Oleh
Maria Ulfa
By
Maria Ulfa
(Skripsi)
Oleh
MARIA ULFA
Oleh
Maria Ulfa
By
Maria Ulfa
Oleh
MARIA ULFA
Skripsi
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 19 Bandar Lampung
pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung
pada tahun 2012. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas
tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) Tertulis.
juga pernah menjadi asisten praktikum Sains Dasar, Kimia Dasar, dan Biokimia.
Pada tahun 2015 dan 2016 penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan dan
Kupersembahkan karya kecil ini sebagai wujud tanda cinta, bakti dan
tanggung jawabku kepada:
苦しい時もすぐそばで 誰かがそばで
(kurushii toki mo sugu soba de dareka ga soba de)
but in hard times, someone near you
君に手を差し延べてる きっと
(kimi ni te wo sashinobeteru kitto)
will surely reach out a hand
誰かの足元にいつか 花となり咲くだろう
(dare ka no ashimoto ni itsuka hana to nari saku darou)
Someday someone’s footsteps will bloom as flowers
綺麗な花を集めたら 幸せがあふれだして
(kirei na hana wo atsumetara shiawase ga afuredashite)
If we could collect the beautiful flower, we would overflow with happiness
Alhamduliillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas segala
sebagai syarat untuk mencapai gelas Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,
arahan, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Rema dan Ibu Khasanah, atas segala kasih
2. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S., selaku pembimbing I atas segala bimbingan,
3. Bapak Prof. Dr. John Hendri, M.S., selaku pembimbing II yang telah
dengan baik.
4. Bapak Andi Setiawan, Ph. D., selaku pembahas yang telah memberikan
banyak ilmu pengetahuan, arahan, dan saran demi terselesainya skripsi ini.
5. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia
6. Bapak Mulyono, Ph. D., selaku pembimbing akademik dan Sekretaris Jurusan
Kimia FMIPA Unila atas bimbingan, nasehat, dan motivasi yang telah
7. Bapak Prof. Dr. Warsito, DEA., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung atas
9. Keluargaku tercinta, Ang Ano, Mba Okta, Alia, Fi’i, Ang Mu dan Ang Tina,
atas kebersamaannya.
10. Sahabat-sahabat terbaikku, Feiga Maharani (Ndut) dan Nindya Indah Pertiwi
(Acil) atas persahatannya selama 10 tahun ini. Terima kasih sudah menjadi
sahabat yang selalu ada disaat susah maupun senang, yang selalu menjadi
semua kebaikan.
11. Partner-ku, Erlita Aisyah dan Ruwaidah Muliana, atas kerja sama,
12. Teman-teman Laboraturium Biokimia: Mba Windi, Kak Jeje, Mba Putri, Mba
April, Mba Ana, Mba Uswatun, Kak Azis, Diani, Ayu Imani, Putri, Tira, Fifi,
Meta, dan Rizal, atas kebersamaan, bantuan, dan kerja samanya selama
penelitian.
13. Glucosamine’s group (Sofian, Edi, Arya, Dela, Kak Jeje, Mba Windi, Lita,
14. Sahabat-sahabat Kak Fiona, Dewi, model Dwi, Lita, Ruwai, Ulfatun, Fenty,
Ajeng, dan Intan atas kebersamaan, bantuan, dan motivasinya yang sangat
Iska Miranti, Dwi Anggraini, Edi Suryadi, Eka Hurwaningsih, Elsa Zulha,
Erlita Aisyah, Febita Glysenda, Feby Rinaldo Pratama, Fenti Visiamah, S.Si,
Wahyu Purnama Sari, Indriyani Saney, Intan Mailani, Ismi Khomsiah, Jean
Pitaloka, Jenny Jessica, Khoirul Anwar, Meta Fosfi Berliana, Muhamad Rizal
Robani, Murni Fitria S.Si, Nila Amalin Nabila, Putri Ramadhona, Radius Uly
Artha, Riandra Pratama Usman, Rifki Husnul Khuluk, Rizal Rio Saputra,
Rizki Putriana, Ruliana Juni Anita, Ruwaidah Muliana, Siti Aisyah, Siti Nur
Halimah, Sofian Sumilat Rizki, S.Si, Sukamto, S.Si., Susy Isnaini Hasanah,
Suwarda Dua Imatu Dela, S.Si, Syathira Assegaf, Tazkia Nurul, S.Si, Tiand
Zubaidi.
