Anda di halaman 1dari 33

Analisis Kadar N, P, S dan Ca dalam Bio-Slurry Padat

Pendahuluan

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia mengakibatkan kebutuhan masyarakat


terhadap pangan juga semakin meningkat. Untuk itu, sektor industri terutama sebagai
penunjang kebutuhan pangan sedang berusaha mengembangkan teknologi guna pemenuhan
kebutuhan tersebut. Salah satu industri yang berkembang di Indonesia adalah industri pupuk,
dimana industri tersebut sangat bermanfaat bagi sektor pertanian untuk meningkatkan hasil
produksinya yang pada akhirnya diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang
semakin meningkat.
Pupuk dalam arti luas, termasuk semua bahan organik atau anorganik yang berasal
dari alam maupun buatan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan satu atau
lebih unsur essensial bagi pertumbuhan tanaman. Pupuk tidak berisi unsur-unsur hara
tanaman dalam bentuk unsur seperti nitrogen, fosfor atau kalium; tetapi unsur-unsur tersebut
ada dalam bentuk campuran yang memberikan bentuk-bentuk ion dari unsur hara yang dapat
diadsorpsi tanaman (Foth, 1991).
Pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk alam dan pupuk buatan. Pupuk alam adalah
pupuk yang langsung didapat dari alam, misalnya fosfat alam, pupuk organik (pupuk
kandang, kompos) dan sebagainya. Pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat di pabrik dengan
jenis dan kadar unsur haranya sengaja ditambahkan dalam pupuk tersebut dalam jumlah
tertentu. Pupuk buatan dapat dibedakan menjadi pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk
tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu macam unsur hara misalnya pupuk N
(urea), pupuk P (superfosfat), pupuk K (KNO 3) dan sebagainya. Pupuk majemuk adalah
pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara misalnya NP, PK, NPK dan sebagainya
(Nawawi, 2001).
Agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan produksi yang tinggi,
diperlukan unsur hara atau makanan yang cukup. Unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman
adalah Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K). Tidak terpenuhinya salah satu unsur hara
tersebut akan mengakibatkan menurunya kualitas dan kuantitas hasil produksi pertanian.
Unsur hara N, P dan K di dalam tanah tidak cukup tersedia dan terus berkurang karena
diambil untuk pertumbuhan tanaman dan terangkut pada waktu panen, tercuci, menguap, dan
erosi. Untuk mencukupi kekurangan unsur hara N , P, dan K perlu dilakukan pemupukan (PT
Petrokimia Gresik, 2009).
Pada prinsipnya, mutu pupuk ditentukan oleh kadar hara dan tingkat ketersediaan hara
bagi tanaman. Makin tinggi kadar hara dan ketersediaannya bagi tanaman, makin tinggi mutu
pupuk. Oleh karena itu, pengujian mutu pupuk penting bagi petani dan pelaku pasar untuk
mengetahui apakah jenis dan kadar hara pupuk sesuai dengan persyaratan mutu pupuk
Standar Nasional Indonesia (SNI) (Balai Penelitian Tanah 2, 2009). Untuk itu perlu dilakukan
pengujian lebih lanjut pada Bio-Slurry Padat dalam skala analisis laboratorium.

1. Preparasi Sampel
1.1 Latar Belakang
Preparasi sampel merupakan perlakuan yang diperlukan untuk mendapatkan contoh
pupuk yang mewakili jumlah keseluruhan bahan baik dalam bentuk curah atau terkemas.
Bentuk curah adalah padatan yang berbentuk serbuk atau butiran (granul), sementara bentuk
terkemas adalah padatan maupun cairan yang terkemas dalam kemasan kecil (Badan
Standarisasi Nasional, 1989). Preparasi sampel penting dilakukan agar didapatkan massa dan
ukuran yang cocok untuk analisis di laboratorium.
1.2 Prinsip
Prinsip preparasi sampel yaitu mendapatkan campuran yang homogen melalui proses
mixing / pengadukan. Penggerusan dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil
sehingga didapatkan sampel dengan luas permukaan yang lebih besar. Dengan luas
permukaan yang lebih besar, diharapkan sampel semakin mudah larut dalam air. Pengayakan
dilakukan untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam (Soetjipto, tanpa tahun).
1.3 Metode
Preparasi sampel pupuk mengikuti SNI 19-0428-1989.
1.3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah kantong plastik besar, sarung tangan,
mortar, dan ayakan 100 mesh. Bahan yang digunakan adalah Bio-Slurry Padat yang
didapatkan dari 7 tempat, 4 tempat berada pada Dusun Palaan-Krajan Desa Palaan
Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang, dan 3 tempat terdapat pada Dusun Sukoyuwono
Desa Palaan Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang.
1.3.2 Prosedur
Bio-Slurry Padat dari 4 lokasi yang berbeda dengan berat masing-masing sebesar 1 kg.
Bio-Slurry Padat dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label pada bagian luar.
Sampel pupuk dari 4 lokasi diambil 0,5 kg kemudian digabungkan menjadi satu dalam
sebuah kantong plastik besar. Sampel dikocok dan dibolak-balik hingga homogen. Sampel
yang telah homogen dikeluarkan dari kantong plastik dan diletakkan di atas bidang datar
beralas plastik. Campuran sampel diratakan dan dibagi menjadi 4 bagian sama besar. Sampel
diambil dari dua bagian dengan sudut yang berlawanan, selanjutnya digabungkan dan
dicampurkan kembali hingga homogen. Sampel dikeluarkan dari kantong plastik dan
diletakkan di atas bidang datar beralas plastik. Sampel diratakan dan dibagi menjadi 4 bagian
sama besar lagi. Prosedur tersebut dilakukan berulang kali hingga sampel bersisa 25 g.
Sampel dihaluskan menggunakan mortar kemudian diayak menggunakan ayakan 100 mesh.
Partikel yang lolos digunakan untuk setiap analisis.
1.4 Hasil dan Pembahasan
Bio-Slurry Padat berbentuk butiran dengan warna kecoklatan, serta tidak berbau. Pupuk
berbentuk butiran ini dicampur terlebih dahulu kemudian dihaluskan dengan mortar dan
diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh agar diadapatkan sampel yang ukurannya
homogen dan bersifat representatif terhadap pupuk, sehingga diharapkan hasil yang didapat
dalam analisis akan menjadi lebih akurat. Massa sampel yang lolos dari ayakan adalah
sebesar 14,979 gram.
1.5 Kesimpulan
Sampel hasil preparasi lolos ayakan 100 mesh berbentuk serbuk berwarna kecoklatan
sebanyak 14,979 gram.
1.6 Referensi
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 1989, SNI 19-0428-1989: Pengambilan
Contoh Padatan, Jakarta.
Soetjipto, Z. D., tanpa tahun, Preparasi Sampel, http://scribd.com, diakses pada tanggal 29
April 2012.

