Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral


kavum nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah,
dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus
sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis.
Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya
berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk
perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri
ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.
Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia. Sinusitis
bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian
antibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis
sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di
Amerika Serikat. Berdasarkan fakta tersebut diatas, sinusitis adalah penyakit yang
penting untuk diketahui oleh seorang praktisi kesehatan. Dan sinusitis yang paling
banyak ditemukan adalah sinusitis maksilaris. Oleh karena itu tema ini diangkat
agar diagnosis, dan penanganan sinusitis maksilaris bisa dimengerti dengan lebih
baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sinus paranasalis adalah rongga udara berlapis mukosa pada tulang
kranium, yang berhubungan dengan rongga hidung dan meliputi sinus frontalis,
sinus etmoidalis, sinus maksilaris, dan sinus sfenoidalis. Sedangkan sinusitis
adalah kondisi inflamatorik yang melibatkan satu atau lebih dari keempat rongga
berpasangan yang mengelilingi kavum nasi (sinus paranasalis). Menurut anatomi
yang terkena, sinusitis daibagi atas sinusitis frontalis, sinusitis etmoidalis, sinusitis
maksilaris, dan sinusitis sfenoidalis. Jadi, sinusitis maksilaris adalah suatu kondisi
inflamatorik yang melibatkan sinus maksilaris.

2.2 Anatomi Sinus Paranasalis


Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
kavum nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah,
dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus
sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis (Gambar 1). Seluruh sinus
dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu
mengkasilkan mukus, dan bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam
kavum nasi. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.

Gambar 1. Sinus Paranasalis.


Sinus maksilaris merupakan satu – satunya sinus yang rutin ditemukan pada
saat lahir.1 Sinus maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding
inferior orbita sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial,
prosesus alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa canine sebagai batas
anterior.

2.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis.Virus
adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan. Namun, sinusitis
bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian
antibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis
sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di
Amerika Serikat.
Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama
di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan
konsentrasi pollen yang tinggiterkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari
sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar.

2.4 Etiologi
Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat meberikan kontribusi dalam
terjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan pengeluaran cairan oleh silia,
yang akhirnya menyebabkan sinusitis. Penyebab nonifeksius antara lain adalah
rinitis alergika, barotrauma, atau iritan kimia. Penyakit seperti tumor nasal atau
tumor sinus (squamous cell carcinoma), dan juga penyakit granulomatus
(Wegener’s granulomatosis atau rhinoskleroma) juga dapat menyebabkan
obstruksi ostia sinus, sedangkan kondisi yang menyebabkan perubahan
kandungan sekret mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis dengan
mengganggu pengeluaran mukus. Di rumah sakit, penggunaan pipa nasotrakeal
adalah faktor resiko mayor untuk infeksi nosokomial di unit perawatan intensif.
Infeksi sinusitis akut dapat disebabkan berbagai organisme, termasuk virus,
bakteri, dan jamur. Virus yang sering ditemukan adalah rhinovirus, virus
parainfluenza, dan virus influenza. Bakteri yang sering menyebabkan sinusitis
adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan moraxella
catarralis. Bakteri anaerob juga terkadang ditemukan sebagai penyebab sinusitis
maksilaris, terkait dengan infeksi pada gigi premolar. Sedangkan jamur juga
ditemukan sebagai penyebab sinusitis pada pasien dengan gangguan sistem imun,
yang menunjukkan infeksi invasif yang mengancam jiwa. Jamur yang
menyebabkan infeksi antara lain adalah dari spesies Rhizopus, rhizomucor,
Mucor, Absidia, Cunninghamella, Aspergillus, dan Fusarium.

2.5 Patogenesis
Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila
klirens silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang
menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan
parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme patogen.
Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi
sekret ini, maka terjadilah sinusitis.

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis sinusitis sangat bervariasi. Keluhan utama yang paling
sering ditemukan adalah tidak spesifik, dan dapat berupa sekret nasal purulen,
kongesti nasal, rasa tertekan pada wajah, nyeri gigi, nyeri telinga, demam, nyeri
kepala, batuk, rasa lelah, halitosis, atau berkurangnya penciuman. Gejala seperti
ini sulit dibedakan dengan infeksi saluran nafas atas karena virus, sehingga durasi
gejala menjadi penting dalam diagnosis. Pasien dengan gejala diatas selama lebih
dari 7 hari mengarahkan diagnosis ke arah sinusitis. Kriteria diagnosis sinusitis
dirangkum dalam tabel 1.
Tabel 1. Kriteria diagnosis sinusitis

Mayor Minor

Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala

Sekret nasal purulen Batuk

Demam Rasa lelah

Kongesti nasal Halitosis

Obstruksi nasal Nyeri gigi

Hiposmia atau anosmia Nyeri atau rasa tertekan pada telinga

Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua
kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.

