagian
Ketebalan batupasir 20-40 cm, batulempung 15-20 Bawah – Miosen Awal Bagian Tengah. Menurut
cm dan tufa 15-25 cm. Pemerian megaskopis dari Sumarso dan Ismoyowati (1975), pada batuan
satuan batuan ini adalah: Batupasir berwarna abu- Formasi Kebo-Butak dijumpai fosil-fosil
abu terang, ukuran butir pasir sedang - pasir kasar foraminifera planktonik yang menunjukkan umur
(1 mm < Ø < 2 mm), bentuk butir menyudut – Oligosen Akhir – Miosen Awal. Berdasarkan data-
menyudut tanggung, kemas terbuka, pemilahan data tersebut diatas, maka penulis berkesimpulan
buruk, semen silika, struktur sedimen paralel bahwa satuan batuan batupasir selang seling
laminasi - masif. Komposisi mineral terdiri dari batulanau, batulempung, tufa dan breksi adalah
kuarsa, feldspar, lithik, hornblende, mineral opak, berumur Oligosen Akhir.
zeolit.Hasil analisis petrografi dari contoh sayatan
tipis batupasir yang diambil di lokasi pengamatan Penentuan lingkungan pengendapan satuan batuan
LP-118 dan LP-82 menunjukan batupasir berjenis batupasir selang-seling batulanau, batulempung, tufa
“Chiefly Volcanic Wacke” dan “Lithic Wacke” dan sisipan breksi yang terdapat di daerah penelitian
(Gilbert, 1954); Batulanau, berwarna abu-abu memakai pendekatan model facies yang diajukan
kekuningan, ukuran butir lanau, bentuk butir oleh Bouma (1962) tentang endapan turbidit dan
menyudut, kemas tertutup, pemilahan baik, semen Facies Turbidit Kipas Bawah Laut dari Walker
silika. Komposisi mineral terdiri dari mineral kuarsa, (1978). Penentuan lingkungan pengendapan satuan
feldspar dan lithik; Batulempung, berwarna abu-abu batuan batupasir selang-seling batulanau,
kehitaman, ukuran lempung, lunak – getas. batulempung, tufa dan sisipan breksi yang terdapat di
Komposisi minerl lempung; Tufa, berwarna abu-abu daerah penelitian ditentukan oleh ciri litologi,
keputihan, lunak - getas, ukuran butir debu (ash) - 2 struktur sedimen, dan perulangan satuan batuan
mm, Komposisi mineral gelas. Secara petrografis (Foto 1) yang dijumpai di lapangan, yaitu berupa:
sayatan tufa berjenis “Tuff Crystall” (Pettijohn,
1975); Breksi, berwarna abu-abu kehitaman, ukuran  Struktur sedimen “laminasi sejajar” (parallel
fragmen: kerikil-berangkal (2 mm < Ø < 256 mm), lamination) dari Sekuen Bouma (1962). Struktur
bentuk fragmen menyudut-menyudut tanggung, sedimen “slump” (Foto 2) yang dapat
kemas terbuka, pemilahan buruk, semen silika. disebandingkan dengan model Kipas Bawah Laut
Komposisi fragmen batuan beku andesit dan basalt. Walker (1978), yaitu pada facies “Upper Fan
Masa dasar ukuran pasir sedang-pasir kasar ( 1mm < Channel Fill”.
Ø < 2 mm).  Profil singkapan dari perselingan batupasir,
batulanau, batulempung, tufa, dan sisipan breksi,
Pada satuan batuan batupasir selang seling (Foto 3 dan 4) yang memperlihatkan “sekuen
batulanau, batulempung, tufa dan breksi tidak menipis keatas” (thinning upward sequence); dan
dijumpai fosil foraminifera plantonik guna hadirnya batupasir masif (tebal lapisan batupasir
penentuan umur satuan, maka penentuan umur pada > 1m) dapat disebandingkan dengan Masive
satuan batuan ini ditentukan dengan memakai hukum Sandstone (MS) dari model kipas bawah laut
superposisi serta merujuk pada hasil penelitian Walker (1978). Berdasarkan hasil analisa profil
terdahulu. Berdasarkan data lapangan diketahui dari singkapan yang terdapat di lokasi LP-72
bahwa kedudukan batuan dari satuan batuan diatas, maka satuan batuan batupasir selang-
batupasir selang seling batulanau, batulempung, tufa seling batulanau, batulempung, tufa, dan sisipan
dan breksi yang ada di daerah penelitian secara breksi di lokasi ini diperkirakan diendapkan pada
stratigrafi berada di bagian bawah dari satuan batuan lingkungan kipas bawah laut facies “Channelled
batupasir tufaan selang seling batulempung, tufa, portion of Suprafan Lobes on Mid Fan”.
tufa lapili dan breksi batuapung, maka menurut  Profil singkapan dari perselingan batupasir,
hukum superposisi satuan batuan batupasir selang batulanau, batulempung, tufa, dan sisipan breksi
seling batulanau, batulempung, tufa dan breksi (Foto 5) yang memperlihatkan “sekuen menipis
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 6
keatas” (thinning upward sequence); dan
hadirnya batupasir masif (tebal lapisan batupasir
> 1m) dapat disebandingkan dengan Masive
Sandstone (MS) dari model kipas bawah laut
Walker (1978). Berdasarkan hasil analisa profil
dari singkapan yang terdapat di lokasi LP-1142
diatas, maka satuan batuan batupasir selang-
seling batulanau, batulempung, tufa, dan sisipan
breksi di lokasi ini diperkirakan diendapkan pada
lingkungan kipas bawah laut facies “Channelled
portion of Suprafan Lobes on Mid Fan”.