16. Seluruh Staff dan Karyawan di Jurusan Kimia FMIPA, terima kasih atas
20. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Maria Ulfa
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN
A. Simpulan ........................................................................................................ 46
B. Saran .............................................................................................................. 47
LAMPIRAN .............................................................................................................. 55
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Absorbansi Larutan Glukosamin Standar ........................................................... 57
Gambar Halaman
1. Struktur Kitin ..................................................................................................... 9
2. Reaksi pemutusan ikatan β-1,4 pada bagian internal mikrofibril kitin .............. 11
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Udang adalah salah satu komoditas ekspor hasil perikanan terbesar di Indonesia.
Udang biasanya diekspor dalam bentuk beku tanpa kulit dan kepala. Kulit dan
kepala udang yang dibuang ini akan menumpuk dan menjadi sampah yang dapat
merugikan lingkungan dan kesehatan. Padahal di dalam kulit dan kepala terdapat
glukosamin. Glukosamin dapat dibuat dari pemprosesan awal limbah kulit udang
menjadi kitin.
merupakan polimer yang terbanyak kedua di alam setelah selulosa. Senyawa ini
glikosida pada posisi β-(1,4). Kitin mempunyai stuktur molekul berupa rantai
lurus panjang (Yanming et al., 2001). Senyawa ini adalah zat padat yang tidak
2
larut dalam air, pelarut organik, alkali pekat, asam lemah dan larut dalam asam-
Kitin dapat dihasilkan dari kulit udang melalui proses enzimatik, kimiawi, dan
yang dipanaskan. Proses enzimatik dapat dilakukan dengan reaksi enzimatik yang
asetilglukosamin. Terdapat dua jalur degradasi kitin di alam oleh enzim kitinase.
Jalur degradasi kitin yang pertama dimulai dengan hidrolisis ikatan β-(1,4)
kitin lalu dipecah menjadi dimer N-asetilglukosamin oleh enzim kitobiosidase dan
Kitosan terdegradasi menjadi oligomer kitosan oleh enzim kitosanase. Setelah itu
Mucor dan Actinomycetes. Mucor merupakan fungsi tipikal saprotrop pada tanah
substrat kitin atau kulit crustacea dan media cair yang mengandung nutrient yang
memiliki aktivitas biologis dan spora dari Actinomycetes sangan esensial untuk
miehei yang dilakukan oleh Siti Oktavia R (2012), menjelaskan bahwa untuk
yaitu penetapan waktu inkubasi optimum degradasi kitin dengan Mucor miehei
glukosamin, substrat kulit udang harus diproses menjadi polimer kitin terlebih
Berdasarkan hal tersebut maka pada penelitian ini akan dilakukan isolasi
glukosamin dari kulit udang tanpa proses pengubahan menjadi kitin dengan cara
mempunyai gugus amina bebas sehingga akan bereaksi positif dengan reagen
ninhidrin. Filtrat yang dihasilkan tersebut kemudian diuji dengan reagen ninhidrin
B. Tujuan Penelitian
1. Menguji glukosamin dari fermentasi serbuk kulit udang oleh Mucor miehei
fermentasi.
C. Manfaat Penelitian
yang terkandung dalam larutan hasil fermentasi kulit udang yang dibantu oleh
Mucor miehei.