Sumber: Boies ET. (2001)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pemeriksaan transluminasi.
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram atau
gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah,
karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang
sakit.
2. Pencitraan
Dengan foto kepala posisi Water’s, PA, dan lateral, akan terlihat perselubungan
atau penebalan mukosa atau air-fluid level pada sinus yang sakit. CT Scan
adalah pemeriksaan pencitraan terbaik dalam kasus sinusitis.
3. Kultur
Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme
penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus
medius, meatus superior, atau aspirasi sinus.
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosos banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala sinusitis
tidak sensitif dan spesifik. Infeksi saluran nafas atas, polip nasal, penyalahgunaan
kokain, rinitis alergika, rinitis vasomotor, dan rinitis medikamentosa dapat datang
dengan gejala pilek dan kongesti nasal. Rhinorrhea cairan serebrospinal harus
dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat cedera kepala. Pilek persisten
unilateral dengan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma atau benda asing
nasal. Tension headache, cluster headache, migren, dan sakit gigi adalah
diagnosis alternatif pada pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah. Pasien dengan
demam memerlukan perhatian khusus, karena demam dapat merupakan
manifestasi sinusitis saja atau infeksi sistem saraf pusat yang berat, seperti
meningitis atau abses intrakranial.

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sinusitis dibagi atas:
1. Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa sinusitis dibagi atas pengobatan pada orang
dewasa dan pada anak – anak.
a. Orang dewasa
i. Terapi awal:
- Amoxicillin 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau
- TMP-SMX 160mg-800mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari
ii. Pasien dengan paparan antibiotik dalam 30 hari terakhir
- Amoxicillin 1000 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau
- Amoxicillin/Clavulanate 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari,
atau
- Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.
iii. Pasien dengan gagal pengobatan
- Amoxicillin 1500mg dengan klavulanat 125 mg per oral 2 kali sehari
selama 10 hari, atau
- Amoxicillin 1500mg per oral 2 kali sehari dengan Clindamycin 300
mg per oral 4 kali sehari selama 10 hari, atau
- Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.
b. Anak – anak
i. Terapi awal: Pengobatan oral selama 10 hari dengan:
- Amoxicillin 45-90 mg/kg/hari terbagi dalam dua atau tiga dosis sehari,
atau
- Cefuroxime axetil 30 mg/kg/hari terbagi dalam dua dosis sehari, atau
- Cefdinir 14 mg/kg/hari dalam satu dosis sehari.
ii. Pasien dengan paparan antibiotik dalam 30 hari terakhir: Pengobatan oral
selama 10 hari dengan:
- Amoxicillin 90 mg/kg/hari (maksimal 2 gram) plus Clavulanate 6,4
mg/kg/hari, keduanya terbagi dalam dua dosis sehari, atau
- Cefuroxime axetil 30 mg/kg/hari terbagi dalam dua dosis sehari, atau
- Cefdinir 14 mg/kg/hari dalam satu dosis sehari.
2. Diatermi
Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu penyembuhan
sinusitis dengan memperbaiki vaskularisasi sinus.
3. Tindakan pembedahan
Terdapat tiga pilihan operasi yang dapat dilakukan pada sinusitis maksilaris,
yaitu unisinektomi endoskopik dengan atau tanpa antrostomi maksilaris,
prosedur Caldwell-Luc, dan antrostomi inferior. Saat ini, antrostomi unilateral
dan unisinektomi endoskopik adalah pengobatan standar sinusitis maksilaris
kronis refrakter. Prosedur Caldwell-Luc dan antrostomi inferior antrostomy
jarang dilakukan.
.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. M
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sikur
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pemeriksaan : 23 Juni 2014

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama:
Hidung tersumbat
Perjalanan Penyakit:
Pasien mengeluh hidungnya tersumbat sejak kurang lebih 10 hari sebelum
memeriksakan diri ke rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada gigi
geraham kanan atas kedua disertai nyeri pada daerah pipi bagian kanan yang
dirasakan hingga ke pelipis serta rasa tidak enak badan sejak 10 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sebelumnya:
Sebelumnya pasien sering menderita pilek hilang timbul sejak kecil
Riwayat penyakit serupa dalam keluarga:
Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa
Riwayat Sosial:
Pasien adalah seorang wiraswasta
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status present:
T: 110/70
N: 84x/menit
tax: 36,4°C
R: 20x/menit
Status General
Mata: Anemis (-)
Thoraks: Cor : S1S2 tunggal reguler murmur (-)
Po : Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd: distensi (-) Bising Usus (+) Normal
Ext: Hangat +/+

Hidung Kanan Kiri


Hidung luar normal normal
Cavum nasi sempit lapang
Septum tidak ada deviasi
Discharge positif negatif
Mukosa merah muda merah muda
Tumor negatif negatif
Konka kongesti dekongesti
Choana normal normal

3.4. Resume

Penderita, laki-laki, 48 tahun, Islam dengan keluhan hidung tersumbat sejak


10 hari sebelum memeriksakan diri ke rumah sakit. Penderita juga mengeluh nyeri
pada pipi kanan hingga pelipis. Riwayat pilek hilang timbul sejak kecil (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status general dalam batas normal.
Cavum nasi kanan sempit, discharge positif pada hidung bagian kanan, konka
kongesti pada hidung bagian kanan.

