Laporan Pertanian
Laporan Pertanian
Pendahuluan
1. Preparasi Sampel
1.1 Latar Belakang
Preparasi sampel merupakan perlakuan yang diperlukan untuk mendapatkan contoh
pupuk yang mewakili jumlah keseluruhan bahan baik dalam bentuk curah atau terkemas.
Bentuk curah adalah padatan yang berbentuk serbuk atau butiran (granul), sementara bentuk
terkemas adalah padatan maupun cairan yang terkemas dalam kemasan kecil (Badan
Standarisasi Nasional, 1989). Preparasi sampel penting dilakukan agar didapatkan massa dan
ukuran yang cocok untuk analisis di laboratorium.
1.2 Prinsip
Prinsip preparasi sampel yaitu mendapatkan campuran yang homogen melalui proses
mixing / pengadukan. Penggerusan dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil
sehingga didapatkan sampel dengan luas permukaan yang lebih besar. Dengan luas
permukaan yang lebih besar, diharapkan sampel semakin mudah larut dalam air. Pengayakan
dilakukan untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam (Soetjipto, tanpa tahun).
1.3 Metode
Preparasi sampel pupuk mengikuti SNI 19-0428-1989.
1.3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah kantong plastik besar, sarung tangan,
mortar, dan ayakan 100 mesh. Bahan yang digunakan adalah Bio-Slurry Padat yang
didapatkan dari 7 tempat, 4 tempat berada pada Dusun Palaan-Krajan Desa Palaan
Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang, dan 3 tempat terdapat pada Dusun Sukoyuwono
Desa Palaan Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang.
1.3.2 Prosedur
Bio-Slurry Padat dari 4 lokasi yang berbeda dengan berat masing-masing sebesar 1 kg.
Bio-Slurry Padat dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label pada bagian luar.
Sampel pupuk dari 4 lokasi diambil 0,5 kg kemudian digabungkan menjadi satu dalam
sebuah kantong plastik besar. Sampel dikocok dan dibolak-balik hingga homogen. Sampel
yang telah homogen dikeluarkan dari kantong plastik dan diletakkan di atas bidang datar
beralas plastik. Campuran sampel diratakan dan dibagi menjadi 4 bagian sama besar. Sampel
diambil dari dua bagian dengan sudut yang berlawanan, selanjutnya digabungkan dan
dicampurkan kembali hingga homogen. Sampel dikeluarkan dari kantong plastik dan
diletakkan di atas bidang datar beralas plastik. Sampel diratakan dan dibagi menjadi 4 bagian
sama besar lagi. Prosedur tersebut dilakukan berulang kali hingga sampel bersisa 25 g.
Sampel dihaluskan menggunakan mortar kemudian diayak menggunakan ayakan 100 mesh.
Partikel yang lolos digunakan untuk setiap analisis.
1.4 Hasil dan Pembahasan
Bio-Slurry Padat berbentuk butiran dengan warna kecoklatan, serta tidak berbau. Pupuk
berbentuk butiran ini dicampur terlebih dahulu kemudian dihaluskan dengan mortar dan
diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh agar diadapatkan sampel yang ukurannya
homogen dan bersifat representatif terhadap pupuk, sehingga diharapkan hasil yang didapat
dalam analisis akan menjadi lebih akurat. Massa sampel yang lolos dari ayakan adalah
sebesar 14,979 gram.
1.5 Kesimpulan
Sampel hasil preparasi lolos ayakan 100 mesh berbentuk serbuk berwarna kecoklatan
sebanyak 14,979 gram.
1.6 Referensi
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 1989, SNI 19-0428-1989: Pengambilan
Contoh Padatan, Jakarta.
Soetjipto, Z. D., tanpa tahun, Preparasi Sampel, http://scribd.com, diakses pada tanggal 29
April 2012.
5 4,577 8,46
2.4.2 Pembahasan
Dari data percobaan dapat diketahui bahwa kadar air dalam sampel sebesar 8,46%.