1
A. Udang
Udang termasuk hewan kelas Crustacea yang terdiri atas tiga bagian tubuh, yaitu
kepala, dada, dan perut. Sebagian besar udang yang dihasilkan, diekspor ke luar
negeri dalam bentuk udang beku yang telah dihilangkan kulitnya. Selama ini kulit
Kulit udang mengandung protein (25% - 40%), kalsium karbonat (45% - 50%),
dan kitin (15% - 20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung
pada jenis udangnya (Foucher et al., 2009). Hal ini menyebabkan limbah kulit
udang berpotensi sebagai bahan baku dalam memproduksi kitin. Selain itu,
besarnya kandungan protein dan mineral ini dapat menurunkan kualitas dari kitin,
(Rohani, 2000).
6
B. Enzim
terurai membentuk enzim bebas dan produknya. Bekerja dengan urut-urutan yang
nutrien, reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi, dan yang
dikenal sebagai enzim pengatur, yang dapat mengenali berbagai isyarat metabolik
terdenaturasi pada suhu tinggi dan kondisi ekstrim lainnya seperti tinggi
Enzim berperan sebagai biokatalisator dalam proses biokimia, baik yang terjadi di
dalam sel maupun di luar sel (Poedjiadi, 1994). Lehninger (1982) menambahkan
bahwa enzim adalah katalisator sejati. Molekul ini meningkatkan dengan nyata
kecepatan reaksi kimia spesifik yang tanpa enzim akan berlangsung amat lambat.
Enzim tak dapat mengubah kesetimbangan reaksi yang dikatalisisnya; enzim juga
tak akan habis dipakai atau diubah secara permanen oleh reaksi-reaksi ini.
7
Menurut Manitto (1981), bahwa tiga sifat utama dari biokatalisator yaitu : dapat
yang luas, biaya produksi relatif murah dan mudah dikontrol (Maggy, 1990).
beberapa faktor, antara lain konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pH, serta
Protein adalah bagian utama enzim yang dihasilkan sel, maka semua yang dapat
1. Substrat (reaktan)
Akan tetapi setelah peningkatan substrat lebih lanjut akan tercapai suatu laju
2. Suhu
Seperti reaksi kimia pada umumnya, maka reaksi enzimatik dipengaruhi oleh
suhu. Jika suhu meningkat, maka laju reaksi juga akan meningkat. Karena
enzim adalah protein, maka semakin tinggi suhu mengakibatkan proses enzim
3. Derajat keasaman ( pH )
langsung terhadap sifat ion dari gugus–gugus amino dan karboksilat, sehingga
akan mempengaruhi bagian aktif enzim dan konformasi dari enzim. pH yang
terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mengakibatkan denaturasi dari protein
enzim.
C. Kitin
Kitin merupakan suatu polimer linier yang sebagian besar tersusun dari unit-unit
luas di lingkungan biosfer seperti pada kulit crustacea (kepiting, udang, dan
lobster), ubur-ubur, komponen struktur eksternal insekta, dinding sel fungi (22-
40%), alga, nematoda ataupun tumbuhan (Gohel et al., 2004). Rantai kitin antara
satu dengan yang lainnya berasosiasi melalui ikatan hidrogen yang sangat kuat
antara gugus N-H dari satu rantai dengan gugus C=O dari rantai lain yang
berdekatan. Ikatan hidrogen ini menyebabkan kitin tidak larut dalam air dan
Kitin berbentuk padatan amorf atau kristal, berwarna putih, dan dapat terurai
secara hayati (biodegradable). Kitin bersifat tidak larut dalam air, asam anorganik
encer, asam organik, alkali pekat dan pelarut organik tetapi larut dalam asam
pekat seperti asam sulfat, asam nitrit, asam fosfat, dan asam format anhidrat. Kitin
gugus asetil (Einbu, 2007). Ketika derajat N-asetilasi (didefinisikan sebagai rata-
rata jumlah unit N-asetil-D-glukosamin per 100 monomer yang dituliskan sebagai
persentase) kurang dari 50%, maka kitin dapat larut dalam larutan asam dan
Kitin dapat diproduksi secara komersial dari limbah kulit udang dan cangkang
kepiting (No et all., 2000). Kulit udang mengandung protein 25- 40 %, kalsium
tersebut tergantung pada jenis udang dan tempat hidupnya. Cangkang kepiting
18,70-32,20 % yang juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya
(Marganof, 2003).
