Anda di halaman 1dari 35

JENIS DAN JADWAL IMUNISASI

A. Imunisasi Wajib
1.Imunisasi Rutin
a. Imunisasi dasar
Tabel 1. Jadwal pemberian imunisasi dasar

umur jenis
0 bulan Hepatitis BO
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 1
3 bulan DPT-HB-Hib 2, polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak

Catatan:
-Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, imunisasi BCG dan
Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
-Bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib 2, dan DPT-
HB-Hib 3, dinyatakan mempunyai status imunisasi T2.
b. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi dasar
pada bayi yang diberikan kepada anak Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur
(WUS) termasuk ibu hamil.
Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan
antenatal.
Tabel 2. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun
Umur Jenis Imunisasi
18 Bulan DPT[-HB-Hib
24 Bulan Campak
Tabel 3. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar
Sasaran Imunisasi Waktu Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November

Catatan:
-Batita yang telah mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakan mempunyai
status imunisasi T3.
-Anak usia sekolah dasar yang telah mendapatkan imunisasi DT dan Td dinyatakan
mempunyai status imunisasi T4 dan T5

Tabel 4. Imunisasi Lanjutan Pada Wanita Usia Subur (WUS)


Status Imunisasi Interval Minimal Pemberian Masa Perlindungan
T1 - -
T2 4 Minggu setelah T1 3 Tahun
T3 6 Bulan Setelah T2 5 Tahun
T4 1 Tahun Setelah T3 10 Tahun
T5 1 Tahun Setelah T4 Lebih dari 25 Tahun

Catatan:
-Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi T (screening) terlebih dahulu,
terutama pada saat pelayanan antenatal.
-Pemberian imunisasi TT tidak perlu diberikan, apabila pemberian imunisasi TT sudah
lengkap (status T5) yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu dan Anak, rekam
medis, dan/atau kohort.

2. Imunisasi tambahan
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah:

a. Backlog fighting
Merupakan upaya aktif untuk melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur di bawah
3 (tiga) tahun. Kegiatan ini diprioritaskan untuk dilaksanakan di desa yang selama 2 (dua)
tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.
b. Crash program
Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk
mencegah terjadinya KLB. Kriteria pemilihan daerah yang akan dilakukan crash program
adalah:
1). Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi.
2).Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang.
3).Desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.
Crash program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis imunisasi, misalnya campak, atau
campak terpadu dengan polio.
c. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara serentak di suatu negara dalam
waktu yang singkat. PIN bertujuan untuk memutuskan mata rantai penyebaran suatu penyakit
(misalnya polio). Imunisasi yang diberikan pada PIN diberikan tanpa memandang status
imunisasi sebelumnya.
d. Sub PIN
Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan pada wilayah wilayah terbatas
(beberapa provinsi atau kabupaten/kota).
e. Catch up Campaign campak
Merupakan suatu upaya untuk memutuskan transmisi penularan virus campak pada anak usia
sekolah dasar. Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian imunisasi campak secara serentak
pada anak sekolah dasar dari kelas satu hingga kelas enam SD atau yang sederajat, serta anak
usia 6 - 12 tahun yang tidak sekolah, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi campak pada waktu catch up campaign campak di samping untuk
memutus rantai penularan, juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan (dosis
kedua).
f. Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response Immunization/ORI)
Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan situasi
epidemiologis penyakit masing-masing.

3. Imunisasi Khusus

a. Imunisasi Meningitis Meningokokus


1). Meningitis meningokokus adalah penyakit akut radang selaput otak yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria meningitidis.
2). Meningitis merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh
dunia. Case fatality rate-nya melebihi 50%, tetapi dengan diagnosis dini, terapi modern dan
suportif, case fatality rate menjadi 5-15%.
3). Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan profilaksis untuk orang-orang yang
kontak dengan penderita meningitis dan carrier.
4). Imunisasi Meningitis meningokokus diberikankepada masyarakat yang akan melakukan
perjalanan ke negara endemis Meningitis diberikan minimal 30 (tiga puluh) hari sebelum
keberangkatan.
5). Bila imunisasi diberikan kurang dari 30 (tiga puluh) hari sejak keberangkatan ke negara
yang endemis Meningitis harus diberikan profilaksis dengan antimikroba yang sensitif
terhadap Neisseria meningitidis.

b. Imunisasi Yellow Fever (Demam Kuning)


1). Demam kuning adalah penyakit infeksi virus akut dengan durasi pendek masa inkubasi 3
(tiga) sampai dengan 6 (enam) hari dengan tingkat mortalitas yang bervariasi. Disebabkan
oleh virus demam kuning dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, vektor perantaranya
adalah nyamuk Aedes aegypti.
2). Icterus sedang kadang ditemukan pada awal penyakit. Setelah remisi singkat selama
beberapa jam hingga 1 (satu) hari, beberapa kasus berkembang menjadi stadium intoksikasi
yang lebih berat ditandai dengan gejala perdarahan seperti epistaksis (mimisan), perdarahan
ginggiva, hematemesis (muntah seperti warna air kopi atau hitam), melena, gagal ginjal dan
hati, 20%-50% kasus ikterus berakibat fatal.
3). Secara keseluruhan mortalitas kasus di kalangan penduduk asli di daerah endemis sekitar
5% tapi dapat mencapai 20% - 40% pada wabah tertentu.
4).Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi demam kuning yang akan memberikan
kekebalan efektif bagi semua orang yang akan melakukan perjalanan berasal dari negara atau
ke negara/daerah endemis demam kuning.
5). Vaksin demam kuning efektif memberikan perlindungan 99%. Antibodi terbentuk 7-10
hari sesudah imunisasi dan bertahan sedikitnya hingga 30-35 tahun. Walaupun demikian
imunisasi ulang harus diberikan setelah 10 (sepuluh) tahun.
6). Semua orang yang melakukan perjalanan, berasal dari negara atau ke negara yang
dinyatakan endemis demam kuning (data negara endemis dikeluarkan oleh WHO yang selalu
di update) kecuali bayi di bawah 9 (sembilan) bulan dan ibu hamil trimester pertama harus
diberikan imunisasi demam kuning, dan dibuktikan dengan International Certificate of
Vaccination (ICV).
7). Bagi yang datang atau melewati negara terjangkit demam kuning harus bisa menunjukkan
sertifikat vaksin (ICV) yang masih berlaku sebagai bukti bahwa mereka telah mendapat
imunisasi demam kuning. Bila ternyata belum bisa menunjukkan ICV (belum diimunisasi),
maka terhadap mereka harus dilakukan isolasi selama 6 (enam) hari, dilindungi dari gigitan
nyamuk sebelum diijinkan melanjutkan perjalanan mereka. Demikian juga mereka yang surat
vaksin demam kuningnya belum berlaku, diisolasi sampai ICVnya berlaku.
8). Pemberian imunisasi demam kuning kepada orang yang akan menuju negara endemis
demam kuning selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum berangkat, bagi yang belum
pernah diimunisasi atau yang imunisasinya sudah lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Setelah
divaksinasi, diberi ICV dan tanggal pemberian vaksin dan yang bersangkutan setelah itu
harus menandatangani di ICV. Bagi yang belum dapat melakukan tanda tangan (anak-anak),
maka yang menandatanganinya orang tua yang mendampingi bepergian.

c. Imunisasi Rabies
1). Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama rabies merupakan suatu penyakit infeksi
akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies yang ditularkan oleh anjing,
kucing dan kera.
2). Penyakit ini bila sudah menunjukkan gejala klinis pada hewan dan manusia selalu diakhiri
dengan kematian, sehingga mengakibatkan timbulnya rasa cemas dan takut bagi orang-orang
yang terkena gigitan dan kekhawatiran serta keresahan bagi masyarakat pada umumnya.
Vaksin rabies dapat mencegah kematian pada manusia bila diberikan secara dini pasca
gigitan.
3). Vaksin anti rabies (VAR) manusia diberikan kepada seluruh kasus gigitan hewan penular
rabies (HPR) yang berindikasi, sehingga kemungkinan kematian akibat rabies dapat dicegah.

B. Imunisasi pilihan
Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk dalam imunisasi wajib, namun
penting diberikan pada bayi, anak, dan dewasa di Indonesia mengingat beban penyakit dari
masing-masing penyakit. Yang termasuk dalam imunisasi pilihan ini adalah:
1. Vaksin Measles, Mumps, Rubella:
a.Vaksin MMR bertujuan untuk mencegah Measles (campak), Mumps (gondongan) dan
Rubella merupakan vaksin kering yang mengandung virus hidup, harus disimpan pada suhu
2–80C atau lebih dingin dan terlindung dari cahaya. b.Vaksin harus digunakan dalam waktu 1
(satu) jam setelah dicampur dengan pelarutnya, tetap sejuk dan terhindar dari cahaya, karena
setelah dicampur vaksin sangat tidak stabil dan cepat kehilangan potensinya pada temperatur
kamar.
Rekomendasi:
a. Vaksin MMR harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi campak, gondongan dan
rubella atau sudah mendapatkan imunisasi campak.
b.Anak dengan penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung bawaan, kelainan
ginjal bawaan, gagal tumbuh, sindrom Down.
c.Anak berusia ≥ 1 tahun yang berada di day care centre, family day caredan playgroups.
d.Anak yang tinggal di lembaga cacat mental.

Kontra Indikasi:
a.Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau dengan gangguan imunitas, yang
mendapat pengobatan dengan imunosupresif atau terapi sinar atau mendapat steroid dosis
tinggi (ekuivalen dengan 2 mg/kgBB/hari prednisolon).
b.Anak dengan alergi berat (pembengkakan pada mulut atau tenggorokan, sulit bernapas,
hipotensi dan syok) terhadap gelatin atau neomisin.
c.Pemberian MMR harus ditunda pada anak dengan demam akut, sampai penyakit ini
sembuh d.Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG dan vaksin virus
hidup) dalam waktu 4 minggu. Pada keadaan ini imunisasi MMR ditunda lebih kurang 1
bulan setelah imunisasi yang terakhir. Individu dengan tuberkulin positif akan menjadi
negatif setelah pemberian vaksin.
e.Wanita hamil tidak dianjurkan mendapat imunisasi MMR (karena komponen rubela) dan
dianjurkan untuk tidak hamil selama 3 bulan setelah mendapat suntikan MMR.
f.Vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin
atau transfusi darah yang mengandung imunoglobulin (whole blood, plasma). Dengan alasan
yang sama imunoglobulin tidak boleh diberikan dalam waktu 2 minggu setelah vaksinasi.
g.Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV). Sebenarnya HIV bukan kontra
indikasi, tetapi pada kasus tertentu, dianjurkan untuk meminta petunjuk pada dokter spesialis
anak (konsultan).
Dosis:
Dosis tunggal 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan dalam.
Jadwal:
a.Diberikan pada usia 12–18 bulan.
b.Pada populasi dengan insidens penyakit campak dini yang tinggi, imunisasi MMR dapat
diberikan pada usia 9 (sembilan) bulan.
2. Haemophilllus influenzae tipe b (Hib)
Vaksin Hib adalah vaksin polisakarida konyugasi dalam bentuk liquid,yang dapat diberikan
tersendiri atau dikombinasikan dengan vaksin DPaT(tetravalent) atau DpaT/HB (pentavalent)
atau DpaT/HB/IPV (heksavalent).
Kontra Indikasi:
Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan karena bayitersebut belum dapat
membentuk antibodi
Dosis dan Jadwal:
1. Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan, diberikan sebanyak 3 kali dengan jarak
waktu 2 bulan.
2. Dosis ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan terakhir.