Foto 4. Kesebandingan profil singkapan perselingan batupasir, batulanau,


batulempung yang terdapat di lokasi LP-72 dapat disebandingkan
dengan model kipas bawah laut Walker (1978) yaitu masuk kedalam
facies “Channelled portion of Suprafan Lobes on Mid Fan”.

Foto 1. Struktur sedimen Laminasi Sejajar yang dijumpai di LP-5. Struktur


ini dapat disebandingkan dengan Interval Tb dari sekuen Bouma
(1962).

Foto 5. Kesebandingan profil singkapan perselingan batupasir, batulanau,


batulempung yang terdapat di lokasi LP-114 dapat disebandingkan
dengan model kipas bawah laut Walker (1978) yaitu masuk kedalam
Foto 2. Struktur endapan “slump” yang dijumpai di lokasi pengamatan LP- facies “Channelled portion of Suprafan Lobes on Mid Fan”.
119 yang dapat disebandingkan dengan strukrur endapan “slump”
Pada model kipas bawah laut Walker (1978) yang berada pada
bagian “Upper Fan Channel Fill”. Berdasarkan data-data yang dijumpai di lapangan
dan data laboratorium, penulis menafsirkan bahwa
satuan batuan batupasir selang-seling batulanau,
batulempung, tufa dan sisipan breksi breksi
diendapkan dengan mekanisme arus turbid pada
lingkungan laut, pada facies Kipas Bawah Laut, yaitu
bagian “Channelled portion of Suprafan Lobes on
Mid Fa - .Upper Fan Channel Fill ”.

Kedudukan stratigrafi antara satuan batuan batupasir


selang-seling batulanau, batulempung, tufa dan
sisipan breksi dengan satuan batuan dibawahnya
Foto 3. Singkapan perselingan batupasir, batulanau, dan batulempung yang
memperlihatkan ada 5 sekuen perselingan batuan yang menunjukan
tidak dijumpai sehingga satuan ini merupakan satuan
sekuen “menipis keatas” (Thinning Upward Sequence) dijumpai di tertua yang ada di daerah penelitian, sedangkan
lokasi pengamatan LP-72. hubungan stratigrafi dengan satuan diatasnya, yaitu
satuan batuan batupasir tufaan selang-seling
batulempung, tufa, tufa lapili dan breksi batuapung
adalah selaras didasarkan pada data lapangan dimana