2. Penentuan Kadar Air dalam Bio-Slurry Padat


2.1 Latar Belakang
Kualitas dan mutu pupuk di antaranya dapat ditentukan oleh batasan harga kadar air yang
telah ditetapkan sebagai standar kualitas. Kadar air juga diperlukan sebagai nilai yang harus
ditentukan untuk mengetahui kadar unsur lain dalam pupuk, misalnya N dan S. Oleh sebab
itu penentuan kadar air sangat diperlukan dalam percobaan ini.
2.2 Prinsip
Prinsip penentuan kadar air yaitu menghilangkan air dengan cara memanaskan sampel
pada suhu 105 oC dengan oven kemudian dilakukan pendinginan dan penimbangan.
Pemanasan, pendinginan, dan penimbangan dilakukan sampai berat konstan (Badan
Standarisasi Nasional Indonesia, 2010).
2.3 Metodologi
Penentuan kadar air dalam sampel pupuk mengikuti SNI 6246:2010.
2.3.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah neraca analitik dan gelas arloji. Bahan yang
digunakan adalah sampel Bio-Slurry Padat.
2.3.2 Prosedur
Sampel ditimbang 5 gram selanjutnya sampel pupuk dipanaskan dalam oven pada suhu
105 oC selama 2 jam. Sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan sampel
ditimbang. Sampel dipanaskan kembali dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan
dalam desikator selama 15 menit. Sampel ditimbang kembali. Pemanasan, pendinginan dan
penimbangan diulang sampai berat sampel konstan.
2.3.3 Perhitungan

Kadar air (%) = x 100%


dengan :
W = Massa sampel awal, gram
W1 = Massa sampel setelah dipanaskan (massa konstan), gram
2.4 Hasil dan Pembahasan
2.4.1 Data Hasil Percobaan
Massa sampel awal (gram) Massa sampel akhir (gram) Kadar air (%)

5 4,577 8,46

2.4.2 Pembahasan
Dari data percobaan dapat diketahui bahwa kadar air dalam sampel sebesar 8,46%.
Data ini lebih besar dari persyaratan yang diizinkan yaitu maksimum kadar air dalam pupuk
sebesar 2%. Temperatur selama penyimpanan sampel maupun pengukuran, lama
penyimpanan, kelembaban udara pada ruang penyimpanan dan juga seringnya pengambilan
bahan tersebut sehingga buka tutup dari tempat penyimpanan Bio-Slurry Padat terlalu sering
sehingga udara dapat masuk dan Bio-Slurry Padat dapat menyerap kandungan air dari udara.
2.5 Kesimpulan
Sampel Bio-Slurry Padat mengandung kadar air sebesar 8,46%. Hal ini dimungkinkan
karena sifat dari pupuk yaitu bersifat higroskopis sehingga mudah menyerap air selama
prosese penyimpanan yang kurang tepat.
2.6 Referensi
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 2010, SNI 6246 : 2010 Pupuk Super Fosfat
Tunggal, Jakarta.
PT Petrokimia Gresik, 2012, Phonska dan NPK, http://www.petrokimia-
gresik.com/Pupuk/Phonska.NPK, diakses pada tanggal 29 April 2012.

3. Penentuan Kadar Nitrogen Total dalam Bio-Slurry Padat


3.1 Analisis Kadar N dengan metode Kjeldahl
3.1.1 Latar Belakang
Pupuk adalah salah satu sarana produk pertanian yang dapat meningkatkan
produktivitas tanaman. Zat-zat hara utama yang penting bagi produktivitas tanaman adalah
N, P, K, S , Ca dan Mg (Siagian, 2002). Pupuk majemuk NPK Phonska dipilih sebagai
sampel yang akan diuji kadarnya karena memiliki komponen yang cukup lengkap untuk
kebutuhan tanaman. Di dalam kemasannya mencantumkan bahwa unsur hara yang dikandung
pupuk Phonsk terdiri dari N 15%, P 15%, K 15%, dan S 10%. Metode Kjeldahl merupakan
metode yang tepat dan sederhana untuk penetapan nitrogen (N) dalam Bio-Slurry Padat.
Metode ini cocok digunakan untuk menganalisis N total baik dalam jumlah makro maupun
semimikro dengan jumlah sampel dan pereaksi yang dibutuhkan sedikit. Metode Kjeldahl
merupakan metode internasional dan masih merupakan metode standar untuk perbandingan
terhadap semua metode lainnya karena metode Kjeldahl memiliki presisi dan keakuratan
yang tinggi (Sukma, 2010).
3.1.2 Prinsip
Jumlah nitrogen (N) total di dalam Bio-Slurry Padat ditentukan dengan cara
mendestruksi sampel dengan menggunakan asam sulfat untuk menghasilkan nitrogen sebagai
ammonium sulfat. Nitrat dengan asam salisilat membentuk nitrosalisilat, selanjutnya
direduksi dengan natrium tiosulfat membentuk senyawa ammonium. Senyawa ammonium
disuling dalam suasana alkali (NaOH). Hasil sulingan ditampung dalam asam borat. dan
dititrasi dengan larutan asam sulfat sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah
jambu dengan adanya penambahan indikator Conway (Badan Standarisasi Nasional
Indonesia, 2010). Adapun reaksi yang terjadi (Novi, 2012):
Sampel + H2SO4 → (NH4)2SO4 + CO2 + H2O (destruksi)
(NH4)2SO4(aq) + 2NaOH —> Na2SO4 + 2H2O + 2NH3 (destilasi)
NH3 + H3BO3 --> NH4+ H2BO3-
NH4H2BO3 + H2SO4 --> (NH4)2SO4 + 2H3BO3 (titrasi)
3.1.3 Metodologi
Penentuan nitrogen total dalam Bio-Slurry Padat mengikuti SNI 2803:2010.
a. Alat dan Bahan
Peralatan yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah neraca analitis, mortar, labu
takar 100 mL dan 500 mL, pipet volum 25 mL, labu Kjeldahl, alat destilasi, buret 50 mL,
termometer 300oC, pipet tetes, kertas saring, erlenmeyer dan pipet ukur.
Bahan yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah asam salisilat, H2SO4 pekat,
Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O), asam borat, H2SO4 0,05 N, NaOH 40%, air suling, bromo
cresol green, metil merah dan etanol.
b. Prosedur
Sampel dianalisis dengan menguunakan metode destruksi Kjeldahl dan destilasi. Sampel
Bio-Slurry Padat mula-mula ditimbang dengan teliti sebanyak 0,5 g yang telah dihaluskan
dengan ayakan 100 mesh dan dimasukkan ke dalam labu Kjehdahl. Larutan asam sulfat
salisilat (2,5 g asam salisilat dilarutkan hingga 100 mL dengan H2SO4 pekat) dipipet
sebanyak 25 mL ke dalam labu selanjutnya dikocok hingga merata dan dibiarkan semalaman.
Keesokan harinya padatan Na2S2O3.5H2O sebanyak 4 gram ditambahkan ke dalam labu dan
dipanaskan pada suhu rendah hingga gelembung habis (suhu dinaikkan secara bertahap
sekitar 2 jam dan dibiarkan dingin). Larutan ketika ditambahkan Na2S2O3.5H2O akan terjadi
gelembung-gelembung gas dan ketika dipanaskan menghasilkan asap putih dan larutan
berwarna bening kehijauan. Larutan setelah didinginkan, diencerkan dengan air suling
kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 500 mL. Larutan dipipet sebanyak 6,25 mL ke
dalam labu suling, selanjutnya di dalam labu suling ditambahkan 37,5 mL air suling dan
larutan NaOH 40% sebanyak 5 mL untuk di destilasi dengan terjadi perubahan warna dari
hijau bening menjadi bening sedikit kebiruan. Destilat ditampung dengan menggunakan
erlenmeyer yang telah berisi asam borat 1% sebanyak 10 mL dan 2 tetes indikator Conway
(0,075 g bromo cresol green dan 0,05 g metil merah dilarukan hingga 50 mL dengan
menggunakan etanol).
Penyulingan dilakukan selama 2 hanya menghasilkan sedikit sekali detilat sehingga
ditambahkan NaOH 40% sebanyak 5 mL ke dalam suling denngan tujuan agar NH 3 semakin
cepat dihasilkan dan ditampung dalam erlenmeyer. Setelah 4 jam proses detilasi tidak ada
destilat yang trtampung dalam erlenmeyer karena larutan tidak mendidih dengan temperatur
yang tidak konstan sekitar 80-92 oC. Proses destilasi dihentikan karena tidak ada destilat yang
tertampung di dalam erlenmeyer.
c. Perhitungan
Kadar nitrogen (% N) dapat ditentukan dengan rumus :
(V 1 – V 2) x N H 2 S O 4 x 14 ,008 x P x 100 100
% N total = x
w 100−KA
keterangan :
V1 : volume H2SO4 yang digunakan untuk titrasi sampel (mL)
V1 : volume H2SO4 yang digunakan untuk titrasi blanko (mL)
N : Normalitas larutan H2SO4
14,008 : berat atom nitrogen
P : Pengenceran
W : berat sampel (mg)
KA : Kadar air (%)
3.1.4 Pembahasan
Pada proses destilasi, destilat tidak dapat tertampung di dalam erlenmeyer. Hal ini
dimungkinkan karena adanya kesalahan teknis dalam analisis N yang tidak dapat
menghasilkan destilat NH3, misalnya tidak konstannya temperatur sehingga tidak dapat
menguapkan NH3 maupun kurangnya suasana basa berlebihan di dalam labu suling. Pada
tahap destilasi, peranan basa berlebih pada campuran sangat penting karena untuk
mengkonversikan NH4+ menjadi NH3, diikuti dengan mendidihkan dan mengkondensasi gas
NH3 ke larutan penerima di dalam erlenmeyer (asam borat dalam jumlah berlebih). Oleh
karena itu, untuk menganalisis kadar N didalam Bio-Slurry Padat metode destilasi digantikan
dengan metode Nessler yang menggunakan instrumen Spektrofotometer sinar tampak pada
panjang gelombang 490 nm karena lebih mudah untuk analisa kadarnya.
3.1.5 Kesimpulan
Penentuan kadar N dilakukan perubahan metode dari kadar metode destilasi menjadi
metode Nessler yang menggunakan instrumen Spektrofotometer sinar tampak dengan
panjang gelombang 490 nm.
3.1.6 Referensi
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 2010, SNI 2803 : 2010 Pupuk NPK Padat,
Jakarta.
Novi, 2012, Reaksi Analisa Total Nitrogen dengan Metode Kjeldahl Dimodifikasi
(ASTM D 3228), http://process-chemist.blogspot.com, diakses pada tanggal 6 April
2012.
Siagian, P.L, 2002, Proses Kimia dan Analisa Kimia Pada Pemupukan, Pusat Penelitian
Kimia,LIPI,Serpong,http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/.../4073.p
dfv, diakses pada tanggal 28 April 2012.
Sukma, dkk, 2010, Kimia Analisa Bahan Makan Analisa Protein Dengan Metode
Kjeldahl, http://chemistryismyworld.blogspot.com/.../makalah-analisa-protein-
metodhe.html, diakses pada tanggal 6 April 2012.