D. Enzim Kitinase
Kitinase adalah enzim yang dapat mendegradasi kitin dengan memotong ikatan
kitin dilakukan oleh mahluk hidup penghasil kitinase seperti jamur, bakteri,
alga dan beberapa jenis cendawan (Funkhouser and Aronson 2007). Pada jamur,
untuk asimilasi kitin sebagai sumber karbon dan nitrogen (Wu et al., 2001). Selain
11
itu, kitinase juga digunakan hewan untuk mengkonversi kitin menjadi monomer
dan oligomernya, dan tumbuhan untuk mendegradasi dinding sel fungi patogen
Harman et al., (1993) dan Sahai et al., (1993) membagi kitinase dalam tiga tipe
yaitu :
1. Endokitinase (EC 3.2.1.14) yaitu kitinase yang memotong secara acak ikatan β-
1,4 bagian internal mikrofibril kitin. Produk akhir yang terbentuk bersifat
dibentuk. Pemotongan hanya terjadi pada ujung non reduksi mikrofibril kitin
asetilglukosamin berguna sebagai obat anti inflamasi. Senyawa ini dalam tubuh
protein sel tunggal dari limbah kitin untuk makanan hewan. Kitinase juga dapat
hama serangga. Kombinasi σ-toksin dan kitinase dilaporkan lebih efektif dalam
Kitin deasetilase (CDA) merupakan salah satu enzim pendegradasi kitin selain
kitinase. Perbedaanya yaitu, kitinase adalah enzim yang dapat menghidrolisis kitin
secara acak pada ikatan glikosidiknya, sedangkan kitin deasetilase adalah enzim
alkali kuat pada suhu tinggi. Dengan menggunakan proses ini, hasil yang
diperoleh belum memuaskan karena mutu kitosan yang dihasilkan masih beragam.
Selain itu, proses termokimia juga menghasilkan limbah dan produk samping
Degradasi kitin untuk menghasilkan kitosan juga dapat dilakukan secara enzimatis
yaitu menggunakan enzim kitin deasetilase (CDA). Keunggulan dari teknik ini
et al., 2000).
Enzim kitin deasetilase (CDA) dapat ditemukan pada bakteri, kapang, kamir,
cacing dan serangga yang mempunyai kandungan kitosan pada dinding sel atau
deasetilase dari sejumlah mikroba. Aplikasi enzim ini pada berbagai jenis dan
kondisi substrat masih memberikan hasil yang beragam dengan parameter hasil
enzim selama 2 hari pada 55oC. Enzim dipanen dengan cara sentrifugasi pada
8000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 oC untuk memisahkan dari sel bakteri dan
0,02 M buffer borat pH 8 dan disimpan pada suhu 4 oC. Kadar protein enzim diuji
F. Glukosamin
hasil hidrolisis kitin. Di alam, glukosamin tersebar luas sebagai komponen utama
ditemukan di matriks tulang rawan sendi dan cairan sendi manusia, bahkan di
hampir semua jaringan lunak dalam tubuh manusia, konsentrasi tertinggi di tulang
rawan ( Miller, 2011). Pada manusia, glukosamin sebagai salah satu komponen
pada inti protein proteoglikan, salah satu komponen matriks jaringan kartilago
yang akan menjaga integritas struktur dan fungsi jaringan kartilago. Glukosamin
Fungi berdasarkan sistem Whitaker. Kingdom fungi mempunyai ciri khas yaitu
bersifat heterotrof yang mengabsorbsi nutrien dan memiliki kitin pada dinding
selnya. Jamur benang atau kapang adalah golongan fungi yang membentuk
lapisan jaringan miselium dan spora yang tampak. Miseliumnya terdiri dari
filamen tubular yang tumbuh yaitu hifa (Singleton dan Sainsbury, 2006).
