Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko
daripenyakit jantung dan stroke. Penyakit hipertensi disebut sebagai “the silent
disease” karena tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat dilihat dari luar.
Perkembangan hipertensi secara perlahan namun berpotensi sangat berbahaya
(Delimartha et al, 2008).
Menurut WHO hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Tekanan darah normal orang dewasa adalah 120/80 mmHg. Sistolik adalah
tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi
(saat jantung berkontraksi). Sedangkan diastolik adalah tekanan darah pada
saat jantung mengembang atau relaksasi. Tekanan darah pada umumnya diukur
saat istirahat dalam posisi berbaring atau duduk. Tekanan darah diukur dengan
menggunakan (sphygmomanometer) (Herlambang, 2013).
Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang
berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai 74,5 juta jiwa,
namun hampir 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Berdasarkan
riskesdas prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia ≥18 tahun sebesar
25,8%.
Semakin tinggi tekanan darah semakin keras pula jantung bekerja agar
tetap dapat memompa darah melawan tahanan pembuluh darah yang semakin
meningkat. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, otot jantung semakin
letih, jantung menjadi lemah, dan dapat mengakibatkan gangguan jantung
(Herlambang, 2013).

6
7

Tabel 1.
Klasifikasi Tekanan Darah menurut International Society of Hypertension
(ISH)
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan < 85
Normal tinggi / Pra 130 – 139 atau 85 – 89
Hipertensi
Hipertensi Derajat I 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi Derajat II 160 – 179 atau 100 – 109
Hipertensi Derajat III ≥ 180 atau ≥ 110
(Sugiharto, 2007)
2. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE).
ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh
hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh
ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)
dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
8

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan


meningkatkan volume dan tekanan darah.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-
30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi
dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat)
kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi
hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (Sharma et al, 2008 )

3. Klasifikasi Hipertensi
Terdapat 2 klasifikasi hipertensi yaitu :
1) Hipertensi Primer
Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor
lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol
mengakibatkan kelebihan berat badan atau obesitas.. Kelebihan berat badan
atau obesitas merupakan pencetur awal terkena penyakit tekanan darah
tinggi. Seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor
tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, begitu pula
dengan orang yang kurang berolahragadapat mengalami tekanan darah
tinggi.
2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi akibat seseorang mengalami atau menderita penyakit
lain seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon
tubuh. Sedangkan pada ibu hamil tekanan darah secara umum meningkat
pada usis kehamilan 20 minggu. Terutama pada wanita yang memiliki berat
badan berlebih atau obesitas.
9

4. Diagnosis Hipertensi
Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun
berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan
dengan santai.
2) Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka
yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun
selisihnya relatif kecil.
3) Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang
bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah
yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi
angka yang lebih tinggi. Disamping itu, juga tidak boleh merokok atau
minum kopi karena merokok atau minum kopi akan menyebabkan tekanan
darah sedikit naik.
4) Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali
berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai
dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang
terendah.
5) Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang
mengembang harus melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga
dari panjang lengan atas.

Diagnosis hipertensi ditegakkan saat pasien menderita tekanan darah


tinggi secara persisten. Biasanya, untuk menegakkan diagnosis diperlukan tiga
kali pengukuran spigmomanometer yang berbeda dengan interval satu bulan.
Pemeriksaan awal pasien dengan hipertensi mencakup anamnesis dan
pemeriksaan fisik lengkap.
10

5. Dampak Hipertensi
Rongga jantung dan pembuluh darah mempunyai tekanan yang berbeda-
beda. Tekanan jantung disebelah kiri lebih tinggi dari sebelah kanan, tekanan
di sistem arteri lebih tinggi dari sistem vena. Karena ada perbedaan tersebut
darah mengalir dari jantung sebelah kiri ke seluruh badan (dari sistem arteri ke
sistem vena). Bahaya hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi yang
berbahaya, diantaranya adalah stroke, penyakit jantung, penyakit arteri
koronaria, aneurisma, gagal ginjal, dan ensalofati hipertensi.
a. Stroke
Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan oleh
berkurangnya atau berhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Jaringan otak
yang mengalami hal tersebut akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi.
Stroke merupakan manifestasi gangguan saraf umum yang timbul secara
mendadak dalam waktu singkat akibat gangguan aliran darah ke otak
karena adanya penyumbatan atau perdarahan (Shanty, 2011).
Hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besarpada dinding
pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah akan mudah pecah.
Pecahnya pembuluh darah mengakibatkan tidak ada suplai oksigen dan
makanan ke sel-sel otak, sehingga sel-sel dan jaringan otak akan mati
(Shanty, 2011).
b. Penyakit Jantung
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga beban jantung
bertambah. Akibatnya, terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan
kontraksi. Hipotropi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang
bertambah, fungsi ruang yang memburuk dan dilatasi curah jantung.
Kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan
hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui sehingga terjadi dilatasi dan
payah jantung (Shanty, 2011).
11