3.2 Analisis Kadar N dengan metode Nessler


3.2.1 Latar Belakang
Metode Nessler merupakan metode analisa N yang melibatkan  instrumen
spektrofotometer sinar tampak. Metode analisis ini didasarkan pada penyerapan tingkat
radiasi oleh sampel Bio-Slurry Padat. Radiasi yang diteruskan kemudian akan diterima oleh
detektor dan ditampilkan pada display. Konsentrasi sampel didapatkan dengan
membandingkan absorbansi sampel dengan kurva standar. Prinsip spektrofotometer
berdasarkan pada hukum Lambert-Beer yang menyatakan bahwa proporsi berkas gelombang
cahaya yang diserap oleh suatu bahan atau medium tidak bergantung pada intensitas cahaya
datang, tetapi tergantung dari konsentrasi sampel. Oleh karena itu, perlakuan pada percobaan
(blanko, standar, dan sampel) haruslah sama agar memiliki presisi yang tepat untuk sampel
dengan kadar semimikro (Anonim, 2009).

3.2.2 Prinsip
Sampel yang telah didestruksi dengan menggunakan H2SO4 pekat untuk merubah N
menjadi dalam bentuk (NH4)2SO4 dan sedikit dibasakan dengan NaOH. Kemudian
ditambahkan K-Na tartrat dan larutan Nessler sehingga apabila ion ammonium direaksikan
dengan reagen nessler(larutan basa dari Kalium tetra iodo merkurat (II) akan didapatkan
larutan yang berwarna kuning jingga dengan intensitas warna yang dihasilkan sesuai dengan
jumlah kandungan ammonia atau ion ammonium.(Svehla, 1985). filtrat Kemudian dianalisa
menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 490 nm.
Reaksi yaitu:
NH4+ + 2[HgI4]2− + 4OH− → HgO·Hg(NH2)I + 7I− + 3H2O
3.2.3 Metodologi
a. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Neraca analitik, Labu Kjedahl 250
mL, Labu takar 100 mL, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet ukur, corong kaca, pipet tetes,
kuvet, Spektronik 20. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Asam sulfat
(H2SO4) pekat, Larutan NaOH 30%, KI, HgCl2, Larutan K.Na tartrat dan tablet Kjedahl.
b. Prosedur
Sampel ditimbang 1 g dan dimasukan ke dalam labu Kjedahl, ditambahkan 1 g garam
campuran (tablet Kjedahl), 10 mL H2SO4 pekat dan 2 butir batu didih. Campuran dipanaskan
pada alat destruksi sampai warna hijau jernih selanjutnya dinginkan selama kurang lebih 1
jam. Campuran dinetralkan dengan NaOH 30% atau agak basa sedikit dengan ditandai
endapan atau perubahan warna larutan dari hijau jernih menjadi biru. Larutan dituangkan ke
dalam labu takar 250 mL dan ditambah akuades sampai tanda batas. Larutan dipipet sebanyak
0,5 mL dan dimasukan kedalam labu takar 100 mL ditambah akuades sampai tanda batas.
Larutan dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 0,5 mL + 0,5 mL larutan K.Na tartrat
kocok + 0,5 mL larutan Nessler kocok + 5 mL akuades kocok biarkan selama + 10 menit.
Sampel diukur nilai absorbansinya denga spektronik 20 pada panjang gelombang 460 nm.
Absorbansi larutan sampel diplotkan ke dalam kurva baku 0; 0,5; 1; 1; 5; 2 dan 2,5 ppm
dengan menggunakan standar (NH4)2SO4.
c. Perhitungan
Rumus : Y = ax, dimana a = slope, sehingga :
Absorbansi 1
%N= x V lar(liter ) x fp x x 100 %
Slope Wsampel(mg )
3.2.4 Hasil dan Pembahasan
a. Data Penelitian
Tabel 1. Data Konsentrasi Sampel vs Absorbansi
No Konsentrasi(mg/L) Absorbansi
1 0.0 0.00
2 0.5 0.02
3 1.0 0.05
4 1.5 0.08
5 2.0 0.10
6 2,5 0.14
7 sampel 0.11
Hubungan Konsentrasi N dengan Absorbansi
0.16
0.14
0.12 f(x) = 0.05 x
R² = 1
0.1
Absorbansi

0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
konsentrasi

Gambar 1. Kurva Standar

Perhitungan %N pada Sampel Pupuk

Dari kurva standar diperoleh persamaan y = 0,053 x, dengan nilai regresi R2 = 0,989

kemudian %N dapat diketahui dengan memasukkan nilai-nilai yang telah ditemukan ke

dalam rumus pada 3.2.3 poin c :