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 7


kedua satuan memperlihatkan jurus dan kemiringan kasar, bentuk butir menyudut tanggung, kemas
lapisan yang sama. terbuka, pemilahan sedang, semen silika, komposisi
mineral kuarsa, feldspar, lithik, hornblende,
Berdasarkan ciri litologinya, satuan batuan batupasir piroksen, dan mineral opak. Berdasarkan analisa
selang-seling batulanau, batulempung, tufa dan petrografi dari sayatan tipis batupasir diketahui
breksi yang tersingkap di daerah penelitian memiliki bahwa batupasirnya berjenis “Lithic Wacke” dan
kesaman dengn ciri litologi dari Formasi Kebo- “Chiefly Volcanic Wacke” (Gilbert, 1954).
Butak. Dengan demikian satuan batuan batupasir Batulempung berwarna abu-abu kehitaman, keras –
selang-seling batulanau, batulempung, tufa dan getas, ukuran butir lempung, komposisi mineral:
sisipan breksi yang terdapat di daerah penelitian mineral lempung; Tufa berwarna putih kekuningan -
sebanding atau identik dengan Formasi Kebo-Butak. kecoklatan, ukuran butir Ø< 2mm, lunak – agak
keras, komposisi mineral gelas (tufa). Hasil analisa
2. Satuan Batuan Batupasir Tufaan Selang Seling petrografi dari contoh sayatan tipis pada sampel
Batulempung, Tufa, Tufa Lapili dan Breksi nomor sayatan WA-007 berjenis “Lithic Tuffs”
Batuapung. (Pettijohn, 1975).Tufa Lapili, berwarna abu-abu
Penamaan satuan batuan ini didasarkan pada ciri hingga kuning – kecoklatan, berukuran butir 64 mm
fisik litologi yang dijumpai di di lapangan, terutama < Ø > 2 mm, bentuk butir menyudut tanggung, kemas
disepanjang lintasan pemetaan, yaitu terdiri dari terbuka, pemilahan buruk, semen silika, komposisi
perselingan batupasir tufaan, batulempung, tufa, tufa mineral mineral fragmen batuan, gelas dan
lapili dan breksi batuapung. kuarsa.Breksi Batuapung berwarna abu-abu gelap,
ukuran butir: fragmen berukuran kerikil - bongkah (2
Satuan batuan ini tersingkap di bagian selatan lembar mm < Ø > 256 mm), menyudut - menyudut
peta, dengan pelamparan batuan berarah barat – tanggung, kemas terbuka, pemilahan buruk, semen
timur. Satuan batuan ini dapat dijumpai terutama di silika, tersusun dari batuapung pumice (70%) dan
sungai-sungai yang terdapat di sekitar desa Patuk di fragmen batuan andesit (30%). Masa dasar
bagian Barat, sedangkan dibagian tengah daerah berukuran pasir sedang-pasir kasar (1 < Ø < 2 mm).
penelitian tersingkap disekitar desa Hargomulyo dan
di bagian timur tersingkap disekitar desa Pilang Rejo. Penentuan umur Satuan batuan batupasir tufaan,
Secara umum singkapan batuannya cukup segar dan batulempung dan tufa lapili didasarkan pada hasil
perlapisan yang cukup baik. Kedudukan lapisan analisa foraminifera planktonik yang merupakan
batuan berkisar dari N 850 E - N 1200 E dan pada bagian atas dari satuan ini. Berdasarkan hasil
kemiringan lapisan batuannya berkisar 20 0 - analisa foraminifera plantonik diperoleh fosil
220.Ketebalan satuan ini dihitung berdasarkan foraminifera sebagai berikut: Globigerina
penampang geologi diperoleh ketebalan > 675meter, venezuelana HEDBERG, Globoquadrina dehiscens
sedangkan ketebalan Formasi Semilir menurut CUSHMAN and JARVIS, Globigerinoides primodius
Surono (1992) adalah lebih dari >460 meter. BLOW dan BANNER. Berdasarkan sebaran forsil
foraminifera di atas pada tabel kisaran umur menurut
Ciri litologi satun batuan ini mulai dari bawah ke Tabel Zonasi Blow (1969), maka dapat ditafsirkan
arah bagian atas adalah sebagai berikut: Bagian bahwa umur satuan batulempung ini adalah N4 – N6
bawah satuan ini dicirikan oleh perselingan batupasir atau Kala Miosen Awal Bagian Bawah – Miosen
tufan dengan ketebalan 5-25cm, tufa lapili dengan Awal Bagian Tengah. Menurut hasil penelitian
ketebalan berkisar 25-40 cm dan batulempung Sumarso dan Ismoyowati (1975) batuan-batuan yang
berkisar 5-15 cm; Kearah bagian tengah, satuan ini ada pada Formasi Semilir diketahui mengandung
masih dicirikan oleh perselingan-batupasir tufaan fosil foraminifera planktonik yang menyimpulkan
dengan ketebalan lapisan berkisar 5-40 cm, bahwa umur Formasi Semilir adalah Miosen Awal -
batulempung memiliki keteblan antara 10-20 cm dan Miosen Tengah Bagian Bawah.
ketebalan Tufa Lapili semakin menebal dengan
ketebalan berkisar 30-50 cm. Pada bagian ini mulai Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan
muncul Breksi Batuapung dengan ketebalan berkisar batuan batupasir tufaan selang-seling batulempung,
50-200 cm; Kearah bagian atas, satuan ini dicirikan tufa, tufa lapili, dan breksi batuapung ini dilakukan
oleh perselingan Batupasir Tufaan dengan ketebalan dengan melihat ciri litologi dan struktur sedimen
5-30 cm , Batulempung mempunyai ketebalaan 10- yang dijumpai di lapangan serta hasil analisa
20 cm. Struktur sedimen yang dijumpai di satuan ini foraminifera benthonik di utara desa Nglegi.
umumnya berupa struktur paralel laminasi dan Hasil analisa foraminifera benthonik yang
struktur masif. didapatkan dari lokasi conto pada LP-23 di utara desa
Nglegi (Tabel 3.2) diperoleh sebaran fosil
Secara megaskopis: Batupasir berwarna putih foraminifera benthonik berupa Gyroidina
kekuningan, ukuran butir pasir sedang – sampai pasir neusoldani, Amphistegina quoyi, Amphistegina
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 8
gibbosa, dan Nummolomlina contraria yang breksi adalah selaras dikarenakan jurus dan
menunjukan kisaran kedalaman 200 – 600 meter atau kemiringan batuannya sama, sedangkan hubungan
Bathyal Bawah didasarkan hadirnya fosil stratigrafi satuan batuan ini dengan satuan diatasnya,
foraminifera benthonik Amphistegina quoyi yang yaitu satuan batuan breksi, aglomerat dan batupasir
hidup pada kedalaman 200 – 600 dibawah muka air tufaan juga selaras, hal ini didasarkan pada data
laut. Hasil analisa profil dari singkapan-singkapan lapangan dimana kedua satuan memperlihatkan
yang dijumpai di lokasi pengamatan LP-107 di kedudukan batuan (jurus dan kemiringan lapisan)
selatan Desa Hargomulyo (Foto 3-9 dan Foto 3-10) yang sama.
menunjukan perselingan batupasir tufaan,
batulempung, tufa, tufa lapili dan breksi batuapung Berdasarkan ciri fisik litologinya, satuan batuan yang
yang memperlihatkan “sekuen menebal keatas” tersingkap di daerah penelitian tersusun dari litologi
(thickening upward sequence). Breksi batuapung perselingan batupasir tufaan selang seling
dapat disebandingkan dengan “Batupasir kerikilan” batulempung, tufa, tufa lapili dan breksi batuapung
(Pebbly Sandstones) dari model kipas bawah laut yang dapat disebandingkan dengan Formasi Semilir
Walker (1978). pada bagian “Smooth - Channelled mengingat ciri litologi formasi Semilir terdiri dari
Portion of Suprafan Lobes on Mid Fan”. litologi tufa, tufa lapili, breksi batuapung dan serpih.
Berdasarkan data-data tersebut diatas maka dapat Dengan demikian satuan batuan batupasir tufaan,
ditafsirkan bahwa satuan batuan batupasir tufaan tufa lapili, dan batulempung yang terdapat di daerah
selangseling batulempung, tufa, tufa lapili dan breksi penelitian sebanding atau identik dengan Formasi
batuapung diendapkan pada kedalaman 200 – 600 Semilir.
meter dibawah permukaan laut atau pada bathyal
bawah dengan mekanisme arus turbid pada kipas 3. Satuan Batuan Breksi, Aglomerat dan Tufa
bawah laut pada bagian “Smooth -Channeled Pasiran.
Portion of Supra Fan Lobes on Mid Fan”. Penamaan satuan ini didasarkan pada ciri fisik
litologi yang dijumpai di lapangan, terutama
disepanjang lintasan pemetaan, yaitu terdiri dari
breksi, aglomerat (breksi baatuapung) dan batupasir
tufaan.

