Anda di halaman 1dari 26

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 14 TAHUN 2020
TENTANG
KETENTUAN IMPOR GULA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa untuk memberikan kepastian berusaha,


mempercepat pelayanan perizinan berusaha, dan
mendukung pelaksanaan impor gula, perlu melakukan
penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai impor
gula;
b. bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor
Gula sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu
diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Impor
Gula;

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
- 2 -

Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5512);
4. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang
Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 90);
5. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 203);
6. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
08/M-DAG/PER/2/2016 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 202);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG
KETENTUAN IMPOR GULA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Gula adalah Gula Kristal Mentah (Raw Sugar), Gula
Kristal Rafinasi (Refined Sugar), dan Gula Kristal Putih
(Plantation White Sugar).
2. Bilangan ICUMSA adalah suatu parameter nilai
kemurnian yang berkaitan dengan warna gula yang
diukur berdasarkan standar internasional, dalam satuan
International Unit (IU).
3. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB
adalah identitas Pelaku U saha ya n g diterbitkan oleh
Lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan
Pendaftaran.
- 3 -

4. Angka Pengenal Importir Umum yang selanjutnya


disingkat API-U adalah tanda pengenal sebagai importir
umum.
5. Angka Pengenal Importir Produsen yang selanjutnya
disingkat API-P adalah tanda pengenal sebagai importir
produsen.
6. Rekomendasi adalah surat yang diterbitkan oleh
kementerian atau lembaga terkait, yang berisi penjelasan
teknis mengenai Gula yang akan diimpor.
7. Persetujuan Impor adalah persetujuan yang digunakan
sebagai izin untuk melakukan impor Gula.
8. Importir adalah orang perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum, yang melakukan kegiatan impor.
9. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat
BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
10. Verilikasi atau Penelusuran Teknis adalah penelitian dan
pemeriksaan teknis atas barang impor yang dilakukan
oleh surveyor.
11. Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat
otorisasi untuk melakukan Verifikasi atau penelusuran
teknis barang impor.
12. Laporan Surveyor yang selanjutnya disingkat LS adalah
dokumen tertulis yang merupakan hasil kegiatan
Verifikasi atau Penelusuran Teknis dari Surveyor yang
menyatakan kesesuaian barang yang diimpor.
13. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau
Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS
adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh
Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan
lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku
U saha m elalui sistem elektronik yan g terintegrasi.

14. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang


selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga
- 4 -

pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan


urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman
modal.
15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perdagangan.
16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan
Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

Pasal 2
(1) Ketentuan mengenai jenis Gula yang diatur impornya
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Ketentuan mengenai jenis Gula yang dilarang impornya
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 3
Gula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hanya
dapat diimpor untuk:
a. pemenuhan bahan baku industri; dan
b. pemenuhan stok Gula nasional dan stabilisasi harga
Gula di dalam negeri.

BAB II
IMPOR UNTUK INDUSTRI

Pasal 4
Gula yang diimpor untuk pemenuhan bahan baku industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terdiri atas:
a. Gula Kristal Mentah (Raw Sugar) untuk diolah menjadi
Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar);
b. Gula Kristal Mentah (Raw Sugar) selain peruntukan
sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
c. Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar).
- 5 -

Pasal 5
(1) Jenis Gula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 hanya
dapat diimpor oleh:
a. Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P;
dan
b. Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P
yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor
Tujuan Ekspor (KITE) dari Kementerian Keuangan
atau yang berada di Kawasan Berikat.
(2) Penentuan jumlah Gula Kristal Mentah (Raw Sugar)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a yang
diimpor oleh Importir sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a disepakati dalam rapat koordinasi
antarkementerian/lembaga pemerintah nonkementerian
terkait yang diselenggarakan oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perekonomian.

BAB III
IMPOR UNTUK PEMENUHAN STOK GULA DAN
STABILISASI HARGA GULA

Pasal 6
Gula yang diimpor untuk pemenuhan stok Gula nasional dan
stabilisasi harga Gula di dalam negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf b terdiri atas:
a. Gula Kristal Mentah (Raw Sugar) untuk diolah menjadi
Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar)-, dan
b. Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar).