3.Vaksin tifoid

a. Vaksin tifoid oral

1). Dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non patogen yang telah
dilemahkan, menimbulkan respon imun sekretorik IgA, mempunyai
reaksi samping yang lebih rendah dibandingkan vaksin parenteral.
2). Kemasan dalam bentuk kapsul.
3). Penyimpanan pada suhu 2 – 80C.

b. Vaksin tifoid polisakarida parenteral

1). Susunan vaksin polisakarida: setiap 0,5 ml mengandung kuman


Salmonella typhii; polisakarida 0,025 mg; fenol dan larutan bufer
yang mengandung natrium klorida, disodium fosfat, monosodium
fosfat.
2) Penyimpanan pada suhu 2 – 80C, jangan dibekukan.
3) Kadaluwarsa dalam 3 tahun.

Rekomendasi:
a. Vaksin tifoid oral diberikan untuk anak usia ≥ 6 tahun.
b. Vaksin Polisakarida Parenteral diberikan untuk anak usia ≥ 2 tahun.

Kontra Indikasi:

a. Vaksin Tifoid Oral

1). Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik,


sulfonamid atau antimalaria yang aktif terhadap Salmonella.
2). Pemberian vaksin polio oral sebaiknya ditunda dua minggu
setelah pemberian terakhir dari vaksin tifoid oral (karena vaksin
ini juga menimbulkan respon yang kuat dari interferon mukosa)

b. Vaksin tifoid polisakarida parenteral

1). Alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin.


2). Pada saat demam, penyakit akut maupun penyakit kronik progresif.

Dosis dan Jadwal:


a. Vaksin tifoid oral

1). Satu kapsul vaksin dimakan tiap hari, satu jam sebelum makan
dengan minuman yang tidak lebih dari 370C, pada hari ke 1, 3
dan 5.
2). Kapsul ke 4 diberikan pada hari ke 7 terutama bagi turis.
3). Kapsul harus ditelan utuh dan tidak boleh dibuka karena kuman
dapat mati oleh asam lambung.
4). Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun pada individu
yang terus terekspose dengan infeksi Salmonella sebaiknya
diberikan 3–4 kapsul tiap beberapa tahun.
5). Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah
mendapatkan imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih
makanan dan minuman yang higienis.

b. Vaksin tifoid polisakarida parenteral

1). Dosis 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan pada
daerah deltoid atau paha
2). Imunisasi ulangan tiap 3 tahun
3). Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah
mendapatkan imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih
makanan dan minuman yang higienis.

4. Vaksin Varisela

a. Vaksin virus hidup varisela-zoster yang dilemahkan terdapat dalam


bentuk bubuk kering
b. Penyimpanan pada suhu 2–80C
c. Vaksin dapat diberikan bersama dengan vaksin MMR (MMR/V)
d. Infeksi setelah terpapar apabila telah diimunisasi dapat terjadi pada
1%-2% kasus setahun, tetapi infeksi umumnya bersifat ringan.

Rekomendasi:

a. Vaksin diberikan mulai umur masuk sekolah (5 tahun).


b. Pada anak ≥ 13 tahun vaksin dianjurkan untuk diberikan dua kali
selang 4 minggu.
c. Pada keadaan terjadi kontak dengan kasus varisela, untuk pencegahan
vaksin dapat diberikan dalam waktu 72 jam setelah penularan (dengan
persyaratan: kontak dipisah/tidak berhubungan).
Kontra Indikasi:

a. Demam tinggi.
b. Hitung limfosit kurang dari 1200/μl atau adanya bukti defisiensi imun
selular seperti selama pengobatan induksi penyakit keganasan atau
fase radioterapi.
c. Pasien yang mendapat pengobatan dosis tinggi kortikosteroid (2
mg/kgBB per hari atau lebih).
d. Alergi neomisin.
Dosis dan Jadwal:

Dosis 0,5 ml suntikan secara subkutan, dosis tunggal.

5. Vaksin Hepatitis A

Vaksin dibuat dari virus yang dimatikan (inactivated vaccine).


Pemberian bersama vaksin lain tidak mengganggu respon imun masing-masing
Vaksin dan tidak meningkatkan frekuensi efek samping.

Rekomendasi:

a. Populasi risiko tinggi tertular Virus Hepatitis A (VHA).


b. Anak usia ≥ 2 tahun, terutama anak di daerah endemis. Pada usia >2
tahun antibodi maternal sudah menghilang. Di lain pihak, kehidupan
sosialnya semakin luas dan semakin tinggi pula paparan terhadap
makanan dan minuman yang tercemar.
c. Pasien Penyakit Hati Kronis, berisiko tinggi hepatitis fulminan bila
tertular VHA.
d. Kelompok lain: pengunjung ke daerah endemis; penyaji makanan; anak
usia 2–3 tahun di Tempat Penitipan Anak (TPA); staf TPA; staf dan
penghuni institusi untuk cacat mental; pria homoseksual dengan
pasangan ganda; pasien koagulopati; pekerja dengan primata bukan
manusia; staf bangsal neonatologi.

Kontra Indikasi:
Vaksin VHA tidak boleh diberikan kepada individu yang mengalami reaksi
berat sesudah penyuntikan dosis pertama.

Dosis dan Jadwal:

a. Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien.


b. Vaksin diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster bervariasi antara
6 sampai 18 bulan setelah dosis pertama, tergantung produk.
c. Vaksin diberikan pada usia ≥ 2 tahun.

6. Vaksin Influenza

a. Vaksin influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated


influenza virus).
b. Vaksin influenza mengandung antigen dari dua sub tipe virus influenza
A dan satu sub tipe virus influenza B, subtipenya setiap tahun
direkomendasikan oleh WHO berdasarkan surveilans epidemiologi
seluruh dunia.
c. Untuk menjaga agar daya proteksi berlangsung terus-menerus, maka
perlu dilakukan vaksinasi secara teratur setiap tahun, menggunakan
vaksin yang mengandung galur yang mutakhir.
d. Vaksin influenza inaktif aman dan imunogenesitas tinggi.
e. Vaksin influenza harus disimpan dalam lemari es dengan suhu 2º- 8ºC.
Tidak boleh dibekukan.
Rekomendasi:

a. Semua orang usia ≥ 65 tahun.


b. Anak dengan penyakit kronik seperti asma, diabetes, penyakit ginjal
dan kelemahan sistem imun.
c. Anak dan dewasa yang menderita penyakit metabolik kronis, termasuk
diabetes, penyakit disfungsi ginjal, hemoglobinopati dan imunodefisiensi.
d. Orang yang bisa menularkan virus influenza ke seseorang yang berisiko
tinggi mendapat komplikasi yang berhubungan dengan influenza,
seperti petugas kesehatan dan petugas di tempat perawatan dan orangorang
sekitarnya, semua orang yang kontak serumah, pengasuh anak
usia 6–23 bulan, dan orang-orang yang melayani atau erat dengan
orang yang mempunyai risiko tinggi.
e. Imunisasi influenza dapat diberikan kepada anak sehat usia 6–23 bulan.

Kontra Indikasi

a. Individu dengan hipersensitif anafilaksis terhadap pemberian vaksin


influenza sebelumnya dan protein telur jangan diberi vaksinasi
influenza.
b. Termasuk ke dalam kelompok ini seseorang yang setelah makan telur
mengalami pembengkakan bibir atau lidah, atau mengalami distres
nafas akut atau pingsan.
c. Vaksin influenza tidak boleh diberikan pada seseorang yang sedang
menderita penyakit demam akut yang berat.

Jadwal dan Dosis

a. Dosis untuk anak usia kurang dari 2 tahun adalah 0,25 ml dan usia
lebih dari 2 tahun adalah 0,5 ml.
b. Untuk anak yang pertama kali mendapat vaksin influenza pada usia ≤ 8
tahun, vaksin diberikan 2 dosis dengan selang waktu minimal 4
minggu, kemudian imunisasi diulang setiap tahun.
c. Vaksin influenza diberikan secara suntikan intra muskular di otot
deltoid pada orang dewasa dan anak yang lebih besar, sedangkan untuk
bayi diberikan di paha anterolateral.
d. Pada anak atau dewasa dengan gangguan imun, diberikan dua (2) dosis
dengan jarak interval minimal 4 minggu, untuk mendapatkan antibodi
yang memuaskan.
e. Bila anak usia ≥ 9 tahun cukup diberikan satu kali saja, teratur, setiap
tahun satu kali.

7. Vaksin Pneumokokus

Terdapat dua macam vaksin pneumokokus yaitu vaksin pneumokokus


polisakarida (pneumococcal polysacharide vaccine/PPV) dan vaksin
pneumokokus polisakarida konyugasi (pneumococcal conjugate
vaccine/PCV).
Tabel 5. Perbandingan PPV Da PCV
PPV PCV
Polisakarida Bakteri Konjugasi Polisakarida Dengan Protein
Difteri
T-Independent Antigen T-Dependent
Tidak Imunogenik Pada Anak Usia <2 Imunogenik Pada Anak Usia <2 Tahun
Tahun, Rekomendasi Untuk Usia >2 Tahun
Imunitas Jangka Pendek, Tidak Ada Respon Mempunyai Memori Jangka Panjang,
Booster Respon Booster Positif
PPV 23: 14, 6B, 19F, 18C, 23F, PCV 10: 4, 6B, 9V, 14, 18C,
4, 9V, 19A, 6A, 7F, 3, 1, 9N, 19F, 23F, 1, 5, Dan 7F
22F, 18B, 15C, 12F, 11A, 18F, PCV 13: 4, 6B, 9V, 14, 18C,
33F, 10A, 38, 13 19F, 23F, 1, 5, 7F, 3, 6A
Dan 19A

Rekomendasi:
a. Vaksin Pneumokokus polisakarida (PPV) diberikan pada:

1). Lansia usia > 65 tahun.


2). Anak usia > 2 tahun yang mempunyai risiko tinggi IPD (Invasive
Pneumococcal Disease) yaitu anak dengan asplenia (kongenital atau
didapat), penyakit sickle cell, splenic dysfunction dan HIV. Imunisasi
diberikan dua minggu sebelum splenektomi.
3). Pasien usia > 2 tahun dengan imunokompromais yaitu HIV/AIDS,
sindrom nefrotik, multipel mieloma, limfoma, penyakit Hodgkin, dan
transplantasi organ.
4). Pasien usia > 2 tahun dengan imunokompeten yang menderita
penyakit kronis yaitu penyakit paru atau ginjal kronis, diabetes.

5) Pasien usia > 2 tahun kebocoran cairan serebrospinal.

b. Vaksin polisakarida konjugat (PVC) direkomendasikan pada:

1). Semua anak sehat usia 2 bulan–5 tahun.