0,11 100 1
%N= x250 mL x 10−3 L x x x 100 %
0,053 0,5 1grx 1000 mg/gr
1
¿2,075 x 0,25L x200 x x100%
1000 mg
¿10,38%

b. Pembahasan

Metode Nessler merupakan metode analisis N dengan kadar semi mikro. Pereaksi ini
berguna untuk mengetahui kadar N secara kuantitatif. Pereaksi Nessler adalah larutan alkalis
raksa iodida dalam kalium iodida yang menjadi coklat merah walau hanya sedikit saja
amonia. Warna kuning yang terbentuk mengindikasikan adanya amoniak, dan pada
konsentrasi yang lebih tinggi dapat terbentuk warna coklat. Tingkat sensitivitasnya mencapai
0.3 μg NH3 di dalam 2 μg (Anonim, 2009).
   Pada percobaan kali ini, pereaksi Nessler digunakan untuk mengetahui kadar N total
secara kuantitatif dalam sample Bio-Slurry Padat. Dari percobaan metode Nessler, terjadi
pembentukan kompleks amoniak dengan pereaksi Nessler yang membentuk warna kuning
yang menandakan adanya amoniak. Selanjutnya dari warna yang terbentuk dapat dilakukan
analisis melalui metode spektrofotometri.
 Setelah terbentuk kompleks amoniak dengan pereaksi Nessler membentuk senyawa
kompleks berwarna kuning, maka selanjutnya jumlah amoniak dapat diukur dengan
spektrofotometer tampak pada panjang gelombang 480-495 nm. Panjang gelombang ini
spesifik untuk amoniak dengan pereaksi Nessler. Hubungan antara absorbansi sample dengan
konsentrasi sample berbanding lurus (Svehla, 1985) yang berarti semakin besar nilai
absorbansi, maka akan semakin besar pula konsentrasi amoniak. Dengan memplotkan
absorbansi sampel pada kurva baku maka kadar Nitrogen dapat ditentukan yaitu sebesar
10,38%. Kadar Nitrogen kurang dari kadar sebenarnya 15%, hal ini dapat disebabkan karena
metode Nessler lebih tepat untuk analisa N total dengan kadar semi-mikro. Banyaknya faktor
pengenceran hingga 200 kali dapat menyebabkan berkurangmya kandungan N total di dalam
sampel dan dapat pula disebabkan karena tidak semua N total di dalam Bio-Slurry Padat
terkonversi menjadi NH3.

3.2.5 Kesimpulan

Kadar Nitrogen total dalam Bio-Slurry Padat dengan metode destilasi tidak diperoleh

data karena adanya kesalahan teknis sehingga digunakan metode Nessler sebagai solusinya

dan diperoleh kadar N sebesar 10,38%.

3.2.6 Referensi

Anonim, 2009, Penentuan Kadar NH3 Menurut Cara Nessler,


http://moexavier.multiply.com/journal/item/2, diakses pada tanggal 28 April 2012.
Svehla, G., 1985, Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi
Mikro, Edisi ke-5, Penerjemah : L.setiono dan A.H. Pudjaatmata, Pt. Kalaman
Media Pustaka, Jakarta.
4. Penentuan Kadar P dalam Bio-Slurry Padat
4.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan pupuk bagi tanaman terus meningkat seiring dengan peningkatan minat
masyarakat terhadap tanaman. Salah satu pupuk yang beredar di pasaran (Kota Malang)
adalah pupuk perangsang pertumbuhan daun dan akar, ber-merk "Phonska" produksi
Petrokimia Gresik.
Pupuk "Phonska" mengandung unsur - unsur hara makro seperti N, P, K, dan beberapa
unsur hara mikro , dalam berbagai konsentrasi. Kandungan fosfor (P) dalam pupuk ini tertulis
pada label adalah 15%. Percobaan ini dilakukan dengan tujuan menguji kandungan fosfor
yang ada dalam Bio-Slurry Padat sesuai dengan kadar yang tercantum pada label.
4.2 Prinsip
Fosfat dapat membentuk larutan kompleks yang berwarna bila direkasikan dengan
vanadomolibdat. Kompleks ini dalam suasana asam (asam nitrat) larut dalam air,
mengasilkan warna kuning yang efektif diukur pada panjang gelombang sekitar 420 – 440
nm dengan alat Spektrofotometer Visible (maupun Spektrofotometer UV-Vis). Intensitas
warna kuning adalah proporsional dengan konsentrasi fosfat. Adanya amonium nitrat atau
asam nitrat, kompleks yang terbentuk tidak mengendap. Adapun reaksi yang terjadi (Svehla,
1985) :
HPO42- + 3NH4+ + 12MoO42- + 23H+ --> (NH4)3[P(Mo3O10)4]+ 12H2O
(NH4)3[P(Mo3O10)4 adalah kristal yang dapat mengendap, namun dengan adanya vanadat dan
asam nitrat, terjadi pelarutan kembali.
4.3 Metode
Penentuan P total yang digunakan dalam percobaan ini memilih metoda "Asam
Vanadomolibdofosfat". Alasan memilih metoda ini karena efektif untuk pengukuran kadar
pupuk yang memiliki konsentrasi P yang makro. Metoda ini relatif mudah dilakukan namun
memiliki keakuratan yang cukup baik untuk mengukur konsentrasi P sebagai kandungan
utama atau besar (bukan sebagai unsur mikro) dalam pupuk tersebut. Pertimbangan lain
adalah kesesuaian dengan alat (spektrofotometer) dan bahan - bahan yang tersedia di
Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Brawijaya.
4.3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah neraca analitis. labu volumetrik
100 mL dan 10 mL, pipet volumetrik 10 mL dan 1 mL, pipet ukur 10 mL, tabung reaksi 20
mL, gelas piala, botol semprot aquadest ukuran sedang, spekrofotometer Visible. Bahan-
bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah HCl pekat, HNO3 67%, padatan amonium
molibdat tetrahidrat, padatan amonium vanadat, padatan KH2PO4, aquadest (bebas CO2 dan
ion).
4.3.2 Prosedur
(1) Preparasi Reagen
a. Air bebas ion dididihkan kemudian didinginkan
b. Peraksi I : amonium molibdat 1%
Padatan NH4Mo7O24.4H2O ditimbang 1 gram, dimasukkan ke dalam gelas piala,
ditambah air bebas ion hingga larut, dimasukkan ke dalam labu volumetrik 100 mL,
lalu ditambah air bebas ion hingga tanda batas.
c. Pereaksi II : amonium vanadat 0,5 %
Padatan NH4VO3 ditimbang 0,5 gram, dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambah 7
mL HNO3 67%, ditambah air bebas ion, dipindahkan ke dalam labu voumetrik 100 mL,
kemudian diencerkan hingga tanda batas.
d. Pereaksi campuran: Pereaksi I 100 mL dan Pereaksi II 100 mL, dimasukkan ke dalam
gelas kimia ukuran 250mL
e. Standar Induk 2000 ppm P dalam H2O
Padatan KH2PO4 ditimbang 0,878 gram, (sebelumnya dikeringkan pada suhu 1300C),
dimasukkan ke dalam gelas piala, dilarutkan dengan air, kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan hingga tanda batas.
f. Standar 200 ppm
Larutan P 2000 ppm dipipet 10 mL, dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambah 10
ML HCl 25%, lalu dimasukkan ke dalam labu volumetrik 100 mL dan diencerkan
hingga tanda batas.
g. Deret Standar P (0 - 200 ppm)
Larutan P 200 ppm dipipet masing - masing 0; 0,5; 2,5; 5; dan 10 mL, dimasukkan
kedalam labu volumetrik 10 mL. Labu pertama hingga ke-empat diencerkan hingga
tanda batas 10 mL. Labu ke-lima tidakperlu diencerkan karena pengambilan larutan
standar adalah sebanyak 10 mL. Tersedia deret standar I = 0 ppm (balnko), standar II =
10 ppm, standar III = 50 ppm, standar IV = 100 ppm, dan standar V = 200 ppm.
h. Preparasi Sampel
Sampel ditimbang dengan teliti 0,500 gram sampel pupuk (hasil penimbangan dicatat
dan akan dipergunakan pada saat perhitungan), dimasukkan ke dalam gelas kimia 100
mL, ditambahkan 10 mL HCl 25%, dipanaskan hingga larut sempurna (mendidih
selama 15 menit), kemudian dimasukkan ke dalam labu volumetrik 100 mL dan
diencerkan hingga tanda batas. Larutan dibiarkan selama 1 hari. Diambil 10 mL larutan
sampel pertama, dimasukkan ke dalam labu volumetrik 100 mL, dan diencerkan
dengan air bebas ion hingga tanda batas.
(2) Prosedur Analisis
a. Optimasi panjang gelombang Spektrofotometer
Diambil larutan standar 50 ppm, lalu diukur serapannya mulai dari panjang gelombang
400nm hingga 500nm dengan kenaikkan 10 nm. Catat panjang gelombang yang
mendapatkan serapan tertinggi.
b. Pengukuran standar dan sampel
Dipipet 1 mL masing - masing larutan standar dan ditambahkan 9 mL Pereaksi
Campuran, dikocok hingga homogen, kemudian diukur serapannya. Setelah diperoleh
data masing - masing standar, kemudian dibuat kurva standar.
Demikian pula dengan larutan sampel, diambil 1 mL dan ditambahkan 9 mL Pereaksi
Campuran, lalu diukur serapannya. Dilakukan pengulangan.
4.3.3 Perhitungan
konssampel
.fp.vsampel .100 %
Kadar P = msampel