3.5. Diagnosa Kerja


 Sinusitis maksilaris dextra
3.6. Rencana Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Foto Water’s

Tampak opasitas memenuhi sinus maxillaris dextra

3.7. Penatalaksanaan
 Pro irigasi
 Antibiotika : Amoksisilin 3 x 500 mg
 Dekongestan : Pseudoefedrin 3 x 60 mg
 Analgetik : Parasetamol 3 x 500 mg

3.8. Prognosis
 Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Sinus maksilaris merupakan sinus yang paling besar dan juga paling sering
mengalami infeksi atau peradangan. Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan
sinusitis maksilaris yang ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
didukung dengan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan
hidung tersumbat yang dirasakan penderita sejak sepuluh hari sebelum
memeriksakan diri ke Rumah Sakit. Pasien juga mengeluh nyeri pada gigi
geraham kanan atas kedua disertai nyeri pada daerah pipi bagian kanan yang
dirasakan hingga ke pelipis. Pasien dengan sinusitis maksilaris biasanya mengeluh
hidung tersumbat dan keluar cairan hidung yang sedikit kental, yang kadang –
kadang disertai bau busuk dan bercampur darah. Selain itu penderita juga
mengeluh nyeri terutama di bawah kelopak mata dan kadang – kadang menjalar
ke gigi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan cavum nasi kanan sempit, discharge
positif pada hidung bagian kanan, konka kongesti pada hidung bagian kanan.
Salah satu penyebab sinusitis maksilaris adalah faktor rinogen karena adanya
infeksi berulang pada mukosa hidung yang menyebabkan mukosa hidung
mengalami degenerasi, periplebitis, serta perilimfangitis sehingga mengganggu
aliran balik cairan interstisial sehingga terjadi edema pada mukosa hidung yang
menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus sehingga silia menjadi
kurang aktif serta lendir yang diproduksi menjadi lebih kental. Keadaan ini
merupakan media pertumbuhan kuman patogen yang sangat baik dan apabila
sumbatan berlangsung terus menerus maka akan terjadi hipoksia dan menyebablan
infeksi bakteri anaerob.
Penanganan yang dilakukan pada penderita ini pada intinya adalah untuk
mengeluarkan sekret dari sinus dengan cara irigasi. Selain itu pasien juga
diberikan antibiotik spektrum luas, dekongestan dan analgetik. Sinusitis
maksilaris akut umumnya diterapi dengan antibiotik spektrum luas seperti
amoksisilin, ampisilin atau eritromisin ditambah dengan sulfunamid. Dekongestan
seperti pseudoefedrin juga bermanfaat dan tetes hidung poten seperti fenilefrin
atau oksimetazolin dapat digunakan selama beberapa hari pertama infeksi.
Kompres hangat pada wajah dan analgetik seperti aspirin dan asetaminofen juga
berguna untuk meringankan gejala.
DAFTAR PUSTAKA

1. Higler PA. Nose: Applied Anatomy dan Physiology. In: Adams GL, Boies LR,
Higler PA, editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed.
Philadelphia, PA: WB Saunders Company; 1989. p.173-90
2. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory Tract.
In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY:
McGraw Hill; 2005. p. 185-93
3. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam: Supardi EA, Iskandar N, editor.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Ed 5.
Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2001. p.120-4
4. Higler PA. Paranasal Sinuses Diseases. In: Adams GL, Boies LR, Higler PA,
editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed. Philadelphia, PA: WB
Saunders Company; 1989. p.240-62
5. Dorland’s Pocket Medical Dictionary. Philadelphia, PA: WB Sunders
Company; 1995. Paranasal Sinuses; p. 992
6. Musher DM. Pneumococcal Infection. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal
Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 806-14
7. Musher DM. Moraxella Catarrhalis and Other Moraxella Species.. In: Kasper
DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw
Hill; 2005. p. 862-3
8. Murphy TF. Haemophilus infection. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal
Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 185-93
9. Daum RS. Haemophilus Influenzae. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia, PA:
Saunders; 2004. p. 904-8

Page 13

Anda mungkin juga menyukai