Data ini lebih besar dari persyaratan yang diizinkan yaitu maksimum kadar air dalam pupuk
sebesar 2%. Temperatur selama penyimpanan sampel maupun pengukuran, lama
penyimpanan, kelembaban udara pada ruang penyimpanan dan juga seringnya pengambilan
bahan tersebut sehingga buka tutup dari tempat penyimpanan Bio-Slurry Padat terlalu sering
sehingga udara dapat masuk dan Bio-Slurry Padat dapat menyerap kandungan air dari udara.
2.5 Kesimpulan
Sampel Bio-Slurry Padat mengandung kadar air sebesar 8,46%. Hal ini dimungkinkan
karena sifat dari pupuk yaitu bersifat higroskopis sehingga mudah menyerap air selama
prosese penyimpanan yang kurang tepat.
2.6 Referensi
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 2010, SNI 6246 : 2010 Pupuk Super Fosfat
Tunggal, Jakarta.
PT Petrokimia Gresik, 2012, Phonska dan NPK, http://www.petrokimia-
gresik.com/Pupuk/Phonska.NPK, diakses pada tanggal 29 April 2012.
3.2.2 Prinsip
Sampel yang telah didestruksi dengan menggunakan H2SO4 pekat untuk merubah N
menjadi dalam bentuk (NH4)2SO4 dan sedikit dibasakan dengan NaOH. Kemudian
ditambahkan K-Na tartrat dan larutan Nessler sehingga apabila ion ammonium direaksikan
dengan reagen nessler(larutan basa dari Kalium tetra iodo merkurat (II) akan didapatkan
larutan yang berwarna kuning jingga dengan intensitas warna yang dihasilkan sesuai dengan
jumlah kandungan ammonia atau ion ammonium.(Svehla, 1985). filtrat Kemudian dianalisa
menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 490 nm.
Reaksi yaitu:
NH4+ + 2[HgI4]2− + 4OH− → HgO·Hg(NH2)I + 7I− + 3H2O
3.2.3 Metodologi
a. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Neraca analitik, Labu Kjedahl 250
mL, Labu takar 100 mL, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet ukur, corong kaca, pipet tetes,
kuvet, Spektronik 20. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Asam sulfat
(H2SO4) pekat, Larutan NaOH 30%, KI, HgCl2, Larutan K.Na tartrat dan tablet Kjedahl.
b. Prosedur
Sampel ditimbang 1 g dan dimasukan ke dalam labu Kjedahl, ditambahkan 1 g garam
campuran (tablet Kjedahl), 10 mL H2SO4 pekat dan 2 butir batu didih. Campuran dipanaskan
pada alat destruksi sampai warna hijau jernih selanjutnya dinginkan selama kurang lebih 1
jam. Campuran dinetralkan dengan NaOH 30% atau agak basa sedikit dengan ditandai
endapan atau perubahan warna larutan dari hijau jernih menjadi biru. Larutan dituangkan ke
dalam labu takar 250 mL dan ditambah akuades sampai tanda batas. Larutan dipipet sebanyak
0,5 mL dan dimasukan kedalam labu takar 100 mL ditambah akuades sampai tanda batas.
Larutan dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 0,5 mL + 0,5 mL larutan K.Na tartrat
kocok + 0,5 mL larutan Nessler kocok + 5 mL akuades kocok biarkan selama + 10 menit.
Sampel diukur nilai absorbansinya denga spektronik 20 pada panjang gelombang 460 nm.
Absorbansi larutan sampel diplotkan ke dalam kurva baku 0; 0,5; 1; 1; 5; 2 dan 2,5 ppm
dengan menggunakan standar (NH4)2SO4.