Jamur dapat bersifat sapotrof yaitu dengan mendapatkan nutrisi dari organisme
lain yang telah mati, ada juga yang bersifat parasit dengan mengisap nutrisi dari
organisme lain yang hidup, atau dengan bersimbiosis mutualisme dengan satu
Fungi mempunyai penggunaan kitin yang berbeda dengan hewan. Hewan hanya
memproduksi kitin pada bagian tertentu, misalnya sebagai rangka luar, rambut,
atau kuku, sementara fungi memiliki kitin sebagai pembentuk dinding pada
17
seluruh selnya. Adanya kitin juga membantu membedakan antara fungi dan
Mucor adalah genus fungi yang berasal dari ordo Mucorales yang merupakan
fungi tipikal saprotrop pada tanah dan serasah tumbuhan yang mampu
menghasilkan enzim kitindeasetilase pada substrat kitin atau kulit Crustaceae dan
media cair yang mengandung nutrien yang diperlukan. Mucor berkembang biak
secara aseksual dengan membentuk sporangium yang ditunjang oleh batang yang
tidak bersepta. Ciri khas pada Mucor adalah memiliki sporangium yang
Mucor miehei sebagai salah satu anggota ordo Mucorales mempunyai talus yang
berupa miselium yang lebat. Pembiakkan aseksual dilakukan dengan spora tak
gametangium yang berinti banyak. Gametangium terbentuk pada ujung hifa atau
H. Fermentasi
fermentasi yaitu bakteri, khamir dan kapang. Fermentasi pada bahan makanan,
dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah dan berfungsi dalam
dan sumber karbon, nitrogen dan pospor untuk membentuk senyawa yang
mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi serta terakumulasi dalam medium. Proses
fermentasi, adalah :
dapat disimpan dalam beberapa bulan, mutu dan komposisi relatif tetap.
viridae yang hanya tumbuh baik pada substrat selulosa (jerami padi), tetapi tidak
operasinya, yaitu :
19
Fermentasi media cair merupakan fermentasi yang melibatkan air sebagai fase
kontinyu dari sistem pertumbuhan sel yang bersangkutan atau substrat baik
partikel dalam fase cair. Contoh produk dari fermentasi media cair, seperti
substrat yang tidak terlarut dan tidak mengandung air. Contoh produk
fermentasi media padat yaitu tape, tempe, oncom, koji, berbagai olahan ikan
mencakup proses aerob dan anaerob. Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi
bahan yang berkualitas rendah sehingga berfungsi dalam pengawetan bahan dan
merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang
permukaan dapat berupa medium padat maupun medium cair. Sedangkan kultur
20
terendam dilakukan dalam media cair menggunakan bioreaktor yang dapat berupa
labu yang diberi aerasi, labu yang digoyang dengan shaker atau fermentor.
mempengaruhi proses fermentasi seperti suhu, pH, dan kebutuhan oksigen (Ton et
al.,2010).
Fermentasi medium cair dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu fermentasi
tertutup (batch culture) dan fermentasi kontinyu (fed batch). Pada fermentasi
fermentor, kecuali pemberian oksigen (udara steril), antibuih dan asam atau basa
yang mengatur pH. Karena itu pada sistem tertutup ini, dengan sekian lamanya
Dengan demikian pada fermentasi tertutup jumlah sel pada fase stationer
lain :
atau dibuat menjadi butiran kecil. Dengan penambahan air dan nutrisi
e. Proses fermentasi batch, pada proses ini banyak hal yang harus
yang diinginkan.