c. Penyakit Arteri Koronaria


Hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya penyakit arteri koronaria.
Hal tersebut dikarenakan aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi
secara permanen maupun sementara yang disebabkan adanya
penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi
arteromamusyang mengkambat pertukaran oksigen dan nutrisi ke
miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk mensuplai oksigen ini
menyebabkan penyakit arteri koronaria (Shanty, 2011).
d. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan tidak dapat diperbaiki dari berbagai penyebab. Mekanisme
hipertensi pada gagal ginjal kronis karena adanya penimbunan garam dan
air, atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) (Shanty, 2011).
e. Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi
tersebut berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat
ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah
yang tinggi adalah iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata
akibat aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat
penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina. Penderita retinopati
hipertensif pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada akhirnya
dapat menjadi kebutaan pada stadium akhir (Jain, 2002).

6. Faktor Penyebab Hipertensi


Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari
faktor risiko yang dapat dihindari dan faktor yang tidak dapat dihindari. Faktor-
faktor yang tidak dapat dihindari antara lain faktor genetik (keturunan), umur,
jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dihindari meliputi stress,
obesitas, nutrisi, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan kebiasaan
mengkonsumsi alkohol (Herlambang,2013).
12

Penyebab yang spesifik dari 95 kasus tekanan darah yang tinggi belum
diketahui secara pasti, kondisi ini dikenal dengan hipertensi primer atau
esensial. Walaupun belum diketahui penyebabnya, hipertensi esensial telah
dihubungkan dengan faktor-faktor risiko diantara lain :
1) Keturunan
Faktor keturunan diketahui berpengaruh terhadap tekanan darah
tinggi. hal tersebut diperkuat dengan fakta bahwa orang-orang dalam satu
keluarga memiliki gaya hidup dan pola makan yang sama.
Penelitian mendalam telah dilakukan pada orang kembar yang
dibesarkan terpisah, untuk mengetahui besarnya persamaan tekanan darah
dalam satu keluarga yang merupakan faktor keturunan dibandingkan
dengan yang disebabkan oleh gaya hidup. Secara kasar hasilnya
memperlihatkan bahwa faktor genetik menyumbang 50% terhadap tekanan
darah.
2) Jenis kelamin
Pada dasarnya prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita. Hipertensi banyak ditemukan pada laki-laki dewasa muda atau
paruh baya. Sedangkan pada wanita berisiko setelah mengalamai masa
menopause. Sebelum mengalami menopause, wanita terlindungi dari
penyakit kardiovaskular karena aktivitas hormon estrogen yang berperan
dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormone estrogen yang selama ini
melindungi darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut di mana jumlah
hormon estrogen tersebut makin berkurang secara alami seiring dengan
meningkatnya usia, yang umumnya umumnya mulai terjadi pada wanita
umur 45-55 tahun (Racman 2011).
3) Umur
Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan
meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami
13

penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot,
sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi
kaku (Anggraini et al, 2009).
Selain itu, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian
sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan pada 53 sampel di desa Kebongan kidul kabupaten Rembang
bahwa umur merupakan faktor risiko hipertensi (p = 0,026) (Nurarima,
2012)
4) Obesitas
Lebih banyak kasus tekanan darah tinggi ditemukan pada orang-orang
yang kelebihan berat badan daripada orang normal atau orang yang berat
badannya kurang. Hal ini terjadi karena orang dengan berat badan lebih
akan bekerja lebih keras untuk membakar kalori serta kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang tinggi garam. Status gizi seseorang dapat
dilihat dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk
mengetahui apakah orang itu memiliki status gizi normal, kurang atau
lebih. Jika IMT >25 kg/m2 maka seseorang dikategorikan obesitas.
Seseorang yang memiliki IMT >25 kg/m2 , memiliki risiko lebih besar
mengalami tekanan darah tinggi dari pada orang yang memiliki status gizi
normal atau kurus (Jain, 2011).
5) Asupan natrium
Natrium sebenarnya bermanfaat untuk menjaga regulasi volume dan
tekanan darah, menjaga kontraksi otot serta transmisi sel saraf, serta
membantu keseimbangan air, asam, dan basa dalam tubuh. Berdasrkan
Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) 2003, konsumsi garam tidak
boleh lebih dari 6 gram (1 sendok teh dalam sehari). Konsumsi garam
yang tinggi akan meningkatkan tekanan darah karena meningkatnya kadar
natrium di sel otot halus pada dinding arteri. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan pada 50 pasien penderita hipertensi bahwa ada
hubungan yang bermakna antara asupan natrium dengan tekanan darah.
14