2). Anak dengan risiko tinggi IPD termasuk anak dengan asplenia baik
kongenital atau didapat, termasuk anak dengan penyakit sickle cell,
splenic dysfunction dan HIV. Imunisasi diberikan dua minggu
sebelum splenektomi.
3). Pasien dengan imunokompromais yaitu HIV/AIDS, sindrom nefrotik,
multipel mieloma, limfoma, penyakit Hodgkin, dan transplantasi
organ.
4). Pasien dengan imunokompeten yang menderita penyakit kronis yaitu penyakit paru atau
ginjal kronis, diabetes.
5). Pasien kebocoran cairan serebrospinal.
6). Selain itu juga dianjurkan pada anak yang tinggal di rumah yang
huniannya padat, lingkungan merokok, di panti asuhan dan sering
terserang akut otitis media.

Jadwal dan Dosis:

a. Vaksin PCV diberikan pada bayi umur 2, 4, 6 bulan dan diulang pada
umur 12-15 bulan.
b. Pemberian PCV minimal umur 6 minggu.
c. Interval antara dua dosis 4-8 minggu.
d. Paling sedikit diberikan 2 bulan setelah dosis PCV ketiga.
e. Apabila anak datang setelah berusia lebih dari 7 bulan maka diberikan
jadwal dan dosis seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 6. Jadwal dan dosis vaksin polisakarida konjugat (PVC) untuk anak
datang setelah berusia lebih dari 7 bulan
Umur Datang Pertama Kali Dosis Vaksin Yang Diberikan
7-11 Bulan 3 Dosis*
12-23 Bulan 2 Dosis#
Lebih Dari 24 Bulan Sampai 5 Tahun 1 Dosis
Lebih Dari 50 Tahun 1 Dosis

Keterangan:
(*) Interval dosis 1 dan 2 adalah 4 minggu. Dosis ketiga diberikan setelah
12 bulan, paling sedikit 2 bulan setelah dosis kedua.
(#) Interval dosis 1 dan 2 minimal 2 bulan.
8. Vaksin Rotavirus

Terdapat dua jenis Vaksin Rotavirus (RV) yang telah ada di pasaran yaitu
vaksin monovalent dan pentavalent.

Vaksin monovalent oral berasal dari human RV vaccine RIX 4414, dengan
sifat berikut:

a. Live, attenuated, berasal dari human RV/galur 89 – 12.


b. Monovalen, berisi RV tipe G1, P1A (P8), mempunyai neutralizing epitope
yang sama dengan RV tipe G1, G3, G4 dan G9 yang merupakan
mayoritas isolat yang ditemukan pada manusia.
c. Vaksin diberikan secara oral dengan dilengkapi bufer dalam
kemasannya.
d. Pemberian dalam 2 dosis pada usia 6–12 minggu dengan interval 8
minggu.
Sedangkan vaksin pentavalent oral merupakan kombinasi dari strain yang
diisolasi dari human dan bovine yang bersifat:

a. Live, attenuated, empat reassortant berasal dari human G1,G2,G3 dan


G4 serta bovine P7. Reassortant kelima berasal dari bovine G6P1A(8).
b. Pemberian dalam 3 (tiga) dosis dengan interval 4 – 10 minggu sejak
pemberian dosis pertama.
c. Dosis pertama diberikan umur 2 bulan. Vaksin ini maksimal diberikan
pada saat bayi berumur 8 bulan.
Pemberian vaksin rotavirus diharapkan selesai pada usia 24 minggu.

9. Vaksin Japanese Ensephalitis

a. Vaksin diberikan secara serial dengan dosis 1 ml secara subkutan pada


hari ke 0,7 dan ke 28. Untuk anak yang berumur 1–3 tahun dosis yang
diberikan masing-masing 0,5 ml dengan jadwal yang sama.
b. Booster diberikan pada individu yang berisiko tinggi dengan dosis 1 ml
tiga tahun kemudian.

10. Human Papiloma Virus (HPV)

Vaksin HPV yang telah beredar di Indonesia dibuat dengan teknologi


rekombinan. Vaksin HPV berpotensi untuk mengurangi angka morbiditas
dan mortalitas yang berhubungan dengan infeksi HPV.

Terdapat dua jenis vaksin HPV yaitu:

a. Vaksin bivalen (tipe 16 dan 18).


b. Vaksin quadrivalen (tipe 6, 11, 16 dan 18).

Vaksin HPV mempunyai efikasi 96–98% untuk mencegah kanker leher


rahim yang disebabkan oleh HPV tipe 16/18.

Rekomendasi:

Imunisasi vaksin HPV diperuntukkan pada anak perempuan sejak usia >
10 tahun.

Dosis dan Jadwal:

a. Dosis 0,5 ml, diberikan secara intra muskular pada daerah deltoid.
b. Vaksin HPV bivalen, jadwal 0,1 dan 6 bulan pada anak usia lebih dari
10 tahun.
c. Vaksin HPV quadrivalen, jadwal 0,2 dan 6 bulan pada anak usia lebih
dari 10 tahun.

Referensi :
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG
PENYELENGGARAAN IMUNISASI

KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI


Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah
menerimaimunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. Untuk mengetahui hubungan
antara pemberianimunisasi dengan KIPI diperlukan pelaporan danpencatatan semua reaksi
yang tidak diinginkan yangtimbul setelah pemberian imunisasi.
Klasifikasi KIPI
Tidak semua kejadian KIPI yang diduga itu benar. Sebagian besar ternyata tidak ada
hubungannya denganimunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan
keterangan mengenai berapa besar frekuensikejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu;
bagaimana sifat kelainan tersebut, lokal atau sistemik; bagaimana derajat kesakitan resipien,
apakah memerlukan perawatan, apakah menyebabkan cacat, atau menyebabkan kematian;
apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti; dan akhirnya apakah dapat
disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan
pemberian.
Berdasarkan data yang diperoleh, maka KIPI dapat diklasifikasikan dalam:
1.Induksi vaksin (vaccine induced).
Terjadinya KIPIdisebabkan oleh karena faktor intrinsik vaksinterhadap individual resipien.
Misalnya, seorang anak menderita poliomielitis setelah mendapat vaksin polio oral.
2.Provokasi vaksin (vaccine potentiated).
Gejala klinis yang timbul dapat terjadi kapan saja, saat ini terjadi oleh karena provokasi
vaksin.
Contoh: Kejang demam pasca imunisasi yang terjadi pada anak yang mempunyai
predisposisi kejang.
3.Kesalahan (pelaksanaan) program (programmaticerrors).
Gejala KIPI timbul sebagai akibat kesalahan pada teknik pembuatan dan pengadaan vaksin
atau teknik cara pemberian.
Contoh: terjadi indurasi pada bekas suntikan disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan
secara intramuskular diberikan secara subkutan.
4.Koinsidensi (coincidental).
KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain yang sedang diderita.
Contoh: Bayi yang menderita penyakit jantung bawaan mendadak sianosis setelah
diimunisasi.

WHO pada tahun 1991, melalui Expanded Programme of Immunisation (EPI) telah
menganjurkan pelaporan KIPI oleh tiap negara. Untuk negara berkembang yang paling
penting adalah bagaimana mengkontrol vaksin dan mengurangi programmaticerrors,
termasuk cara penggunaan alat suntik dengan baik, alat sekali pakai atau alat suntik auto-
distruct, dan cara penyuntikan yang benar sehingga transmisi patogen melalui darah dapat
dihindarkan. Ditekankan pula bahwa untuk memperkecil terjadinya KIPI, harus senantiasa
diupayakan peningkatan ketelitian, pada pemberian imunisasi selama program imunisasi
dilaksanakan.
Epidemiologi KIPI
Kejadian ikutan pasca imunisasi akan tampak setelah pemberian vaksin dalam dosis besar.
Penelitian efikasidan keamanan vaksin dihasilkan melalui fase uji klinis yang lazim, yaitu
fase 1, 2, 3, dan 4. Uji klinis fase 1 dilakukan pada binatang percobaan, sedangkan fase
selanjutnya dilakukan pada manusia. Fase 2 dan 3 untuk mengetahui seberapa jauh
imunogenisitas dan keamanan (reactogenicity and safety) vaksin yang dilakukan pada jumlah
yang terbatas. Pada jumlah dosis yang terbatas mungkin KIPI belum tampak, maka untuk
menilai jumlah KIPI diperlukan penelitian uji klinis dalam jumlah sampel (orang, dosis
vaksin) yang besar yang dikenal sebagai post marketing surveilance (PMS).
Tujuan PMS ialah memonitor dan mengetahui keamanan vaksin setelah pemakaian yang
cukup luas di masyarakat. Data PMS dapat memberikan keuntungan bagi program apabila
semua KIPI (terutama KIPI berat) dilaporkan dan masalahnya segera diselesaikan.

Gejala Klinis KIPI


Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi gejala lokal dan sistemik serta reaksi lainnya, dapat
timbul secara cepat maupun lambat. Pada umumnya, makin cepat KIPI terjadi makin berat
gejalanya.
Reaksi lokal :
• Abses pada tempat suntikan
• Limfadenitis
• Reaksi lokal lain yang berat,misalnya selulitis, BCG-it is.
Reaksi SSP :
• Kelumpuhan akut
• Ensefalopati
• Ensefalitis
• Meningitis
• Kejang
Reaksi lain :
• Reaksi alergi: urtikaria,dermatitis, edem
• Reaksi anafilaksis (hipersensitivitas)
• Syok anafilaksis
• Artralgia
• Demam
• Episod hipotensif hiporesponsif
• Osteomielitis
• Menangis menjerit yang terusmenerus
• Sindrom syok toksik
Standar keamanan suatu vaksin dituntut lebih tinggi daripada obat-obatan. Hal ini disebabkan
oleh karena pada umumnya produk farmasi diperuntukkan orang sakit sedangkan vaksin
untuk orang sehat terutama bayi. Akibatnya, toleransi terhadap efek samping vaksin harus
lebih kecil daripada obat-obatan untuk orang sakit. Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin
yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapat imunisasi perlu
diobservasi beberapa saat, sehingga dipastikan bahwa tidak terjadi KIPI (reaksi cepat).
Berapa lama observasi perlu dilakukan sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya
setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi paling sedikit selama 15
menit. Pada anak, KIPI yang paling serius adalah reaksi anafilaksis. Angka kejadian reaksi
anafilaktoid diperkirakan 1 dalam 50.000 dosis DPT (whole cell pertussis), tetapi yang benar-
benar anafilaksis hanya 1-3 kasus di antara 1 juta dosis. Anak besar dan dewasa lebih banyak
mengalami sinkope, segera atau lambat. Episod hipotonik hiporesponsif juga tidak jarang
terjadi, secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.

Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI Saat Timbul KIPI


a. Syok Anafilaksis 4 jam
b. Neuritis brakil 2 – 28 hari
Toksoid (DPT, DT, TT
c. Komplikasi akut termasuk
Tidak tercatat
kecacatan dan kematian
a. Syok Anafilaksis 4 jam
Pertusis whole-cell (DPT, DTP- b. Ensefalopati 72jam
HB) c. Komplikasi akut termasuk
Tidak tercatat
kecacatan dan kematian
a. Syok Anafilaksis 4 jam
Campak, gondongan, rubela b. Ensefalopati 5 – 15 hari
(MMR atau salah satu komponen) c. Komplikasi akut termasuk
Tidak tercatat
kecacatan dan kematian
a. ariritis 7 – 42 hari
Rubela b. Komplikasi akut termasuk
Tidak tercatat
kecacatan dan kematian
a. Trombositopenia 7 – 30 hari
Campak b. Komplikasi akut termasuk
Tidak tercatat
kecacatan dan kematian
a. Polio porolisis 30 hari
b. Polio paralisis pada resipien
6 bulan
Polia hidup (OPV) imunokompromais
c. Komplikasi akut termasuk
Tidak tercatat
kecacatan dan kematian
a. Syok Anafilaksis 4 jam
Vaksin berisi polio yang
diinaktifasi (IPV) b. Komplikasi akut termasuk
Tidak tercatat
kecacatan dan kematian
a. Syok Anafilaksis 4 jam
Hepatitis B b. Komplikasi akut termasuk
Tidak tercatat
kecacatan dan kematian
a. Klinis infeksi Hib 7 hari
Haemophilus influenzae tipe
(unconjugated, PRP b. Komplikasi akut termasuk
Tidak tercatat
kecacatan dan kematian

Tatalaksana KIPI
Tatalaksana KIPI pada dasarnya terdiri dari penemuan kasus, pelacakan kasus lebih lanjut,
analisis kejadian,tindak lanjut kasus, dan evaluasi. Apabila memang kasus yang dilaporkan
diduga KIPI, maka dicatat identitas kasus, data vaksin (jenis, pabrik, nomor batchlot),
petugas yang melakukan, dan bagaimana sikap masyarakat saat menghadapi masalah
tersebut. Selanjutnya perlu dilacak kemungkinan terdapat kasus lain yang sama, terutama
yang mendapat imunisasi dari tempat yang sama dan jenis lot vaksin yang sama. Pelacakan
dapat dilakukan oleh petugas Puskesmas atau petugas kesehatan lain yang bersangkutan. Sisa
vaksin (apabila masih ada) yang diduga menyebabkan KIPI harus disimpan sebagaimana kita
memperlakukan vaksin pada umumnya (perhatikan cold chain).
Kepala Puskesmas atau Pokja KIPI daerah dapat menganalisis data hasil pelacakan untuk
menilai klasifikasi KIPI dan dicoba untuk mencari penyebab KIPI tersebut. Dengan adanya
data kasus KIPI dokter Puskesmas dapat memberikan pengobatan segera. Apabila kasus
tergolong berat, penderita harus segera dirawat untuk pemeriksaan lebih lanjut dan diberikan
pengobatan segera. Evaluasi akan dilakukan oleh Pokja KIPI setelah menerima laporan. Pada
kasus ringan tatalaksana dapat diselesaikan oleh Puskesmas dan Pokja KIPI hanya perlu
diberikan laporan. Untuk kasus berat yang masih dirawat, sembuh dengan gejala sisa, atau
kasus meninggal, diperlukan evaluasi ketat dan apabila diperlukan Pokja KIPI segera
dilibatkan. Evaluasi akhir dan kesimpulan disampaikan kepada Kepala Puskesmas untuk
perbaikan program yang akan datang.

Imunisasi pada kelompok berisiko


Untuk mengurangi risiko timbulnya KIPI, harus diperhatikan apakah resipien termasuk dalam
kelompok berisiko, yaitu:
1. Anak yang pernah mendapat reaksi vaksinasi yang tidak diinginkan harus segera
dilaporkan kepada Pokja KIPI daerah untuk penanganan segera danPokja KIPI pusat dengan
mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia.
2. Bayi berat lahir rendah. Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan
bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah : (1) titer
imunitaspasif melalui transmisi maternal lebih rendah daripada bayi cukup bulan, (2) apabila
berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram), imunisasi ditunda dan diberikan apabila bayi
telah mencapai berat 2000 gram atau bayi berumur 2 bulan, (3) imunisasi hepatitis B
diberikan pada umur 2 bulan atau lebih, kecuali apabila diketahui ibu mengandung HbsAg,
dan (4)apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan,maka vaksin polio diberikan secara
suntikan (IPV) sehingga tidak menyebabkan penyebaran virus polio melalui tinja.
3. Pasien imunokompromais. Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat
penyakit dasar atau sebagai akibat pengobatan (pengobatan kemoterapi, kortikosteroid jangka
panjang). Vaksinasi dengan mempergunakan vaksin hidup merupakan indikasi kontra pada
pasien imunokompromais. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis
kecil dan dalam waktu pendek. Pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2
mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/hari selama 14 hari, maka imunisasi ditunda.
Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan,atau 3 bulan
setelah kemoterapi selesai.
4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin, imunisasi virus hidup diberikan
setelah 3 bulan pengobatan untuk menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.

Referensi :
Hadinegoro SR, Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000: 2 – 10.
PELAYANAN IMUNISASI PADA MASA PANDEMI
COVID-19
Pada masa pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini,hendaknya pelayanan imunisasi sebagai
salah satu pelayanan kesehatan esensial tetap menjadi prioritas untuk dilaksanakan.Perlu
dilakukan langkah-langkah penting untuk memastikan setiap sasaran imunisasi, yaitu anak
yang merupakan kelompok rentan menderita PD3I, terlindungi dari penyakit-penyakit
berbahaya dengan imunisasi.
Adapun, prinsip –prinsip yang menjadi acuan dalam melaksanakan program imunisasi pada
masa pandemi COVID-19 yaitu:
1) imunisasi dasar dan lanjutan tetap diupayakan lengkap dan dilaksanakan sesuai jadwal
untuk melindungi anak dari PD3I;
2) secara operasional, pelayanan imunisasi baik di posyandu, puskesmas, puskesmas keliling
maupun fasilitas kesehatan lainnya yang memberikan layanan imunisasi mengikuti kebijakan
pemerintah daerah setempat;
3) kegiatan surveilans PD3I harus dioptimalkan termasuk pelaporannya; serta
4) menerapkan prinsip PPI dan menjaga jarak aman 1 –2 meter.

Keberlangsungan pelayanan imunisasi ditentukan berdasarkan pertimbangan risiko dan


manfaat dengan langkah sebagai berikut:
1. Dinas kesehatan dan puskesmas melakukan penilaian dan pemetaan risiko berdasarkan
analisis epidemiologi transmisi lokal COVID-19, cakupan imunisasi rutin setempat, dan
situasi PD3I;
2. Dinas kesehatan dan puskesmas membuat rekomendasi keberlangsungan pelaksanaan
pelayanan imunisasi di wilayah kerjanya;
3 .Dinas kesehatan dan puskesmas melakukan advokasi kepada pemerintah daerah setempat
untuk memperoleh dukungan dari pimpinan daerah beserta jajarannya baik dari segi
kebijakan maupun operasional agar pelayanan imunisasi dapat berjalan untuk memberikan
perlindungan optimal kepada anak;
4.Dinas kesehatandan puskesmas melakukan monitoring intensif terhadap cakupan imunisasi
dan surveilans PD3I untuk mendapatkan gambaran tingkat perlindungan di masyarakat dan
untuk mengindentifikasi kelompok masyarakat yang berisiko tinggi terjadinya KLB untuk
menjadi prioritas dalam kegiatan catch up imunisasi sesudah masa pandemi COVID-19
selesai.
Berdasarkan penilaian dan pemetaan risiko, rekomendasi keberlangsungan pelayanan
imunisasi dapat berupa:
1. Pelayanan imunisasi dijalankan dengan pilihan tempat:
a.Posyandu
b.Puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya yang memberikan layanan imunisasi
c.Puskesmaskeliling
2. Pelayanan imunisasi ditunda dan mengharuskan petugas (dibantu kader kesehatan)
mencatat anak-anak yang belum mendapatkan pelayanan imunisasi untuk diprioritaskan pada
kesempatan pertama pelayanan imunisasi dapat diberikan.
Pada posyandu, puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya yang biasanya memberikan
layanan imunisasi, pelayanan imunisasi dapat tetap dilaksanakan sesuai jadwal dan prinsip
PPI serta menjaga jarak aman 1 –2 meter. Untuk meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja puskesmas yang belum terjangkau oleh
pelayanan dalam gedung puskesmas karena berbagai alasan, seperti kesulitan menjalankan
pelayanan imunisasi di puskesmas atau posyandu atau keraguan masyarakat membawa ke
puskesmas karena khawatir akan penularan COVID-19, maka dapat dilakukan pelayanan
kesehatan yang sifatnya bergerak (mobile) berupa kegiatan puskesmas keliling. Acuan untuk
melakukan pelayanan imunisasi di posyandu, puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya yang
memberikan layanan imunisasi serta puskesmas keliling terlampir sebagai berikut:

PELAYANAN IMUNISASI DI POSYANDU PADA MASA PANDEMI COVID-19


a.Ketentuan Ruang/Tempat Pelayanan Imunisasi:
Diselenggarakan sesuai prinsip PPI dan menjaga jarak aman 1 –2 meter:
1) Menggunakan ruang/tempat yang cukup besar dengan sirkulasi udara yang baik (dapat
juga mendirikan tenda di lapangan terbuka). Bila menggunakan kipas angin, letakkan kipas
angin di belakang petugas kesehatan agar arah aliran udara kipas angin mengalir dari tenaga
kesehatan ke sasaran imunisasi;
2) Memastikan ruang/tempat pelayanan imunisasi bersih dengan membersihkan sebelum dan
sesudah pelayanan dengan cairan disinfektan;
3) Tersedia fasilitas mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir atau hand sanitizer;
4) Atur meja pelayanan antar petugas agar menjaga jarak aman1 –2 meter.
5) Ruang/tempat pelayanan imunisasi hanya untuk melayani bayi dan anak sehat;
6) Jika memungkinkan sediakan jalan masuk dan keluar yang terpisah bagi orangtua atau
pengantar. Apabila tidak tersedia, atur agar sasaran imunisasi dan pengantar keluar dan
masuk bergantian;
7) Sediakan tempat duduk bagi sasaran imunisasi dan orangtua atau pengantar untuk
menunggu sebelum dan 30 menit sesudah imunisasi dengan jarak aman antar tempat duduk1
–2 meter. Atur agar tempat/ruang tunggu sasaran yang sudah dan sebelum imunisasi terpisah.
Jika memungkinkan tempat untuk menunggu 30 menit sesudah imunisasi di tempat terbuka.

b.Ketentuan Waktu Pelayanan Imunisasi:


1).Tentukan jadwal hari atau jam pelayanan khusus imunisasi di posyandu;
2). Jam layanan tidak perlu lama dan batasi jumlah sasaran yang dilayani dalam satu kali sesi
pelayanan. Jika jumlah sasaran banyak bagi menjadi beberapa kali sesi pelayanan posyandu
agar tidak terjadi penumpukan atau kerumunan orang. Jika memungkinkan dan sasaran cukup
banyak pelayanan posyandu dapat dilakukan lebih dari sekali sebulan;
3). Koordinasi dengan lintas program lainnya untuk memberikan pelayanan kesehatan lain
bersamaan dengan imunisasi jika memungkinkan;
4). Informasikan nomor telepon petugas kesehatan atau kader yang dapat dihubungi oleh
orangtua atau pengantar untuk membuat jadwal janji temu imunisasi yang akan datang.