Pasal 7
Gula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a hanya
dapat diimpor oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai
API-P dan BUMN pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P.
- 6 -

Pasal 8
Gula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b hanya
dapat diimpor oleh BUMN.

Pasal 9
(1) Jumlah Gula yang diimpor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 dan Pasal 8 disepakati dalam rapat koordinasi
antarkementerian/lembaga pemerintah nonkementerian
terkait yang diselenggarakan oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perekonomian.
(2) Berdasarkan hasil rapat koordinasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri mengusulkan
penugasan BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang BUMN.

BAB IV
PERSETUJUAN IMPOR

Bagian Kesatu
Kewenangan

Pasal 10
(1) Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API dapat
mengimpor Gula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
setelah mendapat Persetujuan Impor dari Menteri.
(2) Menteri memberikan mandat kewenangan penerbitan
Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Direktur Jenderal.
(3) Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan dokumen pelengkap pabean dalam
penyelesaian kepabeanan di bidang Impor.

Bagian Kedua
Persetujuan Impor untuk Industri
- 7 -

Pasal 11
(1) Untuk mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, Importir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a
harus mengajukan permohonan secara elektronik
kepada Direktur Jenderal melalui laman
http:// inatrade. kemendag.go. id.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan mengunggah dokumen persyaratan berupa:
a. NIB yang berlaku sebagai API-P; dan
b. Rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perindustrian atau
pejabat yang ditunjuk, yang memuat data dan/atau
keterangan paling sedikit mengenai jenis, volume,
pos tarif/HS, negara asal, pelabuhan tujuan, dan
masa berlaku Rekomendasi atau periode kebutuhan
produksi.
(3) Untuk mendapatkan Persetujuan Impor Gula
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Importir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
harus mengajukan permohonan secara elektronik
kepada Direktur Jenderal melalui laman
http://inatrade.kemendag.go. id.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dengan mengunggah dokumen persyaratan berupa:
a. NIB yang berlaku sebagai API-P;
b. Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang
Pemberian Fasilitas kemudahan Impor Tujuan Ekspor
(KITE) atau Kawasan Berikat;
c. surat pernyataan yang menyatakan bahwa tidak akan
memasukkan Gula Kristal Mentah (Raw Sugar) dan
Gula Kristal Rafmasi (Refined Sugar) yang diimpornya
ke pasar dalam negeri, dan akan menggunakannya
sebagai bahan baku untuk proses produksi sendiri;
dan
- 8 -

d. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atas produk


yang menggunakan Gula Impor sebagai bahan baku
atau bahan penolongnya, bagi perusahaan yang telah
mendapatkan Persetujuan Impor sebelumnya.

Pasal 12
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, Direktur Jenderal menerbitkan Persetujuan
Impor dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik
(Digital Signature) paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(2) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 tidak lengkap dan/atau tidak benar, akan
dilakukan penolakan secara elektronik paling lama 3
(tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan
diterima.

Bagian Ketiga
Persetujuan Impor untuk Pemenuhan Stok Gula dan
Stabilisasi Harga Gula

Pasal 13
(1) Untuk mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, Importir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 harus mengajukan permohonan
secara elektronik kepada Direktur Jenderal melalui
laman http://inatrade.kemendag. go. id.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan mengunggah dokumen persyaratan berupa NIB
yang berlaku sebagai API-P.
(3) Selain mengunggah dokumen persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Importir juga harus
mengunggah:
a. Rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pem erintahan di bidan g perindustrian atau

pejabat yang ditunjuk;


- 9 -

b. Rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan


urusan pemerintahan di bidang BUMN atau pejabat
yang ditunjuk;
c. Rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pertanian atau
pejabat yang ditunjuk; dan/atau
d. surat penugasan dari Menteri.
(4) Penentuan menteri yang berwenang menerbitkan
Rekomendasi dalam rangka persyaratan Persetujuan
Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a,
huruf b, huruf c, dan/atau surat penugasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d disepakati
dalam rapat koordinasi antarkementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian terkait yang diselenggarakan
oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perekonomian.
(5) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a, huruf b, dan huruf c memuat data dan/atau
keterangan paling sedikit mengenai jenis, volume, pos
tarif/HS, negara asal, pelabuhan tujuan, dan masa
berlaku Rekomendasi atau periode kebutuhan produksi.
(6) Surat penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d memuat data dan/atau keterangan paling sedikit
mengenai jenis, volume, pos tarif/HS, negara asal,
pelabuhan tujuan, dan masa berlaku penugasan.