Menurut Holker et al. (2004) dan Pandey (2000) dapat menguraikan aplikasi
(gula susu) pada kondisi anaerobik. Laktosa diubah menjadi asam laktat
J. Ninhidrin
Uji Ninhidrin digunakan untuk identifikasi asam amino bebas yang terdapat dalam
sampel. Asam amino bebas adalah asam amino yang gugus aminonya tidak
terikat. Ninhidrin adalah reagen yang berguna untuk mendeteksi asam amino dan
triketon siklik dan bila bereaksi dengan asam amino akan menghasilkan zat warna
ungu. Hanya atom nitrogen dari zat warna ungu yang berasal dari asam amino,
selebihnya terkonversi menjadi aldehid dan karbondioksida. Jadi, zat warna ungu
yang sama dihasilkan dari semua asam amino α dengan gugus amino primer dan
intensitas warnanya berbanding lurus dengan konsentrasi asam amino yang ada
(Hart 2003).
Gambar 6. Reaksi antara ninhidrin dan asam amino (Wu et al, 2005).
24
K. Spektrofotometri UV-Vis
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditranmisikan atau yang
monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat
beberapa gugus fungsi (kromofor) yang mengandung elektron valensi dari energi
eksitasi yang rendah. Spektrum UV-Vis merupakan spektrum yang kompleks dan
nampak seperti pita absorpsi berlanjut, hal ini dikarenakan gangguan yang besar
dari transisi rotasi dan vibrasi pada transisi elektronik memberikan kombinasi
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri
hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku
kemudian asorbansi tiap konsentrasi di ukur lalu dibuat kurva yang merupakan
0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini disebabkan
karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi
berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu
diperhatikan pelarut yang dipakai (Mulja dan Suharman, 1995), antara lain:
26
Penelitian ini telah dilaksanakan pada Februari sampai dengan Juni 2016, dengan
tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel limbah kulit udang dari pengumpul
Dalam penelitian ini alat-alat yang akan digunakan adalah peralatan gelas Pyrex,
Adapun bahan-bahan yang akan digunakan adalah serbuk kulit udang, glukosamin
laktosa, bakto pepton, amonium sulfat ((NH4)2SO4), urea, kalium hidrogen sulfat
sitrat, isolat Mucor miehei, kertas saring, aquades, ninhidrin, NaH2PO4.7H2O dan
Na2HPO4.
C. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Sampel
Limbah kulit dan kepala udang dipisahkan dari badannya, dibersihkan dan dicuci
dengan menggunakan air. Kulit dan kepala udang direbus selama ± 15 menit, lalu
ditiriskan. Selanjutnya kulit dan kepala udang dijemur dibawah sinar matahari
hingga kering, lalu dihancurkan hingga menjadi bubuk halus dan siap digunakan.
2. Pembuatan Media
Sebanyak 200 gram kentang dikupas kulitnya lalu dipotong seperti dadu dan
direbus dalam 1000 mL akuades selama 1 jam setelah mendidih. Setelah kondisi
tercapai, disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak kentang yang
bening. Ekstrak kentang disimpan dalam botol reagen lalu disterilisasi dengan
autoclave pada suhu 121˚C dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Ekstrak kentang
yang telah disterilisasi, didinginkan pada suhu kamar kemudian disimpan dalam
2.2 Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Pertumbuhan Mucor miehei
pada Media PDA
Sebanyak 100 mL potato extract ditambahkan 4 gram dekstrosa dan 3 gram agar
dalam labu Erlenmeyer 250 mL lalu disterilisasikan dengan autoclave pada suhu
121˚C dan tekanan 2 atm selama 20 menit (DSMZ, 2015). Setelah itu media PDA
ini di-UV selama 10 menit dalam Laminar Air Flow dan dituang ke dalam cawan
petri. Strain jamur Mucor miehei ditumbuhkan kurang lebih selama 5 hari sampai
2.3 Media PDL (Potato Dextrose Liquid) dan Pertumbuhan Mucor miehei
pada Media PDL
Erlenmeyer 250 mL lalu disterilisasikan dengan autoclave pada suhu 121˚C dan
tekanan 2 atm selama 20 menit. Setelah itu media PDL ini di-UV selama 10 menit
dalam Laminar Air Flow. Spora kultur 5 hari dipisahkan dan dimasukkan dalam
media PDL dan diletakkan dalam shaker incubator dengan kecepatan 175 rpm
Sebanyak 0,96 gram asam sitrat dilarutkan dalam 50 mL akuades dalam labu takar
(natrium sitrat 0,10 M) dilarutkan dalam 100 mL akuades dalam labu volumetrik
100 mL dan kemudian dicek pH-nya. Ini merupakan larutan buffer sitrat pH 4
(Mardiana, 2002).