Satuan batuan breksi , aglomerat dan batupasir tufaan


di daerah penelitian berada di bagian selatan lembar
peta dengan pelamparan berarah barat - timur. Di
daerah penelitian satuan batuan ini tersingkap
Foto 6. Profil singkapan perselingan batupasir tufaan, batulempung, tufa terutama disekitar desa Nglegi dan desa Ngalang
dan breksi batuapung yang memperlihatkan sekuen menebal ke
atas (thickening upward sequence) dan hadirnya Tufa Lapili yang yang berada di bagian barat daerah penelitian, di
sebanding dengan Batupasir Kerikilan (Pebbly Sandstones) dijumpai bagian tengah disekitar desa Pengkol dan dibagian
di lokasi pengamatan LP-107 di selatan desa Hargomulyo. timur disekitar desa Kedungpala dan desa Nglipar.
Penyebaran satuan ini menempati sekitar 12% dari
luas daerah penelitian dan pada peta geologi diberi
warna coklat. Kedudukan lapisan satuan batuan ini
berarah barat – timur dengan jurus lapisan N 850 E
– N 1250 E dan besar kemiringan lapisannya berkisar
antara 180 hingga 240. Ketebalan satuan breksi
gunungapi, aglomerat dan tufa pasiran berdasarkan
hasil pengukuran penampang geologi memiliki
ketebalan berkisar antara 500 .meter, sedangkan
menurut Surono, dkk. (1992), ketebalan Formasi
Nglanggran di dekat Nglipar sekitar 530 meter.
Foto 3.10. Kesebandingan profil singkapan perselingan batupasir tufaan,
batulempung, tufa dan breksi batuapung yang terdapat di lokasi LP-107 di
selatan desa Hargomulyo dapat disebandingkan dengan model kipas Satuan batuan ini dicirikan oleh dominasi batuan
bawah laut Walker (1978) yaitu masuk kedalam facies “Smooth - breksi gunungapi dan aglomerat dan umumnya tidak
Channelled portion of Suprafan Lobes on Mid Fan”. berlapis. Fragmen batuan breksi umumnya terdiri
dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2-50 cm. Di
Kedudukan stratigrafi antara satuan batuan batupasir bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi
tufaan selang seling batulempung, tufa, tufa lapili gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang
dan breksi batuapung dengan satuan batuan membentuk lensa atau berupa fragmen. Aglomerat
dibawahnya yaitu satuan batuan batupasir selang (breksi batuapung) umumnya disusun oleh fragmen
seling batulanau, batulempung, tufa dan sisipan batuapung (pumice) berukuran 2-100 cm dengan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 9
masa dasar tufa. Secara setempat, formasi ini disisipi Penentuan lingkungan pengendapan satuan ini
oleh batupasir tufa epiklastik yang berlapis baik. didasarkan pada struktur sedimen yang dijumpai
Secara megaskopis breksi (breksi gunungapi) pada batuan batuan ini dan ciri fisik litologi yang
berwarna abu-abu kehitaman, ukuran fragmen dapat diamati baik secara megaskopis. Secara
kerikil – bongkah (2mm < Ø > 256 mm), bentuk megaskopis, satuan batuan ini tersusun dari breksi
fragmen menyudut – menyudut tanggung, kemas gunungapi, aglomerat dan tufa yang merupakan
terbuka, pemilahan buruk, semen silika, terdiri dari batuan piroklastik produk aktivitas gunungapi yang
batuan beku. Masa dasar berukuran pasir dengan diperkirakan terjadi di daratan. Breksi umumnya
ukuran 1-2 mm) bersusunan tufa; Aglomerat (breksi berwarna abu-abu, dengan fragmen terdiri dari
batuapung) berwarna abu-abu keputihan, ukuran batuan beku dengan komposisi andesitis – basaltis,
fragmen kerikil – bongkah ( 2mm < Ø > 256 mm), berukuran kerikil – bongkah, menyudut tanggung –
bentuk fragmen menyudut – menyudut tanggung, membundar tanggung, kemas terbuka, pemilahan
kemas terbuka, pemilahan buruk, semen silika, buruk dan masa dasar berupa tufa. Batuan Aglomerat
komposisi fragmen terdiri dari batuan beku pumice berwarna abu-abu terang tersusun dari fragmen
bersusunan andesit dengan masa dasar tufa; batuan beku andesit dan pumice (batuapung),
Batupasir tufan berwarna abu-abu kekuningan, berukuran kerikil – bongkah, menyudut tanggung,
ukuran butir pasir sedang - pasir kasar ( 1 < Ø < 2 kemas terbuka dan pemilahan buruk daan masa dasar
mm), bentuk butir menyudut-menyudut tanggung, berupa tufa. Berdasarkan ciri litologinya, yaitu
kemas terbuka, pemilahan buruk, semen silika, Breksi Gunungapi, Aglomerat dan Batupasir Tufan
struktur sedimen paralel laminasi-ripple. Komposisi adalah batuan piroklastik produk erupsi gunungapi
kuarsa, feldspar, lithik, dan mineral gelas. darat, maka dapat disimpulkan bahwa Satuan Batuan
Breksi, Aglomerat dan Batupasir Tufa adalah
Sehubungan pada satuan batuan breksi gunungapi, diendapkan pada lingkungan darat.
aglomerat dan batupasir tufan tidak dijumpai fosil Adapun berdasarkan struktur sedimen yang dijumpai
foraminifera plantonik guna penentuan umur satuan, pada satuan ini, terutama pada sisipan batupasir tufan
maka penentuan umur pada satuan batuan ini berupa struktur sedimen “laminasi sejajar” (parallel
ditentukan berdasarkan hukum superposisi serta lamination) dan struktur “riak gelombang” (ripple
merujuk pada hasil penelitian terdahulu. mark) yang dijumpai di selatan desa Ngalang (Foto
Berdasarkan data lapangan diketahui bahwa satuan 8). Struktur sedimen “laminasi sejajar” dan struktur
batuan breksi gunungapi, aglomerat dan batupasir “riak gelombang” dapat disebandingkan dengan
tufan di daerah penelitian secara stratigrafi berada di “Interval Tb” dan “Interval Tc” dari Sekuen
bagian atas dari satuan batuan batupasir tufaan, Bouma (1962). Berdasarkan indikasi struktur
batulempung dan tufa lapili, maka menurut hukum sedimen tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
superposisi satuan batuan breksi gunungapi, satuan batuan ini diendapkan dengan mekanisme
aglomerat dan batupasir tufan berumur lebih muda arus turbid.
dari satuan batuan satuan batuan batupasir tufaan,
batulempung dan tuf lapili.Hasil analisa fosil
foraminifera planktonik pada satuan batuan satuan
batuan batupasir tufaan, batulempung dan tuf lapili
yang berada dibawahnya diperoleh umur kisaran N 4
– N6 atau berumur Miosen Awal Bagian Bawah
Miosen Awal Bagian Tengah. Berdasarkan data
tersebut maka disimpulkan umur satuan batuan
breksi batuapung dan batupasir tufaan lebih muda
dari N4 – N6. Sedangkan menurut penelitian
Foto 8. Struktur sedimen “Laminasi Sejajar” (Parallel Lamination) dan “Riak
Sudarminto (1982) Formasi Nglanggran berumur Gelombang” (Ripple Mark) yang dijumpai di LP-26 sebelah selatan
Miosen Awal. Sedangkan (Saleh, 1977) berumur desa Ngalang. Struktur ini dapat disebandingkan dengan “Interval
Miosen Tengah Bagian Bawah. Sehingga Tb” dan “Interval Tc” dari sekuen Bouma (1962).
disimpulkan bahwa umur formasi Nglanggran
menurut Sudarminto (1982) adalah Miosen Awal - Berdasarkan data-data tersebut diatas maka dapat
Miosen Tengah Bagian Bawah. Berdasarkan data- disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan satuan
data tersebut diatas, maka penulis berkesimpulan batuan breksi, aglomerat dan sisipan batupasir tufan
bahwa satuan batuan breksi gunungapi, aglomerat yang terdapat di daerah penelitian diendapkan
dan batupasir tufan adalah berumur Miosen Awal dengan mekanisme arus turbid pada lingkungan darat
Bagian Akhir – Miosen Tengah Bagian Bawah. hingga laut dangkal.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 10