Pasal 14
(1) Untuk mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, BUMN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 harus mengajukan permohonan secara
elektronik kepada Direktur Jenderal melalui laman
http:// inatrade. kemendag.go. id.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan mengunggah dokumen persyaratan berupa:
a. NIB yan g berlaku sebagai API-U ; dan
- 10 -

b. surat penugasan dari menteri yang


menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
BUMN.

Pasal 15
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dan Pasal 14, Direktur Jenderal menerbitkan
Persetujuan Impor dengan menggunakan Tanda Tangan
Elektronik (Digital Signature) paling lama 3 (tiga) hari
kerja terhitung sejak permohonan diterima secara
lengkap dan benar.
(2) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dan Pasal 14 tidak lengkap dan/atau tidak
benar, akan dilakukan penolakan secara elektronik
paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal
permohonan diterima.

Bagian Keempat
Masa Berlaku Persetujuan Impor

Pasal 16
(1) Masa berlaku Persetujuan Impor yang diterbitkan bagi
Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf a diberikan sesuai dengan masa berlaku
Rekomendasi atau periode kebutuhan produksi yang
tercantum dalam Rekomendasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b.
(2) Masa berlaku Persetujuan Impor yang diterbitkan bagi
Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf b diberikan untuk periode paling lama 6 (enam)
bulan.
(3) Masa berlaku Persetujuan Impor yang diterbitkan bagi
Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan
sesuai dengan masa berlaku Rekomendasi atau periode
kebutuhan produksi yang tercantum dalam Rekomendasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a,
huruf b, atau huruf c, atau masa berlaku surat
penugasan sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (3) huruf d.
-11 -

(4) Masa berlaku Persetujuan Impor yang diterbitkan bagi


BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan
untuk periode paling lama 1 (satu) tahun.

Bagian Kelima
Perubahan Persetujuan Impor

Pasal 17
(1) Dalam hal terdapat rencana perubahan mengenai alamat
perusahaan, Pos Tarif/HS 8 (delapan) digit, jenis, jumlah,
negara asal, dan/atau pelabuhan tujuan impor, Importir
dapat mengajukan permohonan perubahan Persetujuan
Impor.
(2) Untuk memperoleh perubahan Persetujuan Impor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir harus
mengajukan permohonan secara elektronik
kepada Direktur Jenderal melalui laman
http:// inatrade. kemendag. go. id.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dengan mengunggah dokumen persyaratan berupa:
a. Persetujuan Impor;
b. NIB yang berlaku sebagai API; dan
c. Perubahan Rekomendasi bagi Persetujuan Impor
yang diterbitkan berdasarkan Rekomendasi,
perubahan surat penugasan bagi Persetujuan Impor
yang diterbitkan berdasarkan surat penugasan, atau
surat pernyataan yang berisi alasan perubahan
Persetujuan Impor bagi yang tidak dipersyaratkan
Rekomendasi atau tidak dipersyaratkan surat
penugasan.

Pasal 18
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, Direktur Jenderal menerbitkan perubahan
Persetujuan Impor dengan menggunakan Tanda Tangan
Elektronik (Digital Signature) paling lama 3 (tiga) hari
kerja terhitung sejak permohonan diterima secara
lengkap dan benar.
- 12 -

(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) tidak lengkap dan/atau tidak benar, akan
dilakukan penolakan secara elektronik paling lama 3
(tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan
diterima.

Bagian Keenam
Data Persetujuan Impor

Pasal 19
Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) memuat data paling sedikit mengenai:
a. nomor NIB yang berlaku sebagai API-P atau API-U;
b. nomor dan tanggal Rekomendasi, bagi Importir yang
dipersyaratkan;
c. nomor dan tanggal surat penugasan, bagi Importir yang
dipersyaratkan;
d. nama dan alamat Importir atau BUMN;
e. Pos Tarif/HS;
f. jenis Gula;
g. volume Gula;
h. negara asal;
i. pelabuhan tujuan;
j. nomor dan tanggal penerbitan Persetujuan Impor; dan
k. masa berlaku Persetujuan Impor.