% P = ( (0,19/0,002)/500) x 10 x 0,1 x 100% = 19 %


4.4 Hasil dan Pembahasan
4.4.1 Data Hasil Percobaan
1. Optimasi Panjang Gelombang
λ(nm) 400 410 420 430 440 450 460 470 480 490
serapan 0,10 0,15 0,17 0,17 0,20 0,11 0 0 0 0

Panjang gelombang yang dipakai = 440nm


Gambar 1. Data Serapan terhadap Panjang Gelombang
2. Pengukuran Standar
Larutan Serapan
Standar I (Blanko) 0
Standar II (10 ppm) 0.03
Standar III (50 ppm) 0.09
Standar IV (100 ppm) 0.27
Standar V (200 ppm) 0.49

Diperoleh Kurva standar sebagai berikut.

Gambar 2. Kurva Standar Larutan P

4.4.2 Pembahasan
Dari perhitungan dengan menggunakan software Spreadsheet untuk menghitung regresi
linier diperoleh persamaan garis lurus y = 0,002x, dan R 2 = 0,989. Pengukuran sampel
melalui spektrofometer didapatkan 0.19, sehingga diperoleh konsentrasi P dalam larutan
sampel I = 0,19 / 0,002 (/ppm) = 95 ppm. Kadar P dalam sampel dapat diketahui dengan
rumus pada poin 4.3.3 sehingga didapatkan kadar P dalam Bio-Slurry Padat sebesar 19%.
Rumus penentuan kadar P dipakai dengan memperhitungkan pengenceran yang
dilakukan terhadap sampel. Pengenceran yang dilakukan terhadap standar dan sampel pada
saat penambahan pereaksi campuran (1 mL standar atau sampel ditambah dengan 9 mL
reagen vanadomolibdat) tidak dihitung, karena dianggap saling membagi sehingga hasilnya
sama dengan satu.
Hasil yang diperoleh lebih tinggi daripada yang tertera dalam label, yakni P = 15% bisa
saja dipengaruhi oleh KH2PO4 yang digunakan untuk pembuatan larutan standar tidak sama
persis atau kurang dari berat yang ditentukan. Kekurangan ini karena KH 2PO4 bersifat
higroskopis sehingga harus dikeringkan dahulu secara sempurna sebelum dilarutkan.
4.5 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh kadar P dalam pupuk "Phonska" sebanyak 19 %.
4.6 Referensi
Departemen Pertanian, 2005, Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan
Pupuk, Balai Penelitian Tanah, Jakarta, Departemen Pertanian.
Svehla, G., 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif, Edisi ke 5 (terjemahan),
Kalman Media Pustaka, Jakarta.

5. Penentuan Kadar Sulfur dalam Bio-Slurry Padat


5.1 Latar Belakang
Metode analisis dalam penentuan S total yang dipilih dalam Bio-Slurry Padat adalah
dengan analisa gravimetri dimana analisa gravimetri ini merupakan pengukuran berat suatu
unsur atau senyawa tertentu yang ditentukan secara kuantitatif. Penggunaan analisa ini
dikarenakan kadar belerang dalam Bio-Slurry Padat memiliki konsentrasi lebih dari 5%
(termasuk unsur makro), sehingga dengan metode ini ketepatan analisanya sangat baik.
Selain itu, dari segi waktu yang diperlukan untuk analisa lebih menguntungkan karena tidak
memerlukan kalibrasi atau standarisasi. Regensia untuk metode gravimetri juga bersifat
selektif dalam arti hanya dapat membentuk endapan dengan kelompok ion tertentu (Anonim,
2011).
5.2 Prinsip
Prinsip dari prosedur analisis gravimetri dimulai dari penimbangan sampel, pelarutan,
penambahan pereaksi pengendap, penyaringan, pencucian, pengeringan, dan penimbangan
endapan yang dihasilkan. Jadi, senyawa belerang dalam sampel dilarutkan dalam asam (HCl),
larutan dipanaskan, kemudian larutan diendapkan dengan menambahkan larutan barium
klorida sebagai barium sulfat kemudian dilakukan penyaringan, pencucian, pengeringan pada
suhu 1050C dengan oven dan penimbangan (Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2010).
Adapun reaksi yang terjadi :
Ba2+(aq) + SO42-(aq)  BaSO4 (s)
5.3 Metodologi
Penentuan kadar S dalam sampel pupuk mengikuti SNI 6246:2010.
5.3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, labu takar 100 mL,
erlenmeyer, pipet ukur, corong kaca, pipet tetes, batang pengaduk, gelas piala 600 ml, kertas
saring dan gelas arloji. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam klorida (HCl)
dan larutan BaCl2.2H2O 10%.
5.3.2 Prosedur
Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam gelas piala 600 mL.
Aquades ditambahkan sebanyak 200 mL ke dalam gelas piala kemudian ditambah 15 mL
HCl. Larutan dididihkan dan dibiarkan mendidih selama 10 menit. Suspensi disaring dengan
kertas saring, dicuci dengan air panas dan diambil filtratnya. Filtrat dipanaskan sampai
hampir mendidih kemudian larutan BaCl2.2H2O 10% ditambahkan pelan-pelan ke dalam
filtrat sebanyak 15 mL. Filtrat dan endapan yang terbentuk didiamkan semalaman pada
temperatur ruang. Endapan disaring dengan kertas saring yang sudah dipanaskan 105 0C,
didinginkan dan ditimbang berat kosongnya (A). Endapan dicuci dengan air panas 10 kali,
dikeringkan pada 1050C, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (B). Percobaan
ini dilakukan secara duplo.
5.3.3 Perhitungan

Kadar belerang sebagai S % =


Dengan :
A = Massa gelas arloji + kertas saring, gram
B = Massa gelas arloji + kertas saring + Endapan BaSO4, gram
W = Massa sampel, gram
Mr S 32
0,1374 = faktor kimia S terhadap BaSO4 ( = )
Mr BaS O 4 233

5.4. Hasil dan Pembahasan


5.4.1 Data Hasil Percobaan

Massa kertas Massa kertas saring


Massa
saring sebelum setelah penyaringan
Percobaan sampel Massa endapan (gram) Kadar S (%)
penyaringan dan pengeringan
(gram)
(gram) (gram)