c. Perhitungan
Rumus : Y = ax, dimana a = slope, sehingga :
Absorbansi 1
%N= x V lar(liter ) x fp x x 100 %
Slope Wsampel(mg )
3.2.4 Hasil dan Pembahasan
a. Data Penelitian
Tabel 1. Data Konsentrasi Sampel vs Absorbansi
No Konsentrasi(mg/L) Absorbansi
1 0.0 0.00
2 0.5 0.02
3 1.0 0.05
4 1.5 0.08
5 2.0 0.10
6 2,5 0.14
7 sampel 0.11
Hubungan Konsentrasi N dengan Absorbansi
0.16
0.14
0.12 f(x) = 0.05 x
R² = 1
0.1
Absorbansi
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
konsentrasi
Dari kurva standar diperoleh persamaan y = 0,053 x, dengan nilai regresi R2 = 0,989
0,11 100 1
%N= x250 mL x 10−3 L x x x 100 %
0,053 0,5 1grx 1000 mg/gr
1
¿2,075 x 0,25L x200 x x100%
1000 mg
¿10,38%
b. Pembahasan
Metode Nessler merupakan metode analisis N dengan kadar semi mikro. Pereaksi ini
berguna untuk mengetahui kadar N secara kuantitatif. Pereaksi Nessler adalah larutan alkalis
raksa iodida dalam kalium iodida yang menjadi coklat merah walau hanya sedikit saja
amonia. Warna kuning yang terbentuk mengindikasikan adanya amoniak, dan pada
konsentrasi yang lebih tinggi dapat terbentuk warna coklat. Tingkat sensitivitasnya mencapai
0.3 μg NH3 di dalam 2 μg (Anonim, 2009).
Pada percobaan kali ini, pereaksi Nessler digunakan untuk mengetahui kadar N total
secara kuantitatif dalam sample Bio-Slurry Padat. Dari percobaan metode Nessler, terjadi
pembentukan kompleks amoniak dengan pereaksi Nessler yang membentuk warna kuning
yang menandakan adanya amoniak. Selanjutnya dari warna yang terbentuk dapat dilakukan
analisis melalui metode spektrofotometri.
Setelah terbentuk kompleks amoniak dengan pereaksi Nessler membentuk senyawa
kompleks berwarna kuning, maka selanjutnya jumlah amoniak dapat diukur dengan
spektrofotometer tampak pada panjang gelombang 480-495 nm. Panjang gelombang ini
spesifik untuk amoniak dengan pereaksi Nessler. Hubungan antara absorbansi sample dengan
konsentrasi sample berbanding lurus (Svehla, 1985) yang berarti semakin besar nilai
absorbansi, maka akan semakin besar pula konsentrasi amoniak. Dengan memplotkan
absorbansi sampel pada kurva baku maka kadar Nitrogen dapat ditentukan yaitu sebesar
10,38%. Kadar Nitrogen kurang dari kadar sebenarnya 15%, hal ini dapat disebabkan karena
metode Nessler lebih tepat untuk analisa N total dengan kadar semi-mikro. Banyaknya faktor
pengenceran hingga 200 kali dapat menyebabkan berkurangmya kandungan N total di dalam
sampel dan dapat pula disebabkan karena tidak semua N total di dalam Bio-Slurry Padat
terkonversi menjadi NH3.
3.2.5 Kesimpulan
Kadar Nitrogen total dalam Bio-Slurry Padat dengan metode destilasi tidak diperoleh
data karena adanya kesalahan teknis sehingga digunakan metode Nessler sebagai solusinya
3.2.6 Referensi
4.4.2 Pembahasan
Dari perhitungan dengan menggunakan software Spreadsheet untuk menghitung regresi
linier diperoleh persamaan garis lurus y = 0,002x, dan R 2 = 0,989. Pengukuran sampel
melalui spektrofometer didapatkan 0.19, sehingga diperoleh konsentrasi P dalam larutan
sampel I = 0,19 / 0,002 (/ppm) = 95 ppm. Kadar P dalam sampel dapat diketahui dengan
rumus pada poin 4.3.3 sehingga didapatkan kadar P dalam Bio-Slurry Padat sebesar 19%.
Rumus penentuan kadar P dipakai dengan memperhitungkan pengenceran yang
dilakukan terhadap sampel. Pengenceran yang dilakukan terhadap standar dan sampel pada
saat penambahan pereaksi campuran (1 mL standar atau sampel ditambah dengan 9 mL
reagen vanadomolibdat) tidak dihitung, karena dianggap saling membagi sehingga hasilnya
sama dengan satu.
Hasil yang diperoleh lebih tinggi daripada yang tertera dalam label, yakni P = 15% bisa
saja dipengaruhi oleh KH2PO4 yang digunakan untuk pembuatan larutan standar tidak sama
persis atau kurang dari berat yang ditentukan. Kekurangan ini karena KH 2PO4 bersifat
higroskopis sehingga harus dikeringkan dahulu secara sempurna sebelum dilarutkan.