Bagian Ketujuh
Keadaan Kahar

Pasal 20
(1) Dalam hal terjadi keadaan kahar yang mengakibatkan
sistem elektronik tidak berfungsi, pengajuan permohonan
Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11, Pasal 13, dan Pasal 14, dan perubahan Persetujuan
Im por sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 17 dapat
disampaikan secara manual kepada Direktur Jenderal.
- 13 -

(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan:
a. Persetujuan Impor; atau
b. perubahan Persetujuan Impor,
paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak
permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(3) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tidak lengkap dan/atau tidak benar, Direktur
Jenderal menerbitkan surat penolakan paling lama 3
(tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan
diterima.

Bagian Kedelapan
Penerbitan Persetujuan Impor oleh Lembaga OSS

Pasal 21
Dalam hal Lembaga OSS telah dapat memproses penerbitan
perizinan berusaha bidang perdagangan yang diatur dalam
Peraturan Menteri ini, Lembaga OSS untuk dan atas Menteri
menerbitkan Persetujuan Impor dan perubahan Persetujuan
Impor.

BAB V
LARANGAN

Pasal 22
(1) Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
dan Pasal 7 yang telah mendapat Persetujuan Impor:
a. hanya dapat mengimpor Gula sebagai bahan baku
atau bahan penolong untuk proses produksi; dan
b. dilarang memperdagangkan dan/atau
memindahtangankan Gula yang diimpornya kepada
pihak lain.
(2) Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
h u ru f a ya n g m engim por G ula Kristal M entah (Rau>
Sugar) untuk diolah menjadi Gula Kristal Rafinasi
(Refined Sugar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
- 14 -

huruf a dilarang memperdagangkan dan/atau


mendistribusikan Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar)
dimaksud selain untuk kebutuhan industri.

BAB VI
VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 23
(1) Setiap pelaksanaan impor Gula Kristal Mentah (Raw
Sugar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a,
huruf b, dan Pasal 6 huruf a, harus terlebih dahulu
dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
(2) Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Surveyor.
(3) Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang dilakukan oleh
Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
di pelabuhan muat.
(4) Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
oleh Menteri.

Bagian Kedua
Penetapan Surveyor

Pasal 24
Untuk dapat ditetapkan sebagai Surveyor pelaksana Verifikasi
atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (4), Surveyor harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. memiliki Surat Izin Usaha Jasa Survey (SIUJS);
b. telah diakreditasi sebagai lembaga inspeksi oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN) sesuai dengan ruang lingkup
yang relevan;
- 15 -

c. surat pernyataan dari pemohon mengenai kompetensi


terhadap ruang lingkup yang relevan dan pernyataan
sedang dalam proses akreditasi dari KAN serta akan
memperoleh akreditasi paling lambat 2 (dua) tahun sejak
tanggal penetapan, untuk Surveyor yang belum
diakreditasi;
d. fotokopi NIB yang berlaku sebagai Tanda Daftar
Perusahaan (TDP);
e. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
f. daftar tenaga ahli yang dilengkapi dengan Daftar Riwayat
Hidup (DRH), dibuktikan dengan dokumen:
1. sertifikat penunjukan sebagai surveyor atau inspektor
dari asosiasi atau lembaga profesi sesuai dengan
kompetensi komoditi yang diatur; atau
2. sertifikat pelatihan teknis dari lembaga teknis atau
lembaga pelatihan terkait;
g. memiliki pengalaman melaksanakan verifikasi atau
penelusuran teknis barang sesuai kebutuhan
berdasarkan ketentuan perundang-undangan, dibuktikan
dengan:
1. dokumen penunjukan sebagai pelaksana verifikasi
atau penelusuran teknis barang dari instansi
tertentu;
2. rekapitulasi hasil verifikasi laboratorium; atau
3. dokumen verifikasi di luar negeri untuk kegiatan
impor;
h. memiliki cabang atau perwakilan di dalam negeri dan di
luar negeri, atau berafiliasi dengan surveyor di luar
negeri yang telah diakreditasi sebagai lembaga inspeksi
untuk efektifitas pelayanan verifikasi, dibuktikan dengan
dokumen:
1. surat keterangan daftar kantor cabang beserta
wilayah verifikasi sesuai ruang lingkup yang
ditandatangani oleh direksi; dan/atau
2. surat perjanjian kerjasam a dalam hal m elakukan