1 1,001 0,939 1,571 0,632 (endapan putih) 9,48%

2 1,002 0,941 1,583 0,642 (endapan putih) 9,62%


Total 19,1%

Rata-rata 9,55%

5.4.2 Pembahasan
Pada penentuan kadar sulfur secara gravimetri ini dilakukan penambahan HCl pekat
(suasana asam) yang bertujuan untuk memperbesar kelarutan BaSO4 dan mencegah
terbentuknya endapan lain seperti CO32-, PO43- terhadap Ba2+. Kemudian penambahan air pada
sampel dilakukan agar sampel tersebut menjadi encer yang bertujuan untuk memperkecil
kesalahan akibat kopresipitasi (kontaminasi endapan oleh zat lain yang larut dalam pelarut).
Pengendapan dilakukan dalam keadaan larutan yang panas bertujuan untuk memperbesar
kelarutan BaSO4. Penambahan BaCl2 dilakukan secara berlebih bertujuan agar pengendapan
BaSO4 dapat berlangsung sempurna (ditandai dengan penetesan dengan BaCl 2 pada sampel
yang tidak menimbulkan keruh). Pengadukan pada saat penambahan BaCl2 dilakukan secara
perlahan-lahan dan teratur bertujuan untuk membentuk partikel endapan yang besar sehingga
mempermudah proses filtrasi dan pencucian endapan bertujuan untuk menghilangkan
kontaminasi pada permukaan endapan.
Padatan BaSO4 berbentuk serbuk berwarna putih (Holleman, 2001) dan dari hasil
percobaan didapatkan serbuk berwarna putih, hal ini menunjukkan telah terbentuknya
padatan BaSO4. Dari hasil penimbangan didapatkan berat padatan BaSO 4 adalah 0,632 gram
dan 0,642 gram, sehingga diperoleh kadar sulfur dari perhitungan adalah sebesar 9,48% dan
9,62%, dan rata-rata kadar sulfur yang didapat adalah 9,55%. Data ini tidak berbeda jauh
dengan kadar sulfur yang disyaratkan dalam Bio-Slurry Padat yaitu sebesar 10 % (PT
Petrokimia Gresik, 2012), sehingga unsur S dalam Bio-Slurry Padat benar bersifat makro dan
dapat ditentukan dengan metode gravimetri.

5.5 Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kadar sulfur dalam Bio-Slurry Padat
bersifat makro karena didapatkan kadar sulfur dalam Bio-Slurry Padat adalah 9,55%.
5.6 Referensi
Anonim, 2011, Analisis Gravimetri, http://www.docstoc.com/docs/24349471/ANALISIS-
GRAVIMETRI, diakses pada tanggal 8 April 2012.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 2010, SNI 6246 : 2010 Pupuk Super Fosfat
Tunggal, Jakarta.
Holleman, A. F. and Wiberg, E, 2001, Inorganic Chemistry, San Diego, CA : Academic
Press, ISBN 0-12-352651-5.
PT Petrokimia Gresik, 2012, Phonska dan NPK, http://www.petrokimia-
gresik.com/Pupuk/Phonska.NPK, diakses pada tanggal 29 April 2012.

6. Penentuan Kadar Kalsium dalam Bio-Slurry Padat


6.1 Latar Belakang
Pupuk majemuk NPK Phonska dalam kemasannya mencantumkan bahwa unsur hara
yang dikandung terdiri dari N 15%, P 15%, K 15%, dan S 10%, total hanya 55%. Masih ada
45% sisa material yang tidak diketahui sebagai penyusun Bio-Slurry Padat. Pupuk ini tidak
mencantumkan unsur Ca dalam kemasannya, oleh sebab itu ditentukan terlebih dahulu
apakah ada unsur Ca atau tidak dalam sampel. Berdasarkan diagram integrasi pabrik produksi
pupuk dan bahan lain Petrokimia Gresik (Lampiran 1), dapat dilihat bahwa pada pabrik
penghasil Phonska menggunakan dolomit (CaMg(CO3)2) sebagai bahan bakunya, yang berarti
bahwa pupuk ini memang mengandung unsur Ca. Kemudian untuk mengetahui apakah unsur
Ca yang ditambahkan dalam pupuk NPK termasuk unsur makro, mikro, atau trace dilakukan
studi literatur. Berdasarkan UNIDO(1998), unsur Ca biasanya ditambahkan sebanyak 19-
22% ke dalam pupuk NPK. Adapun metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan
kalsium yang terdapat secara makro pada sampel adalah volumetri dan gravimetri. Analisis
secara gravimetri memiliki kelebihan, antara lain spesifik, akurat, dan tidak perlu melakukan
standarisasi larutan. Oleh sebab itu, pada percobaan ini penentuan Ca dalam sampel
dilakukan dengan metode gravimetri untuk mengetahui kebenaran sumber tersebut pada Bio-
Slurry Padat.
6.2 Prinsip
Konsentrasi kalsium dalam sampel dapat ditentukan dengan metode gravimetri. Ion
kalsium(II) diendapkan sebagai kalsium(II) oksalat. Sampel padatan yang telah larut dalam
suasana asam ditambahkan larutan garam amonium(I) oksalat. Endapan yang terbentuk
mudah larut dalam suasana asam, oleh sebab itu ditambahkan larutan basa seperti amonia
untuk meningkatkan pH larutan sehingga tercapai harga pH yang sesuai untuk pengendapan
kalsium(II) oksalat. Perubahan pH dapat teramati dengan menggunakan indikator asam basa
seperti metil merah. Endapan disaring dan dicuci kemudian dipanaskan pada temperatur 105
o
C. Adapun reaksi-reaksi yang terjadi (Anonim, 2012) :
Ca dalam padatan (misal : CaCO3(s))  Ca2+ (aq) + CO32-(aq) (preparasi sampel)
Ca2+(aq) + C2O42-(aq)  CaC2O4(s) (Ksp = 1,7 x 10-9) (pengendapan)
6.3 Metodologi
Penentuan kalsium(II) dalam sampel pupuk mengikuti SNI 02-2806-1992.
6.3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah neraca analitik, pipet ukur 10 mL,
kaca arloji, gelas ukur 50 mL, hot plate, kertas saring, corong, gelas kimia, dan batang
pengaduk. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan HCl 1:1, larutan
amonium oksalat 0,48 M, larutan NH3 1:1, akuades, dan indikator metil merah.
6.3.2 Prosedur
Pupuk padat ditimbang beberapa gram kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia.
Air sebanyak 20 mL ditambahkan ke dalam gelas kimia kemudian ditutup dengan kaca arloji.
Larutan HCl 1:1 sebanyak 1 mL ditambahkan ke dalam gelas kimia kemudian dipanaskan
apabila padatan belum larut sepenuhnya. Larutan ditambah dengan air hingga 200 mL dan
beberapa tetes indikator metil merah. Larutan dipanaskan sampai mendidih dan secara
perlahan-lahan ditambahkan larutan (NH4)2C2O4 0,48 M sambil diaduk hingga terbentuk
endapan. Pada larutan panas tersebut ditambahkan larutan NH3 (1:1) tetes demi tetes sambil
diaduk sampai terjadi perubahan warna dari merah ke kuning. Larutan dibiarkan selama 1
jam dalam tempat yang hangat. Endapan Ca2C2O4 disaring menggunakan kertas saring yang
telah dipanaskan pada temperatur 105 oC. Pada filtrat ditambahkan larutan (NH4)2C2O4 untuk
menguji adanya kalsium. Jika masih ada endapan, endapan tersebut disaring. Endapan dicuci
menggunakan akuades. Kertas saring dipanaskan dalam oven pada 105 oC minimal selama 2
jam kemudian padatan ditimbang.
6.3.3 Perhitungan
massa endapan (massa CaC2O4) = ……… gram
massa CaC 2 O 4
mol CaC2O4 = = …………. mol
Mr CaC 2 O 4
mol Ca2+ = mol CaC2O4 = …………. mol
gram
massa Ca2+ = mol Ca2+ x 40 = ……… gram
mol
Ca2+ ¿
%Ca2+ = massa ¿ x 100% = ………%
massa sampel
6.4 Hasil dan Pembahasan
6.4.1 Data Hasil Percobaan
Massa kertas saring
Massa kertas saring
Massa sampel setelah penyaringan Massa endapan
Percobaan sebelum penyaringan
(gram) dan pengeringan (gram)
(gram)
(gram)