4.5 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh kadar P dalam pupuk "Phonska" sebanyak 19 %.
4.6 Referensi
Departemen Pertanian, 2005, Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan
Pupuk, Balai Penelitian Tanah, Jakarta, Departemen Pertanian.
Svehla, G., 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif, Edisi ke 5 (terjemahan),
Kalman Media Pustaka, Jakarta.
Rata-rata 9,55%
5.4.2 Pembahasan
Pada penentuan kadar sulfur secara gravimetri ini dilakukan penambahan HCl pekat
(suasana asam) yang bertujuan untuk memperbesar kelarutan BaSO4 dan mencegah
terbentuknya endapan lain seperti CO32-, PO43- terhadap Ba2+. Kemudian penambahan air pada
sampel dilakukan agar sampel tersebut menjadi encer yang bertujuan untuk memperkecil
kesalahan akibat kopresipitasi (kontaminasi endapan oleh zat lain yang larut dalam pelarut).
Pengendapan dilakukan dalam keadaan larutan yang panas bertujuan untuk memperbesar
kelarutan BaSO4. Penambahan BaCl2 dilakukan secara berlebih bertujuan agar pengendapan
BaSO4 dapat berlangsung sempurna (ditandai dengan penetesan dengan BaCl 2 pada sampel
yang tidak menimbulkan keruh). Pengadukan pada saat penambahan BaCl2 dilakukan secara
perlahan-lahan dan teratur bertujuan untuk membentuk partikel endapan yang besar sehingga
mempermudah proses filtrasi dan pencucian endapan bertujuan untuk menghilangkan
kontaminasi pada permukaan endapan.
Padatan BaSO4 berbentuk serbuk berwarna putih (Holleman, 2001) dan dari hasil
percobaan didapatkan serbuk berwarna putih, hal ini menunjukkan telah terbentuknya
padatan BaSO4. Dari hasil penimbangan didapatkan berat padatan BaSO 4 adalah 0,632 gram
dan 0,642 gram, sehingga diperoleh kadar sulfur dari perhitungan adalah sebesar 9,48% dan
9,62%, dan rata-rata kadar sulfur yang didapat adalah 9,55%. Data ini tidak berbeda jauh
dengan kadar sulfur yang disyaratkan dalam Bio-Slurry Padat yaitu sebesar 10 % (PT
Petrokimia Gresik, 2012), sehingga unsur S dalam Bio-Slurry Padat benar bersifat makro dan
dapat ditentukan dengan metode gravimetri.
5.5 Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kadar sulfur dalam Bio-Slurry Padat
bersifat makro karena didapatkan kadar sulfur dalam Bio-Slurry Padat adalah 9,55%.
5.6 Referensi
Anonim, 2011, Analisis Gravimetri, http://www.docstoc.com/docs/24349471/ANALISIS-
GRAVIMETRI, diakses pada tanggal 8 April 2012.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 2010, SNI 6246 : 2010 Pupuk Super Fosfat
Tunggal, Jakarta.
Holleman, A. F. and Wiberg, E, 2001, Inorganic Chemistry, San Diego, CA : Academic
Press, ISBN 0-12-352651-5.
PT Petrokimia Gresik, 2012, Phonska dan NPK, http://www.petrokimia-
gresik.com/Pupuk/Phonska.NPK, diakses pada tanggal 29 April 2012.
