PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
bagi setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan
teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai – nilai sosial dan budaya pada
masyarakat (Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan, 2007).
Dari 50 juta atau 25 % dari jumlah penduduk Indonesia mengalami gangguan
jiwa, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami
gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan
tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan (Nurdwiyanti, 2008).
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau
marah yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Gangguan jiwa perillaku
kekerasan dapat terjadi pada setiap orang yang memiliki tekanan batin yang berupa
kebencian terhadap seseorang. Maka seseorang yang memiliki gangguan jiwa perilaku
kekerasan ini perlu mendapatkan perhatian khususnya dalam perawatan supaya risiko
tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain bisa diperkecil (Yosep,
2007).
Komunikasi terapeutik dapat menjadi jembatan penghubung antara perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan dan pasien sebagai pengguna mengalami gangguan
asuhan keperawatan, karena komunikasi terapeutik dapat mengakomodasikan
perkembangan status kesehatan yang dialami pasien. Komunikasi terapeutik
memperhatikan pasien secara holistik meliputi aspek
keselamatan, menggali penyebab, tanda-tanda dan mencari jalan terbaik atas
permasalahan pasien, juga mengajarkan cara-cara sehat yang dapat dipakai untuk
mengekspresikan kemarahan yang dapat diterima oleh semua pihak tanpa harus merusak
(asertif) dan tidak mencelakai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. (Witojo dan
Widodo, 2005).
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis ingin membahas Askep
Kesehatan Komunitas Populasi Rentan Penyakit Mental.
B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang konsep
bagaiman penanganan pasien dengan gangguan jiwa pada suatu komunitas.
2. Tujuan Khusus :
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana dan alat untuk menambah pengetahuan atau pengalaman nyata
dan pendalaman tentang asuhan keperawatan komunitas penyakit mental
2. Bagi Pembaca
Sebagai pengetahuan dan masukan dalam pengembangan ilmu keperawatan
terutama asuhan keperawatan komunitas penyakit mental
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kesehatan jiwa merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan
atau bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya
kualitas hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 3 tahun 1966
perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan
mental yang sejahtera (mental wellbeing) yang memungkinkah hidup harmonis dan
produktif, sebagai bagian yang utuh dan kualitas hidup seseorang dengan
memperhatikan semua segi kehidupan manusia. Dengan kata lain, kesehatan jiwa
bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang
dibutuhkan oleh semua orang, mempunyai perasaan sehat dan bahagia serta mampu
menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati, dkk, 2009).
Adapun kriteria sehat jiwa menurut Riyadi, Sujono (2013) dalam bukunya yang
3. Integrasi
kesatuan yang utuh dan mampu bertahan terhadap setres dan dapat
mengatasi kecemasannya.
yang ada. Persepsi individu dapat berubah jika ada informasi baru, dan
5. Otonomi
lain.
demam atau berjamgka panjang seperti paralisis dari anggota gerak tubuh.
stresor dan
beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adapatasi
Menurut Yosep, Iyus, dkk, (2014) dalam bukunya yang berjudul Keperawatan
1. Psychoanalitycal
gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila ego atau akal tidak
perilaku. Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam medol ini adalah
Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan
pasien dibuat dalam keadaan mengantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak
pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan
metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus. Peran
2. Interpersonal,
Menurt konsep model ini kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat adanya
dan dialami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang
adanya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya. Proses
Peran perawat dalam model konsep ini adalah share anxieties (berupaya
dicemaskan oleh pasien saat berhubungan dengan orang lain), theraspist use
verbal yang mendorong rasa aman pasien dalam berhubungan dengan orang
lain seperti: “Saya senang berbicara dengan anda, saya siap membantu anda,
pekerjaan, harga barang yang mahal akan mencetuskan stress pada individu.
Prinsip proses terapi pada konsep model ini adalah Environment Maniulation
sosial). Sebagai contoh di rumah harus bersih, harus, tidak bising, ventilasi
yamg cukup. Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini
4. Exitensial
terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya.
Individu tidak memiliki kebanggaan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan
lain, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat
untuk menerima
jatidirinya sendiri dan menerima kritik atau feed back tentang perilakunya
mendapat feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas
5. Supportive Therapy
seperti susah bergaul, menarik diri, tidak disukai, bermusuhan. Semua hal
yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu.
yang dimiliki dan yang bisa digunakan pasien dan juga berupaya menjalin
hubungan
yang hangat dan empatik dengan pasien untuk menyiapkan coping pasien
yang adaptif.
6. Medical
yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetik, lingkungan dan faktor sosial.
pendekatan medis sebagai dasar dalam pemberian asuhan keperawatan pasien yang
mengalami gangguan jiwa. Fungsi jiwa yang mungkin terganggu meliputi fungsi biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual. Secara umum gangguan fungsi jiwa yang dialami
seorang individu dapat terlihat dari penampilan, komunikasi, proses berfikir, interaksi
1. Psikotik
waham atau perilaku kacau/aneh. Psikotik terbagi menjadi dua macam yaitu
terjadi dengan awitan yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang)
dengan gejala-
gejala psikotik yang menjadi nyata dengan menggunakan sedikitnya beberapa
yaitu:
tanpa alasan.
sebagai berikut:
mendengarkan suara yang tidak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang
2. Waham, ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima
1. Epilepsi
atau proses pikir, harga diri berlebihan), pasien mungkin sedang mengalami
episode manik.
mengalami depresi.
sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau,
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
tersebut.