Hubungan stratigrafi antara satuan breksi cekungan (basin), pensesaran, perlipatan dan
gunungapi, aglomerat dan batupasir tufan dengan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang
satuan batuan dibawahnya, yaitu satuan batuan berbeda-beda dari waktu ke waktu. Soejono
batupasir tufaan, batulempung, tufa, tufa lapili dan Martodjojo dan Pulunggono (1994) membagi pola
breksi batuapung (Formasi Semilir) adalah selaras, strruktur pulau Jawa menjadi 3 (tiga) pola yaitu:
dikarenakan data lapangan dimana kedua satuan (1). Arah Timurlaut - Baratdaya (NE-SW) yang
memperlihatkan kedudukan batuan (jurus dan disebut pola Meratus; (2). Arah Utara – Selatan (N-
kemiringan lapisan) yang sama. Adapun hubungan S) atau pola Jawa Barat dan (3). Arah Barat - Timur
stratigrafi satuan batuan ini dengan satuan diatasnya, (E-W) atau pola Jawa. Perubahan jalur penunjaman
yaitu satuan aluvial sungai adalah tidak selaras yang berumur Kapur yang berarah Timurlaut - Baratdaya
dibatasi oleh bidang erosi. (NE-SW) menjadi relatif Barat - Timur (E-W) sejak
kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan
Berdasarkan ciri-ciri fisik litologi dimana satuan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat
batuan ini tersusun dari breksi gunungapi, aglomerat rumit disamping mengundang pertanyaan
dan batupasir tufaan maka satuan ini dapat bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut.
disebandingkan satuan breksi, aglomerat, tuff dan Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur
aliran lava Formasi Nglanggran. Berdasarkan struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya.
kesamaan ciri-ciri fisik litologinya, jika satuan
batuan ini dapat disepadankan dengan Formasi Struktur Geologi Daerah Penelitian
Nglanggran. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan,
pengukuran unsur-unsur struktur geologi berupa
Penamaan satuan ini didasarkan pada material bidang sesar, off-set batuan, breksiasi, dan
aluvial sungai yang berukuran lempung hingga didukung oleh penafsiran peta topografi berupa
bongkah yang bersifat lepas sebagai penyusun satuan kelurusan lembah, kelurusan bukit, kelurusan
ini. sungai, pembelokan sungai secara tiba-tiba, maka
struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian
Satuan ini menempati sekitar 16% luas daerah adalah:
penelitian dan diberi warna abu-abu pada peta
geologi. Satuan endapan aluvial ini terutama tersebar Struktur Kekar
di sungai-sungai utama dan di tempat-tempat daerah Struktur kekar yang dijumpai di daerah penelitian
yang datar dan sebagian besar dimanfaatkan sebagai mempunyai ukuran panjang yang bervariasi, mulai
persawahan dan pemukiman penduduk. Satuan ini dari ukuran beberapa centimeter sampai berukuran
tersebar di bagian utara daerah penelitian, yaitu meter.Struktur kekar yang berkembang di daerah
tersebar dari bagian barat ke arah timur dimulai dari penelitian terdapat 2 (dua) jenis yaitu kekar gerus
desa Kayan, Karangkiri, Gantiwarno, Gentan, (shearjoint) dan kekar tarik (tension joint). Di
Kadilanggon, Wedi, Pacing, Kaligayam dan daerah penelitian kekar gerus dijumpai berarah N
Melikan. Ketebalan satuan ini berdasarkan 25° E - N 30° E dengan kemiringan berkisar antara
pengamatan di lapangan, memiliki ketebalan antara 75° - 82°, dan pasangannya dengan arah umum N
0,5 - 5 m. 345° E sampai N 350° E dengan kemiringan
berkisar antara 78 ° - 85 °. Kekar tarik yang bidang
Satuan endapan ini disusun material aluvial sungai rekahannya sejajar dengan arah tegasan. Di daerah
berukuran lempung, pasir, kerikil, kerakal sampai penelitian kekar tarik dijumpai berarah N 5° E - N
bongkah dengan bentuk menyudut tanggung sampai 10° E (Foto 4.2).
membulat, terdiri dari fragmen batuan beku andesit,
fragmen breksi, fragmen basalt, fragmen batupasir Struktur Homoklin.
tufan dan fragmen batulempung. Struktur perlipatan yang terdapat di daerah
penelitian adalah struktur perlapisan homoklin.
Satuan endapan aluvial merupakan satuan termuda Perlapisan homoklin terdapat mulai dari bagian
yang ada di daerah penelitian. Hubungan stratigrafi utara hingga ke selatan daerah penelitian, dimulai
satuan endapan aluvial dengan satuan batuan yang dari Formasi Kebo-Butak di sebelah utara hingga
lebih tua dibawahnya dibatasi oleh bidang erosi. Formasi Nglanggran di sebelah selatan. Perlapisan
tersebut mempunyai jurus lebih kurang berarah
2.4. Struktur Geologi barat-timur dan miring ke arah selatan.