afiliasi dengan surveyor di luar negeri yang telah


terakreditasi di negara asal surveyor;
- 16 -

i. memiliki sistem teknologi informasi yang khusus


diimplementasikan sesuai ruang lingkup penugasan,
dibuktikan dengan surat pernyataan telah memiliki
sistem informasi yang dapat diakses; dan
j. mempunyai rekam jejak (track record] yang baik dalam
hal pengelolaan kegiatan Verifikasi atau penelusuran
teknis, dibuktikan dengan dokumen surat pernyataan
yang menyatakan bahwa perusahaan mempunyai rekam
jejak yang baik dalam hal pengelolaan kegiatan Verifikasi
atau penelusuran teknis dan ditandatangani oleh
penanggung jawab perusahaan.

Bagian Ketiga
Pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis

Pasal 25
(1) Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dilakukan terhadap
impor Gula Kristal Mentah (Raw Sugar) yang meliputi
data mengenai:
a. Persetujuan Impor;
b. jenis dan bilangan ICUMSA Gula Kristal Mentah
(Raw Sugarj; dan
c. waktu pengapalan.
(2) Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam LS.
(3) LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat
pernyataan kebenaran atas hasil Verifikasi atau
penelusuran teknis dan menjadi tanggung jawab penuh
Surveyor.
(4) Atas pelaksanaan Verifikasi atau penelusuran teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Surveyor
memungut imbalan jasa dari importir Gula Kristal
Mentah (Raw Sugar) yang besarannya ditentukan dengan
m em perhatikan azas manfaat.
- 17 -

(5) LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan


dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian
kepabeanan di bidang Impor.

BAB VII
LAPORAN

Bagian Kesatu
Importir

Pasal 26
(1) Importir wajib menyampaikan laporan atas pelaksanaan
Impor Gula baik terealisasi maupun tidak terealisasi
dengan melampirkan dokumen pemberitahuan pabean
Impor.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara elektronik kepada Direktur Jenderal
melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id, setiap
bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya.
(3) Dalam hal terjadi keadaan kahar yang mengakibatkan
sistem elektronik tidak berfungsi, penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
manual kepada Direktur Jenderal.

Bagian Kedua
Surveyor

Pasal 27
(1) Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
wajib menyampaikan laporan secara elektronik
kepada Direktur Jenderal melalui
http://inatrade.kemendag.go.id mengenai pelaksanaan
Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Gula Kristal
M entah (Raw Sugar) yan g telah dilakukannya setiap
bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya.
- 18 -

(2) Dalam hal terjadi keadaan kahar yang mengakibatkan


sistem elektronik melalui http://inatrade.kemendag.go.id
tidak berfungsi, penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara manual
kepada Direktur Jenderal.

BAB VIII
SANKSI

Bagian Kesatu
Sanksi bagi Importir

Pasal 28
(1) Importir yang tidak melaksanakan kewajiban
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 dikenai sanksi administratif berupa pembekuan
Persetujuan Impor.
(2) Persetujuan Impor yang telah dibekukan dapat diaktifkan
kembali apabila Importir sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyampaikan laporan pelaksanaan Impor
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
pembekuan.
(3) Pembekuan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan pengaktifan kembali sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara elektronik oleh
sistem INATRADE.

Pasal 29
Persetujuan Impor dicabut apabila Importir:
a. terbukti mengubah data yang tercantum dalam
Persetujuan Impor yang telah diterbitkan dengan tidak
mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17;
b. terbukti melanggar ketentuan memperdagangkan
dan/atau memindahtangankan Gula sebagaimana
dim aksud dalam Pasal 22;
- 19 -

c. tidak menyampaikan laporan pelaksanaan Impor dalam


jangka waktu 1 (satu) bulan sejak pembekuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1);
d. terbukti menyampaikan data yang tidak benar sebagai
persyaratan untuk mendapatkan Persetujuan Impor,
setelah Persetujuan Impor diterbitkan;
e. terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan penilaian
dan rekomendasi dari instansi teknis terkait; dan/atau
f. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas
tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan
Persetujuan Impor.