Subyek dengan konsumsi natrium lebih mempunyai risiko 5.7 kali terkena
hipertensi dibandingkan dengan subyek yang mengonsumsi natrium cukup
(Atun et al, 2014).
6) Asupan kalium
Terdapat bukti bahwa orang yang kurang mengkonsumsi asupan
kalium memiliki tekanan darah yang lebih tinggi. Dan mereka yang
mengkonsumsi makanan tinggi kalium seperti sayuran dan buah-buahan
memiliki tekanan darah lebih rendah. Mengkonsumsi sayuran dan buah-
buahan dapat menjaga agar tekanan darah terkontrol (Jain, 2011).
7) Asupan magnesium
Magnesium merupakan salah satu nutrien paling penting untuk
kesehatan jantung. Tugas utama magnesium adalah membantu otot jantung
untuk relaksasi. Fungsi ini berlawanan dengan fungsi mineral kalsium
yang membuat jantung berkontraksi (Putri et al, 2014).
8) Asupan lemak
Lemak merupakan simpanan energi bagi manusia. Lemak dalam
bahan makanan berfungsi sebagai sumber energi. Fungsi lemak dalam
tubuh adalah sebagai zat pembangun, pelindung kehilangan panas tubuh,
penghasil asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, K, sebagai
prekusor dari prostaglandin yang berperan mengatur tekanan darah, denut
jantung dan lipofisis (Yuniastuti, 2007).
Asupan lemak yang berlebih dapat menyebabkan meningkatnya kadar
kolesterol dalam darah. Kolestero yang berlebih akan menumpuk pada
pembuluh darah dan membentuk plak. Terbentuknya plak ini akan
menyebabkan pembuluh darah tidak elastis dan penyempitan pembuluh
darah. Pembuluh darah yang tidak elastis dapat menyebabkan naiknya
tekanan darah sistolik dan penyempitan pembuluh darah dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan darah diastolik. (Vilareall, 2008).
9) Asupan serat
Serat makanan adalah komponen makanan yang berasal dari tanaman
yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Serat makanan
15

total terdiri dari komponen serat makanan yang larut (misalnya: pektin,
gum) dan yang tidak dapat larut dalam air (misalnya selulosa,
hemiselulosa, lignin). Kadar serat makanan berkisar 2-3 kali serat kasar.
Sumber serat dapat berasal dari sayuran dan buah-buahan, selain
membantu mengontrol tekanan darah serat ini juga mencegah terjadinya
konstipasi. (Widyaningrum 2012)
10) Kebiasaan olahraga
Semakin tinggi tekanan darah, semakit keras kerja jantung. Sebab
untuk mengalirkan darah saat jantung memompa berati jantung harus
mengeluarkan tenaga sesuai dengan tingginya tekanan. Oleh karena itu
olahraga yang dipilih bagi penderita hipertensi adalah olahraga yang tidak
memperberat kerja jantung seperti berjalan kaki, bersepeda, senam, dan
berenang atau olahraga aerobik (Kusmana, 1997).
Program latihan fisik yang didesain untuk meningkatkan kemampuan
fisik dan menjaga kesehatan dibuat berdasarkan rumus FIT.
Pengukurannya didasarkan tiga hal yaitu frekuensi (seberapa sering
misalnya berapa hari dalam seminggu ), intensitas (seberapa berat latihan
yang dilakukan apakah ringan, sedang, atau sangat aktif), dan time yaitu
berapa lama misalnya sebulan untuk masing-masing sesi (Depkes, 2002).
Olahraga teratur cenderung akan membuat seseorang memiliki
tekanan darah lebih rendah dan menjadi lebih sehat dibandingkan dengan
yang tidak berolahraga (Jain, 2011). Hal tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan terhadap 107 lansia di posyandu lansia kelurahan Gebang
Putih kecamatan Sukolilo kota Surabaya bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara olahraga dengan hipertensi (p = 0,000). (Andria, 2013)
11) Kebiasaan merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan meningkatkan
tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan
kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam
pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding
pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang
16

menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik,


peningkatan denyut jantung, meningkatnya kontraksi otot jantung,
pemakaian O2 bertambah, dan aliran darah pada koroner meningkat
(Smeltzer & Bare, 2002).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 75 responden di
puskesmas Telaga Murni Cikarang Barat tahun 2012 bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah
(p = 0,000) (Anggara, 2013).
12) Konsumsi Alkohol
Alkohol dapat menganggu sistem kerja saraf pusat maupun saraf tepi. Jika
kerja saraf simpatis terganggu, maka akan terjadi gangguan pula pada
tekanan darah. Orang yang cenderung mengkonsumsi alkohol dengan
kadar tinggi akan memiliki tekanan darah yang cepat berubah dan
cenderung meningkat. Aklohol juga memiliki efek yang hampur sama
dengan karbonmonoksida yaitu dapat meningkatkan keasaman darah.
Sehingga darah menjadi lebih kental dan dan jantung dipaksa untuk
memompa darah lebih kuat lagi agar darah yang sampai ke jaringan
jumlahnya mencukupi. Hal ini juga akan menyebabkan peningkatan
tekanan darah.
13) Durasi Tidur
Durasi tidur merupakan lamanya waktu tidur dalam 24 jam. Durasi
tidur dikategorikan menjadi dua yaitu durasi tidur cukup dan durasi tidur
pendek. Durasi tidur cukup apabila jumlah jam tidur selama satu hari ≥8
jam, sedangkan durasi tidur pendek apabila jumlah jam tidur selama satu
hari <8 jam (Dinges, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
terhadap 3620 sampel dengan usia 32 – 59 tahun, bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara durasi tidur <5 jam pada malam hari
dengan kejadian hipertensi (p = 0,0001) (Gingwisch et al, 2006).
14) Tingkat kecemasan
Kecemasan, stress emosional, ketakutan dan kegelisahan dapat
mengakibatkan stimulasi simpatis yang meningkatkan frekuensi denyut
17

jantung, curah jantung dan resistensi vaskuler, efek simpatis ini


meningkatkan tekanan darah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
terhadap 158 sampel bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
tingkat stress berat dengan hipertensi (p = 0,001). Dan tingkat stress berat
memiliki risiko hipertensi 32,55 kali (Arifin et al, 2015).
15) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu Apabila
pengetahuan seseorang semakin baik maka perilakunya pun akan semakin
baik. Akan tetapi pengetahuan yang baik tidak disertai dengan sikap maka
pengetahuan itu tidak akan berarti (Notoatmodjo, 2003).
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu pendidikan, informasi
atau media massa, sosial budaya dan ekonomi, pekerjaan, minat,
lingkungan, pengalaman dan usia. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi
materi yang akan diukur dari subjek penelitian (Khomson, 2000).
Menurut penelitian yang dikalukan terhadap 88 sampel di wilayah
kerja puskesmas perawatan Sragi I kabupaten Pekalongan tahun 2010
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
motivasi melakukan kontrol tekanan darah secara rutin (0,000) (Mobin et
al, 2010).
16) Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu atau stimulasi objek. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 110 responden di wilayah
kerja puskesmas Doro II Kabupaten Pekalongan menunjukkan bahwa ada
hubungan antara sikap terhadap kepatuhan diet hipertensi dengan tekanan
darah pada penderita hipertensi (p = 0,034) dan nilai korelasi sebesar -
18

0,301 menunjukkan bahwa kekuatan hubungan sedang dan arah korelasi


negatif yang artinya semakin tinggi sikap kepatuhan diet hipertensi dakan
semakin rendah tingkat tekanan darah. (Puspita, 2011).

7. Gejala Klinis Hipertensi


Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer),
karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai gejala-gejalanya
sebagai peringatan. Adapun gejala hipertensi yang muncul dianggap sebagai
gangguan biasa, penderita juga mengabaikan dan terkesan tidak merasakan
apapun atau berprasangka dalam keadaan sehat, sehingga penderita terlambat
dan tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi. Gejala yang dirasakan
bervariasi, bergantung pada tingginya tekanan darah. Gejala-gejala hipertensi,
yaitu: 1) Sakit kepala, 2) Mimisan, 3) Terengah-engah saat beraktivitas, 4)
Jantung berdebar-debar, 5) Pusing/pening, 6) Gangguan tidur, 7) Mimisan, 8)
Perdarahan subkonjungtival dan gangguan penglihatan, 9) Stroke, 10) Kebal
dan kesemutan, 11) Keringat berlebihan, 12) Kram otot, 13) Badan lemah lesu,
14) sering buang air kecil, dan 15) Pembengkakan di bawah mata pada pagi
hari (Jain, 2011).