0 (tidak ada
1 0,191 0,837 0,837
endapan putih)

0,06 (endapan
merah muda,
2 0,5 0,914 0,974
tidak ada
endapan putih)

6.4.2 Pembahasan
Padatan CaC2O4 berbentuk serbuk berwarna putih (Svehla, 1979). Akan tetapi pada hasil
percobaan pertama, tidak ditemukan endapan putih pada kertas saring dan berat kertas saring
sama dengan berat kertas saring awal yang menunjukkan bahwa tidak ada endapan CaC 2O4
yang terbentuk. Hal ini kemungkinan terjadi karena massa sampel yang digunakan terlalu
sedikit, yaitu 0,191 gram, belum cukup mewakili Ca yang ada dalam sampel atau dapat
dikatakan kandungan Ca masih terlalu sedikit di dalam sampel 0,191 gram tersebut. Oleh
sebab itu dilakukan percobaan kedua yang menggunakan sampel sebanyak 0,5 gram. Pada
percobaan ini, didapatkan endapan merah muda dengan massa sebesar 0,06 gram dan tidak
ditemukan endapan putih CaC2O4. Endapan merah muda tersebut kemungkinan adalah
sampel yang tidak larut sempurna dalam air. Oleh sebab tidak ada padatan CaC 2O4 yang
didapatkan baik pada percobaan 1 dan 2, maka kadar Ca dalam Bio-Slurry Padat
menggunakan metode gravimetri tidak dapat ditentukan.
Dua percobaan tersebut membuktikan bahwa unsur Ca bukan merupakan unsur makro
dalam Bio-Slurry Padat, sehingga pernyataan dari UNIDO(1998) bahwa unsur Ca biasanya
ditambahkan 19-22% ke dalam pupuk NPK tidak berlaku untuk Bio-Slurry Padat. Ada
kemungkinan bahwa unsur Ca merupakan unsur mikro atau trace pada Bio-Slurry Padat
sehingga perlu dilakukan uji lain, yaitu menggunakan metode AAS. Berdasarkan integrasi
pabrik produksi pupuk dan bahan lain Petrokimia Gresik (lampiran 1), bahan-bahan lain yang
digunakan untuk pembuatan Bio-Slurry Padat adalah asam fosfat (H 3PO4), asam sulfat
(H2SO4), kalium klorida (KCl), dan amonium sulfat ((NH 4)2SO4), sehingga kemungkinan
material lain yang ada dalam pupuk NPK yang memberikan persentase besar dalam 45%
material yang tidak diketahui adalah unsur O dan H.
6.5 Kesimpulan
Unsur Ca bukan merupakan unsur makro pada Bio-Slurry Padat, sehingga ada
kemungkinan bahwa unsur Ca merupakan unsur mikro atau trace. Oleh sebab itu perlu
dilakukan uji lain, yaitu menggunakan metode AAS untuk mengetahui kadar Ca dalam Bio-
Slurry Padat.
6.6 Referensi
Anonim, 2012, Gravimetric Determination of Calcium as Calcium Oxalate,
http://faculty.sdmiramar.edu, diakses pada tanggal 6 April 2012.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 1992, SNI 02-2806-1992 Pupuk Kalsium
Nitrat, Jakarta.
Svehla, G., 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis,
Fifth Edition, Longman Group Limited, London.
UNIDO, 1998, Fertilizer Manual, Kluwer Academic Publishers, Netherlands.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Integrasi Pabrik Produksi Pupuk dan Bahan Lain Petrokimia Gresik
Bahan Produk
Baku Produk Produk Samping
Antara Utama

Gas Alam NH3


Urea
Pabrik
Amoniak NH3
Pabrik
Udara Pabrik Urea
CO2 CO 2

CO2
Amoniak

Pabrik Asam
Pabrik ZA I/III ASP O2/N 2
Sulfat I
Sulfur

ZA
Asam Sulfat
Pabrik Asam Pabrik ZA II
Sulfat II
Pabrik Cement
Al(OH)3 CR
Retarder
Pabrik Asam
Gypsum
Fosfat SA
Batuan
Fosfat H2S
Pabrik AlF 3
AlF3
Asam Pabrik Pupuk
Fosfat
Fosfat I/II
SP-36
KCl

PA
Dolomite Pabrik Phonska
Phonska

Filler

Lampiran 2. Pembuatan Larutan Standar


 Larutan standar 100 mg/L
berat N
0.1 L
100 ppm =

Berat N = 100 ppm x 0,1 L = 10 mg = 0,01 gr

BM ( NH4 )2SO4
W ( NH4 )2SO4= x 0 , 01 gr
2 xArN
132,073gr /mol
= x0,01gr
28,013r/mol
=0,0471 gr
 Larutan Stok 100 ppm
(NH4)2SO4 ditimbang 0,0471 gr masukan kedalam beaker glass kemudian diencerkan
dengan akuades dan ditanda bataskan ke dalam labu ukur 100 mL.
 Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 2,5 mg/L
V1 . M1 = V2 . M2
100 mL x 2,5 mg/L
V1 =
100 mg/L

V1 =2,5 mL
Untuk membuat larutan standar NH4 2,5 mg/L, dipipet sebanyak 2,5 mL larutan stok
(NH4)2SO4 100 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL dengan akuades sampai
tanda batas.
 Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 2 mg/L
V1 . M1 = V2 . M2
25 mL x 2 mg/L
V1 =
2,5 mg/L

V1 = 20 mL
Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 2 mg/L, dipipet sebanyak 20 mL larutan
stok (NH4)2SO4 2,5 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 25 mL dengan akuades sampai
tanda batas.
 Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 1,5 mg/L
V1 . M1 = V2 . M2
25 mL x 1,5 mg/L
V1 =
2,5 mg/L

V1 = 15 mL
Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 1,5 mg/L, dipipet sebanyak 15 mL larutan
stok (NH4)2SO4 2,5 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 25mL dengan akuades sampai
tanda batas.

 Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 1 mg/L


V1 . M1 = V2 . M2
25 mL x 1 mg/L
V1 =
2,5 mg/L

V1 = 10 mL
Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 1 mg/L, dipipet sebanyak 10 mL larutan
stok (NH4)2SO4 2,5 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 25 mL dengan akuades sampai
tanda batas.