atau aneh)
3. Keyakinan yang aneh dan tidak masuk akal seperti: memiliki kekuatan
hebat/terkenal
4. Keluhan fisik yang tidak biasa/aneh seprti merasa ada hewan atau
3. Intoksikasi kronik atau putus zat karen alkohol atau zat/bahan lain
(stimulansia, halusinogenik)
4. Efek penggunaan zat psikoaktif atau gangguan depresi dan gangguan
(sekita 4 minggu)
2. Depresi
perilaku lamban yang terkesan malas (trias depresi). Depresi bukan merupakan
masalahnya. Depresi adalah penyakit yang lazim terjadi dan tersedia terapi yang
menjadi kebiasaannya
diperhatikan adalah:
4. Konsentrasi berkurang
a. Gangguan tidur
e. Pikiran bunur diri atau lebih baik mati, atau usaha bunuh diri
3. Panik
dan pasien merasakan ”rasa yang tidak dapat dijelaskan”, sering disertai
dengan keluhan fisik atau aktivitas motorik tertentu. Panik adalah suatu
sensasi fisik yang menakutkan seperti nyeri dada, pusing, atau napas pendek.
lebih gejala fisik seperti nyeri dada, pusing, napas pendek. Untuk
1. Serangan panik atau rasa yang tidak dapat dijelaskan, muncul secara
beberapa menit.
2. Serangan itu muncul bersama dengan gejala fisik seperti palpitasi, nyeri
dada, rasa tercekik, rasa mual, pusing, perasaan yang tidak realistis, rasa
takut akan kehilangan kontol diri atau menjadi gila, serangan jantung, dan
mati mendadak.
mewujudkan pelayanan kesehatan jiwa dengan tujuan pasien yang tidak tertangani di
masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Pelayanan kesehatan jiwa
berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa, rentang terhadap stres dan dalam tahap
Sejalan dengan perkembangan ilmu kesehatan jiwa maka perawat CMHN perlu
cara melatih para tokoh masyarakat untuk menjadi kader kesehatan jiwa (Depkes,
2006).
2.2.2 Konsep Community Mental Health Nursing (CMHN)
kesehatan jiwa perawatan dengan metode yang efektif dalam merespon kebutuhan
hubungan terapeutik bersama pasien di rumah, tempat kerja, rumah singgah, klinik
kesehatan jiwa, pusat perawatan primer, pusat krisis, rumah perawatan atau setting
komunitas lainnya.
keluarga, orang yang bearti bagi pasien dan kerjasama dalam komunitas. Tujuan dari
lainnya. Tujuan lainnya adalah menurunkan angka resiko terjadinya gangguan jiwa
edukasi. Konsep CMHN yang paling penting adalah pemberian asuhan keperawatan
kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam kondisi sehta mental,
beresiko gangguan jiwa dan mengalami gangguan jiwa tanpa melibatkan rumah sakit
Secara umum model konsep CMHN adalah memberikan asuhan kepada pasien
dasar, kebutuhan kesehatan fisik dan pasien yang membutuhkan treatment psikiatri
dan rehabilitasi. Model lain dalam CMHN adalah Case Management. Model ini
adalah cara
memberikan pelayanan kepada pasien secara multidisiplin. Pada model ini selain
mengkaji support system dari komunitas, juga melakukan identifikasi dari pasien,
treatment yang dilakukan, resopon krisis, dental care, kondisi perumahan, pendapatan
dan perlindungan hak serta advokasi. Semua kegiatan tersebut dilakukan bersama-
sama terhadap pasien yang mengalami gangguan jiwa maupun yang beresiko terkena
tahap pertama lebih berfokus pada pengembangan Desa Siaga Sehat Jiwa
Dokumentasi yang dilakukan oleh kader kesehatan jiwa adalah sebagai berikut:
3. Hasil partisipasi pasien gangguan jiwa dalam kegiatan TAK dan rehabilitasi
pasien jiwa. Menurut Pramujiwati, dkk (2013) menjelaskan bahwa kader kesehatan
jiwa disarankan untuk ikut merawat pasien gangguan jiwa. Rata-rata kemandirian
pasien gangguan jiwa sebelum mendapatkan perawatan dari kader dalam rentang
Fokus pelayanan pada tahap awal adalah anggota masyarakat yang mengalami
gangguan jiwa. Peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa komunitas meliputi (Budi,
lingkungan keluarga
yang mendukung pemulihan pasien dan memanfaatkan pelayanan
4. Manajer Kasus
kesehatan dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab
5. Administrator (pengelola)
6. Konselor
kesehatan jiwa.
7. Advokasi
Perawat memberikan pembelaan kepada individu, keluarga, kelompok,
8. Kolaborator
pelayanan kesehatan.
Keliat,dkk, 2010):
harga diri rendah, defisit perawatan diri, risiko bunuh diri, sindrom
dengan usianya.
gangguan jiwa.
5. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dan keluarga melalui
perawat yang telah dilatih CMHN dan dokter yang telah dilatih kesehatan jiwa yang
bekerja secara tim yang disebut tim kesehatan jiwa puskesmas (Budi, Keliat, dkk,
2012).
jiwa yang diberikan pada masyarakat pascabencana dan konflik, dengan kondisi
masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat-sakit yang memerlukan pelayanan
7. Pencegahan Primer
tua.
8. Pencegahn Sekunder
9. Pencegahan Tersier
mandigeri.
kepada pasien gangguan jiwa menghasilkan hasil yang baik dan dapat