Struktur Geologi Rgional


Struktur geologi yang ada di Pulau Jawa memiliki
pola-pola yang teratur. Secara geologi Pulau Jawa
merupakan suatu komplek sejarah penurunan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 11
Struktur Sesar membentuk sesar-sesar geser berarah Baratdaya -
Struktur sesar yang terdapat di daerah penelitian ada Timurlaut. Apabila dikaitkan dengan pola struktur
5 struktur sesar mendatar / sesar geser jurus (strike yang terjadi selama zaman Tersier dari Soejono
slip faults), yatu: Martodjojo dan Pulunggono (1994), maka pola
struktur yang terjadi di daerah penelitian berpola
Sesar Geser Jurus Sampang barat – timur atau pola Jawa.
Penamaan sesar geser jurus Sampang dikarenakan
bukti indikasi sesar ini terdapat di desa Sampang. 2.5. Sejarah Geologi Daerah Penelitian
Pada peta geologi, sesar ini berada di utara lembar
peta sebelah barat memanjang dari baratdaya – Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada kala
timurlaut dengan panjang sekitar ± 3,2 km. Oligosen Akhir, yaitu mulai diendapkannya satuan
batuan perselingan batupasir, batulanau,
Sesar Geser Jurus Terban batulempung dan sisipan breksi (Formasi Kebo-
Penamaan sesar geser jurus Terban dikarenakan Butak) pada lingkungan laut, yaitu pada facies
indikasi sesar ini diperoleh disebelah baratlaut desa Kipas Bawah Laut, bagian “Channelled portion of
Terban. Pada peta geologi, sesar ini terletak Suprafan Lobes on Mid Fan - Upper Fan Channel
dibagian tengah lembar peta bagian sebelah barat Fill”. Pada kala Miosen Awal Bagian Bawah hingga
yang memanjang dari baratdaya-timurlaut dengan Miosen Awal Bagian Tengah (N4 – N6),
panjang sesar diperkirakan 2,6 km. pengendapan terus berlanjut, yaitu mulai
diendapkan satuan batuan batupasir tufaan,
Sesar Geser Jurus Nglegi batulempung, tufa, tufa lapili dan breksi batuapung
Penamaan sesar geser jurus Nglegi dikarenakan (Formasi Semilir) pada lingkungan laut pada
indikasi sesar ini diperoleh disekitar desa Nglegi kedalaman 200 – 600 meter dibawah permukaan
peta geologi, sesar ini terletak di selatan lembar peta laut atau pada bathyal bawah dengan mekanisme
bagian barat, memanjang dari baratdaya-timurlaut arus turbid pada kipas bawah laut bagian “Smooth -
dengan panjang sesar diperkirakan 2,5 km. Channeled Portion of Supra Fan Lobes on Mid
Fan”.Pada akhir pengendapan satuan ini
Sesar Geser Jurus Hargomulyo dipengaruhi oleh adanya aktivitas gunungapi.
Penamaan sesar geser jurus Hargomulyo Kondisi paleogeografi di daerah penelitian masih
dikarenakan indikasi sesar ini diperoleh disekitar dalam kondisi lautan. Pada kala Miosen Awal
desa Hargomulyo. Pada peta geologi, sesar ini Bagian Akhir (N7-N8) terjadi peningkatan aktivitas
terletak dibagian tengah lembar peta sebelah selatan gunungapi yang ditandai dengan adanya piroklastik
yang memanjang dari baratdaya-timurlaut dengan yang cukup luas. Satuan ini terendapkan dengan
panjang sesar diperkirakan 6,5 km. mekanisme endapan jatuhan piroklastik. Endapan
hasil erupsi gunungapi tersebut terendapkan pada
Sesar Geser Jurus Mertelu lingkungan laut dangkal. Aktivitas gunungapi
Penamaan sesar geser jurus Mertelu dikarenakan memuncak pada Kala Miosen Awal (N7). Pada kala
indikasi sesar ini diperoleh di Kali Mertelu. Pada ini terjadi letusan besar yang bersifat destruktif,
peta geologi, sesar ini terletak disebelah timur membentuk sistem kaldera. Letusan tersebut
lembar peta memanjang dari baratdaya-timurlaut bersifat eksplosif dan menghasilkan material
dengan panjang sesar diperkirakan 3,0 km. gunungapi berupa pumis yang membentuk satuan
breksi gunungapi. Selain menghasilkan material
Mekanisme Pembentukan Struktur Daerah gunungapi melalui mekanisme jatuhan piroklastik,
Penelitian gunungapi tersebut juga menghasilkan material
Pembentukan struktur geologi yang terdapat di melalui mekanisme aliran lava dan aliran piroklastik
daerah penelitian terjadi dari hasil aktivitas tektonik yang menempati lembah-lembah berupa
yang diperkirakan terjadi pada saat Orogenesa endapan channel (Surono, dkk., 1992). Pada kala
Miosen Tengah - Pleistosen, dengan arah gaya Miosen Awal Bagian Atas hingga Miosen Tengah
utama relatif sama, yaitu berarah N 185 0 E. Adapun Bagian Bawah (N7 – N10) di daerah penelitian
urut-urutan pembentukan struktur diawali dengan diendapkan breksi andesit epiklastik, aglomerat dan