c. Tugas dan Peran dalam Layanan Imunisasi di Posyandu:


1). Petugas Kesehatan Puskesmas
Tugas dan Peran Petugas Kesehatan di Posyandu
Persiapan Sebelum Hari Posyandu
1. Petugas kesehatan membuat pengumuman pemberitahuan mengenai jadwal imunisasi
selama masa pandemi COVID-19, dengan menyertakan nomor telepon/WA/SMS
untuk membuat janji temu (daftar)imunisasi yang akan datang;
2. Membuat jadwal janji temu imunisasi yang akan datang dengan orangtua atau
pengantar agar kedatangan sasaran imunisasi dapat diatur dan berjalan dengan baik
(melaluitelepon, SMS, WA, dan lain-lain);
3.
a.Memastikan kader, anak dan pengantar dalam kondisi sehat untuk datang ke tempat
pelayanan imunisasi,misalnya dengan menanyakan riwayat demam, alergi, riwayat
bepergian ke daerah lain/ riwayat kontak dengan Orang Tanpa Gejala (OTG)/Orang
Dalam Pemantauan (ODP)/Pasien Dalam Pengawasan (PDP)/konfirmasi COVID-
19/pasca COVID-19
b.Mengingatkan orangtua atau pengantar untuk membawa anak ke posyandu sesuai hari
dan jam yang telah ditentukan dengan membawa buku KIA atau buku catatan imunisasi.
c.Membatasi jumlah pengantar hanya 1 orang saja.

Hari H Pelayanan di Posyandu

1.Memastikan diri dan petugas kesehatan lainnya dalam keadaan sehat untuk memberikan
pelayanan (tidak demam, batuk, pilek, dan lain-lain);
2.Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan prinsip PPI sebelum memulai
pelayanan:
a.Masker bedah/masker medis
b.Sarung tangan bila tersedia. Sarung tangan harus diganti untuk setiap satu sasaran yang
diimunisasi. Jangan menggunakan sarung tangan yang sama untuk lebih dari satu anak.
Bila sarung tangan tidak tersedia, petugas mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
setiap sebelum dan sesudah imunisasi kepada sasaran
c.Alat pelindung diri lain apabila tersedia, seperti pakaian gown/apron/pakaian pakaian
hazmat kedap air, dan face shield
3.Memastikan ruang/tempat pelayanan imunisasi bersih;
4.Memastikan tersedianya fasilitas cuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau hand
sanitizer di posyandu;
5.Memastikan semua vaksin, logistik dan peralatan/kit anafilaktik tersedia dan dalam
keadaan baik dan bersih sesuai dengan Permenkes No. 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi (misalnya vaksin VVM A atau B, belum kedaluwarsa dan
tidak terendam air);
6.Memastikan tempat duduk antar petugas dan kader serta orangtua sesuai prinsip
menjaga jarak aman 1 –2 meter;
7.Melakukan skrining COVID-19 dengan menanyakan gejala demam dan ISPA, riwayat
kontak dengan OTG/ODP/PDP/konfirmasi COVID-19/pasca COVID-19 dan riwayat
perjalanan pada saat sasaran dan orang tua atau pengantar tiba di posyandu. Apabila
ditemukan gejala/riwayat kontak/riwayat perjalanan maka dianjurkan untuk
memeriksakan dirinya untuk kecurigaan COVID-19 dan pemberian imunisasi ditunda;
8.Pada saat pelayanan imunisasi kepada sasaran:
a.Melakukan skrining singkat tentang kondisi kesehatan sasaran sebelum imunisasi.
b.Menanyakan reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang terjadi pada imunisasi
sebelumnya
c.Menjelaskan imunisasi yang akan diberikan saat ini (jenis, jadwal, manfaat,
kemungkinan efek simpang yang akan terjadi dan bagaimana cara untuk mengatasinya)
d.Mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan hand sanitizer sebelum dan
setelah melakukan imunisasi pada setiap sasaran imunisasi.
e.Memberikan imunisasi sesuai jadwal dengan prinsip penyuntikan yang aman(safety
injection)
f.Apabila ada imunisasi yang terlewat sebelumnya, maka berikan imunisasi lebih dari satu
jenis antigen (pemberian imunisasi ganda) bersama-sama di tempat penyuntikan yang
berbeda (misalnya paha kanan dan paha kiri)
g.Mencatat hasil pelayanan imunisasi pada buku KIA atau buku catatan imunisasi.
h.Mengingatkan orang tua tentang jadwal imunisasi berikutnya
i.Memberikan penjelasan apabila dalam waktu 14 hari sesudah imunisasi, baik petugas
kesehatan, kader maupun orangtua/pengantar terdapat gejala seperti COVID-19 atau
konfirmasi COVID-19, harus segera menghubungi petugas kesehatan
9.Membersihkan area posyandu sesudah selesai pelayanandengan cairan disinfektan.

2). Kader
Tugas dan Peran Kader di Posyandu
Persiapan Sebelum Hari Posyandu
1.Membantu petugas kesehatan mengingatkan orangtua atau pengantar pada H-1 pelayanan
untuk:
a.Memastikan anak dan pengantar dalam kondisi sehat untuk datang ke pelayanan imunisasi
b.Membawa anak ke posyandu sesuai hari dan jam yang telah ditentukandengan membawa
buku KIA atau buku catatan imunisasi
c.Membatasi jumlah pengantar hanya 1 orang saja.

Hari H Pelayanan di Posyandu


1.Memastikan diri dan kader lainnya dalam keadaan sehat untuk membantu pelayanan di
posyandu (tidak demam, batuk, pilek, dan lain-lain);
2.Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan prinsip PPI minimal masker kain;
3.Membantu memastikan area pelayanan imunisasi bersih;
4.Memastikan fasilitas cuci tangan pakai air dan sabun atau hand sanitizer tersedia di
posyandu;
5.Membantu menyiapkan catatan data sasaran bayi/baduta yang menjadi sasaran imunisasi;
6.Membantu mengatur alur keluar dan masuk sasaran imunisasi dan pengantar sesuai prinsip
menjaga jarak aman 1 –2 meter;
7.Membantu petugas melakukan skrining COVID-19;
8. Ukur suhu anak dan pengantar saat tiba di posyandu sebelum memasuki area pelayanan
imunisasi dengan termometer (sebaiknya dengan termometer non kontak).Apabila ditemukan
peningkatan suhu pada anak atau pengantar maka dianjurkan untuk memeriksakan dirinya
untuk kecurigaan COVID-19 dan pemberian imunisasi ditunda;
9.Melakukan pendaftaran bayi, baduta, balita yang datang ke posyandu di buku register
posyandu;
10.Mencocokan bayi/baduta yang datang dengan data sasaran imunisasi sesuai jadwal yang
ditentukan petugas.Memastikan pelayanan imunisasi telah dicatat dalam Buku KIA;
11.Membantu memastikan orangtua atau pengantar duduk di ruang tunggu sesuai prinsip
menjaga jarak aman 1 –2 meterpada saat menunggu sebelum imunisasi dan 30 menit sesudah
imunisasi;
12.Mengingatkan orangtua untuk:
a.segera pulang ke rumah sesudah pelayanan di posyandu
b.membersikan diri atau mandi dan cuci rambut serta
c.mengganti semua kain/linen (pakaian, bedong, gendongan)anak dan pengantardan lain –lain
yang dibawa ke posyandu
13.Pada akhir pelayanan mendata bayi/baduta yang tidak datang untuk imunisasi sesuai
dengan jadwal yang ditentukan pada hari posyandu;
14.Untuk posyandu yang sudah melakukan defaulter tracking, mengupdate daftar
pelacakan/banner my village my home(MVMH)/kotak pengingat/kantung imunisasi;
15.Mencatat dan melaporkan hasil catatan pendataan sasaran yang datang dan tidak datang ke
posyandu kepada petugas.
3). OrangTua atau Pengantar
Tugas dan Peran OrangTua/Pengantar di Posyandu
Persiapan Sebelum Hari Posyandu
1.Memastikan anak dalam kondisi sehat untuk diimunisasi. Jika anak sakit seperti demam,
batuk, pilek, diare, ada riwayat kontak dengan OTG/ODP/PDP/konfirmasi COVID-19 dan
lain-lain segera hubungi petugas kesehatan untuk menunda dan membuat jadwal ulang
sesudah anak sehat kembali;
2.Menyiapkan buku KIA atau buku catatan imunisasi anak untuk dibawa ke posyandu;
3.Memastikan orangtua atau pengantar dalam keadaan sehat ke posyandu (tidak batuk, pilek,
demam, dan lain-lain)dan tidak ada riwayat kontak dengan OTG/ODP/PDP/konfirmasi
COVID-19;
4.Mengatur dan menyiapkan cara dan rute untuk ke posyandu esok hari agar datang tepat
waktu sesuai jadwal yang telah ditentukan;
5.Menyiapkan masker kain bagi pengantar untuk dikenakan ke posyandu (anak dibawah usia
2 tahun tidak perlu menggunakan masker).

Hari H Pelayanan di Posyandu


1.Menggunakan masker kain bagi orangtua atau pengantar ke posyandu dan bawa buku KIA
atau buku catatan imunisasi anak;
2.Datang sesuai jadwal imunisasi yang telah ditentukan oleh petugas Kesehatan;
3.Pada saat tiba di Posyandu segera cuci tangan pakai sabun dan air mengalir atau hand
sanitizer sebelum masuk kedalam ruang posyandu;
4.Lakukan pendaftaran ke kader dan sesudah itu duduk di ruang tunggu sebelum imunisasi
dan 30 menit sesudah imunisasi dengan prinsip menjaga jarak aman 1 –2 meter;
5.Sesudah pelayanan imunisasi di posyandu selesai, segera cuci tangan pakai sabun dan air
mengalir atau menggunakan hand sanitizer dan segera pulang ke rumah;
6.Segera membersikan diri atau mandi dan cuci rambut serta mengganti semua kain/linen
anak dan pengantar (pakaian, bedong, gendongan) dan lain –lain yang dibawa ke posyandu;
7.Menyimpan buku KIA atau buku catatan imunisasi di tempat yang aman dan mudah
ditemukan untuk dibawa kembali pada jadwal yang ditentukan oleh petugasKesehatan;
8.Menghubungi petugas kesehatan atau kader apabila terdapat keluhan sesudah imunisasi.