0 (tidak ada
1 0,191 0,837 0,837
endapan putih)
0,06 (endapan
merah muda,
2 0,5 0,914 0,974
tidak ada
endapan putih)
6.4.2 Pembahasan
Padatan CaC2O4 berbentuk serbuk berwarna putih (Svehla, 1979). Akan tetapi pada hasil
percobaan pertama, tidak ditemukan endapan putih pada kertas saring dan berat kertas saring
sama dengan berat kertas saring awal yang menunjukkan bahwa tidak ada endapan CaC 2O4
yang terbentuk. Hal ini kemungkinan terjadi karena massa sampel yang digunakan terlalu
sedikit, yaitu 0,191 gram, belum cukup mewakili Ca yang ada dalam sampel atau dapat
dikatakan kandungan Ca masih terlalu sedikit di dalam sampel 0,191 gram tersebut. Oleh
sebab itu dilakukan percobaan kedua yang menggunakan sampel sebanyak 0,5 gram. Pada
percobaan ini, didapatkan endapan merah muda dengan massa sebesar 0,06 gram dan tidak
ditemukan endapan putih CaC2O4. Endapan merah muda tersebut kemungkinan adalah
sampel yang tidak larut sempurna dalam air. Oleh sebab tidak ada padatan CaC 2O4 yang
didapatkan baik pada percobaan 1 dan 2, maka kadar Ca dalam Bio-Slurry Padat
menggunakan metode gravimetri tidak dapat ditentukan.
Dua percobaan tersebut membuktikan bahwa unsur Ca bukan merupakan unsur makro
dalam Bio-Slurry Padat, sehingga pernyataan dari UNIDO(1998) bahwa unsur Ca biasanya
ditambahkan 19-22% ke dalam pupuk NPK tidak berlaku untuk Bio-Slurry Padat. Ada
kemungkinan bahwa unsur Ca merupakan unsur mikro atau trace pada Bio-Slurry Padat
sehingga perlu dilakukan uji lain, yaitu menggunakan metode AAS. Berdasarkan integrasi
pabrik produksi pupuk dan bahan lain Petrokimia Gresik (lampiran 1), bahan-bahan lain yang
digunakan untuk pembuatan Bio-Slurry Padat adalah asam fosfat (H 3PO4), asam sulfat
(H2SO4), kalium klorida (KCl), dan amonium sulfat ((NH 4)2SO4), sehingga kemungkinan
material lain yang ada dalam pupuk NPK yang memberikan persentase besar dalam 45%
material yang tidak diketahui adalah unsur O dan H.
6.5 Kesimpulan
Unsur Ca bukan merupakan unsur makro pada Bio-Slurry Padat, sehingga ada
kemungkinan bahwa unsur Ca merupakan unsur mikro atau trace. Oleh sebab itu perlu
dilakukan uji lain, yaitu menggunakan metode AAS untuk mengetahui kadar Ca dalam Bio-
Slurry Padat.
6.6 Referensi
Anonim, 2012, Gravimetric Determination of Calcium as Calcium Oxalate,
http://faculty.sdmiramar.edu, diakses pada tanggal 6 April 2012.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 1992, SNI 02-2806-1992 Pupuk Kalsium
Nitrat, Jakarta.
Svehla, G., 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis,
Fifth Edition, Longman Group Limited, London.
UNIDO, 1998, Fertilizer Manual, Kluwer Academic Publishers, Netherlands.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Integrasi Pabrik Produksi Pupuk dan Bahan Lain Petrokimia Gresik
Bahan Produk
Baku Produk Produk Samping
Antara Utama
CO2
Amoniak
Pabrik Asam
Pabrik ZA I/III ASP O2/N 2
Sulfat I
Sulfur
ZA
Asam Sulfat
Pabrik Asam Pabrik ZA II
Sulfat II
Pabrik Cement
Al(OH)3 CR
Retarder
Pabrik Asam
Gypsum
Fosfat SA
Batuan
Fosfat H2S
Pabrik AlF 3
AlF3
Asam Pabrik Pupuk
Fosfat
Fosfat I/II
SP-36
KCl
PA
Dolomite Pabrik Phonska
Phonska
Filler
BM ( NH4 )2SO4
W ( NH4 )2SO4= x 0 , 01 gr
2 xArN
132,073gr /mol
= x0,01gr
28,013r/mol
=0,0471 gr
Larutan Stok 100 ppm
(NH4)2SO4 ditimbang 0,0471 gr masukan kedalam beaker glass kemudian diencerkan
dengan akuades dan ditanda bataskan ke dalam labu ukur 100 mL.
Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 2,5 mg/L
V1 . M1 = V2 . M2
100 mL x 2,5 mg/L
V1 =
100 mg/L
V1 =2,5 mL
Untuk membuat larutan standar NH4 2,5 mg/L, dipipet sebanyak 2,5 mL larutan stok
(NH4)2SO4 100 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL dengan akuades sampai
tanda batas.
Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 2 mg/L
V1 . M1 = V2 . M2
25 mL x 2 mg/L
V1 =
2,5 mg/L
V1 = 20 mL
Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 2 mg/L, dipipet sebanyak 20 mL larutan
stok (NH4)2SO4 2,5 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 25 mL dengan akuades sampai
tanda batas.
Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 1,5 mg/L
V1 . M1 = V2 . M2
25 mL x 1,5 mg/L
V1 =
2,5 mg/L
V1 = 15 mL
Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 1,5 mg/L, dipipet sebanyak 15 mL larutan
stok (NH4)2SO4 2,5 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 25mL dengan akuades sampai
tanda batas.
V1 = 10 mL
Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 1 mg/L, dipipet sebanyak 10 mL larutan
stok (NH4)2SO4 2,5 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 25 mL dengan akuades sampai
tanda batas.
V1 = 5 mL
Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 0,5 mg/L, dipipet sebanyak 5 mL larutan
stok (NH4)2SO4 2,5 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 25 mL dengan akuades sampai
tanda batas.
Lampiran 3. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN
3.1 Preparasi Sampel
1
kg sampel dari 4 lokasi berbeda
2
- digabung menjadi 1 dalam sebuah kantong plastik
- dikocok dan dibolak-balik hingga homogen
- diletakkan di atas bidang datar beralas plastik
- diratakan
- dibagi menjadi 4 bagian sama besar
- diambil dari dua bagian dengan sudut yang berlawanan
- digabung dan dicampur hingga homogen
- prosedur dilakukan berulang kali
disimpan
Destilasi dihentikan
3.4 Analisis Kadar N dengan Metode Kjeldahl-Nessler
Sampel
- Ditimbang sebanyak
Pupuk
0,500 g
halus
Dilarutkan dengan 10
mL HCl 25% pada
Hasi
l beaker glass 100 mL,
panaskan
3.5.2 Pembuatan sampai
Reagen Amonium Molibdat 1%
mendidih.
Dipindahkan ke labu
NH4volumetrik
Mo 7 O 24 . 100 mL
- Ditimbang sebanyak 1
4H2Ogram Ditambah
NH4Mo akuades hingga
7O24.4H2O
tanda batas
Dilarutkan dengan air
bebas ion pada beaker
H glassHasil100 diambil 10 mLlarut
mL hingga
3.5.3 as dan diencerkan
semua.
Pembuatan Pereaksi menjadi
Amonium Vanadat 0,5%
il 100 mL
NH4Dipindahkan
VO3 ke labu
- volumetrik 100 mL
Ditimbang sebanyak 0,5 gram
NHDitambah
4VO3
air bebas ion
hingga tanda batas
Dilarutkan dengan 7 mL HNO3
67% dan
ditambah sedikit air bebas ion
Hapada beaker
sil glass 100 mL hingga larut
semua.
100 mL dan
ditambah air bebas ion hingga
tanda batas
3.5.4 Pembuatan Larutan Standar Induk 2000 ppm P dalam H2O
100 mL dan
diencerkan -disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air panas
hingga
.
tanda Filtrat
diencerkan
Suspensi
-dipanaskan sampai hampir mendidih
batas
hingga tanda -ditambahkan 15 mL larutan BaCl .2H O 10% 2 2
Endapan Filtrat
-dipanaskan pada suhu 1050C selama 2 jam
-didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang
3.7 Prosedur Percobaan Analisis Kalsium
Padatan BaSO4 Sampel
Endapan Filtrat
- ditambah larutan
- dicuci menggunakan akuades (NH4)2C2O4 untuk menguji
- dipanaskan dalam oven Ada tidaknya kalsium
pada T = 105 oC selama
2 jam
- didinginkan dalam desikator
selama 30 menit
Ada Tidak ada
- pemanasan dan pendinginan
- disaring
Padatan CaC2O4
Preparasi Sampel
Penentuan Kalsium
Penentuan S