gaya yang menekan seluruh satuan batuan yang ada, batupasir tufan yang menyusun Formasi
yaitu batuan-batuan dari Formasi Kebo-Butak, Nglanggran. Bagian bawahnya tersusun oleh breksi
Formasi Semilir, dan Formasi Nglanggran, basal piroklastik. Satuan ini diendapkan dengan
membentuk struktur lipatan homoklin berarah mekanisme arus turbid pada lingkungan laut hingga
Barat-Timur dengan kemiringan ke arah selatan. darat.
Gaya yang menekan daerah ini berlangsung hingga Pada kala Miosen Tengah Bagian Tengah (N11)
melewati batas ambang elastisitas batuan, sehingga daerah penelitian mulai mengalami pengangkatan
menyebabkan terjadinya deformasi atau pegeseran akibat orogenesa yang mengakibatkan seluruh
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 12
satuan batuan yang ada di daerah penelitian, yaitu N4 – N6 atau Miosen Awal Bagian Awal – Miosen
Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir, dan Formasi Awal Bagian Tengah dan diendapkan pada
Nglanggran mengalami perlipatan membentuk kedalaman 200 – 600 meter dibawah permukaan laut
struktur homoklin dengan arah gaya N 1850 E atau bathyal bawah dengan mekanisme arus turbid
membentuk punggungan bukit dan lembah yang pada kipas bawah laut pada bagian “Smooth -
berarah barat – timur dan kemiringan ke arah Channeled Portion of Supra Fan Lobes on Mid
selatan. Proses orogenesa ini terus berlangsung Fan”; Satuan batuan breksi gunungapi, aglomerat
hingga yang mengakibatkan batuan-batuan Formasi dan batupasir tufaan (Formasi Nglanggran) berumur
Kebo-Butak, Formasi Semilir dan Formasi Miosen Awal Bagian Ahkir – Miosen Tengah
Nglanggran mengalami pen sesaran berupa sesar Bagian Bawah dan diendapkan dengan mekanisme
geser jurus mengiri (sinistral srike slip fault). Proses arus tubid pada lingkungan laut - darat; Satuan
orogenesa di daerah penelitian diperkirakan endapan aluvial tersusun dari material lepas
berlangsung hingga kala Pleistosen dan pada kala berukuran lempung hingga bongkah merupakan
tersebut daerah penelitian sudah berupa daratan dan satuan termuda berumur Holosen.
proses-proses eksogenik (pelapukan,
erosi/denudasi, sedimentasi) mulai bekerja pada 3. Struktur geologi yang dijumpai di daerah penelitian
batuan-batuan dari Formasi Kebo-Butak, Formasi berupa struktur kekar gerus berarah N 25° E - N 30°
Semilir, dan Formasi Nglanggran. Hasil pelapukan E dengan kemiringan berkisar antara 75° - 82°, dan
dan erosi/denudari kemudian masuk kedalam sistem pasangannya dengan arah umum N 345° E - N 350°
sungai yang terdapat di daerah penelitian dan E dengan kemiringan berkisar antara 78 ° - 85 ° dan
diendapkan sebagai endapan aluvial. Proses ini kekar tarik berarah N 5° E - N 10° E; Struktur lipatan
terus berlangsung hingga saat ini. berupa struktur homoklin berarah barat – timur
dengan kemiringan ke selatan; dan Struktur sesar
3. KESIMPULAN berupa sesar-sesar geser jurus mengiri Sampang,
Terban, Nglegi, Hargomulyo dan Mertelu.
Dari semua rangkaian penelitian yang telah dilakukan, Keseluruhan struktur geologi yang ada di daerah
berupa pemetaan geologi permukaan di daerah penelitian terjadi dalam satu periode orogenesa yaitu
Gedangsari dan sekitarnya, Kecamatan Gedangsari, orogenesa kala Miosen Tengah - Pleistosen dengan
Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Jogyakarta, arah gaya utama N 1850 E atau relatif Utara –
yang berkaitan dengan geomorfologi, stratigrafi, dan Selatan.
struktur geologi dapat disimpulkan sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
1. Bentangalam yang terdapat di daerah penelitian
secara morfogenesa dapat dibagi menjadi 2 (dua) Bemmelen, R. W. Van, 1949. General Geology of
satuan geomorfologi, yaitu: (1). satuan geomorfologi Indonesia and Adjacent Archipelagoes,
perbukitan homoklin yang berstadia dewasa dan (2). Government Printing Office, The Hague
satuan geomorfologi dataran aluvial sungai yang Martinus Nijhoff, Vol. 1A, Netherlands, 732 p.
berstadia muda. Pola aliran sungai yang terdapat di Bothe, A.Ch.D., 1929. Djiwo Hills and Southern
daerah penelitian dikontrol oleh struktur perlipatan Range. Fourth Pacific Science Congress
homoklin dan kekerasan batuan sehingga Excursion Guide, 14h.
membentuk pola aliran sungai trellis. Stadia erosi Blow, W. H. and Postuma J. A. 1969. “Range Chart,