PELAYANAN IMUNISASI DI PUSKESMAS ATAU FASILITAS KESEHATAN


LAINNYA YANG MEMBERIKAN LAYANAN IMUNISASI PADA MASA PANDEMI
COVID-19
a.Ketentuan Ruang/TempatPelayanan Imunisasi:
Diselenggarakan sesuai prinsip PPI dan menjaga jarak aman 1 –2 meter:
1) Menggunakan ruang/tempat pelayanan yang cukup besar dengan sirkulasi udara yang baik
(dapat juga mendirikan tenda di lapangan terbuka halaman puskesmas atau di dalam
kendaraan puskesmas keliling di halaman puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya yang
memberikan layanan imunisasi);
2) Apabila ruang/tempat pelayanan menggunakan kipas angin, letakkan kipas angin di
belakang petugas kesehatan agar arah aliran udara kipas angin mengalir dari tenaga kesehatan
ke sasaran imunisasi;
3) Ruang/tempat pelayanan imunisasi tidak berdekatan atau terpisah dari poli pelayanan anak
atau dewasa sakit;
4) Memastikan ruang/tempat pelayanan bersih dengan membersihkan sebelum dan sesudah
pelayanan dengan cairan disinfektan;
5) Tersedia fasilitas mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir atau hand sanitizer;
6) Atur meja pelayanan antar petugas dan orangtua agar jarak aman1 –2 meter;
7) Ruang/tempat pelayanan imunisasi hanya untuk melayani bayi dan anak sehat;
8) Sebaiknya sediakan jalan masuk dan keluar yang terpisah bagi sasaran imunisasi dan
pengantar dengan pengunjung puskesmas yang sakit. Atur agar sasaran imunisasi dan
pengantar keluar dan masuk bergantian;
9)Sediakan tempat duduk bagi sasaran imunisasi dan orangtua dan pengantar untuk
menunggu sebelum dan 30 menit sesudah imunisasi dengan jarak aman antar tempat duduk 1
–2 meter. Atur agar tempat/ruang tunggu sasaran yang sebelum dan sesudah imunisasi
terpisah. Jika memungkinkan tempat untuk menunggu 30 menit sesudah imunisasi di tempat
terbuka.

b.Ketentuan Waktu Pelayanan Imunisasi:


1) Tentukan jadwal hari atau jam pelayanan khusus imunisasi di puskesmas yang terpisah
dari layanan MTBS atau dewasa sakit. Atur agar pelayanan imunisasi dilaksanakan di ruang
terpisah dari pelayanan MTBS;
2) Jam layanan tidak perlu lama dan batasi jumlah sasaran yang dilayani dalam satu kali sesi
pelayanan. Jika jumlah sasaran banyak bagi menjadi beberapa kali hari atau sesi pelayanan
imunisasi agar tidak terjadi penumpukan atau kerumunan orang;
3) Koordinasi dengan lintas program lainnya untuk memberikan pelayanan kesehatan lain
bersamaan dengan imunisasi jika memungkinkan;
4) Informasikan nomor telepon petugas kesehatan atau kader yang dapat dihubungi oleh
orangtua atau pengantar untuk membuat jadwal janji temu imunisasi yang akan datang.

c.Tugas dan Peran dalam Layanan Imunisasi di Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Lainnya
yang Memberikan Layanan Imunisasi:
1)Petugas KesehatanPuskesmas atau Fasilitas Kesehatan Lainnya yang Memberikan Layanan
Imunisasi
Tugas dan Peran Petugas kesehatan di Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Lainnya yang
Memberikan Layanan Imunisasi :
Persiapan Sebelum Hari Pelayanan di Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Lainnya yang
Memberikan Layanan Imunisasi
1.Petugas kesehatan membuat pengumuman pemberitahuan mengenai jadwal imunisasi
selama masa pandemiCOVID-19, dengan menyertakan nomor telepon/WA/SMS untuk
membuat janji temu (daftar) imunisasi yang akan datang;
2.Membuat jadwal janji temu dengan orangtua atau pengantar untuk mengatur agar
kedatangan sasaran imunisasi dapat berjalan dengan baik (bisa dengan telepon, SMS, WA,
dan lain-lain);
3.
a.Memastikan kader,anak dan pengantar dalam kondisi sehat untuk datang ke tempat
pelayanan imunisasi, misalnya dengan menanyakan riwayat demam, alergi, riwayat bepergian
ke daerah lain/ riwayat kontak dengan OTG/ODP/PDP/konfirmasi COVID-19/pasca COVID-
19
b.Mengingatkan orangtua atau pengantar untuk membawa anak ke puskesmas atau fasilitas
kesehatan lainnya yang memberikan layanan imunisasi, sesuai hari dan jam yang telah
ditentukan dengan membawa buku KIA atau buku catatan imunisasi
c.Membatasi jumlah pengantar hanya 1 orang saja.

Hari H Pelayanan Imunisasi di Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Lainnya yang


Memberikan Layanan Imunisasi

1.Memastikan diri dan petugas kesehatan lainnya dalam keadaan sehat untuk memberikan
pelayanan (tidak demam, batuk, pilek, dan lain-lain);
2.Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan prinsip PPI sebelum memulai
pelayanan:
a.Masker bedah/masker medis
b.Sarung tangan bila tersedia. Sarung tangan harus diganti untuk setiap satu sasaran yang
diimunisasi. Jangan menggunakan sarung tangan yang sama untuk lebih dari satu anak. Bila
sarung tangan tidak tersedia, petugas mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap
sebelum dan sesudah imunisasi kepada sasaran
c.Alat pelindung diri lain apabila tersedia, seperti pakaian gown/apron/pakaian hazmat kedap
air, dan face shield
3.Memastikan ruang/tempat pelayanan imunisasi bersih;
4.Memastikan tersedianya fasilitas cuci tangan pakai sabun dan air mengalir atau hand
sanitizerdi puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya;
5.Memastikan semua vaksin, logistik dan peralatan/kit anafilaktik tersedia dan dalam keadaan
baik dan bersih sesuai dengan Permenkes No. 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi (misalnya vaksin VVM A atau B, belum kedaluwarsa dan tidak terendam air);
6.Memastikan tempat duduk antar petugas dan kader serta orangtua sesuai prinsip menjaga
jarak aman 1 –2 meter;
7.Melakukan skrining COVID-19 dengan menanyakan gejala demam dan ISPA, riwayat
kontak dengan OTG/ODP/PDP/konfirmasi COVID-19/pasca COVID-19dan riwayat
perjalanan pada saat sasaran dan orang tua atau pengantar tiba di posyandu. Apabila
ditemukan gejala/riwayat kontak/riwayat perjalanan maka dianjurkan untuk memeriksakan
dirinya untuk kecurigaan COVID-19 dan pemberian imunisasi ditunda;
8.Pada saat pelayanan imunisasi kepada sasaran:
a.Melakukan skrining singkat tentang kondisi kesehatan sasaran sebelum imunisasi
b.Menanyakan reaksi KIPI yang terjadi pada imunisasi sebelumnya
c.Menjelaskan imunisasi yang akan diberikan saat ini (jenis, jadwal, manfaat, kemungkinan
efek samping yang akan terjadi dan bagaimana cara untuk mengatasinya)
d.Mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan hand sanitizer sebelum dan
setelah melakukan imunisasi pada setiap sasaran imunisasi
e.Memberikan imunisasi sesuai jadwal dengan prinsip penyuntikan yang aman
f.Apabila ada imunisasi yang terlewat sebelumnya, maka berikan imunisasi lebih dari satu
jenis antigen (suntikan ganda) bersama-sama di tempat penyuntikan yang berbeda (misalnya
paha kanan dan paha kiri)
g.Mencatat hasil pelayanan imunisasi pada buku KIA atau buku catatan imunisasi
h.Mengingatkan orang tua tentang jadwal imunisasi berikutnya
i.Memberikan penjelasan apabila dalam waktu 14 hari sesudah imunisasi, baik petugas
kesehatan, kader maupun orangtua/pengantar terdapat gejala seperti COVID-19 atau
konfirmasi COVID-19, harus segera menghubungi petugas kesehatan
9.Membersihkan ruang/tempat pelayanan imunisasi sesudah selesai pelayanan dengan cairan
disinfektan.

2). Kader
Tugas dan Peran Kader di Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Lainnya yang Memberikan
Layanan Imunisasi
Persiapan Sebelum Hari Pelayanan Imunisasi di Puskesmasatau Fasilitas Kesehatan Lainnya
yang Memberikan Layanan Imunisasi
1.Membantu petugas kesehatan mengingatkan orangtua atau pengantar pada H-1 pelayanan
untuk:
a.Memastikan anak dan pengantar dalam kondisi sehat untuk datang ke tempat pelayanan
imunisasi
b.Membawa anak ke puskesmas sesuai hari dan jam yang telah ditentukan dengan membawa
buku KIA atau buku catatan imunisasi
c.Membatasi jumlah pengantar hanya 1 orang saja

Hari H Pelayanan di Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Lainnya yang Memberikan Layanan
Imunisasi
1.Memastikan diri dan kader lainnya dalam keadaan sehat untuk membantu pelayanan di
puskesmas (tidak demam, batuk, pilek, dan lain-lain);
2.Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan prinsip PPI minimal masker kain;
3.Membantu memastikan ruang/tempat pelayanan imunisasi bersih;
4.Membantu memastikan fasilitas cuci tangan pakai sabun dan air mengalir atau hand
sanitizer tersedia di puskesmas;
5.Membantu menyiapkan catatan data sasaran bayi/baduta yang menjadi sasaran imunisasi;
6.Membantu mengatur alur keluar/masuk sasaran imunisasi dan pengantar;
7.Membantu petugas kesehatan melakukan skrining COVID-19;
8.Ukur suhu anak dan pengantar saat tiba di puskesmas sebelum memasuki area pelayanan
imunisasi dengan termometer (sebaiknya dengan termometer non kontak).Apabila ditemukan
peningkatan suhu pada anak atau pengantar maka dianjurkan untuk memeriksakan dirinya
untuk kecurigaan COVID-19 dan pemberian imunisasi ditunda;
9.Melakukan pendaftaran bayi, baduta, balita yang datang ke puskesmas di buku register;
10.Mencocokan bayi/baduta yang datang dengan data sasaran imunisasi sesuai jadwal yang
ditentukan petugas kesehatan.Memastikan hasil pelayanan telah dicatat dalam Buku KIA;
11.Membantu memastikan orangtua atau pengantar duduk di ruang tunggu sesuai prinsip
menjaga jarak aman 1 –2 meter pada saat menunggu sebelum imunisasi dan 30 menit sesudah
imunisasi;
12.Mengingatkan orangtua atau pengantar untuk:
a.segera pulang ke rumah sesudah pelayanan di puskesmas membersikan diri atau mandi dan
cuci rambut
b.mengganti semua kain/linen (pakaian, bedong, gendongan) anak dan pengantar dan lain –
lain yang dibawa ke puskesmas.
13.Pada akhir pelayanan mendata bayi/baduta yang tidak datang untuk imunisasi sesuai
dengan jadwal yang ditentukan;
14.Mencatat dan melaporkan hasil catatan pendataan sasaran yang datang dan tidak datang ke
puskesmas kepada petugas kesehatan.