Pasal 30
(1) Pencabutan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(2) Berdasarkan pencabutan Persetujuan Impor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
pencabutan Persetujuan Impor secara elektronik oleh
sistem INATRADE.

Pasal 31
Importir yang telah dikenai sanksi pencabutan Persetujuan
Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 tidak dapat
mengajukan permohonan Persetujuan Impor kembali selama
2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan dan
dimasukkan ke dalam daftar Importir dalam pengawasan.

Bagian Kedua
Sanksi bagi Surveyor

Pasal 32
(1) Penetapan sebagai Surveyor dicabut apabila Surveyor:
a. melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan
kegiatan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Im por
Gula Kristal Mentah (Raw Sugar) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25; dan/atau
- 20 -

b. tidak memenuhi ketentuan kewajiban pelaporan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sebanyak
2 (dua) kali.
(2) Pencabutan penetapan sebagai Surveyor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

BAB IX
PENGAWASAN

Pasal 33
(1) Untuk kepentingan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
Peraturan Menteri ini, Menteri dapat membentuk Tim
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Impor Gula yang
beranggotakan kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian terkait.
(2) Pelaksanaan tugas tim sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal.
(3) Pelaksanaan tugas tim sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berdasarkan kewenangan kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

BAB X
PENGECUALIAN

Pasal 34
(1) Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, tidak berlaku
terhadap Impor Gula yang merupakan:
a. barang ekspor yang ditolak oleh pembeli di luar
negeri kemudian diimpor kembali dengan jumlah
paling banyak sesuai dengan Pemberitahuan Ekspor
Barang (PEB);
b. barang pribadi penumpang atau awak sarana
pengangkut dengan berat paling banyak 10
(sepuluh) kilogram;
c. barang kirim an yan g diim por dengan berat paling
banyak 10 (sepuluh) kilogram dengan menggunakan
pesawat udara; dan/atau
- 21 -

d. barang keperluan penelitian dan pengembangan


ilmu pengetahuan.
(2) Importir yang akan melakukan Impor Gula sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d harus mendapatkan
surat keterangan dari Direktur Jenderal.
(3) Untuk mendapatkan surat keterangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Importir harus mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Unit
Pelayanan Terpadu Perdagangan I (UPTP I), dengan
melampirkan:
a. Identitas pemohon;
b. surat rekomendasi atau keterangan dari
kementerian atau lembaga pemerintah
nonkementerian terkait; dan
c. surat pernyataan mandiri yang memuat keterangan
mengenai kebenaran peruntukan Gula yang diimpor
untuk keperluan penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan.
(4) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan dokumen pelengkap pabean dalam
penyelesaian kepabeanan di bidang Impor.

Pasal 35
Pengecualian dari ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Menteri ini harus dengan persetujuan Menteri setelah
berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian terkait.

BAB XI
LAIN-LAIN

Pasal 36
Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini tetap berlaku untuk
pemasukan Gula asal luar daerah pabean ke:
a. Kawasan Berikat;
b. Gudang Berikat;
c. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
d. Toko Bebas Bea;
- 22 -

e. Tempat Lelang Berikat;


f. Kawasan Daur Ulang Berikat;
g. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; atau
h. Kawasan Ekonomi Khusus.

Pasal 37
(1) Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini belum
diberlakukan terhadap Gula asal luar daerah pabean
yang masuk ke Pusat Logistik Berikat.
(2) Gula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan
dikeluarkan dari Pusat Logistik Berikat ke tempat lain
dalam daerah pabean serta Kawasan dan Tempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, berlaku
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Gula Kristal Mentah (Raw Sugar) yang akan dikeluarkan
dari Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan Verifikasi atau Penelusuran
Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 di Pusat
Logistik Berikat.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 38
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Rekomendasi yang telah diterbitkan berdasarkan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor
Gula yang belum diajukan Persetujuan Impornya dapat
digunakan untuk 1 (satu) kali pengurusan Persetujuan
Impor sampai dengan masa berlaku Rekomendasi
berakhir.
b. Rekomendasi yang telah diterbitkan berdasarkan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
117 /M-DAG /PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor
G u la yan g sedang dalam proses penerbitan Persetujuan
Impor, proses penerbitan Persetujuan Impornya
mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
- 23 -