sungai muda umumnya dijumpai pada sungai-sungai Late Miosen to Recent Planktonic Foraminifera
yang ada di bagian hulu atau lereng bukit sedangkan Biostratigraphy”, Proceeding of The First.
sungai-sungai berstadia dewasa dijumpai pada Bouma, Arnold, H, 1962. Sedimentology of some
morfologi yang landai hingga datar. Flysch deposits: A graphic approach to facies
interpretation, Amsterdam : Elsevier, 168 p.
2. Satuan batuan yang terdapat di daerah penelitian Bronto, S., Pambudi, S., dan Hartono, G., 2002. The
berdasarkan ciri fisik litologinya dari tua ke muda genesis of volcanic sandstones associated with
dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan batuan, yaitu: basatic pillow lava, Bayat areas: A case study at
Satuan batuan batupasir, batulanau, batulempung, the Jiwo Jills, Bayat area (Klaten, Central Java).
dan tuf sisipan breksi (Formasi Kebo-Butak) Jurnal Geologi dan Sumber Daya Mineral, XII
berumur Oligosen Akhir yang diendapkan dengan (3), h.2-16.
mekanisme arus turbid pada lingkungan laut, pada Bronto, S., Hartono, G., dan Astuti, B., 2004.
facies Kipas Bawah Laut, yaitu bagian “Channelled Hubungan genesa antara batuan beku intrusi
portion of Suprafan Lobes on Mid Fa - .Upper Fan dan ekstrusi di Perbukitan Jiwo, Kecamatan
Channel Fill ”; Satuan batuan batupasir tufaan Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Majalah Geologi
selang seling batulempung, tufa, tufa lapili dan Indonesia, 19 (3), h.147-163.
breksi batuapung (Formasi Semilir) yang berumur
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 13
Lobeck, A. K., 1939. Geomorphology: An Introduction Sumarso dan Ismoyowati, T., 1975. A contribution to
to the Study of Landscapes, Mc.Graw-Hill Book the stratigraphy of the Jiwo Hills and their
Company, New York. southern suroundings. Proceedings of 4th
Martodjojo, Soejono, dan A. Pulunggono, 1994. Annual Convention of Indonesia Petroleum
Geotektonik Pelau Jawa Sejak Akhir Mesozoik Association, Jakarta, II, h.19-26.
Hingga Kuarter, Makalah Seminar Geologi, Surono, 2008. Sedimentasi Formasi Semilir di Desa
Jurusan Teknik, Universitas Gajah Mada, Sendang, Wuryantoro, Wonogiri, Jawa
Yogyakarta. Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi, XVIII (1),
Noor, Djauhari, 2014. Geomorfologi, Edisi Pertama, h.29-41.
Penerbit Deepublish (CV Budi Utama), Jalan Surono, Toha, B., dan Sudarno, I, 1992. Peta Geologi
Kaliurang Km 9,3 Yogyakarta 55581., h.326. Lembar Surakarta-Giritontro, Jawa, Skala
ISBN 602280242-6 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Noor, Djauhari, 2014. Pengantar Geologi, Edisi Geologi, Bandung.
Pertama, Penerbit Deepublish (CV Budi Utama), Thornbury, William D., 1967. Principles of
Jalan Kaliurang Km 9,3 Yogyakarta 55581.h.609. Geomorphology, Second Edition, John Willey
ISBN 602280256-3 and Sons Inc., New York, London, Sydney,
Noor, Djauhari, 2016, Geologi Dinamis, Penerbit Toronto, 594 p.
Khalifah Mediatama, Komplek Pamulang elok, Walker, R.G., 1978. "Deep-water sandstone facies and
Blok K1A, No.20, Pondok Petir, Bojongsari, ancient submarine fans: model for exploration
Depok, Jawa Barat, h.129. ISBN 978-602-7854- for stratigraphic traps", American Association of
42-0 Petroleum Geologists Bulletin, 62 (6), p. 932-
Noor, Djauhari, 2016, Prinsip Prinsip Stratigrafi, 966.
Penerbit Khalifah Mediatama, Komplek Williams, H., Turner, F.J., dan Gilbert, C.M., 1954.
Pamulang elok, Blok K1A, No.20, Pondok Petir, Petrography an Introduction to The Study of
Bojongsari, Depok, Jawa Barat, h.133. ISBN Rock in Thin Sections, W.H. Freeman and
978-602-7854-43-7 Company, New York.
Phleger, Fred & Parker L. Frances, 1951. Foraminifera
Species, Part II, Scripps Institution of PENULIS :
Oceanography, La Jolla, California.
Postuma, J.A., 1971. Manual of Planktonik 1) Wahyu Dwi Aryanto, ST. Alumini (2017) Program
Foraminifera, Elseiver Publishing Company, Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Amsterdam-London-New York. Pakuan.
Samodra, H. dan Sutisna, K. 1997. Peta Geologi
Lembar Klaten (Bayat), Jawa, skala 1:50.000. 2) Ir. Djauhari Noor, M.Sc. Pembimbing/Staf Dosen
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik,
Bandung. Universitas Pakuan.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 14

Anda mungkin juga menyukai