3). OrangTua atau Pengantar


Tugas dan Peran OrangTua atau Pengantardi Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Lainnya
yang Memberikan Layanan Imunisasi
persiapan Sebelum Hari Pelayanan Imunisasi di Puskesmasatau Fasilitas Kesehatan Lainnya
1.Memastikan anak dalam kondisi sehat untuk diimunisasi. Jika anak sakit seperti demam,
batuk, pilek, diare, ada riwayat kontak dengan OTG/ODP/PDP/konfirmasi COVID-19 dan
lain-lain segera hubungi petugas kesehatan untuk menunda dan membuat jadwal ulang
sesudah anak sehat kembali;
2.Menyiapkan buku KIA atau buku catatan imunisasi anak untuk dibawa ke puskesmas atau
fasilitas kesehatan lainnya;
3.Memastikan orangtua atau pengantar dalam keadaan sehat ke posyandu (tidak batuk, pilek,
demam, dan lain-lain) dan tidak ada riwayat kontak dengan
OTG/ODP/PDP/konfirmasiCOVID-19;
4.Mengatur dan menyiapkan cara dan rute untuk ke puskesmas atau fasilitas kesehatan
lainnya esok hari agar datang tepat waktu sesuai jadwal yang telah ditentukan;
5.Menyiapkan masker kain untuk dikenakan pengantar ke puskesmas atau fasilitas kesehatan
lainnya(anak dibawah usia 2 tahun tidak perlu menggunakan masker).

Hari H pelayanan imunisasi di Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Lainnya yang


Memberikan Layanan Imunisasi
1.Menggunakan masker kain bagi orangtua atau pengantar ke puskesmas atau fasilitas
kesehatan lainnya dan bawa buku KIA atau buku catatan imunisasi anak;
2.Datang sesuai jadwal imunisasi yang telah ditentukan oleh petugas kesehatan;
3.Pada saat tiba di Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya, segera cuci tangan pakai sabun
dan air mengalir atau hand sanitizer sebelum masuk ke ruang/tempat pelayanan imunisasi;
4.Lakukan pendaftaran dan sesudah itu duduk di ruang tunggu sebelum imunisasi dan 30
menit sesudah imunisasi dengan prinsip menjaga jarak aman 1 –2 meter (tidak berjalan –jalan
ke area lain di Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang memberikan layanan imunisasi);
5.Sesudah pelayanan imunisasi di puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya selesai, cuci
tangan pakai sabun dan air mengalir atau menggunakan hand sanitizer dan segera pulang ke
rumah;
6.Segera membersikan diri atau mandi dan cuci rambut serta mengganti semua kain/linen
anak dan pengantar (pakaian, bedong, gendongan) dan lain –lain yang dibawa ke puskesmas
atau fasilitas kesehatan lainnya;
7.Menyimpan buku KIA atau buku catatan imunisasi di tempat yang aman dan mudah
ditemukan untuk dibawa kembali pada jadwal yang ditentukan oleh petugas Kesehatan;
8.Menghubungi petugas kesehatan atau kader apabila terdapat keluhan sesudah imunisasi.

PELAYANAN IMUNISASI MELALUI PUSKESMAS KELILING


a.Ketentuan Pelayanan Imunisasi:
Dengan mempertimbangkan:
1) Prinsip PPI dan menjaga jarak aman 1 –2 meter;
2) Risiko transmisi penyakit COVID-19 yang sangat cepat dan tidak mudah dideteksi
terutama pada karier asimptomatik;
3) Pentingnya menjaga suhu dan mutu vaksin, logistikdan kit anafilaktik untuk
pelayanan imunisasi yang berkualitas;
4) Prinsip penyuntikan yang aman dan kemungkinan terjadi KIPI;
5) Biaya transportasi yang cukup besar;
6) Jumlah dan lokasi sasaran:
-Bayi/baduta yang tidak datang saat pelaksanaan posyandu atau janji temu dengan
tenaga Kesehatan di puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya
-Bayi/baduta di wilayah geografis sulit maka pelayanan imunisasi dengan puskesmas
keliling diatur, agar pelayanan imunisasi dapat dilakukan untuk beberapa sasaran
yang rumahnya berdekatan secara bergiliran. Dengan demikian pelayanan dapat
dilakukan di salah satu rumah sasaran atau tempat yang ditunjuk(bisa menggunakan
balai desa, kantor RW, kendaraan puskesmas keliling, dan lain-lain) sehingga petugas
tidak berpindah-pindah tempat.
Adapun tempat yang ditunjuk menjadi tempat pelayanan imunisasi sebaiknya
memiliki kriteria –kriteriadi bawah ini:
1) Ruang/tempat pelayanan imunisasi yang cukup besar dengan sirkulasi udara yang
baik atau dapat juga dilakukan di teras rumah ataupun mobil puskesmas keliling di
depan rumah salah satu sasaran imunisasi atau balai desa, tempat ibadah dan lain-
lain;
2) Bila menggunakan kipas angin, letakkan kipas angin di belakang petugas
kesetahan agar arah aliran udara kipas angin mengalir dari tenaga kesehatan ke
sasaran imunisasi.Pastikan tidak ada anggota keluarga dalam rumah tersebut yang
sakit;
3) Jika dilakukan di rumah, ruang/tempat pelayanan imunisasi terpisah dari ruangan
untuk anggota keluarga lainnya;
4) Ruang/tempat pelayanan bersih dengan membersihkan sebelum dan sesudah
pelayanan dengan cairan disinfektan;
5) Fasilitas mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir (sebaiknya letaknya di luar
rumah) atau hand sanitizer;
6) Meja untuk pelayanan imunisasi yang terpisah dengan petugas lainnya agar jarak
aman 1 –2 meter;
7) Sediakan tempat duduk bagi orangtua atau pengantar untuk menunggu sebelum
dan 30 menit sesudah imunisasi dengan jarak aman antar tempat duduk1 –2 meter.
Atur agar tempat/ruang tunggu sasaran yang sudah dan sebelum imunisasi
terpisah. Jika memungkinkan tempat untuk menunggu 30 menit sesudah
imunisasi di tempat terbuka.
b.Ketentuan Waktu Pelayanan Imunisasi:
1) Tentukan jadwal hari atau jam pelayanan puskesmas keliling;
2) Hubungi beberapa orangtua yang rumahnya berdekatan dengan lokasi imunisasi
untuk memberi tahu tentang hari dan jam puskesmas keliling;
3) Dalam satu kali sesi puskesmas keliling,waktu layanan tidak lama dan batasi
jumlah sasaran yang dilayani dalam satu kali sesi pelayanan (maksimal 5 -6anak).
Jika jumlah sasaran banyak bagi menjadi beberapa kali sesi pelayanan imunisasi
puskesmas keliling untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi;
4) Koordinasi dengan lintas program lainnya untuk memberikan pelayanan kesehatan
lain bersamaan dengan imunisasi jika memungkinkan;
5) Informasikan nomor telepon petugas kesehatan atau kader yang dapat dihubungi
oleh orangtua atau pengantar untuk membuat jadwal puskesmas keliling.
Tugas dan Peran dalam Layanan Imunisasi Melalui Puskesmas Keliling:
1)Petugas Kesehatan Puskesmas
Tugas dan Peran Petugas kesehatan dalam Layanan Imunisasi melalui Puskesmas Keliling
Persiapan Sebelum Hari Pelayanan Puskesmas Keliling
1.Menentukan sasaran (idealnya maksimal 5 –6 sasaran) yang rumahnya berdekatan dan
tempat/rumah yang ditunjuk menjadi lokasi pelayanan imunisasi puskesmas keliling(dapat
juga dilakukan di teras rumah ataupun mobil puskesmas keliling di depan rumah salah satu
sasaran imunisasi);
2.Membuat jadwal janji puskesmas keliling dengan orangtua atau pengantar agar pelayanan
imunisasi berjalan dengan baik (bisa dengan telepon, SMS, WA, dan lain-lain);
3.Mengingatkan kader dan orangtua atau pengantar pada H-1 puskesmas keliling untuk:
a.Memastikan anak dan pengantar dalam kondisi sehat, misalnya dengan menanyakan
riwayat demam, alergi, riwayat bepergian ke daerah lain/ riwayat kontak dengan
OTG/ODP/PDP/konfirmasi COVID-19/pasca COVID-19
b.Menyiapkan anak sesuai hari dan jam yang telah ditentukan untuk puskesmas keliling
dengan membawa buku KIA atau buku catatan imunisasi
c.Membatasi agar jumlah pengantar yang mendampingi anak pada saat imunisasi di
puskesmas keliling hanya satu orang saja
d.Anggota keluarga lain di rumah yang menjadi tempat puskesmas keliling dapat menunggu
di ruangan lain atau diluar rumah

Hari H Pelayanan Imunisasi Puskesmas Keliling


1.Memastikan diri dan petugas kesehatan lainnya dalam keadaan sehat untuk memberikan
pelayanan imunisasi melalui puskesmas keliling (tidak demam, batuk,pilek, dan lain-lain);.
2.Jumlah petugas dan kader yang datang untuk puskesmas keliling adalah 3-4 orang;
3.Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan prinsip PPI sebelum memulai
pelayanan:
a.Masker bedah/masker medis
b.Sarung tangan bila tersedia. Sarung tangan harus diganti untuk setiap satu sasaran yang
diimunisasi. Jangan menggunakan sarung tangan yang sama untuk lebih dari satu anak. Bila
sarung tangan tidak tersedia, petugas mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap
sebelum dan sesudah imunisasi kepada sasaran
c.Alat pelindung diri lain apabila tersedia, seperti pakaian gown/apron/pakaian hazmat kedap
air, dan face shield
4.Memastikan semua vaksin, logistik dan peralatan/kit anafilaktik tersedia dan dalam keadaan
baik dan bersih sesuai dengan Permenkes Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi (misalnya vaksin VVM A atau B, belum kedaluwarsa dan tidak terendam air).
Meletakkan vaccine carrier di tempat yang bersih dan terlindung dari sinar matahari
langsung. Tidak membuka vaccine carrier terlalu sering;
5.Berikan imunisasi di ruang/tempat yang bersih dengan sirkulasi udara yang baik;
6.Memastikan jarak antar petugas, kader dan orangtua atau pengantar sesuai prinsip menjaga
jarak aman 1 –2 meter;
7.Melakukan skrining COVID-19 dengan menanyakan gejala demam dan ISPA, riwayat
kontak dengan OTG/ODP/PDP/konfirmasi COVID-19/pasca COVID-19 dan riwayat
perjalanan pada saat sasaran dan orang tua atau pengantar tiba di posyandu. Apabila
ditemukan gejala/riwayat kontak/riwayat perjalanan maka dianjurkan untuk memeriksakan
dirinya untuk kecurigaan COVID-19 dan pemberian imunisasi ditunda;
8.Pada saat pelayanan imunisasi kepada sasaran:
a.Melakukan skrining singkat tentang kondisi kesehatan anak sebelum imunisasi
b.Menanyakan reaksi KIPI yang terjadi pada imunisasi sebelumnya c.Menjelaskan imunisasi
yang akan diberikan saat ini (jenis, jadwal, manfaat, kemungkinan efek samping yang akan
terjadi dan bagaimana cara untuk mengatasinya)
d.Mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan hand sanitizer sebelum dan
setelah melakukan imunisasi pada setiap sasaran imunisasi
e.Memberikan imunisasi sesuai jadwal dengan prinsip penyuntikan yang aman
f.Apabila ada imunisasi yang terlewat sebelumnya, maka berikan imunisasi lebih dari satu
jenis antigen (suntikan ganda) bersama-sama di di tempat penyuntikan yang berbeda
(misalnya paha kanan dan paha kiri)
g.Mencatat hasil pelayanan imunisasi pada buku KIA atau buku catatan imunisasi anak
h.Mengingatkan orang tua tentang jadwal imunisasi berikutnya
i.Memberikan penjelasan apabila dalam waktu 14 hari sesudah imunisasi, baik petugas
kesehatan, kader maupun orangtua/pengantar terdapat gejala seperti COVID-19 atau
konfirmasi COVID-19, harus segera menghubungi petugas kesehatan
9.Usahakan tidak menyentuh barang –barang di rumah yang menjadi tempat puskesmas
keliling;
10.Bersihkan tempat yang menjadi puskesmas keliling sebelum dan sesudah pelayanan
dengan cairan disinfektan. Memastikan pengelolaan limbah imunisasi aman sesuai dengan
Permenkes No. 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi;
11.Sesudah pelayanan puskesmas keliling selesai segera kembali ke puskesmas.