c. Persetujuan Impor yang telah diterbitkan berdasarkan


Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor
Gula dinyatakan tetap berlaku sampai masa berlakunya
berakhir.
d. LS yang telah diterbitkan berdasarkan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor
Gula dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
diselesaikannya kewajiban Impor oleh Importir.
e. Proses Verifikasi atau Penelusuran Teknis dan penerbitan
LS oleh Surveyor untuk Impor yang menggunakan
Persetujuan Impor yang diterbitkan berdasarkan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor
Gula mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
f. Surveyor yang telah ditetapkan sebagai pelaksana
Verifikasi atau Penelusuran Teknis berdasarkan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor
Gula dinyatakan tetap dapat melaksanakan tugasnya
paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal
berlakunya Peraturan Menteri ini.

Pasal 39
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 117/M-DAG/PER/12/2015
tentang Ketentuan Impor Gula (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 2000), dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
- 24 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Februari 2020

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AGUS SUPARMANTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Februari 2020

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 148

Salinan sesuai dengan aslinya


Sekretariat Jenderal
KgfafUjJerian Perdagangan
i^p^f^^^sB iro Hukum,
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2020
TENTANG
KETENTUAN IMPOR GULA

JENIS GULA YANG DIATUR IMPORNYA

No. Pos Tarif/HS Uraian Barang Keterangan


A. ju la Kristal Menltah/ Gula Kasar (Raw Sugar)
Gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni kimiawi,
17.01
dalam bentuk padat.
- Gula kasar tidak mengandung tambahan bahan perasa
atau pewarna :
1 ex. 1701.12.00 - - Gula bit
- - Gula tebu yang dirinci pada Dengan ICUMSA
2 ex. 1701.13.00
Catatan Subpos 2 pada Bab ini > 600 IU
3 ex. 1701.14.00 - - Gula tebu lainnya
B. jrula Kristal Rafinasi (Refined Sugar)
Gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni kimiawi,
17.01
dalam bentuk padat.
- Lain-lain :
1701.99 - - Lain-lain :
4 ex. 1701.99.10 ----- Gula dimurnikan Dengan ICUMSA < 75 IU
C. Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar)
Gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni kimiawi,
17.01
dalam bentuk padat.
- Lain-lain :
- - Mengandung tambahan Dengan ICUMSA antara
5 ex. 1701.91.00
bahan perasa atau pewarna 81 IU - 200 IU
1701.99 - - Lain-lain :
Dengan ICUMSA antara
6 ex. 1701.99.90 ----- Lain-lain
81 IU - 200 IU

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

Salinan sesuai dengan aslinya


Sekretariat Jenderal AGUS SUPARMANTO
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2020
TENTANG
KETENTUAN IMPOR GULA

JENIS GULA YANG DILARANG IMPORNYA

No. Pos Tarif/HS Uraian Barang Keterangan


A. Gula Kristal Mentah/ Gula Kasar (Raw Sugar)
Gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni kimiawi,
17.01
dalam bentuk padat.
- Gula kasar tidak mengandung tambahan bahan perasa
atau pewarna :
1 ex. 1701.12.00 - - Gula bit
- - Gula tebu yang dirinci pada Dengan ICUMSA <
2 ex. 1701.13.00
Catatan Subpos 2 pada Bab ini 600 IU
3 ex. 1701.14.00 - - Gula tebu lainnya
B. Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar)
Gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni kimiawi,
17.01
dalam bentuk padat.
- Lain-lain :
1701.99 - - Lain-lain :
Dengan ICUMSA > 75
4 ex. 1701.99.10 ---- Gula dimurnikan
IU

C. Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar)


Gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni kimiawi,
17.01
dalam bentuk padat.
- Lain-lain :
Dengan ICUMSA < 81
- - Mengandung tambahan bahan
5 ex. 1701.91.00 IU atau dengan
perasa atau pewarna
ICUMSA > 200 IU
1701.99 - - Lain-lain :
Dengan ICUMSA < 81
6 ex. 1701.99.90 ----- Lain-lain IU atau dengan
ICUMSA > 200 IU

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Salinan sesuai dengan aslinya ttd.


retariat Jenderal
pan Perdagangan
Biro Hukum,
AGUS SUPARMANTO

HARIYATI

Anda mungkin juga menyukai