Sebanyak 0,1 gram serbuk kulit udang dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer 100
mL, kemudian ditambahkan 0,01 gram laktosa; 0,03 gram bakto pepton; 0,14
gram amonium sulfat; 0,03 gram urea; 0,2 gram kalium dihidrogen sulfat; 0,03
gram besi (II) sulfat heptahidrat; 0,03 gram kalsium klorida; dan 0,029 gram seng
pada suhu 121˚C dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Kemudian media
didinginkan pada suhu ruang dalam Laminar Air Flow. Sebanyak 1 mL kultur
awal dari media PDL diinokulasikan ke dalam media ini dan difermentasi pada
30˚C dalam shaker-incubator dengan kecepatan 250 rpm selama 7 hari (Chahal et
al., 2001).
31
tertutup. Substrat yang digunakan adalah serbuk kulit udang. Sebanyak 1 gram
serbuk kulit udang dimasukkan dalam labu erlenmeyer 100 ml yang berisi 0,01
gram laktosa; 0,03 gram bakto pepton; 0,14 gram amonium sulfat; 0,03 gram urea,
0,2 gram kalium dihidrogen sulfat; 0,03 gram besi (II) sulfat heptahidrat; 0,03
gram kalsium klorida; dan 0,029 gram seng (II) sulfat heptahidrat, serta dilarutkan
selama 20 menit. Kemudian media didinginkan pada suhu ruang dalam Laminar
Sejumlah hasil dari fermentasi batch, pada tiap selang waktu 1 hari, dipanaskan
selama 1 jam pada 200 rpm. Campuran disaring menggunakan kertas saring dan
filtrat disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu
4oC. Semua filtrat yang diperoleh, dibekukan dalam freezer selama 24 jam.
32
akuades dalam labu ukur diperoleh konsentrasi akhir 1000 mg/L. Kemudian
larutan glukosamin standar 1000 mg/L ini diencerkan hingga diperoleh konsentasi
akhir msing-masing 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, dan 150 mg/L.
ditambahkan 0,5 ml larutan ninhidrin 0,8 % dan 0,5 ml larutan buffer fosfat pH 6.
Larutan ini kemudian dipanaskan pada 100oC dalam penangas selama 15 menit.
Setelah terbentuk warna ungu, larutan didiamkan dalam suhu kamar dan diukur
2005).
ninhidrin 0,8 % dan 0,5 ml larutan buffer fosfat pH 6. Larutan ini kemudian
suhu kamar dan diukur dengan spektrofotomer UV-Vis pada panjang gelombang
570 nm.
glukosamin standar dan hasil fermentasi yang telah direaksikan dengan larutan
450-600 nm.
A. Simpulan
berikut.
2. Waktu inkubasi optimum fermentasi kulit udang dengan Mucor miehei adalah
hari keempat dengan kadar kemurnian glukosamin dalam sampel kulit udang,
kulit udang lebih rendah dibandingkan dengan kitin karena masih terkandung
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan untuk memvalidasi adanya
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Does the Size of a Substrate Affect How Quickly an Enzyme Acts?.
http://education.seattlepi.com/size-substrate-affect-quickly-enzyme-acts-
5333.html. Diakses pada tanggal 16 Agustus 2016.
Elsawati, E. 1994. Limbah Udang Dibuang Sayang. Techner12. Bogor. Hlm. 19.
Funkhouser, J., D. & Aronson, N., N. 2007. Chitinase family GH18: Evolutionary
Insights From The Genomic History Of A Diverse Protein Family. BMC Evol
Biol 7: 96-111.