2) Kader
Tugas dan Peran Kader dalam Layanan Imunisasi melalui Puskesmas Keliling
Persiapan Sebelum Hari Pelayanan Puskesmas Keliling
1.Membantu petugas kesehatan untuk:
a.Mengkoordinasikan sasaran imunisasi yang rumahnya berdekatan untuk datang
b.Memastikan anak dan pengantar dalam kondisi sehat untuk diimunisasi
c.Mengingatkan orangtua atau pengantar untuk menyiapkan anak sesuai hari dan jam yang
telah ditentukan untuk datang ke tempat pelayanan imunisasi keliling
d.Membatasi agar jumlah pengantar yang mendampingi anak pada saat imunisasi di
puskesmas keliling hanya satu orang saja
e.Anggota keluarga lain di rumah yang menjadi tempat puskesmas menunggu diruangan lain
atau di luar rumah
Hari H Pelayanan Puskesmas Keliling
1.Memastikan diri dan kaderlainnya dalam keadaan sehat untuk membantu pelayanan
puskemas keliling (tidak demam, batuk, pilek, dan lain-lain);
2.Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan prinsip PPI minimal masker kain;
3.Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir atau hand sanitizer saat tiba dan akan
meninggalkan tempat yang menjadi puskesmas keliling;
4.Membantu mengatur alur kedatangan sasaran imunisasi yang menjadisasaran imunisasi
agar bergiliran sehingga tidak terjadi penumpukan di puskesmas keliling;
5.Membantu menyiapkan catatan data sasaran bayi/baduta yang menjadi sasaran imunisasi;
7.Membantu petugas melakukan skrining COVID-19;
8.Ukur suhu anak dan pengantar saat tiba di tempat puskesmas keliling sebelum
diimunisasi(sebaiknya dengan termometer non kontak). Apabila ditemukan peningkatan suhu
pada anak atau pengantar maka dianjurkan untuk memeriksakan dirinya untuk kecurigaan
COVID-19 dan pemberian imunisasi ditunda;
9.Mencocokan bayi/baduta dengan data sasaran imunisasi sesuai jadwal yang ditentukan
petugas Kesehatan;
10.Membantu memastikan orangtua atau pengantar duduk di ruang tunggu sesuai prinsip
menjaga jarak aman 1 –2 meter pada saat menunggu sebelum imunisasi dan 30 menit sesudah
imunisasi;
11.Mengingatkan orangtua atau pengantar untuk:
a.segera pulang ke rumah masing –masing sesudah imunisasi selesai
b.Membersikan diri atau mandi dan cuci rambut
c.mengganti semua kain/linen (pakaian, bedong, gendongan) dan lain –lain yang kontak
dengan petugas kesehatan atau kader
12.Mencatat hasil pelayanan di buku KIA dan melaporkan hasil catatan pelayanan imunisasi
puskesmas keliling kepada petugas kesehatan.

3) Orangtua atau pengantar


Tugas dan Peran Orang Tua/Pengantar dalam Layanan Imunisasi melalui Puskesmas Keliling
Persiapan Sebelum Hari Pelayanan Puskesmas Keliling
1.Memastikan anak dalam kondisi sehat untuk diimunisasi. Jika anak sakit seperti demam,
batuk, pilek, diare, ada riwayat kontak dengan OTG/ODP/PDP/konfirmasi COVID-19 dan
lain-lain segera hubungi petugas kesehatan untuk menunda dan membuat jadwal ulang
sesudah anak sehat kembali;
2.Menyiapkan buku KIA atau buku catatan imunisasi anak;
3.Memastikan orangtua atau pengantar dalam keadaan sehat ke posyandu (tidak batuk, pilek,
demam, dan lain-lain) dan tidak ada riwayat kontak dengan OTG/ODP/PDP/konfirmasi
COVID-19;
4.Menyiapkan masker kain untuk orangtua atau pengantar untuk dikenakan pada saat petugas
kesehatan dan kader datang(anak dibawah usia 2 tahun tidak perlu menggunakan masker).

Hari H Pelayanan Puskesmas Keliling


1.Menggunakan masker kain bagi orangtua atau pengantar dan menyiapkan buku KIA atau
buku catatan imunisasi;
2.Datang sesuai jadwal puskesmas keliling yang telah ditentukan oleh petugas kesehatan;
3.Pada saat tiba tempat puskesmas keliling, segera cuci tangan pakai sabun dan air mengalir
atau hand sanitizer sebelum imunisasi;
4.Lakukan pendaftaran dan sesudah itu duduk di ruang tunggu sebelum imunisasi dan 30
menit sesudah imunisasi dengan prinsip menjaga jarak aman 1 –2 meter
5.Sesudah pelayanan imunisasi selesai, cuci tangan pakai sabun dan air mengalir atau
menggunakan hand sanitizer dan segera pulang ke rumah;
6.Segera membersikan diri atau mandi dan cuci rambut serta mengganti semua kain/linen
anak dan pengantar (pakaian, bedong, gendongan) dan lain –lain yang dibawa ke tempat
puskesmas keliling;
7.Menyimpan buku KIA atau buku catatan imunisasi di tempat yang aman dan mudah
ditemukan untuk dibawa kembali pada jadwal yang ditentukan oleh petugas Kesehatan;
8.Menghubungi petugas kesehatan atau kader apabila terdapat keluhan sesudah imunisasi.

PENCATATAN DAN PELAPORAN


Salah satu kebijakan program imunisasi dalam upaya memberikan pelayanan imunisasi yang
bermutu adalah dilaksanakannya pencatatan dan pelaporan yang akurat, lengkap, dan tepat
waktu. Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan meliputi hasil imunisasi, vaksin dan
logistik, rantai vaksin, dan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Selain menunjang
pelayanan imunisasi,pencatatan dan pelaporan juga menjadi dasar untuk membuat
perencanaan dan tindak lanjut kegiatan. pencatatan dan pelaporan ini menjadi bagian dari
kegiatan monitoring dan evaluasi.
Mekanisme pencatatan dan pelaporan pelaksanaan imunisasi rutin pada masa pandemi
COVID-19 sama dengan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan imunisasi rutin biasa
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor12 Tahun2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi.
Pencatatan pelayanan imunisasi rutin pada bayi, baduta dan wanita usia subur dilakukan di
register kohort bayi, register kohort anak balita dan pra sekolah dan register kohort ibu.Untuk
pencatatan hasil imunisasi sebagai bukti yang dipegang oleh keluarga/sasaran dapat
menggunakan buku KIA atau buku pencatatan imunisasi lainnya.Kemudian, hasil pencatatan
imunisasi yang dilakukan dilaporkan secara berjenjang, mulai dari puskesmas, dinas
kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, hingga Kementerian Kesehatan sesuai
dengan batas waktu yang sudah ditentukan.

STRATEGI KOMUNIKASI
Petugas Kesehatan di berbagai tingkatan, diharapkan agar dapat meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman, membangun kepercayaan dan kredibilitas, dan mendorong terciptanya
sikap, perilaku dan kepercayaan yang tepat terhadap informasi imunisasi rutin pada masa
pandemi COVID-19. Karena krisis komunikasi bisa muncul kapan saja, penting untuk
mengkomunikasikan krisis secara efektif untuk memperbaiki kerusakan yang bisa berdampak
buruk terhadap program imunisasi dan tentu saja terhadap kesehatan masyarakat.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah antara lain:
a.Membangun hubungan yang baik dengan tokoh-tokoh utama media masa, terutama yang
berfokus pada isu-isu Kesehatan;
b.Memberikan orientasi yang benar pada media massa;
c.Fokus pada pentingnya upaya memverifikasi berita sebelum disebarluaskan;
d.Menekankan pentingnya peran media massa;
e.Menyiapkan nomor kontak pejabat fungsional di fasilitas kesehatan(kepala
puskemas/kepala dinas kesehatan kabupaten/kota/provinsi) yang telah ditunjuk sebagai focal
point/rujukan utama yang bisa dihubungi oleh media massa seandainya muncul rumor atau
KIPI.
Jenis risiko yang mungkin terjadi selama pelaksanaan imunisasi rutin pada masa pandemi
COVID-19 juga dapat diantisipasi jauh hari sebelumnya, misalnya keraguan orangtua untuk
datang ke fasilitas kesehatan karena ragu akan kualitas layanan yang akan mereka terima
pada masa pandemi COVID-19 atau khawatir akan bahaya penularan COVID-19, serta
keraguan orang tua terhadap pemberian imunisasi ganda yang akan diterima anaknya.
Petugas Kesehatan juga diharapkan bisa menjelaskan mengenai demam yang terjadi pasca
imunisasi dan membedakannya dengan demam sebagai satu gejala utama COVID-19,
sehingga bisa disiapkan pesan-pesan utama seandainya terjadi KIPI, penolakan atau
keraguan.
Pelatihan juru bicara untuk komunikasi risiko dan atau petugas kesehatan dapat dilakukan,
dan dokumen tanya jawab/Frequently Asked Questions(FAQ) bisa disiapkan untuk antisipasi
pertanyaan-pertanyaan yang umum ditanyakan masyarakat. Media briefing apabila
diperlukanpun dapat dilakukan, tergantung keseriusan krisis yang muncul. Sementara,
pengawasan terhadap pemberitaan media juga sebaiknya diterapkan sedini mungkin.

MONITORING DAN EVALUASI


Monitoring dan evaluasi merupakan komponen yang penting dalam penyelenggaraan
imunisasi. Dinas kesehatan dan puskesmas harus tetap melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan imunisasi, baik padamasa pandemi COVID-19, maupun setelah masa pandemi
COVID-19 dapat diatasi dengan baik. Tujuannya adalah untuk menilai apakah rencana
pelaksanaan yang dibuat sudah dilaksanakan dengan baik dan memastikan pelayanan
imunisasi berjalan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Selain itu, monitoring dan
evaluasi pelaksanaan imunisasi pada masa pandemi COVID-19 juga bermanfaat untuk
menentukan tindak lanjut yang dapat diambil dan dilakukan oleh petugas imunisasi setelah
masa pandemi COVID-19 dapat diatasi dengan baik.

Referensi :
Direktorat Surveilans Dan Karantina Kesehatan. Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi Pada
Masa Pandemi Covid-19

Anda mungkin juga menyukai