8. Penatalaksanaan hipertensi
1) Terapi Non Farmakologis
Mejalani pola hidup sehatdapat membantu menurunkan tekanan
darah dan menurunkan risiko terkena penyakit kardiovaskular. Berikut
adalah pola hidup yang dianjurkan menurut PERKI :
a. Mengurangi asupan garam. Konsumsi gara yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi tidak lebih dari 2 gram dalam sehari. Tidak
jarang masyarakat yang tidak mengetahui kandungan garam juga
terdapat pada makanan instan, makanan kaleng, daging olahan dan
sebagainya. Diet rendah garam juga bermanfaat untuk mengurangi
dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat lebih dari 2.
19

b. Penurunan berat badan. Menurunkan berat badan dengan


memperbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan dan membatasi
asupan lemak dapat membantu menurunkan tekanan darah. Selain
itu dapat terhindar dari penyakit diabetes mellitus dan dislipidemia.
c. Olahraga. Olahraga yang dilakukan secara teratur selama 30 – 60
menit/hari, minimal 3x/minggu dapat membantu menurunkan
tekanan darah. Jika tidak memiliki waktu luang untuk berolahraga,
dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki
tangga dalam aktifitas rutin.
d. Mengurangi konsumsi alkohol. Walaupun konsumsi alkohol belum
menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi
alkohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan
perkembangan gaya hidup. Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per
hari pada laki-laki atau 1 gelas pada perempuan dapat
meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau
menghentikan konsumsi alkohol dapat membantu menurunkan
tekanan darah.
e. Berhenti merokok. Merokok merupakan sakah satu faktor risiko
utama penyakit kardiovaskular, oleh sebab itu dianjurkan untuk
berhenti merokok.
f. Managemen stress. Stress merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan tekanan darah, oleh karena itu dianjurkan untuk
menghindari stress.
g. Durasi tidur yang cukup. Durasi tidur yang ideal adalah ≥8 jam
dalam sehari. Durasi tidur yang cukup dapat membantu
menurunkan tekanan darah.
2) Terapi Farmakologis
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai apabila
pasien hipertensi derajat 1 tidak mengalami penurunan tekanan darah >6
bulan menjalani hidup sehat dan pada pasien hipertensi derajat ≥2
(PERKI, 2015).
20

Terdapat banyak jenis obat antihipertensi, diantaranya adalah


sebagai berikut :
a. Deuretik : Bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (lewat
kencing)sehingga volume cairan di tubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh
obatnya adalah Hidroklorotiazid.
b. Penghambat simpetik : Bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis. Contoh obatnya adalah Metildopa, Klonidin, dan
Reserpin.
c. Betabloker : Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung.
Contoh obatnya adalah Metoprolol, Propranolol, dan Atenolol.
d. Vasodilator : Bekerja dengan merelaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Contoh obatnya adalah Prasosin, Hidralasin.
e. Penghambat enzim konversi Angiotensin : Bekerja dengan
menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obatnya adalah
Kaptopril.
f. Penghambat reseptor Angiotensin II : Bekerja dengan menghalangi
penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang
mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Contoh obatnya
adalah Valsartan.
g. Antagonis kalsium : Bekerja dengan cara menurunkan daya pompa
jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung. Contoh
obatnya adalah Nifedipin, Diltiasem, dan Verapamil.
(Herlambang, 2013).
21

B. Kerangka Teori

Faktor Asupan
Makan :
Komplikasi :
Natrium
Jantung Koroner
Kalium Faktor Fisiologis :

Magnesium Kerusakan Ginjal


Faktor keturunan

Lemak Stroke
Jenis kelamin
Serat
Usia

Hipertensi Ras

Faktor Gaya Obesitas


Hidup:
Rasio Lingkar
Kebiasaan olahraga Pinggang dan
panggul
Kebiasaan merokok Faktor Psikososial:

Konsumsi Alkohol Pengetahuan


Durasi Tidur
Sikap
Tingkat kecemasan

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Modifikasi (Dalimartha et al. 2008, Sugiharto. 201)
22

C. Kerangka Konsep

Gaya Hidup

Kebiasaan olahraga

Kebiasaan Merokok

Durasi tidur

Tingkat kecemasan

Faktor Psikososial Hipertensi

Pengetahuan

Sikap

Faktor Psikososial

Jenis Kelamin

Umur

D. Hipotesis
1. Umur ≥45 tahun merupakan faktor risiko hipertensi
2. Jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko hipertensi
3. Kebiasaan olahraga yang kurang merupakan faktor risiko hipertensi
4. Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko hipertensi
5. Durasi tidur yang kurang merupakan faktor risiko hipertensi
6. Tingkat kecemasan yang berat merupakan faktor risiko hipertensi
7. Pengetahuan yang rendah merupakan faktor risiko hipertensi
8. Sikap yang tidak mendukung merupakan faktor risiko hipertensi

Anda mungkin juga menyukai