Harman, G.E., Crown K.H., Mitchel L., Ray M.B., Alexander D.P., Candy P., and
Andrew T.. 1993. Chitinolitic Enzyme of Trichoderma hazianum:
Purification of Chitobiosidase and Endochitinase Phytopathology, 2(83):313-
318.
Hart, H., Craine, L.E. and Hart.D.J., 2003. Kimia Organik Edisi Kesebelas.
Erlangga. Jakarta.
Hunger, M. and J. Weitkamp. 2001. In situ IR, NMR, EPR, and UV/Vis
Spectroscopy: Tool for New Insight into the Mechanisms of Heterogeneous
Catalysis. Angew-Chem Int Ed Engl. Vol. 49, pp. 2954-2971.
Marganof. 2003. Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal,
kadmium dan tembaga) di perairan.
51
Miller, K.L., and Clegg, D.O. 2011. Glucosamine and chondroitin sulfate. Rheum
Dis Clin N Am. 2011; 37:103–18.
No, H.K., Meyers, S.P., and Lee, K.S. 2000. Isolation and Characterization of
Chitin from Crawfish Shell Waste, Journal of Agricultural and Food
Chemistry, 1989, 37(3), 575-579.
Oegema, Theodore R., et al. 2002. Effect of Oral Glucosamin on Cartilage and
Meniscus in Normal and Chymopapain-Injected Knees of Young Rabbits.
Arthritis and Rheumatism. 46 (9) : 2495-2503.
Persiani, S., Roda, E., Rovati, L.C., Locatelli, M., Giacovelli, G., and Roda, A.
2005. Glucosamine oral bioavailability and plasma pharmacokinetics after
increasing doses of crystalline glucosamine sulfate in man. Osteoarthritis
Cartilage. 2005;13:1041-46.
Pillai, C.K.S., Paul W., Sharma, C.P. 2009. Chitin and Chitosan Polymers:
Chemistry, Solubility and Fiber Formation. Program Polymer Science. 34:
641-678.
Sadava, Purves. 2003. Life The Science of Biology Seventh Edition, Taylor and
Francis Group LLC. USA.
Sahai, A.S. and S.M. Manocha. 1993. Chitinases of Fungi and Plants : Their
Involvement in Morphogenesis and Host-Parasite Interaction. Journal of
FEMS Microbiology, 3(11): 317–338.
Ton, N.M.N., M.D. Nguyen, T.T.H. Pham and V.V.M. Le. 2010. Influence of
initial pH and sulfur dioxide content in must on wine fermentation by
immobilized yeast in bacterial cellulose. International Food Research
Journal, 6(3): 743-749.
Weites, A.M., D.R. Gondim, and L.R.B. Gonçalves. 2001. Ethanol production by
fermentation using immobilized cells of Saccharomyces cerevisiae in cashew
apple bagasse. Journal of Biochemistry and Biotechnology, 1(8): 209–217.
Wu, M.L., Y.C. Chuang, J.P.Chen, C. S. Chen, and M.C. Chang. 2001.
Identification and Characterization of the Chitin-Binding Domains within the
Multidomain Chitinase Chi92 from Aeromonas hydrophila jp 101. Appl
Environ Microbiol 67 : 5100-5106.
54
Wu, Y., Hussain, M., and Fassihi R. 2005. Development of A Simple Analytical
Methodology For Determination of Glucosamine Release From Modified
Release Matrix Tablets. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis.
38 (2005) 263-269.
Xu, L., Q. Li, and C. Jiang. 1996. Diversity of Soil Actinomycetes in Yunnan,
China. Journal of Applied Environmental Microbiology, 62 (1): 244-248.
Yanming, D., Congyi, X.U., Jianwei, W., Mian,W., Yusong, W.U., and
Yonghong, R. 2001. Determination of degree of substitution for N-acylated
chitosan using IR spectra. Science in Chine. Vol. 44, pp. 216-224.