 Pembuatan larutan standar (NH4)2SO4 0,5 mg/L


V1 . M1 = V2 . M2
25 mL x 0,5 mg/L
V1 =
2,5 mg/L

V1 = 5 mL
Untuk membuat larutan standar (NH4)2SO4 0,5 mg/L, dipipet sebanyak 5 mL larutan
stok (NH4)2SO4 2,5 mg/L dan diencerkan dalam labu ukur 25 mL dengan akuades sampai
tanda batas.
Lampiran 3. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN
3.1 Preparasi Sampel
1
kg sampel dari 4 lokasi berbeda
2
- digabung menjadi 1 dalam sebuah kantong plastik
- dikocok dan dibolak-balik hingga homogen
- diletakkan di atas bidang datar beralas plastik
- diratakan
- dibagi menjadi 4 bagian sama besar
- diambil dari dua bagian dengan sudut yang berlawanan
- digabung dan dicampur hingga homogen
- prosedur dilakukan berulang kali

Massa pupuk granul 25 gram

- dihaluskan menggunakan mortar


- diayak menggunakan ayakan 100 mesh

Partikel tidak lolos Partikel lolos

disimpan

3.2 Prosedur Penentuan Kadar Air

Sampel sebanyak 5 gram

- dipanaskan dalam oven pada T = 105 oC selama 2 jam


- didinginkan dalam desikator selama 30 menit
- diulangi hingga massa konstan
- dicatat

massa sampel akhir


3.3 Analisis Kadar N dengan metode Kjeldahl-Destilasi
Sampel sebanyak 0,5 gram
-dimasukkan ke dalam labu Kjehdahl
-ditambah larutan asam sulfat salisilat sebanyak 25 mL ke dalam labu
-dikocok hingga merata dan dibiarkan semalaman.
-ditambahkan padatan Na2S2O3.5H2O 4 gram ke dalam labu pada keesokan harinya
-dipanaskan pada suhu rendah hingga gelembung habis (suhu dinaikkan secara bertahap
-sekitar 2 jam dan dibiarkan dingin)
-didinginkan larutan dan diencerkan dengan air suling kemudian dipindahkan ke dalam
labu takar 500 mL
-dipipet larutan sebanyak 6,25 mL ke dalam labu suling
-ditambahkan 37,5 mL air suling dan larutan NaOH 40% sebanyak 5 mL untuk di
destilasi
-ditampung destilat dengan menggunakan erlenmeyer yang telah berisi asam borat 1%
sebanyak 10 mL dan 2 tetes indikator Conway
-dilakukan penyulingan selama 2 jam dan hanya menghasilkan sedikit sekali destilat
sehingga ditambahkan NaOH 40% sebanyak 5 mL ke dalam suling
-dilakukan proses destilasi hingga 4 jam dan tidak ada destilat yang tertampung dalam
erlenmeyer
-dihentikan karena tidak ada lagi destilat yang tertampung di dalam erlenmeyer

Destilasi dihentikan
3.4 Analisis Kadar N dengan Metode Kjeldahl-Nessler

Sampel sebanyak 1 gram

-dimasukan ke dalam labu kjedahl


-ditambahkan 1 gr garam campuran (tablet Kjeldahl)
-ditambahkan 10 mL H2SO4 pekat dan 2 butir batu didih
-dipanaskan campuran pada alat destruksi sampai warna hijau jernih
-didinginkan selama kurang lebih 1 jam
-dinetralkan campuran dengan NaOH 30% atau agak basa sedikit dengan ditandai
endapan atau perubahan warna larutan dari hijau jernih menjadi biru
-dituangkan larutan ke dalam labu takar 250 mL dan ditambah akuades sampai tanda
batas
-dipipet larutan campuran sebanyak 0,5 mL
-dimasukan kedalam labu takar100mL dan ditambah akuades sampai tanda batas
-dimasukkan larutan ke dalam tabung reaksi sebanyak 0,5 mL
-ditambahkan 0,5 mL larutan K.Na tartrat dan kocok
-ditambahkan 0,5 mL larutan Nessler dan kocok
-ditambahkan 5 mL akuades kocok biarkan selama + 10 menit
-diukur nilai absorbansinya denga spektronik 20 pada panjang gelombang 460 nm
-diplotkan nilai absorbansi larutan sampel ke dalam kurva baku 0; 0,5; 1; 1; 5; 2 dan 2,5
ppm dengan menggunakan standar (NH4)2SO4.

Sampel sebanyak 1 gram


3.5 Analisis P Total

3.5.1 Preparasi sampel

Sampel
- Ditimbang sebanyak
Pupuk
0,500 g
halus
Dilarutkan dengan 10
mL HCl 25% pada
Hasi
l beaker glass 100 mL,
panaskan
3.5.2 Pembuatan sampai
Reagen Amonium Molibdat 1%
mendidih.
Dipindahkan ke labu
NH4volumetrik
Mo 7 O 24 . 100 mL
- Ditimbang sebanyak 1
4H2Ogram Ditambah
NH4Mo akuades hingga
7O24.4H2O
tanda batas
Dilarutkan dengan air
bebas ion pada beaker
H glassHasil100 diambil 10 mLlarut
mL hingga
3.5.3 as dan diencerkan
semua.
Pembuatan Pereaksi menjadi
Amonium Vanadat 0,5%

il 100 mL
NH4Dipindahkan
VO3 ke labu
- volumetrik 100 mL
Ditimbang sebanyak 0,5 gram
NHDitambah
4VO3
air bebas ion
hingga tanda batas
Dilarutkan dengan 7 mL HNO3
67% dan
ditambah sedikit air bebas ion
Hapada beaker
sil glass 100 mL hingga larut
semua.
100 mL dan
ditambah air bebas ion hingga
tanda batas
3.5.4 Pembuatan Larutan Standar Induk 2000 ppm P dalam H2O

KH2KH P 2PO4 yang


O4sudah dikeringkan
ditimbang
H sebanyak 0,878
3.5.5 Pembuatan Larutan Standar 200 ppm
a gram
10Dilarutkan
si mL
standar
Ditambahkan
l dengan aquades
induk
10 padamLbeakerHCl 25%
2000
padappm beaker
3.6 Analisis S Total
glass 100 mL
H glassSampel 100 mL
hingga larut
a
semua. -ditimbang 1-2kegr
Dipindahkan
s -dimasukan ke dalam gelas piala
labu volumetrik
il Dipindahkan -ditambahkan 200keml aquades
100labumL dan-ditambahkan 15 mL HCl
volumetrik
-dididihkan dan dibiarkan mendidih selama 10 meni

100 mL dan
diencerkan -disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air panas

hingga
.
tanda Filtrat
diencerkan
Suspensi
-dipanaskan sampai hampir mendidih
batas
hingga tanda -ditambahkan 15 mL larutan BaCl .2H O 10% 2 2

-dipanaskan selama 1 jam tidak sampai mendidih


batas -didiamkan selama 1 malam
-disaring dengan kertas saring yang telah dipanaskan
1050C dan dicuci dengan air panas 10 kali

Endapan Filtrat
-dipanaskan pada suhu 1050C selama 2 jam
-didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang
3.7 Prosedur Percobaan Analisis Kalsium
Padatan BaSO4 Sampel

- ditimbang beberapa gram


- dimasukkan dalam gelas kimia 250 mL
- ditambah akuades 20 mL
- ditutup dengan gelas arloji
- ditambah larutan HCl 1:1 sebanyak 1 mL
- dipanaskan dan diaduk menggunakan pengaduk
magnetik
- ditambah akuades hingga 200 mL
- ditambah 3 tetes indikator metil merah
- dipanaskan sampai mendidih dan secara perlahan-lahan
ditambahkan larutan (NH4)2C2O4 0,48 M sambil
diaduk hingga terbentuk endapan
- ditambah larutan NH3 1:1 tetes demi tetes sampai
terjadi
perbuahan warna dari merah ke kuning
- dibiarkan selama 1 jam dalam tempat hangat
- disaring menggunakan kertas saring

Endapan Filtrat

- ditambah larutan
- dicuci menggunakan akuades (NH4)2C2O4 untuk menguji
- dipanaskan dalam oven Ada tidaknya kalsium
pada T = 105 oC selama
2 jam
- didinginkan dalam desikator
selama 30 menit
Ada Tidak ada
- pemanasan dan pendinginan
- disaring

Endapan filtrat dibuang

Padatan CaC2O4

dilakukan sampai berat


konstan
LAMPIRAN FOTO

Preparasi Sampel
Penentuan Kalsium

Destruksi Sampel dengan asam sulfat salisilat

Penentuan S

Anda mungkin juga menyukai